{"title":"殖民主义对武吉丁吉宗教存在的影响","authors":"N. Hendri","doi":"10.30983/FUADUNA.V5I1.4199","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"This article analyzes why religions other than Islam can enter and develop in Bukittinggi, a small city in the middle of the highlands of West Sumatra, primarily through the influence of colonialism. In Bukittinggi, at first, the Dutch colonial did not see Muslims as opponents. However, then the Dutch colonial political tendencies took a way to destroy any resistance from the local community by destroying the ulama and Muslims' forces and by developing non-Islamic religions as a rival. This article is using a historical approach. This article explores colonial penetration into Bukittinggi, how religious livelihood in Bukittingi before the colonialism, how people in Bukittinggi respond to a religion other than Islam, and how tolerance and religious harmony in Bukittinggi. The results showed that other than aiming for power, the Dutch colonial carried out the spread of Christianity, especially to association groups, as a means of strengthening power. Colonialist policies towards religions contradicted various principles, especially in education. They were starting from restrictions on religious teachers to the content of lessons, teaching permits, and the number of religious education institutions. The thick religion of Islam in Bukittinggi made it difficult for the Dutch colonialists to conquer Bukittinggi.Artikel ini menganalisis alasan kenapa agama-agama selain Islam dapat masuk dan berkembang di Kota Bukittinggi, terutama melalui pengaruh kolonialisme. Pada konteks Kota Bukittinggi, pada awalnya kolonialis Belanda tidak melihat umat Islam sebagai lawan. Namun kemudian kecenderungan politik kolonialis Belanda menempuh cara menghancurkan setiap perlawanan masyarakat lokal dengan menghancurkan kekuatan-kekuatan ulama dan umat Islam, serta dengan mengembangkan agama non Islam sebagai tandingan. Dengan menggunakan pendekatan historis, artikel ini mengeksplor bagaimana proses masuknya kolonialisme ke Bukittinggi; bagaimana agama masyarakat Bukittinggi sebelum masuknya kolonialisme; bagaimana respon masyarakat Bukittinggi terhadap masuknya agama-agama selain Islam; serta bagaimana toleransi dan kerukunan umat beragama di Bukittinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di samping tujuan kekuasaan, kolonialis Belanda melakukan penyebaran agama Kristen, terutama kepada kelompok-kelompok asosiasi, sebagai alat mengokohkan kekuasaan. Kebijakan kolonialis terhadap agama-agama, justru bertolak belakang dengan beragam prinsip, khususnya dalam pendidikan. Mulai dari pembatasan guru agama hingga isi pelajaran, izin mengajar, dan jumlah lembaga pendidikan agama. Kentalnya agama Islam di Bukittinggi menjadikan kolonialis Belanda kesulitan dalam menaklukkan Bukittinggi.","PeriodicalId":34228,"journal":{"name":"Fokus","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-07-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"The Impact of Colonialism on the Existence of Religions in Bukittinggi\",\"authors\":\"N. Hendri\",\"doi\":\"10.30983/FUADUNA.V5I1.4199\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"This article analyzes why religions other than Islam can enter and develop in Bukittinggi, a small city in the middle of the highlands of West Sumatra, primarily through the influence of colonialism. In Bukittinggi, at first, the Dutch colonial did not see Muslims as opponents. However, then the Dutch colonial political tendencies took a way to destroy any resistance from the local community by destroying the ulama and Muslims' forces and by developing non-Islamic religions as a rival. This article is using a historical approach. This article explores colonial penetration into Bukittinggi, how religious livelihood in Bukittingi before the colonialism, how people in Bukittinggi respond to a religion other than Islam, and how tolerance and religious harmony in Bukittinggi. The results showed that other than aiming for power, the Dutch colonial carried out the spread of Christianity, especially to association groups, as a means of strengthening power. Colonialist policies towards religions contradicted various principles, especially in education. They were starting from restrictions on religious teachers to the content of lessons, teaching permits, and the number of religious education institutions. The thick religion of Islam in Bukittinggi made it difficult for the Dutch colonialists to conquer Bukittinggi.Artikel ini menganalisis alasan kenapa agama-agama selain Islam dapat masuk dan berkembang di Kota Bukittinggi, terutama melalui pengaruh kolonialisme. Pada konteks Kota Bukittinggi, pada awalnya kolonialis Belanda tidak melihat umat Islam sebagai lawan. Namun kemudian kecenderungan politik kolonialis Belanda menempuh cara menghancurkan setiap perlawanan masyarakat lokal dengan menghancurkan kekuatan-kekuatan ulama dan umat Islam, serta dengan mengembangkan agama non Islam sebagai tandingan. Dengan menggunakan pendekatan historis, artikel ini mengeksplor bagaimana proses masuknya kolonialisme ke Bukittinggi; bagaimana agama masyarakat Bukittinggi sebelum masuknya kolonialisme; bagaimana respon masyarakat Bukittinggi terhadap masuknya agama-agama selain Islam; serta bagaimana toleransi dan kerukunan umat beragama di Bukittinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di samping tujuan kekuasaan, kolonialis Belanda melakukan penyebaran agama Kristen, terutama kepada kelompok-kelompok asosiasi, sebagai alat mengokohkan kekuasaan. Kebijakan kolonialis terhadap agama-agama, justru bertolak belakang dengan beragam prinsip, khususnya dalam pendidikan. Mulai dari pembatasan guru agama hingga isi pelajaran, izin mengajar, dan jumlah lembaga pendidikan agama. Kentalnya agama Islam di Bukittinggi menjadikan kolonialis Belanda kesulitan dalam menaklukkan Bukittinggi.