{"title":"政府、教会和宗教巴布亚伊姆扬传统中的千禧年批判","authors":"Jaap Timer","doi":"10.7454/ai.v0i65.3416","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"1 This Article is based on the paper Presented at the 1 st International symposium of Journal ANTROPOLOGI INDONESIA ‘The Begining of the 21st Century: Endorsing Regional Autonomy, Understanding Local Cultures, Strengthening National Integration’, Hasanuddin University.Makassar, 1-4 August 2000. Dengan mengumpulkan bahan-bahan dari beberapa masyarakat Kepala Burung dalam rangka proyek penelitian di Irian Jaya, tulisan ini mempelajari bagaimana institusi-institusi ‘tradisional’ bentukan cerita-cerita millenarian dan kemungkinan kehidupan yang mendapat pengaruh ‘Barat’ dan ‘Indonesia’ itu diredusir. Perbandingan dari beberapa masyarakat Kepala Burung memperlihatkan pentingnya memperhatikan perubahan makna dari institusi lokal dalam penelitian dan kebijakan-kebijakan di masa mendatang. Penulis mencoba melihat refleksi masyarakat terhadap institusi lama bukan hanya sekedar sebagai resistensi kesadaran pribadi, melainkan lebih sebagai praktik-praktik signifikan yang memperlihatkan kepiawaian masyarakat dalam mentransformasikan wilayah dan masyarakat lokal menjadi wilayah yang penting dan individu-individu yang berpotensi memiliki kekuasaan. Dalam hal ini, orang-orang Papua tidaklah menghindari ancaman dari luar maupun dari dalam masyarakat mereka sendiri. Penerimaan mereka terhadap hal ini mencakup reproduksi nilai-nilai budaya. Dalam reproduksi nilai-nilai budaya itu terdapat penguatan terhadap batas, wilayah, dan perbedaan kualitas dari kelompok-kelompok lokal, bahkan juga unsur-unsur nasional dari masyarakat Papua (Barat). Atribut tersebut mencakup otonomi pre-kolonial, kekuatan dari pengetahuan nenek moyang untuk memperoleh cargo dan hubungan-hubungan yang terkait dengan makhluk-makhluk supranatural, serta agama kristen. Tulisan ini menggarisbawahi bagaimana masyarakat di Kepala Burung mempertahankan wilayahnya, meredifinisikan kembali intitusi lama dan kepercayaan-kepercayaan di dunia, yang bukan saja menyebabkan mereka mengalami sesuatu yang membingungkan dan menakutkan, melainkan juga membentuk sesuatu yang membedakan mereka dengan masyarakat lainnya.","PeriodicalId":8156,"journal":{"name":"Antropologi Indonesia","volume":"98 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2001-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Government, Church, and Millenarian Critique in the Imyan Tradition of the Religious Papua\",\"authors\":\"Jaap Timer\",\"doi\":\"10.7454/ai.v0i65.3416\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"1 This Article is based on the paper Presented at the 1 st International symposium of Journal ANTROPOLOGI INDONESIA ‘The Begining of the 21st Century: Endorsing Regional Autonomy, Understanding Local Cultures, Strengthening National Integration’, Hasanuddin University.Makassar, 1-4 August 2000. Dengan mengumpulkan bahan-bahan dari beberapa masyarakat Kepala Burung dalam rangka proyek penelitian di Irian Jaya, tulisan ini mempelajari bagaimana institusi-institusi ‘tradisional’ bentukan cerita-cerita millenarian dan kemungkinan kehidupan yang mendapat pengaruh ‘Barat’ dan ‘Indonesia’ itu diredusir. Perbandingan dari beberapa masyarakat Kepala Burung memperlihatkan pentingnya memperhatikan perubahan makna dari institusi lokal dalam penelitian dan kebijakan-kebijakan di masa mendatang. Penulis mencoba melihat refleksi masyarakat terhadap institusi lama bukan hanya sekedar sebagai resistensi kesadaran pribadi, melainkan lebih sebagai praktik-praktik signifikan yang memperlihatkan kepiawaian masyarakat dalam mentransformasikan wilayah dan masyarakat lokal menjadi