{"title":"印尼的性别玻璃天花板:表现、根源与神学突破","authors":"Siti Ruhaini Dzuhayatin","doi":"10.14421/ajis.2020.581.209-240","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"The Struggle for achieving gender equality has been undertaken in the international and national levels through the commitment of the United Nation (UN) on 30% women quota in politics and public positions. In reality, women are far lag behind due to the so-called ‘gender glass ceiling, a metaphor of ‘invisible barriers refer to ‘glass’ through which women can see higher positions but cannot reach them which is insinuated with ‘ceiling’. The root-causes are deeply rooted in cultural values and social practices whereby patriarchy and religion are dialectically amalgamated. Unless there is a theological breakthrough to a women-friendly interpretations, glass ceiling is unbreakable. This paper aims at examining the extend to which Islamic sholars, especially women in Islamic higher education in Indonesia, contribute to dismatling patriachal biases from religious traditions upholding the glass-ceiling. Before observing the initiatives taken to break the glass ceiling, the paper discusses the phenomenon of manifestation of the existence of the gender glass ceiling and the roots of why the ceiling has been so far upheld. The study reveals that there is a positive correlation between the rising theological discourses voiced by women religious scholars and the vertical mobility of women in public positions as the pathway by then the gender glass ceiling is broken. [Perjuangan kesetaraan gender dilakukan di tingkat internasional maupun nasional dengan komitmen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang kuota 30% bagi perempuan dalam politik dan publik. Pada kenyatannya, perempuan masih tertinggal jauh karena rintangan yang disebut ‘atap kaca’, suatu perumpamaan hambatan yang tidak seperti kaca, perempuan dapat melihat posisi lebih tinggi tetapi sulit menembusnya. Akar masalahnya ada pada nilai budaya dan praktik sosial dan teologi berkelindan. Tanpa ada terobosan teologis yang ramah perempuan, fenomena ‘atap kaca’ sulit dipecahkan. Studi ini menganalisis sejauh manakah kontribusi para intelektual Islam, terutama perempuan di perguruan tinggi Islam di Indonesia mampu menggeser bias dalam tradisi agama yang menguatkan ‘atap kaca’. Sebelum mengkaji upaya-upaya yang dilakukan untuk menggeser atau meruntuhkan atap kaca bias jender, tulisan ini mendiskusikan terlebih dahulu bentuk-bentuk manifestasi keberadaan atau berdirinya atap kaca bias jender dan akar atap tersebut. Dalam studi ini ditemukan korelasi positif antara meningkatnya diskursus teologis yang disuarakan perempuan dan meningkatnya mobilitas vertikal perempuan pada posisi publik yang diharapkan dapat memecahkan atap kaca gender tersebut.]","PeriodicalId":42231,"journal":{"name":"Al-Jamiah-Journal of Islamic Studies","volume":"20 4 1","pages":"209-240"},"PeriodicalIF":0.3000,"publicationDate":"2020-09-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"14","resultStr":"{\"title\":\"Gender Glass Ceiling in Indonesia: Manifestation, Roots, and Theological Breakthrough\",\"authors\":\"Siti Ruhaini Dzuhayatin\",\"doi\":\"10.14421/ajis.2020.581.209-240\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"The Struggle for achieving gender equality has been undertaken in the international and national levels through the commitment of the United Nation (UN) on 30% women quota in politics and public positions. In reality, women are far lag behind due to the so-called ‘gender glass ceiling, a metaphor of ‘invisible barriers refer to ‘glass’ through which women can see higher positions but cannot reach them which is insinuated with ‘ceiling’. The root-causes are deeply rooted in cultural values and social practices whereby patriarchy and religion are dialectically amalgamated. Unless there is a theological breakthrough to a women-friendly interpretations, glass ceiling is unbreakable. This paper aims at examining the extend to which Islamic sholars, especially women in Islamic higher education in Indonesia, contribute to dismatling patriachal biases from religious traditions upholding the glass-ceiling. Before observing the initiatives taken to break the glass ceiling, the paper discusses the phenomenon of manifestation of the existence of the gender glass ceiling and the roots of why the ceiling has been so far upheld. The study reveals that there is a positive correlation between the rising theological discourses voiced by women religious scholars and the vertical mobility of women in public positions as the pathway by then the gender glass ceiling is broken. [Perjuangan kesetaraan gender dilakukan di tingkat internasional maupun nasional dengan komitmen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang kuota 30% bagi perempuan dalam politik dan publik. Pada kenyatannya, perempuan masih tertinggal jauh karena rintangan yang disebut ‘atap kaca’, suatu perumpamaan hambatan yang tidak seperti kaca, perempuan dapat melihat posisi lebih tinggi tetapi sulit menembusnya. Akar masalahnya ada pada nilai budaya dan praktik sosial dan teologi berkelindan. Tanpa ada terobosan teologis yang ramah perempuan, fenomena ‘atap kaca’ sulit dipecahkan. Studi ini menganalisis sejauh manakah kontribusi para intelektual Islam, terutama perempuan di perguruan tinggi Islam di Indonesia mampu menggeser bias dalam tradisi agama yang menguatkan ‘atap kaca’. Sebelum mengkaji upaya-upaya yang dilakukan untuk menggeser atau meruntuhkan atap kaca bias jender, tulisan ini mendiskusikan terlebih dahulu bentuk-bentuk manifestasi keberadaan atau berdirinya atap kaca bias jender dan akar atap tersebut. Dalam studi ini ditemukan korelasi positif antara meningkatnya diskursus teologis yang disuarakan perempuan dan meningkatnya mobilitas vertikal perempuan pada posisi publik yang diharapkan dapat memecahkan atap kaca gender tersebut.]