{"title":"(当有新物质时,研究电子地图)","authors":"S. Suharmiati, Rochmansyah Rochmansyah","doi":"10.22435/hsr.v21i3.420","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Helminthic disease including one of the most neglected tropical diseases present in Indonesia, can attack all ages but are more common in school aged children and primary school age. In 2014 the Central Bureau of Statistics data in West Sumba regency recorded 932 cases of worms, and the case is one of infectious diseases caused by parasites. This paper aims to reveal the incidence of worms infection in children of primary school in Taramanu Village, West Sumba regency. Collecting data in the form of participant observation and direct communication in addition to the faeces collection and examination. The result showed that the belief not to bury the faeces obtained since of the ancestors caused the people of West Sumba, especially Taramanu Village less attention to environmental conditions and personal hygiene. This has an impact on the behavior of taramanu community, especially children defecate in any place (shrubs, forests or behind the house) and the habit of not using footwear for daily activities causes the worm life cycle perfectly, and reinforced with the results of laboratory tests, positive infected earthworms, there are even 3 types of worms in 1 child. The real action that can be taken by the community, the government and health workers in reducing the disease of the worm is to break the parasite life cycle that can be done from the individual level is the use of latrine for bowel (jamban) movement and the use of footwear/sandalisasi. In addition, it should be given understanding through the traditional leaders and religious leaders about the use of latrines that the stool is not buried but directly mixed with water. \nAbstrak \nKecacingan termasuk salah satu penyakit tropis yang terabaikan di Indonesia, dapat menyerang semua usia namun lebih sering terjadi pada anak-anak usia belum sekolah dan usia sekolah dasar. Pada tahun 2014 data Badan Pusat Statistik di Kabupaten Sumba Barat tercatat 932 kasus kecacingan, dan kasus tersebut termasuk salah satu penyakit infeksi akibat parasit. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap kejadian infeksi kecacingan pada anak Sekolah dasar di Desa Taramanu Kabupaten Sumba Barat. Pengumpulan data berupa observasi partisipasi serta komunikasi langsung, di samping itu juga dilakukan pengambilan dan pemeriksaan tinja. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat Sumba Barat khususnya Desa Taramanu mempunyai kepercayaan yang diperoleh sejak zaman nenek moyang yaitu tidak mengubur tinja manusia sehingga menyebabkan masyarakat kurang memperhatikan kondisi lingkungan dan kebersihan perorangan. Hal tersebut berdampak pada perilaku masyarakat Desa Taramanu khususnya anak-anak untuk buang air besar (BAB) di sembarang tempat (semak-semak, hutan atau di belakang rumah). Kebiasaan tidak menggunakan alas kaki untuk kegiatan sehari-hari menyebabkan siklus hidup cacing berlangsung sempurna. Hal tersebut diperkuat dengan hasil pemeriksaan laboratorium, positif terinfeksi cacing tanah, bahkan terdapat 3 jenis cacing dalam 1 orang anak. Tindakan nyata yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah maupun tenaga kesehatan dalam mengurangi penyakit kecacingan adalah memutus lingkaran hidup parasit yang dapat dilakukan mulai dari tingkat individu adalah penggunaan jamban untuk BAB dan penggunaan alas kaki/sandalisasi. Di samping itu perlu diberikan pemahaman melalui pemuka adat dan pemuka agama tentang penggunaan jamban bahwa tinja tersebut tidak dikubur tetapi langsung bercampur dengan air.","PeriodicalId":42108,"journal":{"name":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1000,"publicationDate":"2018-10-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"9","resultStr":"{\"title\":\"MENGUNGKAP KEJADIAN INFEKSI KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR (STUDI ETNOGRAFI DI DESA TARAMANU KABUPATEN SUMBA BARAT)\",\"authors\":\"S. Suharmiati, Rochmansyah Rochmansyah\",\"doi\":\"10.22435/hsr.v21i3.420\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Helminthic disease including one of the most neglected tropical diseases present in Indonesia, can attack all ages but are more common in school aged children and primary school age. In 2014 the Central Bureau of Statistics data in West Sumba regency recorded 932 cases of worms, and the case is one of infectious diseases caused by parasites. This paper aims to reveal the incidence of worms infection in children of primary school in Taramanu Village, West Sumba regency. Collecting data in the form of participant observation and direct communication in addition to the faeces collection and examination. The result showed that the belief not to bury the faeces obtained since of the ancestors caused the people of West Sumba, especially Taramanu Village less attention to environmental conditions and personal hygiene. This has an impact on the behavior of taramanu community, especially children defecate in any place (shrubs, forests or behind the house) and the habit of not using footwear for daily activities causes the worm life cycle perfectly, and reinforced with the results of laboratory tests, positive infected earthworms, there are even 3 types of worms in 1 child. The real action that can be taken by the community, the government and health workers in reducing the disease of the worm is to break the parasite life cycle that can be done from the individual level is the use of latrine for bowel (jamban) movement and the use of footwear/sandalisasi. In addition, it should be given understanding through the traditional leaders and religious leaders about the use of latrines that the stool is not buried but directly mixed with water. \\nAbstrak \\nKecacingan termasuk salah satu penyakit tropis yang terabaikan di Indonesia, dapat menyerang semua usia namun lebih sering terjadi pada anak-anak usia belum sekolah dan usia sekolah dasar. Pada tahun 2014 data Badan Pusat Statistik di Kabupaten Sumba Barat tercatat 932 kasus kecacingan, dan kasus tersebut termasuk salah satu penyakit infeksi akibat parasit. