Penegakkan Hukum Sanksi Pidana Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpapajakan Dikaitkan dengan Asas Ultimum Remedium
{"title":"Penegakkan Hukum Sanksi Pidana Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpapajakan Dikaitkan dengan Asas Ultimum Remedium","authors":"Agus Puji Priyono, Antonia Intarti","doi":"10.32816/paramarta.v18i1.62","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Hukum pidana pajak dalam doktrin hukum pidana disebut sebagai ius singulare karena memiliki norma dan sanksi tersendiri. Orientasi utama pajak adalah pada pendapatan negara untuk meingkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga fungsi sanksi pidana perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar pelaku tindak pidana perpajakan tidak melanggar norma perpajakan. Namun demikian dalam penegakkan hukumnya tidak adanya parameter yang jelas dalam perumusan sanksi pidana perpajakan serta pemahaman dan tafsir asas ultimum remedium yang tidak sama. Untuk itu penelitian ini bertujuan menguraikan rumusan sanksi pidana perpajakan berdasarkan asas legalitas (certainty) dan selanjutnya penerapan asas ultimum remedium atas pidana tersebut berdasarkan asas efficiency tanpa mengesampingkan asas rasionalitas dan proporsionalitas (equality). Hasil dari penelitian ini menyimpulkan 2 (dua) hal. Pertama, Rumusan saksi administrasi dan sanksi pidana sebagai dasar penerapan asas ultimum remedium dalam tindak pidana perpajakan sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan belum berfungsi sesuai dengan tujuannya yaitu menumbuhkan kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan karena proses penegakkan hukum pada tahap formulasi (kebijakan legislatif) belum memiliki kepastian hukum yang berkeadilan sehingga terdapat kebebasan interpretasi/penafsiran para penegak hukum dengan diskresi bebas (tidak terikat) yang berdampak pada tahap aplikasi (yudikatif) dan tahap eksekusi. Kedua, Penerapan asas ultimum remedium tidak diatur dalam satu bab atau pasal di Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sehingga harus dilakukan penafsiran sistematis dalam menafsirkan suatu ketentuan kata-kata dalam suatu peraturan dalam hubungannya dengan kalimat yang bersangkutan serta seluruh pasal dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan harus dianggap sebagai suatu kesatuan sistem integral terkait, terpadu, dan saling dukung agar tidak menimbulkan perbedaan persepsi dan pemahaman dalam penerapannya ","PeriodicalId":402934,"journal":{"name":"Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum","volume":"43 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-02-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.32816/paramarta.v18i1.62","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Hukum pidana pajak dalam doktrin hukum pidana disebut sebagai ius singulare karena memiliki norma dan sanksi tersendiri. Orientasi utama pajak adalah pada pendapatan negara untuk meingkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga fungsi sanksi pidana perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar pelaku tindak pidana perpajakan tidak melanggar norma perpajakan. Namun demikian dalam penegakkan hukumnya tidak adanya parameter yang jelas dalam perumusan sanksi pidana perpajakan serta pemahaman dan tafsir asas ultimum remedium yang tidak sama. Untuk itu penelitian ini bertujuan menguraikan rumusan sanksi pidana perpajakan berdasarkan asas legalitas (certainty) dan selanjutnya penerapan asas ultimum remedium atas pidana tersebut berdasarkan asas efficiency tanpa mengesampingkan asas rasionalitas dan proporsionalitas (equality). Hasil dari penelitian ini menyimpulkan 2 (dua) hal. Pertama, Rumusan saksi administrasi dan sanksi pidana sebagai dasar penerapan asas ultimum remedium dalam tindak pidana perpajakan sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan belum berfungsi sesuai dengan tujuannya yaitu menumbuhkan kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan karena proses penegakkan hukum pada tahap formulasi (kebijakan legislatif) belum memiliki kepastian hukum yang berkeadilan sehingga terdapat kebebasan interpretasi/penafsiran para penegak hukum dengan diskresi bebas (tidak terikat) yang berdampak pada tahap aplikasi (yudikatif) dan tahap eksekusi. Kedua, Penerapan asas ultimum remedium tidak diatur dalam satu bab atau pasal di Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sehingga harus dilakukan penafsiran sistematis dalam menafsirkan suatu ketentuan kata-kata dalam suatu peraturan dalam hubungannya dengan kalimat yang bersangkutan serta seluruh pasal dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan harus dianggap sebagai suatu kesatuan sistem integral terkait, terpadu, dan saling dukung agar tidak menimbulkan perbedaan persepsi dan pemahaman dalam penerapannya