\",\"PeriodicalId\":42231,\"journal\":{\"name\":\"Al-Jamiah-Journal of Islamic Studies\",\"volume\":\"20 4 1\",\"pages\":\"209-240\"},\"PeriodicalIF\":0.3000,\"publicationDate\":\"2020-09-03\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"14\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Al-Jamiah-Journal of Islamic Studies\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.14421/ajis.2020.581.209-240\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"0\",\"JCRName\":\"RELIGION\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al-Jamiah-Journal of Islamic Studies","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14421/ajis.2020.581.209-240","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"0","JCRName":"RELIGION","Score":null,"Total":0}
引用次数: 14
摘要
通过联合国关于妇女在政治和公共职位上占30%的配额的承诺,实现性别平等的斗争已经在国际和国家层面进行。在现实中,由于所谓的“性别玻璃天花板”,女性远远落后,“无形障碍”的隐喻是女性可以看到更高的职位,但却无法到达,这是“天花板”的暗示。其根源在于父权与宗教辩证融合的文化价值观念和社会实践。除非在神学上有突破,对女性友好的解释,否则玻璃天花板是牢不可破的。本文旨在研究伊斯兰学者,特别是印度尼西亚接受伊斯兰高等教育的妇女,在多大程度上助长了宗教传统中维护玻璃天花板的令人沮丧的父权偏见。在观察打破玻璃天花板的举措之前,本文讨论了性别玻璃天花板存在的表现现象以及天花板迄今为止被维持的根源。研究发现,女性宗教学者所表达的神学话语与女性在公共职位上的垂直流动性之间存在正相关关系,因为女性在公共职位上的垂直流动性是打破性别玻璃天花板的途径。[Perjuangan kesetaraan gender dilakukan di tingkat international maupun national dengan komitmen] Perjuangan Bangsa-Bangsa tentang kuota 30%是perempuan dalam politik dan public。Pada kenyatannya, perempuan masih tertinggal jauh karena runtian and yang disebut ' atap kaca ', suatu perumpamaan hambatan yang tidak seperti kaca, perempuan dapat melithat possible lebih tinggi tetapi sulit menembusnya。Akar masalahnya ada ada nilai budaya dan praktik social dan technology伯克利。Tanpa ada terobosan technologiy yang ramah perempuan,现象' atap kaca ' suit dipecahkan。研究伊斯兰教的知识分子,印尼语,印尼语,印尼语,印尼语,印尼语,印尼语,印尼语,印尼语。我的意思是,我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思。[j] [Dalam studi i ditemukan korelaspositiff antara meningkatnya diskursus teologi yang disuarakan perempuan and meningkatnya mobilitas vertical perempuan pposisi publick yang diharapkan dapat memecahkan atap kaca gender tersej]。
Gender Glass Ceiling in Indonesia: Manifestation, Roots, and Theological Breakthrough
The Struggle for achieving gender equality has been undertaken in the international and national levels through the commitment of the United Nation (UN) on 30% women quota in politics and public positions. In reality, women are far lag behind due to the so-called ‘gender glass ceiling, a metaphor of ‘invisible barriers refer to ‘glass’ through which women can see higher positions but cannot reach them which is insinuated with ‘ceiling’. The root-causes are deeply rooted in cultural values and social practices whereby patriarchy and religion are dialectically amalgamated. Unless there is a theological breakthrough to a women-friendly interpretations, glass ceiling is unbreakable. This paper aims at examining the extend to which Islamic sholars, especially women in Islamic higher education in Indonesia, contribute to dismatling patriachal biases from religious traditions upholding the glass-ceiling. Before observing the initiatives taken to break the glass ceiling, the paper discusses the phenomenon of manifestation of the existence of the gender glass ceiling and the roots of why the ceiling has been so far upheld. The study reveals that there is a positive correlation between the rising theological discourses voiced by women religious scholars and the vertical mobility of women in public positions as the pathway by then the gender glass ceiling is broken. [Perjuangan kesetaraan gender dilakukan di tingkat internasional maupun nasional dengan komitmen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang kuota 30% bagi perempuan dalam politik dan publik. Pada kenyatannya, perempuan masih tertinggal jauh karena rintangan yang disebut ‘atap kaca’, suatu perumpamaan hambatan yang tidak seperti kaca, perempuan dapat melihat posisi lebih tinggi tetapi sulit menembusnya. Akar masalahnya ada pada nilai budaya dan praktik sosial dan teologi berkelindan. Tanpa ada terobosan teologis yang ramah perempuan, fenomena ‘atap kaca’ sulit dipecahkan. Studi ini menganalisis sejauh manakah kontribusi para intelektual Islam, terutama perempuan di perguruan tinggi Islam di Indonesia mampu menggeser bias dalam tradisi agama yang menguatkan ‘atap kaca’. Sebelum mengkaji upaya-upaya yang dilakukan untuk menggeser atau meruntuhkan atap kaca bias jender, tulisan ini mendiskusikan terlebih dahulu bentuk-bentuk manifestasi keberadaan atau berdirinya atap kaca bias jender dan akar atap tersebut. Dalam studi ini ditemukan korelasi positif antara meningkatnya diskursus teologis yang disuarakan perempuan dan meningkatnya mobilitas vertikal perempuan pada posisi publik yang diharapkan dapat memecahkan atap kaca gender tersebut.]