{"title":"TRADISI SAPRAHAN BENTUK DARI KESETARAAN DALAM MASYARAKAT MELAYU SAMBAS","authors":"Riansyah Riansyah","doi":"10.36982/jsdb.v8i1.2822","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Berbicara mengenai keragaman suku bangsa, di Kalimantan Barat terdapat suku bangsa Melayu yang diantaranya tersebar di berbagai daerah, salah satunya adalah suku Melayu di Kabupaten Sambas yang dikenal dengan sebutan suku Melayu Sambas.Menurut masyarakat setempat, Saprahan berarti tingkah laku yang baik atau kebersamaan yang tinggi. berdasarkan keyakinan warga tempatan, yang berarti sopan santun atau kebersamaan yang tinggi. Tradisi ini mewujudkan semangat \"duduk sama rendah, berdiri sama tinggi\". Saprah sendiri berarti ''berhampar'', yaitu. budaya makan bersama, duduk bersila atau bersila berkelompok dalam barisan yang sama.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data utama penelitian diperoleh melalui observasi dan wawancara, studi kepustakaan, dokumen dan arsip yang berkaitan dengan obyek kajian. Teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi sehingga alat pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumen. Teknik analisis data pada riset ini menerapkan analisis data berupa data kualitatif. Analisis data kualitatif ini dapat bersifat induktif, yaitu. analisis berdasarkan informasi yang diperoleh baik dari wawancara atau pengamatan penelitian yang dilakukan. Sebagaimana tradisi Saprahan yang masih di jaga dan dilaksanakan hingga saat ini. Tradisi Saprahan adalah semacam akulturasi budaya lokal dan budaya Islam di Kalimantan Barat.Kesadaran akan konten dalam hal pemahaman budaya lokal yang memiliki nilai utama untuk memperkuat kearifan lokal dengan berbalut kebudayaan Islam yang disesuaikan dengan adat dan tradisi lokal dalam tingkat kesetaraan yang tumbuh berkembang pada masyarakat melayu Sambas di Kalimantan Barat. Nilai budaya dalam kearifan lokal ini tampak jelas tergambarkan pada kegiatan tradisi Saprahan yang masih ada hingga saat ini di wilayah Kalimantan Barat, terutama di desa Teluk Keramat Kabupaten Sambas.","PeriodicalId":32578,"journal":{"name":"Gondang Jurnal Seni dan Budaya","volume":"73 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-03-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Gondang Jurnal Seni dan Budaya","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.36982/jsdb.v8i1.2822","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
TRADISI SAPRAHAN BENTUK DARI KESETARAAN DALAM MASYARAKAT MELAYU SAMBAS
Berbicara mengenai keragaman suku bangsa, di Kalimantan Barat terdapat suku bangsa Melayu yang diantaranya tersebar di berbagai daerah, salah satunya adalah suku Melayu di Kabupaten Sambas yang dikenal dengan sebutan suku Melayu Sambas.Menurut masyarakat setempat, Saprahan berarti tingkah laku yang baik atau kebersamaan yang tinggi. berdasarkan keyakinan warga tempatan, yang berarti sopan santun atau kebersamaan yang tinggi. Tradisi ini mewujudkan semangat "duduk sama rendah, berdiri sama tinggi". Saprah sendiri berarti ''berhampar'', yaitu. budaya makan bersama, duduk bersila atau bersila berkelompok dalam barisan yang sama.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data utama penelitian diperoleh melalui observasi dan wawancara, studi kepustakaan, dokumen dan arsip yang berkaitan dengan obyek kajian. Teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi sehingga alat pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumen. Teknik analisis data pada riset ini menerapkan analisis data berupa data kualitatif. Analisis data kualitatif ini dapat bersifat induktif, yaitu. analisis berdasarkan informasi yang diperoleh baik dari wawancara atau pengamatan penelitian yang dilakukan. Sebagaimana tradisi Saprahan yang masih di jaga dan dilaksanakan hingga saat ini. Tradisi Saprahan adalah semacam akulturasi budaya lokal dan budaya Islam di Kalimantan Barat.Kesadaran akan konten dalam hal pemahaman budaya lokal yang memiliki nilai utama untuk memperkuat kearifan lokal dengan berbalut kebudayaan Islam yang disesuaikan dengan adat dan tradisi lokal dalam tingkat kesetaraan yang tumbuh berkembang pada masyarakat melayu Sambas di Kalimantan Barat. Nilai budaya dalam kearifan lokal ini tampak jelas tergambarkan pada kegiatan tradisi Saprahan yang masih ada hingga saat ini di wilayah Kalimantan Barat, terutama di desa Teluk Keramat Kabupaten Sambas.