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap kejadian infeksi kecacingan pada anak Sekolah dasar di Desa Taramanu Kabupaten Sumba Barat. Pengumpulan data berupa observasi partisipasi serta komunikasi langsung, di samping itu juga dilakukan pengambilan dan pemeriksaan tinja. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat Sumba Barat khususnya Desa Taramanu mempunyai kepercayaan yang diperoleh sejak zaman nenek moyang yaitu tidak mengubur tinja manusia sehingga menyebabkan masyarakat kurang memperhatikan kondisi lingkungan dan kebersihan perorangan. Hal tersebut berdampak pada perilaku masyarakat Desa Taramanu khususnya anak-anak untuk buang air besar (BAB) di sembarang tempat (semak-semak, hutan atau di belakang rumah). Kebiasaan tidak menggunakan alas kaki untuk kegiatan sehari-hari menyebabkan siklus hidup cacing berlangsung sempurna. Hal tersebut diperkuat dengan hasil pemeriksaan laboratorium, positif terinfeksi cacing tanah, bahkan terdapat 3 jenis cacing dalam 1 orang anak. Tindakan nyata yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah maupun tenaga kesehatan dalam mengurangi penyakit kecacingan adalah memutus lingkaran hidup parasit yang dapat dilakukan mulai dari tingkat individu adalah penggunaan jamban untuk BAB dan penggunaan alas kaki/sandalisasi. Di samping itu perlu diberikan pemahaman melalui pemuka adat dan pemuka agama tentang penggunaan jamban bahwa tinja tersebut tidak dikubur tetapi langsung bercampur dengan air.\",\"PeriodicalId\":42108,\"journal\":{\"name\":\"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan\",\"volume\":null,\"pages\":null},\"PeriodicalIF\":0.1000,\"publicationDate\":\"2018-10-23\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"9\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.22435/hsr.v21i3.420\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22435/hsr.v21i3.420","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
MENGUNGKAP KEJADIAN INFEKSI KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR (STUDI ETNOGRAFI DI DESA TARAMANU KABUPATEN SUMBA BARAT)
Helminthic disease including one of the most neglected tropical diseases present in Indonesia, can attack all ages but are more common in school aged children and primary school age. In 2014 the Central Bureau of Statistics data in West Sumba regency recorded 932 cases of worms, and the case is one of infectious diseases caused by parasites. This paper aims to reveal the incidence of worms infection in children of primary school in Taramanu Village, West Sumba regency. Collecting data in the form of participant observation and direct communication in addition to the faeces collection and examination. The result showed that the belief not to bury the faeces obtained since of the ancestors caused the people of West Sumba, especially Taramanu Village less attention to environmental conditions and personal hygiene. This has an impact on the behavior of taramanu community, especially children defecate in any place (shrubs, forests or behind the house) and the habit of not using footwear for daily activities causes the worm life cycle perfectly, and reinforced with the results of laboratory tests, positive infected earthworms, there are even 3 types of worms in 1 child. The real action that can be taken by the community, the government and health workers in reducing the disease of the worm is to break the parasite life cycle that can be done from the individual level is the use of latrine for bowel (jamban) movement and the use of footwear/sandalisasi. In addition, it should be given understanding through the traditional leaders and religious leaders about the use of latrines that the stool is not buried but directly mixed with water.
Abstrak
Kecacingan termasuk salah satu penyakit tropis yang terabaikan di Indonesia, dapat menyerang semua usia namun lebih sering terjadi pada anak-anak usia belum sekolah dan usia sekolah dasar. Pada tahun 2014 data Badan Pusat Statistik di Kabupaten Sumba Barat tercatat 932 kasus kecacingan, dan kasus tersebut termasuk salah satu penyakit infeksi akibat parasit. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap kejadian infeksi kecacingan pada anak Sekolah dasar di Desa Taramanu Kabupaten Sumba Barat. Pengumpulan data berupa observasi partisipasi serta komunikasi langsung, di samping itu juga dilakukan pengambilan dan pemeriksaan tinja. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat Sumba Barat khususnya Desa Taramanu mempunyai kepercayaan yang diperoleh sejak zaman nenek moyang yaitu tidak mengubur tinja manusia sehingga menyebabkan masyarakat kurang memperhatikan kondisi lingkungan dan kebersihan perorangan. Hal tersebut berdampak pada perilaku masyarakat Desa Taramanu khususnya anak-anak untuk buang air besar (BAB) di sembarang tempat (semak-semak, hutan atau di belakang rumah). Kebiasaan tidak menggunakan alas kaki untuk kegiatan sehari-hari menyebabkan siklus hidup cacing berlangsung sempurna. Hal tersebut diperkuat dengan hasil pemeriksaan laboratorium, positif terinfeksi cacing tanah, bahkan terdapat 3 jenis cacing dalam 1 orang anak. Tindakan nyata yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah maupun tenaga kesehatan dalam mengurangi penyakit kecacingan adalah memutus lingkaran hidup parasit yang dapat dilakukan mulai dari tingkat individu adalah penggunaan jamban untuk BAB dan penggunaan alas kaki/sandalisasi. Di samping itu perlu diberikan pemahaman melalui pemuka adat dan pemuka agama tentang penggunaan jamban bahwa tinja tersebut tidak dikubur tetapi langsung bercampur dengan air.