{"title":"Ecclesia in Transitu, Di Antara Alfa dan Omega: GPI dan Notae Ecclesiae yang Baru","authors":"J. Simon","doi":"10.21460/gema.2023.81.996","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"AbstractWhat are the pertinent indicators of the Church being lived by the GPI in the middle of a disruption related to its identity between oneness and independence, as well as the difficulties of the international context and nationality? is the question that this essay’s introduction poses. This article employs a qualitative approach to address this query, attempting to build a meaning for the church in the age of disruption by analytically interpreting the data obtained. The findings of this research demonstrate that GPI’s courage is walking with God to maintain the independence and unity of being a brother-sisterhood in God’s open banquet by fostering the concept of brother-sisterhood within its own body and assisting in the resolution of national and international problems. It is clear that GPI deserves to display the distinctive characteristics of the Church, including its commitment to multiculturalism, freedom, and Indonesian public liquidity.\nAbstrakTulisan ini dimulai dengan sebuah pertanyaan, apa tanda-tanda Gereja yang relevan dihidupi oleh GPI di tengah disrupsi terkait identitas dirinya di antara keesaan dan kemandirian, dan tantangan konteks globaldan kebangsaan? Untuk menjawab pertanyaan ini, pembahasan tulisan ini menggunakan metode kualitatif, dengan berusaha menginterpretasi secara analitis ke atas data-data yang ditemukan untuk mengonstruksi makna menggereja di era disrupsi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa keberanian (courage) GPI adalah berjalan bersama Allah untuk meneruskan keesaan dan kemandirian menjadi persaudaraan dalam perjamuan Allah yang terbuka dengan mengusung gagasan persaudaraan di tubuhnya sendiri dan turut mengatasi tantangan kebangsaan dan global hingga ke titik omega. Dapat disimpulkan bahwa GPI layak mengusung tanda-tanda Gereja yang khas, yaitu: persaudaraan, keesaan, kemandirian, multikultural dan keindonesiaan-kepublikan-kecairan.","PeriodicalId":327010,"journal":{"name":"GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-04-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.21460/gema.2023.81.996","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
摘要
摘要GPI在教会的统一性和独立性之间的认同以及国际背景和国籍的困难中所生活的相关指标是什么?是这篇文章的引言提出的问题。本文采用定性的方法来解决这个问题,试图通过分析解释所获得的数据,为混乱时代的教会建立一个意义。本研究结果表明,GPI的勇气是与神同行,在神开放的宴席上,通过在自己的身体内培养兄弟情谊的概念,并协助解决国家和国际问题,保持兄弟情谊的独立性和统一性。很明显,GPI应该展示教会的独特特征,包括它对多元文化、自由和印度尼西亚公共流动性的承诺。摘要/ abstract摘要/ abstract摘要/ abstract摘要/ abstract摘要/ abstract摘要/ abstract摘要/ abstractUntuk menjawab pertanyaan ini, pembahasan tulisan ini menggunakan方法定性,dengan berusaha menginterpretasi secara analytiis数据-数据yang ditemukan Untuk mengonstrksi makna menggeraja di era disrupsi。哈西尔penelitian ini memperlihatkan bahwa keberanian(勇气)GPI adalah berjalan bersama Allah untuk meneruskan keesaan dan kemandirian menjadi persaudaraan dalam perjaman Allah yang terbuka dengan mengusung gagasan persaudaraan di tubuhnya sendiri dan turut mengatasi tantangan kebangsaan dan全球兴格克蒂克欧米伽。Dapat dispulkan bahwa GPI layak mengusung tanda-tanda Gereja yang khas, yitu: persaudaraan, keesaan, kmandirian,多元文化dan keindonesia -kepublikan- keecairan。
Ecclesia in Transitu, Di Antara Alfa dan Omega: GPI dan Notae Ecclesiae yang Baru
AbstractWhat are the pertinent indicators of the Church being lived by the GPI in the middle of a disruption related to its identity between oneness and independence, as well as the difficulties of the international context and nationality? is the question that this essay’s introduction poses. This article employs a qualitative approach to address this query, attempting to build a meaning for the church in the age of disruption by analytically interpreting the data obtained. The findings of this research demonstrate that GPI’s courage is walking with God to maintain the independence and unity of being a brother-sisterhood in God’s open banquet by fostering the concept of brother-sisterhood within its own body and assisting in the resolution of national and international problems. It is clear that GPI deserves to display the distinctive characteristics of the Church, including its commitment to multiculturalism, freedom, and Indonesian public liquidity.
AbstrakTulisan ini dimulai dengan sebuah pertanyaan, apa tanda-tanda Gereja yang relevan dihidupi oleh GPI di tengah disrupsi terkait identitas dirinya di antara keesaan dan kemandirian, dan tantangan konteks globaldan kebangsaan? Untuk menjawab pertanyaan ini, pembahasan tulisan ini menggunakan metode kualitatif, dengan berusaha menginterpretasi secara analitis ke atas data-data yang ditemukan untuk mengonstruksi makna menggereja di era disrupsi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa keberanian (courage) GPI adalah berjalan bersama Allah untuk meneruskan keesaan dan kemandirian menjadi persaudaraan dalam perjamuan Allah yang terbuka dengan mengusung gagasan persaudaraan di tubuhnya sendiri dan turut mengatasi tantangan kebangsaan dan global hingga ke titik omega. Dapat disimpulkan bahwa GPI layak mengusung tanda-tanda Gereja yang khas, yaitu: persaudaraan, keesaan, kemandirian, multikultural dan keindonesiaan-kepublikan-kecairan.