{"title":"CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM PERJANJIAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 15 AYAT (3) UU NOMOR 42 TAHUN 1999 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 18/PUU-XVII/2019","authors":"Sigit Nurhadi Nugraha","doi":"10.47776/alwasath.v2i2.213","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 18/PUU-XVII/2019 memberikan penafsiran ulang pengertian “Cidera Janji” atau Wanprestasi berdasarkan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut “UU Nomor 42 Tahun 1999”). Sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, pengertian “Cidera Janji” ditentukan secara sepihak oleh kreditur (Perusahaan Pembiayaan). Sehingga dengan kondisi ini menyebabkan kreditur cenderung bertindak sewenang-wenang dalam terhadap debitur yang berada pada posisi yang lebih lemah. \nPasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 18/PUU-XVII/2019, pengertian “Cidera Janji” atau Wanprestasi harus dilakukan berdasarkan kesepakatan antara kreditur dan debitur atau atas dasar suatu upaya hukum tertentu, yaitu melalui putusan pengadilan. Dengan kondisi ini kreditur tidak bisa sewenang-wenang menentukan debitur telah “Cidera Janji” atau Wanprestasi.","PeriodicalId":348932,"journal":{"name":"AL WASATH Jurnal Ilmu Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-10-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"3","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"AL WASATH Jurnal Ilmu Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.47776/alwasath.v2i2.213","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM PERJANJIAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 15 AYAT (3) UU NOMOR 42 TAHUN 1999 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 18/PUU-XVII/2019
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 18/PUU-XVII/2019 memberikan penafsiran ulang pengertian “Cidera Janji” atau Wanprestasi berdasarkan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut “UU Nomor 42 Tahun 1999”). Sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, pengertian “Cidera Janji” ditentukan secara sepihak oleh kreditur (Perusahaan Pembiayaan). Sehingga dengan kondisi ini menyebabkan kreditur cenderung bertindak sewenang-wenang dalam terhadap debitur yang berada pada posisi yang lebih lemah.
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 18/PUU-XVII/2019, pengertian “Cidera Janji” atau Wanprestasi harus dilakukan berdasarkan kesepakatan antara kreditur dan debitur atau atas dasar suatu upaya hukum tertentu, yaitu melalui putusan pengadilan. Dengan kondisi ini kreditur tidak bisa sewenang-wenang menentukan debitur telah “Cidera Janji” atau Wanprestasi.