wilayah yang penting dan individu-individu yang berpotensi memiliki kekuasaan. Dalam hal ini, orang-orang Papua tidaklah menghindari ancaman dari luar maupun dari dalam masyarakat mereka sendiri. Penerimaan mereka terhadap hal ini mencakup reproduksi nilai-nilai budaya. Dalam reproduksi nilai-nilai budaya itu terdapat penguatan terhadap batas, wilayah, dan perbedaan kualitas dari kelompok-kelompok lokal, bahkan juga unsur-unsur nasional dari masyarakat Papua (Barat). Atribut tersebut mencakup otonomi pre-kolonial, kekuatan dari pengetahuan nenek moyang untuk memperoleh cargo dan hubungan-hubungan yang terkait dengan makhluk-makhluk supranatural, serta agama kristen. Tulisan ini menggarisbawahi bagaimana masyarakat di Kepala Burung mempertahankan wilayahnya, meredifinisikan kembali intitusi lama dan kepercayaan-kepercayaan di dunia, yang bukan saja menyebabkan mereka mengalami sesuatu yang membingungkan dan menakutkan, melainkan juga membentuk sesuatu yang membedakan mereka dengan masyarakat lainnya.\",\"PeriodicalId\":8156,\"journal\":{\"name\":\"Antropologi Indonesia\",\"volume\":\"98 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2001-01-01\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Antropologi Indonesia\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.7454/ai.v0i65.3416\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Antropologi Indonesia","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.7454/ai.v0i65.3416","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Government, Church, and Millenarian Critique in the Imyan Tradition of the Religious Papua
1 This Article is based on the paper Presented at the 1 st International symposium of Journal ANTROPOLOGI INDONESIA ‘The Begining of the 21st Century: Endorsing Regional Autonomy, Understanding Local Cultures, Strengthening National Integration’, Hasanuddin University.Makassar, 1-4 August 2000. Dengan mengumpulkan bahan-bahan dari beberapa masyarakat Kepala Burung dalam rangka proyek penelitian di Irian Jaya, tulisan ini mempelajari bagaimana institusi-institusi ‘tradisional’ bentukan cerita-cerita millenarian dan kemungkinan kehidupan yang mendapat pengaruh ‘Barat’ dan ‘Indonesia’ itu diredusir. Perbandingan dari beberapa masyarakat Kepala Burung memperlihatkan pentingnya memperhatikan perubahan makna dari institusi lokal dalam penelitian dan kebijakan-kebijakan di masa mendatang. Penulis mencoba melihat refleksi masyarakat terhadap institusi lama bukan hanya sekedar sebagai resistensi kesadaran pribadi, melainkan lebih sebagai praktik-praktik signifikan yang memperlihatkan kepiawaian masyarakat dalam mentransformasikan wilayah dan masyarakat lokal menjadi wilayah yang penting dan individu-individu yang berpotensi memiliki kekuasaan. Dalam hal ini, orang-orang Papua tidaklah menghindari ancaman dari luar maupun dari dalam masyarakat mereka sendiri. Penerimaan mereka terhadap hal ini mencakup reproduksi nilai-nilai budaya. Dalam reproduksi nilai-nilai budaya itu terdapat penguatan terhadap batas, wilayah, dan perbedaan kualitas dari kelompok-kelompok lokal, bahkan juga unsur-unsur nasional dari masyarakat Papua (Barat). Atribut tersebut mencakup otonomi pre-kolonial, kekuatan dari pengetahuan nenek moyang untuk memperoleh cargo dan hubungan-hubungan yang terkait dengan makhluk-makhluk supranatural, serta agama kristen. Tulisan ini menggarisbawahi bagaimana masyarakat di Kepala Burung mempertahankan wilayahnya, meredifinisikan kembali intitusi lama dan kepercayaan-kepercayaan di dunia, yang bukan saja menyebabkan mereka mengalami sesuatu yang membingungkan dan menakutkan, melainkan juga membentuk sesuatu yang membedakan mereka dengan masyarakat lainnya.