{"title":"《古兰经》和《圣训》对苏布早期的理解转变(以穆罕默德为例)","authors":"Agung Danarta","doi":"10.14421/livinghadis.2021.3099","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Awal waktu subuh menjadi perbincangan yang kontroversial. Ada pernyataan dari sebuah komunitas yang menyatakan bahwa waktu shalat Subuh di Indonesia terlalu pagi. Para ulama juga berbeda dalam menentukan ketinggian matahari waktu subuh. Demikian halnya dengan Muhammadiyah. Pada Munas Tarjih tahun 2020, Muhammadiyah telah menggeser awal waktu subuh dari -20 derajat menjadi -18 derajat. Tulisan ini mengungkap berbagai argumentasi Muhammadiyah yang melatar belakangi perubahan sikap dalam menentukan awal waktu subuh serta implikasinya. Metode yang digunakan adalah kajian pustaka dan bersifat deskriptif-analitis. Analisis data dilakukan dengan tehnik analisa isi (content analysis). Berdasar penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pergeseran pendapat fikih Muhammadiyah terhadap awal waktu subuh bukan bermula dari kajian teks al-Qur'an dan hadis, tetapi bersumber pada riset empirik yang dilakukan oleh 3 (tiga) lembaga riset astronomi yang dimiliki oleh Muhammadiyah. Hanya saja hasil riset tersebut masih berada dalam bingkai pemahaman atas teks al-Qur'an dan hadis. Hasil riset semuanya menunjukkan bahwa pada posisi matahari -20 derajat fajar shadiq belum nampak. Fajar shadiq baru nampak pada posisi matahari -18 derajat atau bahkan lebih kecil lagi. Keberanian Muhammadiyah untuk menggeser awal waktu subuh juga didukung oleh fakta bahwa ulama falaq juga berbeda pendapat dan tidak bersepaham mengenai awal waktu Subuh dalam rentang mulai 16 derajat – 20 derajat. Begitu juga dengan berbagai negara di dunia juga berbeda dalam menetapkan standar awal waktu subuh dalam rentang 17.5 derajat – 20 derajat.","PeriodicalId":32729,"journal":{"name":"Jurnal Living Hadis","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-01-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Shift in Understanding of The Quran and Hadith about The Early Time of Subuh (Case Study Of Muhammadiyah)\",\"authors\":\"Agung Danarta\",\"doi\":\"10.14421/livinghadis.2021.3099\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Awal waktu subuh menjadi perbincangan yang kontroversial. Ada pernyataan dari sebuah komunitas yang menyatakan bahwa waktu shalat Subuh di Indonesia terlalu pagi. Para ulama juga berbeda dalam menentukan ketinggian matahari waktu subuh. Demikian halnya dengan Muhammadiyah. Pada Munas Tarjih tahun 2020, Muhammadiyah telah menggeser awal waktu subuh dari -20 derajat menjadi -18 derajat. Tulisan ini mengungkap berbagai argumentasi Muhammadiyah yang melatar belakangi perubahan sikap dalam menentukan awal waktu subuh serta implikasinya. Metode yang digunakan adalah kajian pustaka dan bersifat deskriptif-analitis. Analisis data dilakukan dengan tehnik analisa isi (content analysis). Berdasar penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pergeseran pendapat fikih Muhammadiyah terhadap awal waktu subuh bukan bermula dari kajian teks al-Qur'an dan hadis, tetapi bersumber pada riset empirik yang dilakukan oleh 3 (tiga) lembaga riset astronomi yang dimiliki oleh Muhammadiyah. Hanya saja hasil riset tersebut masih berada dalam bingkai pemahaman atas teks al-Qur'an dan hadis. Hasil riset semuanya menunjukkan bahwa pada posisi matahari -20 derajat fajar shadiq belum nampak. Fajar shadiq baru nampak pada posisi matahari -18 derajat atau bahkan lebih kecil lagi. Keberanian Muhammadiyah untuk menggeser awal waktu subuh juga didukung oleh fakta bahwa ulama falaq juga berbeda pendapat dan tidak bersepaham mengenai awal waktu Subuh dalam rentang mulai 16 derajat – 20 derajat. Begitu juga dengan berbagai negara di dunia juga berbeda dalam menetapkan standar awal waktu subuh dalam rentang 17.5 derajat – 20 derajat.\",\"PeriodicalId\":32729,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Living Hadis\",\"volume\":\" \",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2022-01-16\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Living Hadis\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.14421/livinghadis.2021.3099\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Living Hadis","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14421/livinghadis.2021.3099","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Shift in Understanding of The Quran and Hadith about The Early Time of Subuh (Case Study Of Muhammadiyah)
Awal waktu subuh menjadi perbincangan yang kontroversial. Ada pernyataan dari sebuah komunitas yang menyatakan bahwa waktu shalat Subuh di Indonesia terlalu pagi. Para ulama juga berbeda dalam menentukan ketinggian matahari waktu subuh. Demikian halnya dengan Muhammadiyah. Pada Munas Tarjih tahun 2020, Muhammadiyah telah menggeser awal waktu subuh dari -20 derajat menjadi -18 derajat. Tulisan ini mengungkap berbagai argumentasi Muhammadiyah yang melatar belakangi perubahan sikap dalam menentukan awal waktu subuh serta implikasinya. Metode yang digunakan adalah kajian pustaka dan bersifat deskriptif-analitis. Analisis data dilakukan dengan tehnik analisa isi (content analysis). Berdasar penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pergeseran pendapat fikih Muhammadiyah terhadap awal waktu subuh bukan bermula dari kajian teks al-Qur'an dan hadis, tetapi bersumber pada riset empirik yang dilakukan oleh 3 (tiga) lembaga riset astronomi yang dimiliki oleh Muhammadiyah. Hanya saja hasil riset tersebut masih berada dalam bingkai pemahaman atas teks al-Qur'an dan hadis. Hasil riset semuanya menunjukkan bahwa pada posisi matahari -20 derajat fajar shadiq belum nampak. Fajar shadiq baru nampak pada posisi matahari -18 derajat atau bahkan lebih kecil lagi. Keberanian Muhammadiyah untuk menggeser awal waktu subuh juga didukung oleh fakta bahwa ulama falaq juga berbeda pendapat dan tidak bersepaham mengenai awal waktu Subuh dalam rentang mulai 16 derajat – 20 derajat. Begitu juga dengan berbagai negara di dunia juga berbeda dalam menetapkan standar awal waktu subuh dalam rentang 17.5 derajat – 20 derajat.