{"title":"KONTROVERSI HAKIM PEREMPUAN DI INDONESIA","authors":"Muaidi M.HI, Badarudin M.HI","doi":"10.59702/elhuda.v12i02.22","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstrak: Perempuan menjadi hakim di Indonesia menjadi kontroversi di kalangan elit politik, ulama, ada yang membolehkan dan tidak membolehkan dengan berbagai argumentasi, dapat dikatakan sama-sama kuat dan tak terbantahkan. Dokumentasi hasil ijtihad para ulama masa lalu (beraneka ragam fiqh) termasuk ketetapan wanita tidak boleh menjadi pemimpin publik diubah dan direlevansikan dengan kondisi real saat ini, seperti yang telah dicontohkan oleh ijtihad kreatif Umar bin Khttab, dan Imam Syafi’i. Teks al-Qur’an dan hadis senantiasa terbuka untuk dipahami dan diinterpretasikan sepanjang masa, sepanjang para mufassir dan mujtahid berkompeten untuk itu. Kehadiran wanita sebagai pemimpin bangsa di tengah-tengah masyarakat Indonesia menjadi permasalahan kontroversial. Sebagian politisi partai politik yang berasaskan Islam (kasus Pemilu 1999 dan 2004) melarang wanita menjadi pemimpin bangsa (Presiden). Sejalan dengan kondisi dan peta politik nasional di Indonesia, maka pendapat yang membolehkan wanita menjadi pemimpin public seperti presiden termasuk juga menjadi hakim. Dengan semangat shalih likulli zaman wamakan, bahkan secara etis, dianjurkan untuk ke luar dari perbedaan pendapat itu (al-khuruj min al-khilaf mustahab) sebagai bentuk implementasi dari al quran dan hadist. \n \n ","PeriodicalId":415572,"journal":{"name":"Jurnal el-Huda","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-11-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal el-Huda","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.59702/elhuda.v12i02.22","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
抽象地说:在印度尼西亚,女性成为一名法官成为政治精英和神职人员之间的争议,有些人赞成或不赞成争论,可以说是同样强大和不可否认的。创造性学者乌玛·本·赫塔布(Umar bin Khttab)和伊玛目·沙菲古兰经和圣训的文本在任何时候都是开放的,可以理解和解释,只要mufassir和mujtahid有能力理解和解释。在印尼社会中,女性作为国家领导人的存在是一个有争议的问题。一些伊斯兰党的政治政治家(1999年和2004年的选举案件)禁止妇女成为国家领导人。根据印度尼西亚的国家政治条件和地图,允许妇女成为像总统这样的公共领导人的意见包括担任法官。本着waeat - masa likulli的精神,甚至在道德上,也被鼓励将其从不同的观点(al-khuruj min al-khilaf穆斯塔哈)作为《古兰经》和圣圣教的执行形式。
Abstrak: Perempuan menjadi hakim di Indonesia menjadi kontroversi di kalangan elit politik, ulama, ada yang membolehkan dan tidak membolehkan dengan berbagai argumentasi, dapat dikatakan sama-sama kuat dan tak terbantahkan. Dokumentasi hasil ijtihad para ulama masa lalu (beraneka ragam fiqh) termasuk ketetapan wanita tidak boleh menjadi pemimpin publik diubah dan direlevansikan dengan kondisi real saat ini, seperti yang telah dicontohkan oleh ijtihad kreatif Umar bin Khttab, dan Imam Syafi’i. Teks al-Qur’an dan hadis senantiasa terbuka untuk dipahami dan diinterpretasikan sepanjang masa, sepanjang para mufassir dan mujtahid berkompeten untuk itu. Kehadiran wanita sebagai pemimpin bangsa di tengah-tengah masyarakat Indonesia menjadi permasalahan kontroversial. Sebagian politisi partai politik yang berasaskan Islam (kasus Pemilu 1999 dan 2004) melarang wanita menjadi pemimpin bangsa (Presiden). Sejalan dengan kondisi dan peta politik nasional di Indonesia, maka pendapat yang membolehkan wanita menjadi pemimpin public seperti presiden termasuk juga menjadi hakim. Dengan semangat shalih likulli zaman wamakan, bahkan secara etis, dianjurkan untuk ke luar dari perbedaan pendapat itu (al-khuruj min al-khilaf mustahab) sebagai bentuk implementasi dari al quran dan hadist.