\",\"PeriodicalId\":34228,\"journal\":{\"name\":\"Fokus\",\"volume\":\"9 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2021-07-24\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Fokus\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.30983/FUADUNA.V5I1.4199\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Fokus","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.30983/FUADUNA.V5I1.4199","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
这篇文章分析了为什么伊斯兰教以外的宗教可以进入和发展在武吉丁吉,一个小城市在西苏门答腊高地的中间,主要是通过殖民主义的影响。在武吉丁吉,荷兰殖民者起初并不把穆斯林视为对手。然而,荷兰的殖民政治倾向采取了一种方式来摧毁当地社区的任何抵抗,通过摧毁乌拉玛和穆斯林的力量,并发展非伊斯兰宗教作为竞争对手。本文使用了一种历史方法。本文探讨殖民对武吉丁岛的渗透,殖民前武吉丁岛的宗教生活,武吉丁岛人民对伊斯兰教以外的宗教的反应,以及武吉丁岛的宽容与宗教和谐。结果表明,荷兰殖民除了以权力为目的外,还将基督教的传播,尤其是对社团的传播,作为加强权力的手段。殖民主义对待宗教的政策与各种原则相矛盾,特别是在教育方面。从对宗教教师的限制,到课程内容、教学许可和宗教教育机构的数量。武吉丁岛浓厚的伊斯兰教信仰使得荷兰殖民主义者很难征服武吉丁岛。Artikel ini menganalis alasan kenapa agama-agama selain Islam, dapat masuk dan berkembang di Kota bukittingi, terutama melalui pengaruh殖民主义。我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国。当地居民,当地居民,当地居民,当地居民,当地居民,当地居民,当地居民,当地居民,当地居民,当地居民,当地居民,当地居民。登安蒙古纳坎的独立katan历史,artikel ini mengeksplor bagaimana的masuknya殖民主义如武吉丁吉;bukittingi sebelum masuknya殖民主义;在伊斯兰教中,masuknya agama-agama是什么意思?我的意思是,我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思。Hasil penelitian menunjukkan bahwa di samping tujuan kekuasan, kolonialis Belanda melakukan penyebaran agama Kristen, terutama kepaada kelompok-kelompok asosiasi, sebagai alat mengokohkan kekuasan。Kebijakan kolonialis terhadap agama-agama, justru bertolak belakang dengan beragam prinsip, khususnya dalam pendidikan。Mulai dari pembatasan guru agama hinga isi pelajaran, izin mengajar, dan jumlah lembaga pendidikan agama。肯塔基亚阿迦玛·伊斯兰教迪·武吉丁吉menjadikan kolonialis Belanda kesulitan dalam menaklukkan武吉丁吉。
The Impact of Colonialism on the Existence of Religions in Bukittinggi
This article analyzes why religions other than Islam can enter and develop in Bukittinggi, a small city in the middle of the highlands of West Sumatra, primarily through the influence of colonialism. In Bukittinggi, at first, the Dutch colonial did not see Muslims as opponents. However, then the Dutch colonial political tendencies took a way to destroy any resistance from the local community by destroying the ulama and Muslims' forces and by developing non-Islamic religions as a rival. This article is using a historical approach. This article explores colonial penetration into Bukittinggi, how religious livelihood in Bukittingi before the colonialism, how people in Bukittinggi respond to a religion other than Islam, and how tolerance and religious harmony in Bukittinggi. The results showed that other than aiming for power, the Dutch colonial carried out the spread of Christianity, especially to association groups, as a means of strengthening power. Colonialist policies towards religions contradicted various principles, especially in education. They were starting from restrictions on religious teachers to the content of lessons, teaching permits, and the number of religious education institutions. The thick religion of Islam in Bukittinggi made it difficult for the Dutch colonialists to conquer Bukittinggi.Artikel ini menganalisis alasan kenapa agama-agama selain Islam dapat masuk dan berkembang di Kota Bukittinggi, terutama melalui pengaruh kolonialisme. Pada konteks Kota Bukittinggi, pada awalnya kolonialis Belanda tidak melihat umat Islam sebagai lawan. Namun kemudian kecenderungan politik kolonialis Belanda menempuh cara menghancurkan setiap perlawanan masyarakat lokal dengan menghancurkan kekuatan-kekuatan ulama dan umat Islam, serta dengan mengembangkan agama non Islam sebagai tandingan. Dengan menggunakan pendekatan historis, artikel ini mengeksplor bagaimana proses masuknya kolonialisme ke Bukittinggi; bagaimana agama masyarakat Bukittinggi sebelum masuknya kolonialisme; bagaimana respon masyarakat Bukittinggi terhadap masuknya agama-agama selain Islam; serta bagaimana toleransi dan kerukunan umat beragama di Bukittinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di samping tujuan kekuasaan, kolonialis Belanda melakukan penyebaran agama Kristen, terutama kepada kelompok-kelompok asosiasi, sebagai alat mengokohkan kekuasaan. Kebijakan kolonialis terhadap agama-agama, justru bertolak belakang dengan beragam prinsip, khususnya dalam pendidikan. Mulai dari pembatasan guru agama hingga isi pelajaran, izin mengajar, dan jumlah lembaga pendidikan agama. Kentalnya agama Islam di Bukittinggi menjadikan kolonialis Belanda kesulitan dalam menaklukkan Bukittinggi.