{"title":"Makna Falsafah Budaya Tallu Lolona","authors":"Stefanus Sapri","doi":"10.34307/mjsaa.v2i1.20","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Kebudayaan merupakan hakikat hidup manusia. Karena itu manusia sering disebut makhluk berbudaya karena berbudaya adalah tugas dari Allah. Manusia sebagai makhluk yang memiliki akal dan bisa berpikir harus menjadi pemeran utama di dalam lingkungan dimana ia harus hidup untuk bertanggungjawab menjaga dan memelihara ciptaan yang lain.Hal itulah merupakan salah satu makna dari Falsafah tallu lolona.Falsafah tallu lolona Tallu Lolona dipahami oleh masyarakat Toraja dengan istilah tiga pucuk kehidupan, yaitu: lolo tau (manusia), lolo tananan (tumbuhan), dan lolo patuoan (hewan). Dari falsafah ini sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Toraja bahkan di dalam falsafah tallu lolona tersebut tergambar nilai-nilai Injil yang yang dihidupi oleh masyarakat Toraja seperti kedamaian, persaudaraan, dsb.\nUraian dalam tulisan ini berfokus pada makna falsafah kebudayaan Tallu Lolona dari perspektif iman Kristen. Dengan metode penelitian studi pustaka dan pengamatan sepintas pada hasil bahwa falsafah tallu lolona memiliki makna yang sangat diharga dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Toraja termasuk orang Kristen karena falsafah tallu lolona merupakan sebuah falsafah yang memiliki tujuan dan memiliki makna yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Toraja. Dalam falsafah budaya Tallu Lolona tersebut dipahami bahwa ketiga pucuk kehidupan harus ditata dalam suatu relasi yang harmonis yang berpusat pada tiga relasi, yakni relasi harmoni antara manusia dengan Puang Matua, relasi harmoni antara manusia dengan manusia, dan relasi harmoni antara manusia dengan lingkungan. Jadi, Tallu Lolona adalah filosofi orang Toraja dalam memandang pentingnya menjaga relasi yang baik diantara makhluk hidup yang ada.","PeriodicalId":31333,"journal":{"name":"Religio Jurnal Studi Agamaagama","volume":"40 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"2","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Religio Jurnal Studi Agamaagama","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.34307/mjsaa.v2i1.20","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Kebudayaan merupakan hakikat hidup manusia. Karena itu manusia sering disebut makhluk berbudaya karena berbudaya adalah tugas dari Allah. Manusia sebagai makhluk yang memiliki akal dan bisa berpikir harus menjadi pemeran utama di dalam lingkungan dimana ia harus hidup untuk bertanggungjawab menjaga dan memelihara ciptaan yang lain.Hal itulah merupakan salah satu makna dari Falsafah tallu lolona.Falsafah tallu lolona Tallu Lolona dipahami oleh masyarakat Toraja dengan istilah tiga pucuk kehidupan, yaitu: lolo tau (manusia), lolo tananan (tumbuhan), dan lolo patuoan (hewan). Dari falsafah ini sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Toraja bahkan di dalam falsafah tallu lolona tersebut tergambar nilai-nilai Injil yang yang dihidupi oleh masyarakat Toraja seperti kedamaian, persaudaraan, dsb.
Uraian dalam tulisan ini berfokus pada makna falsafah kebudayaan Tallu Lolona dari perspektif iman Kristen. Dengan metode penelitian studi pustaka dan pengamatan sepintas pada hasil bahwa falsafah tallu lolona memiliki makna yang sangat diharga dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Toraja termasuk orang Kristen karena falsafah tallu lolona merupakan sebuah falsafah yang memiliki tujuan dan memiliki makna yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Toraja. Dalam falsafah budaya Tallu Lolona tersebut dipahami bahwa ketiga pucuk kehidupan harus ditata dalam suatu relasi yang harmonis yang berpusat pada tiga relasi, yakni relasi harmoni antara manusia dengan Puang Matua, relasi harmoni antara manusia dengan manusia, dan relasi harmoni antara manusia dengan lingkungan. Jadi, Tallu Lolona adalah filosofi orang Toraja dalam memandang pentingnya menjaga relasi yang baik diantara makhluk hidup yang ada.