Hasna Nur Fadillah Ramadhani, Viani Puspita Sari, Fuad Azmi
{"title":"European Union Cross-Border Refugees Securitization toward Freedom of Movement Regime 2015-2020","authors":"Hasna Nur Fadillah Ramadhani, Viani Puspita Sari, Fuad Azmi","doi":"10.20473/jgs.16.2.2022.217-238","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"The refugee crisis that occurred in Europe in 2015 has caused various challenges to the EU's asylum and migration policies. Migration flows from refugees have posed the threat of internal crises to pressure on the Freedom of Movement regime, namely the Schengen Agreement. This study discusses the securitization of cross-border refugees carried out by the European Union against the Freedom of Movement regime. The research analysis uses the framework of securitization theory by Buzan through a speech act by the European Union as a securitization actor in the security governance in line with theory proposed by Sperling & Webber. The study used qualitative methods by reviewing documents and interviews with related informants. The findings of this study indicate that the initial speech act by the European Union has failed because of the rejection from member. Thus, the securitization process experienced recursive interactions between the European Union and the member in security governance. This recursive process has changed the speech act process and extraordinary measurement by the European Union, which initially focused on humanitarian discourse, turned into a border security discourse to protect the achievement of the EU's core integration, namely Schengen.\nKeywords: Refugee Crisis, Securitization, Border Security, European Union\n \nKrisis pengungsi yang terjadi di Eropa pada tahun 2015 telah menyebabkan berbagai tantangan terhadap kebijakan suaka dan migrasi Uni Eropa. Arus migrasi dari pengungsi lintas batas telah menimbulkan ancaman krisis internal dan tekanan terhadap rezim Freedom of Movement yaitu Perjanjian Schengen. Penelitian ini membahas mengenai sekuritisasi pengungsi lintas batas yang dilakukan oleh Uni Eropa terhadap rezim Freedom of Movement. Analisis penelitian menggunakan kerangka teori sekuritisasi oleh Buzan et al. (1992) melalui speech act oleh Uni Eropa sebagai aktor sekuritisasi dalam teori tata kelola kemanan yang dikemukakan oleh Sperling & Webber (2018). Penelitian menggunakan metode kualitatif yang dilakukan dengan penelaahan dokumen dan wawancara kepada informan terkait. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa speech act yang dilakukan oleh Uni Eropa mengalami kegagalan karena tidak diterima anggota sebagai audiens, sehingga proses sekuritisasi mengalami interaksi rekursif antara Uni Eropa dan anggotanya dalam tata kelola kemanan. Proses rekursif ini telah mengubah proses speech act dan tindakan luar biasa oleh Uni Eropa yang pada awalnya fokus pada diskursus kemanusiaan berubah menjadi diskursus keamanan perbatasan untuk melindungi pencapaian integasi inti Uni Eropa yaitu Schengen.\nKata-kata Kunci: Krisis Pengungsi, Sekuritisasi, Keamanan Perbatasan, Uni Eropa","PeriodicalId":243676,"journal":{"name":"Jurnal Global & Strategis","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-12-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Global & Strategis","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.20473/jgs.16.2.2022.217-238","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
The refugee crisis that occurred in Europe in 2015 has caused various challenges to the EU's asylum and migration policies. Migration flows from refugees have posed the threat of internal crises to pressure on the Freedom of Movement regime, namely the Schengen Agreement. This study discusses the securitization of cross-border refugees carried out by the European Union against the Freedom of Movement regime. The research analysis uses the framework of securitization theory by Buzan through a speech act by the European Union as a securitization actor in the security governance in line with theory proposed by Sperling & Webber. The study used qualitative methods by reviewing documents and interviews with related informants. The findings of this study indicate that the initial speech act by the European Union has failed because of the rejection from member. Thus, the securitization process experienced recursive interactions between the European Union and the member in security governance. This recursive process has changed the speech act process and extraordinary measurement by the European Union, which initially focused on humanitarian discourse, turned into a border security discourse to protect the achievement of the EU's core integration, namely Schengen.
