{"title":"对莱克斯后路和先验Lege的残疾权益进行比较","authors":"Saharuddin Daming","doi":"10.58823/jham.v13i13.101","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Pembaharuan hukum merupakan sebuah keniscayaan dalam setiap negara maupun masyarakat. Selain sebagai respon atas tuntutan dinamika masyarakat yang terus berubah, juga merupakan agen perubahan sosial dalam memperkuat dan menyempurnakan sistem kelembagaan masyarakat tersebut. Penyandang Disabilitas sebagai bagian yang tak terpisahkan dari semua elemen bangsa, kini telah memperoleh pencerahan secara legal formal dengan hadirnya UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sebagai hukum baru (Lex Posterior) menggantikan hukum lama (Lege Priori) yaitu UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dengan peraturan pelaksanaannya. Nilai perbandingan keduanya, sangat terasa pada aspek penguatan hak Penyandang Disabilitas itu sendiri. Betapa tidak karena materi muatan Lege Priori masih menggunakan paradigma pendekatan berbasis belas kasihan, terlalu umum, segregatif dan limitatif dalam penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. Sedangkan materi muatan Lex Posterior telah menggunakan paradigma pendekatan berbasis HAM, perlakuan khusus, inklusif, dan bersifat meluas (ekstensif ). Kita berharap Lex Posterior dapat menjadi instrumen strategis dalam mendobrak segala bentuk diskriminasi, marjinalisasi dan kerentanan yang mendera Penyandang Disabilitas menuju taman sari kehidupan yang benar-benar sejahtera, inklusif dan bermartabat.","PeriodicalId":404941,"journal":{"name":"Jurnal Hak Asasi Manusia","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-09-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"3","resultStr":"{\"title\":\"Komparasi Nilai Penguatan Hak Penyandang Disabilitas dalam Lex Posterior dan Lege Priori\",\"authors\":\"Saharuddin Daming\",\"doi\":\"10.58823/jham.v13i13.101\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Pembaharuan hukum merupakan sebuah keniscayaan dalam setiap negara maupun masyarakat. Selain sebagai respon atas tuntutan dinamika masyarakat yang terus berubah, juga merupakan agen perubahan sosial dalam memperkuat dan menyempurnakan sistem kelembagaan masyarakat tersebut. Penyandang Disabilitas sebagai bagian yang tak terpisahkan dari semua elemen bangsa, kini telah memperoleh pencerahan secara legal formal dengan hadirnya UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sebagai hukum baru (Lex Posterior) menggantikan hukum lama (Lege Priori) yaitu UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dengan peraturan pelaksanaannya. Nilai perbandingan keduanya, sangat terasa pada aspek penguatan hak Penyandang Disabilitas itu sendiri. Betapa tidak karena materi muatan Lege Priori masih menggunakan paradigma pendekatan berbasis belas kasihan, terlalu umum, segregatif dan limitatif dalam penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. Sedangkan materi muatan Lex Posterior telah menggunakan paradigma pendekatan berbasis HAM, perlakuan khusus, inklusif, dan bersifat meluas (ekstensif ). Kita berharap Lex Posterior dapat menjadi instrumen strategis dalam mendobrak segala bentuk diskriminasi, marjinalisasi dan kerentanan yang mendera Penyandang Disabilitas menuju taman sari kehidupan yang benar-benar sejahtera, inklusif dan bermartabat.\",\"PeriodicalId\":404941,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Hak Asasi Manusia\",\"volume\":\"13 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2021-09-20\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"3\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Hak Asasi Manusia\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.58823/jham.v13i13.101\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Hak Asasi Manusia","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.58823/jham.v13i13.101","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Komparasi Nilai Penguatan Hak Penyandang Disabilitas dalam Lex Posterior dan Lege Priori
Pembaharuan hukum merupakan sebuah keniscayaan dalam setiap negara maupun masyarakat. Selain sebagai respon atas tuntutan dinamika masyarakat yang terus berubah, juga merupakan agen perubahan sosial dalam memperkuat dan menyempurnakan sistem kelembagaan masyarakat tersebut. Penyandang Disabilitas sebagai bagian yang tak terpisahkan dari semua elemen bangsa, kini telah memperoleh pencerahan secara legal formal dengan hadirnya UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sebagai hukum baru (Lex Posterior) menggantikan hukum lama (Lege Priori) yaitu UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dengan peraturan pelaksanaannya. Nilai perbandingan keduanya, sangat terasa pada aspek penguatan hak Penyandang Disabilitas itu sendiri. Betapa tidak karena materi muatan Lege Priori masih menggunakan paradigma pendekatan berbasis belas kasihan, terlalu umum, segregatif dan limitatif dalam penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. Sedangkan materi muatan Lex Posterior telah menggunakan paradigma pendekatan berbasis HAM, perlakuan khusus, inklusif, dan bersifat meluas (ekstensif ). Kita berharap Lex Posterior dapat menjadi instrumen strategis dalam mendobrak segala bentuk diskriminasi, marjinalisasi dan kerentanan yang mendera Penyandang Disabilitas menuju taman sari kehidupan yang benar-benar sejahtera, inklusif dan bermartabat.