{"title":"(Studi Kualitatif Deskripsi Interaksi antara Peran Pengawas Minum Obat dengan Pasien TB Paru di Kabupaten Majalengka)","authors":"N. E. W. Sukoco","doi":"10.22435/bpsk.v15i4 Okt.3032","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Latar Belakang: Lebih dari dua miliar penduduk (sekitar sepertiga penduduk dunia) diduga terinfeksi Mycobacteriumtuberculosis. Salah satu penyebabnya adalah banyak pasien yang menerima self-administered pengobatan tidakpatuh. World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan strategi Directly Observed Treatment, Shortcourse chemotherapy (DOTS) untuk pengendalian TB dengan melibatkan “Pengawas Minum Obat” (PMO). Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifi kasi faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi antara pasien dan PMO guna meningkatkan kualitas kepatuhan menurunkan angka TB. Metode: Desain penelitian adalah eksploratif dengan pendekatan kualitatif.Kabupaten Majalengka dipilih sebagai daerah penelitian karena memiliki persentase kedua tertinggi Baksil Tahan Asam(BTA) positif TB di Jawa Barat pada tahun 2000. Informasi diperoleh dari informan yang terdiri atas PMO, pasien TB,pelaksana program TB tingkat kecamatan Kadipaten, kepala Puskesmas Kadipaten, dan penanggung jawab programTB tingkat Kabupaten majalengka (Wasor). Hasil: Studi menunjukkan bahwa keberadaan PMO memiliki hubungan yang signifikan dengan hasil akhir pengobatan. Sebagian besar pasien mengakui bahwa keberadaan PMO sangat membantu untuk lebih “patuh” (compliant) dan mengurangi risiko kebosanan selama pengobatan. Kesimpulan: Kriteria terpenting dalam memilih PMO yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien sebaiknya anggota keluarga atau kombinasi antara anggota keluarga dengan bukan anggota keluarga. Demikian juga, PMO yang berasal dari kader kesehatan atau petugas kesehatan menunjukkan pemahaman mengenai TB yang lebih baik daripada PMO yang berasal dari anggota keluarga. Penelitian memberikan saran bahwa promosi kesehatan harus menjadi program prioritas karena memberikan kontribusi terhadap penyebaran informasi tentang program dan pengobatan TB. Pembekalan pengetahuan TB harus diberikan kepada anggota keluarga terutama yang berperan sebagai PMO.","PeriodicalId":42108,"journal":{"name":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1000,"publicationDate":"2012-10-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22435/bpsk.v15i4 Okt.3032","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Latar Belakang: Lebih dari dua miliar penduduk (sekitar sepertiga penduduk dunia) diduga terinfeksi Mycobacteriumtuberculosis. Salah satu penyebabnya adalah banyak pasien yang menerima self-administered pengobatan tidakpatuh. World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan strategi Directly Observed Treatment, Shortcourse chemotherapy (DOTS) untuk pengendalian TB dengan melibatkan “Pengawas Minum Obat” (PMO). Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifi kasi faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi antara pasien dan PMO guna meningkatkan kualitas kepatuhan menurunkan angka TB. Metode: Desain penelitian adalah eksploratif dengan pendekatan kualitatif.Kabupaten Majalengka dipilih sebagai daerah penelitian karena memiliki persentase kedua tertinggi Baksil Tahan Asam(BTA) positif TB di Jawa Barat pada tahun 2000. Informasi diperoleh dari informan yang terdiri atas PMO, pasien TB,pelaksana program TB tingkat kecamatan Kadipaten, kepala Puskesmas Kadipaten, dan penanggung jawab programTB tingkat Kabupaten majalengka (Wasor). Hasil: Studi menunjukkan bahwa keberadaan PMO memiliki hubungan yang signifikan dengan hasil akhir pengobatan. Sebagian besar pasien mengakui bahwa keberadaan PMO sangat membantu untuk lebih “patuh” (compliant) dan mengurangi risiko kebosanan selama pengobatan. Kesimpulan: Kriteria terpenting dalam memilih PMO yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien sebaiknya anggota keluarga atau kombinasi antara anggota keluarga dengan bukan anggota keluarga. Demikian juga, PMO yang berasal dari kader kesehatan atau petugas kesehatan menunjukkan pemahaman mengenai TB yang lebih baik daripada PMO yang berasal dari anggota keluarga. Penelitian memberikan saran bahwa promosi kesehatan harus menjadi program prioritas karena memberikan kontribusi terhadap penyebaran informasi tentang program dan pengobatan TB. Pembekalan pengetahuan TB harus diberikan kepada anggota keluarga terutama yang berperan sebagai PMO.