Keywords: Refugee Crisis, Securitization, Border Security, European Union
Krisis pengungsi yang terjadi di Eropa pada tahun 2015 telah menyebabkan berbagai tantangan terhadap kebijakan suaka dan migrasi Uni Eropa. Arus migrasi dari pengungsi lintas batas telah menimbulkan ancaman krisis internal dan tekanan terhadap rezim Freedom of Movement yaitu Perjanjian Schengen. Penelitian ini membahas mengenai sekuritisasi pengungsi lintas batas yang dilakukan oleh Uni Eropa terhadap rezim Freedom of Movement. Analisis penelitian menggunakan kerangka teori sekuritisasi oleh Buzan et al. (1992) melalui speech act oleh Uni Eropa sebagai aktor sekuritisasi dalam teori tata kelola kemanan yang dikemukakan oleh Sperling & Webber (2018). Penelitian menggunakan metode kualitatif yang dilakukan dengan penelaahan dokumen dan wawancara kepada informan terkait. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa speech act yang dilakukan oleh Uni Eropa mengalami kegagalan karena tidak diterima anggota sebagai audiens, sehingga proses sekuritisasi mengalami interaksi rekursif antara Uni Eropa dan anggotanya dalam tata kelola kemanan. Proses rekursif ini telah mengubah proses speech act dan tindakan luar biasa oleh Uni Eropa yang pada awalnya fokus pada diskursus kemanusiaan berubah menjadi diskursus keamanan perbatasan untuk melindungi pencapaian integasi inti Uni Eropa yaitu Schengen.
Kata-kata Kunci: Krisis Pengungsi, Sekuritisasi, Keamanan Perbatasan, Uni Eropa
2015年发生在欧洲的难民危机给欧盟的庇护和移民政策带来了各种挑战。来自难民的移民潮构成了内部危机的威胁,对行动自由制度,即《申根协定》构成了压力。本研究讨论了欧盟针对流动自由制度所实施的跨境难民的证券化。研究分析采用布赞的证券化理论框架,通过欧盟作为证券化行为主体在安全治理中的言语行为,与斯珀林和韦伯的理论相一致。本研究采用定性方法,通过查阅文献和采访相关的举报人。本研究的结果表明,由于欧盟成员的拒绝,欧盟最初的言语行为失败了。因此,证券化过程经历了欧盟与成员国在安全治理方面的递归互动。这一递归过程改变了欧盟最初以人道主义话语为中心的言语行为过程和非同寻常的衡量,转变为边境安全话语,以保护欧盟核心一体化即申根的成就。关键词:难民危机,安全化,边境安全,欧盟危机,pengungsi yang terjadi di Eropa pada tahun 2015 telah menyebabkan berbagai tantangan terhadap kebijakan suaka dan migrasi Uni Eropa。在申根国家内部,移民自由在申根国家是不可能的。penpentitian的成员们已经在欧洲联盟(uneuropean)上签署了一项协议,即行动自由。分析penelitian menggunakan kerangka teori sekuritisasi oleh Buzan等(1992);melalui语音行为oleh Uni Eropa sebagai aktor sekuritisasi dalam teori kemanan yang dikemukakan oleh Sperling & Webber(2018)。peneltian menggunakan方法,质量学,阳,dilakakan,邓,penelakan, dokuman,丹,wanancara, kepada,线人,terkait。Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa演讲行为yang dilakukan oleh Uni Eropa mengalami kegagalan karena tidak diterima anggota sebagai观众,seingga proses sekuritisasi mengalami interaksi rekursif antara Uni Eropa dan anggotanya dalam tata kelola kemanan。在申根地区,申根地区的语言行为与申根地区的语言行为不同,申根地区的语言行为与申根地区的语言行为不同。Kata-kata Kunci: Krisis Pengungsi, Sekuritisasi, Keamanan Perbatasan, Uni Eropa