{"title":"DINAMIKA DAN PERKEMBANGAN ILMU FALAK DARI ERA PRA ISLAM HINGGA ERA KONTEMPORER","authors":"Pepep Puad Muslim, Tatang Farhanul Hakim, Suparman Jassin","doi":"10.15575/al-tsaqafa.v20i1.27243","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Tulisan ini bertujuan menggali sejarah perkembangan ilmu falak sebelum Nabi Muhammad SAW diutus sebagai Rasul hingga era kontemporer, di antaranya beberapa temuan peradaban di kawasan Mesopotamia Mesir Kuno, Yunani Kuno, Cina, Persia, India, dan Arab yang memberikan sumbangan besar terhadap Ilmu Falak, yang kemudian dikembangkan oleh Al-Khawarizmi, Al-Biruni, dan Al-Khuzandi. Dalam khazanah intelektual klasik, ilmu falak merupakan salah satu ciri kemajuan peradaban Islam. Al-Khawarizmi dengan magnum opus-nya Al-Mukhtashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah, memengaruhi pemikiran cendekiawan-cendekiawan Eropa. Salah satu contoh hal tersebut adalah Gerard dari Gemona menerjemahkannya ke dalam bahasa latin, dipakai sebagai buku pegangan utama dalam ilmu pasti pada perguruan-perguruan tinggi di Eropa abad ke-16 M. Perkembangan Ilmu Falak di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kehadiran beberapa Ulama Timur Tengah ke Nusantara, seperti Syeikh Abdurrahman bin Ahmad pada tahun 1314 H/1896 M yang datang dari Mesir berkunjung ke Betawi. Catatan astronomi Zij Sulthany yang dibawanya diajarkan kepada sejumlah ulama Betawi. Di antara muridnya adalah Ahmad Dahlan dari Semarang-Termas (1329 H/1911 M) dan Habib Utsman bin Abdillah bin Aqil bin Yahya. Perkembangan selanjutnya karya-karya Ilmu Falak yang dihasilkan di Indonesia bersifat repetisi dominan dari karya sebelumnya, seperti Al-Khulashah al-Wafiyah (1354 H/1935 M), Al-Qowaid Al-Falakiyah (1351 H/1933 M), Al-Maksyuf dan Ittifaq Dzat al-Bain (1986). Penulisan literatur-literatur Ilmu Falak setidaknya memiliki tiga motivasi, pemenuhan kebutuhan mendasar berkaitan waktu shalat, awal bulan, dan arah kiblat. Adanya kekhawatiran hilangnya ilmu falak oleh zaman dan guna melengkapi persoalan keagamaan yang berkaitan dengan ilmu hitung (hisab), yaitu fara’idh.","PeriodicalId":119438,"journal":{"name":"Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam","volume":"4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-07-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15575/al-tsaqafa.v20i1.27243","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Tulisan ini bertujuan menggali sejarah perkembangan ilmu falak sebelum Nabi Muhammad SAW diutus sebagai Rasul hingga era kontemporer, di antaranya beberapa temuan peradaban di kawasan Mesopotamia Mesir Kuno, Yunani Kuno, Cina, Persia, India, dan Arab yang memberikan sumbangan besar terhadap Ilmu Falak, yang kemudian dikembangkan oleh Al-Khawarizmi, Al-Biruni, dan Al-Khuzandi. Dalam khazanah intelektual klasik, ilmu falak merupakan salah satu ciri kemajuan peradaban Islam. Al-Khawarizmi dengan magnum opus-nya Al-Mukhtashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah, memengaruhi pemikiran cendekiawan-cendekiawan Eropa. Salah satu contoh hal tersebut adalah Gerard dari Gemona menerjemahkannya ke dalam bahasa latin, dipakai sebagai buku pegangan utama dalam ilmu pasti pada perguruan-perguruan tinggi di Eropa abad ke-16 M. Perkembangan Ilmu Falak di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kehadiran beberapa Ulama Timur Tengah ke Nusantara, seperti Syeikh Abdurrahman bin Ahmad pada tahun 1314 H/1896 M yang datang dari Mesir berkunjung ke Betawi. Catatan astronomi Zij Sulthany yang dibawanya diajarkan kepada sejumlah ulama Betawi. Di antara muridnya adalah Ahmad Dahlan dari Semarang-Termas (1329 H/1911 M) dan Habib Utsman bin Abdillah bin Aqil bin Yahya. Perkembangan selanjutnya karya-karya Ilmu Falak yang dihasilkan di Indonesia bersifat repetisi dominan dari karya sebelumnya, seperti Al-Khulashah al-Wafiyah (1354 H/1935 M), Al-Qowaid Al-Falakiyah (1351 H/1933 M), Al-Maksyuf dan Ittifaq Dzat al-Bain (1986). Penulisan literatur-literatur Ilmu Falak setidaknya memiliki tiga motivasi, pemenuhan kebutuhan mendasar berkaitan waktu shalat, awal bulan, dan arah kiblat. Adanya kekhawatiran hilangnya ilmu falak oleh zaman dan guna melengkapi persoalan keagamaan yang berkaitan dengan ilmu hitung (hisab), yaitu fara’idh.