{"title":"Cancel Culture: Mempromosikan Keadilan ataukah Pembungkaman Kebebasan Berpendapat?","authors":"Puji Rianto, Khumaid Akhyat Sulkhan, Nurhana Marantika","doi":"10.21111/ejoc.v8i2.10844","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Budaya pembatalan (cancel culture) telah menjadi perhatian di antara ilmuwan sosial dalam lebih satu dekade belakangan, dan telah menimbulkan perdebatan luas di antara ilmuwan sosial. Di Indonesia, fenomena ini telah sering terjadi, tetapi sayangnya belum diinvestigasi secara mendalam. Pengetahuan tentangnya juga masih sangat terbatas. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji fenomena cancel culture dan dampaknya bagi kebebasan berpendapat. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan netnografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dampak-dampak budaya pembatalan terhadap kebebasan berpendapat sangatlah kontekstual. Dalam kasus Lutfi Agizal, budaya pembatalan mempunyai dampak negatif bagi kebebasan berpendapat. Emosionalitas lebih mengemuka dibandingkan debat rasional. Sebaliknya, dalam kasus Gofar Hilman, jika kekerasan seksual memang terjadi maka budaya pembatalan memberikan kontribusi positif dalam memperjuangkan keadilan. Sebaliknya, jika kekerasan seksual tidak terjadi, maka budaya pembatalan menciptakan pembungkaman dan pengucilan. Cancel culture berdampak negatif terhadap Arawinda Kirana karena tiadanya budaya reflektif di antara para netizen. Oleh karena itu, penelitian ini menyarankan pentingnya melihat kasus demi kasus dalam melihat dampak-dampak budaya pembatalan.","PeriodicalId":476789,"journal":{"name":"Ettisal : journal of communication","volume":"166 3","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2024-02-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Ettisal : journal of communication","FirstCategoryId":"0","ListUrlMain":"https://doi.org/10.21111/ejoc.v8i2.10844","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Budaya pembatalan (cancel culture) telah menjadi perhatian di antara ilmuwan sosial dalam lebih satu dekade belakangan, dan telah menimbulkan perdebatan luas di antara ilmuwan sosial. Di Indonesia, fenomena ini telah sering terjadi, tetapi sayangnya belum diinvestigasi secara mendalam. Pengetahuan tentangnya juga masih sangat terbatas. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji fenomena cancel culture dan dampaknya bagi kebebasan berpendapat. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan netnografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dampak-dampak budaya pembatalan terhadap kebebasan berpendapat sangatlah kontekstual. Dalam kasus Lutfi Agizal, budaya pembatalan mempunyai dampak negatif bagi kebebasan berpendapat. Emosionalitas lebih mengemuka dibandingkan debat rasional. Sebaliknya, dalam kasus Gofar Hilman, jika kekerasan seksual memang terjadi maka budaya pembatalan memberikan kontribusi positif dalam memperjuangkan keadilan. Sebaliknya, jika kekerasan seksual tidak terjadi, maka budaya pembatalan menciptakan pembungkaman dan pengucilan. Cancel culture berdampak negatif terhadap Arawinda Kirana karena tiadanya budaya reflektif di antara para netizen. Oleh karena itu, penelitian ini menyarankan pentingnya melihat kasus demi kasus dalam melihat dampak-dampak budaya pembatalan.