{"title":"PERLINDUNGAN HAK PEKERJA DALAM SATU PERUSAHAAN UNTUK MELANGSUNGKAN PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 13/PUU-XV/2017","authors":"Rizky P.P. Karo Karo, E. Sukardi, Sri Purnama","doi":"10.32501/JHMB.V3I1.36","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Latar belakang didasari oleh diskriminasi hak pekerja yang ingin melangsungkan perkawinan dalam satu perusahaan namun dilarang oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) Pasal 153 ayat (1) huruf f. Rumusan masalah yang diangkat ialah: (1). Bagaimanakah hak pekerja dalam satu perusahaan yang ingin melangsungkan perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017?; (2). Upaya apakah yang harus dilakukan oleh pihak pemberi kerja pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017?.Tujuan hasil kajian ini adalah: (1). menganalisis konsekuensi hukum dan hak kepada pekerja yang melakukan hubungan perkawinan dengan rekan kerja satu perusahaan; (2). Untuk mengedukasi pekerja untuk tidak takut diberhentikan oleh pelaku usaha karena melangsungkan perkawinan dengan rekan sekerja dalam satu perusahaan yang sama. Metode penelitian adalah yuridis normatif, penulis menganalisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 terhadap UU Ketenagakerjaan, menggunakan analisis kualitatif dan menarik kesimpulan dari umum ke khusus.Hasil penelitian adalah (1). Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan dianggap bertentangan dengan UUD 1945, dan hak asasi manusia oleh Mahkamah Konstitusi, dan pengusaha tidak dapat lagi memberhentikan pekerja yang akan melangsungkan perkawinan dengan teman di satu perusahaan yang sama; (2). Pemberi kerja wajib segera merubah Peraturan Perusahaan, perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama dengan menyesuaikan kepada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 13/PUU-XV/2017 jika tidak diubah maka peraturan perusahaan, perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama adalah batal demi hukum (nietigheid vanrechtswege).Adapun saran penulis ialah (1). Pengusaha wajib mengubah Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama dengan menyesuaikan Putusan MK yang pada pokoknya tidak dapat memberhentikan pekerja yang menikah dengan rekan satu perusahaan; (2). Jika pengusaha/pemberi kerja khawatir kedua pekerja tersebut akan melakukan kolusi maka kedua pekerja tersebut sebaiknya ditempatkan di divisi pekerjaan yang berbeda.","PeriodicalId":302840,"journal":{"name":"JURNAL HUKUM MEDIA BHAKTI","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-05-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"JURNAL HUKUM MEDIA BHAKTI","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.32501/JHMB.V3I1.36","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Latar belakang didasari oleh diskriminasi hak pekerja yang ingin melangsungkan perkawinan dalam satu perusahaan namun dilarang oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) Pasal 153 ayat (1) huruf f. Rumusan masalah yang diangkat ialah: (1). Bagaimanakah hak pekerja dalam satu perusahaan yang ingin melangsungkan perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017?; (2). Upaya apakah yang harus dilakukan oleh pihak pemberi kerja pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017?.Tujuan hasil kajian ini adalah: (1). menganalisis konsekuensi hukum dan hak kepada pekerja yang melakukan hubungan perkawinan dengan rekan kerja satu perusahaan; (2). Untuk mengedukasi pekerja untuk tidak takut diberhentikan oleh pelaku usaha karena melangsungkan perkawinan dengan rekan sekerja dalam satu perusahaan yang sama. Metode penelitian adalah yuridis normatif, penulis menganalisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 terhadap UU Ketenagakerjaan, menggunakan analisis kualitatif dan menarik kesimpulan dari umum ke khusus.Hasil penelitian adalah (1). Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan dianggap bertentangan dengan UUD 1945, dan hak asasi manusia oleh Mahkamah Konstitusi, dan pengusaha tidak dapat lagi memberhentikan pekerja yang akan melangsungkan perkawinan dengan teman di satu perusahaan yang sama; (2). Pemberi kerja wajib segera merubah Peraturan Perusahaan, perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama dengan menyesuaikan kepada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 13/PUU-XV/2017 jika tidak diubah maka peraturan perusahaan, perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama adalah batal demi hukum (nietigheid vanrechtswege).Adapun saran penulis ialah (1). Pengusaha wajib mengubah Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama dengan menyesuaikan Putusan MK yang pada pokoknya tidak dapat memberhentikan pekerja yang menikah dengan rekan satu perusahaan; (2). Jika pengusaha/pemberi kerja khawatir kedua pekerja tersebut akan melakukan kolusi maka kedua pekerja tersebut sebaiknya ditempatkan di divisi pekerjaan yang berbeda.