{"title":"Negara, Gerakan Islam Pasca-Fundamentalis dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia: Kekuasaan Simbolik dan Upaya Konsolidasi","authors":"Yuseptia Angretnowati, Meike Lusye Karolus","doi":"10.14710/politika.13.2.2022.369-393","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Artikel ini menjelaskan politik menjaga pluralisme agama yang selama ini digunakan pemerintahan Joko Widodo untuk memperoleh legitimasi atas kebijakan melarang organisasi kemasyarakatan yang dianggap berseberangan dengan Pancasila sebagai ideologi negara. Penelitian ini berfokus pada kasus politik pelarangan yang dialamatkan pada gerakan kewarganegaraan Islam pasca-fundementalis yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan tidak diperpanjangnya status legal Front Pembela Islam (FPI). Kedua kasus ini merupakan fragmen dari bekerjanya sistem politik yang tidak liberal. Upaya mendapatkan dan mengukuhkan legitimasi ini dapat dibaca dengan dua cara: 1) upaya rezim dalam mengonsolidasikan kekuasaan; dan 2) memerangi gerakan konservatif. Efektivitas kedua tujuan ini dapat ditakar melalui kemampuan dalam memainkan kekuasaan simbolik. Studi mengenai legitimasi dalam merespons gerakan Islam politik di Indonesia ini dilakukan dengan menggunakan perspektif interpretif dengan menggunakan 2 pendekatan, yakni melacak sumber-sumber kekuasaan simbolik dan menakar performatif kekuasaan simbolik tersebut melalui pemikiran Bourdieu mengenai politik publik. Hasil penelitian menunjukan wacana menjaga pluralisme menyimpan ambiguitas serta alasan terbentuknya kohesivitas di atas kebijakan populis dan tidak liberal tersebut di antara elit politik dan mayoritas yang terbelah.","PeriodicalId":32705,"journal":{"name":"Politika Jurnal Ilmu Politik","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-10-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Politika Jurnal Ilmu Politik","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14710/politika.13.2.2022.369-393","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Artikel ini menjelaskan politik menjaga pluralisme agama yang selama ini digunakan pemerintahan Joko Widodo untuk memperoleh legitimasi atas kebijakan melarang organisasi kemasyarakatan yang dianggap berseberangan dengan Pancasila sebagai ideologi negara. Penelitian ini berfokus pada kasus politik pelarangan yang dialamatkan pada gerakan kewarganegaraan Islam pasca-fundementalis yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan tidak diperpanjangnya status legal Front Pembela Islam (FPI). Kedua kasus ini merupakan fragmen dari bekerjanya sistem politik yang tidak liberal. Upaya mendapatkan dan mengukuhkan legitimasi ini dapat dibaca dengan dua cara: 1) upaya rezim dalam mengonsolidasikan kekuasaan; dan 2) memerangi gerakan konservatif. Efektivitas kedua tujuan ini dapat ditakar melalui kemampuan dalam memainkan kekuasaan simbolik. Studi mengenai legitimasi dalam merespons gerakan Islam politik di Indonesia ini dilakukan dengan menggunakan perspektif interpretif dengan menggunakan 2 pendekatan, yakni melacak sumber-sumber kekuasaan simbolik dan menakar performatif kekuasaan simbolik tersebut melalui pemikiran Bourdieu mengenai politik publik. Hasil penelitian menunjukan wacana menjaga pluralisme menyimpan ambiguitas serta alasan terbentuknya kohesivitas di atas kebijakan populis dan tidak liberal tersebut di antara elit politik dan mayoritas yang terbelah.
这篇文章解释了政治是如何保持宗教多元化的,这是佐科·维多多政府(Joko Widodo)政府长期利用其政策使禁止将潘卡西拉视为国家意识形态的公共组织具有合法性的。这项研究的重点是针对后funde结束的伊斯兰民族主义运动Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)的压制政治案件,没有增加伊斯兰捍卫者阵线(FPI)的合法地位。这两种情况都是不自由主义政治体系运作的片段。获得和确认这一合法性的尝试可以用两种方式来解读:1)政权在巩固权力方面的努力;第二,反对保守派运动。这两个目标的效力可以通过运用符号力量的能力来衡量。对印尼政治伊斯兰运动反应合法性的研究是通过两种方法来进行的,一种方法是追踪象征权力的来源,通过布吉努对公共政治的思考来衡量这种象征性权力的执行。研究表明,多元主义保留了模棱两可的概念,并解释了为什么在民粹主义和非自由主义政策之上存在凝聚力,而在政治精英和大多数人中间存在着凝聚力。