Sri Indarwati Mista'i Sjaf, Abintoro Prakoso, Herowati Poesoko, Sjaifurrachman Sjaifurrachman
{"title":"LEGAL FACTS PEMBENTUKAN ATURAN KELOMPOK SOSIAL LGBT SEBAGAI PENGARUH PERUBAHAN PERADABAN MANUSIA","authors":"Sri Indarwati Mista'i Sjaf, Abintoro Prakoso, Herowati Poesoko, Sjaifurrachman Sjaifurrachman","doi":"10.24929/snapp.v2i1.3165","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Setiap komunitas yang disebut dalam akronim LGBT telah berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing, seperti apakah, dan bagaimana bersekutu dengan komunitas lain; konflik tersebut terus berlanjut hingga kini. Permasalahan muncul apakah kelompok sosial LGBT dapat dikatakan sebagai fenomena perubahan peradaban manusia secara logis dan bagaimana fakta hukum membentuk peraturan kelompok sosial LGBT. Dengan menggunakan jenis penelitian hukum normatif serta menggunaka pendekatan filsafat maka secara logis didapatkan bahwasanya LGBT merupakan fenomenan perubahan peradaban manusia. LGBT dimaksudkan adalah (Lesbian: wanita menyukai wanita lain, Gay: pria saling menyukai pria, Biseksual: orang yang tertarik pada pria dan wanita,Transgender: orang dengan penampilan atau perilaku lawan jenis). LGBT bisa membahayakan kesehatan, pendidikan dan moral seseorang. Menurut perspektif filsafat hukum LGBT dikatakan menyimpang, karena tidak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat dan secara logis tidak dapat diterima akal budi yang menghendaki adanya kesesuaian dengan hukum kodrat. Dalam membentuk peraturan tentang kelompok sosial LGBT melihat pada fakta hukum maka konsentrasi terhadap HAM melihat pada UU nasional, Pasal 28J (2) UUD NRI 1945, Pasal 69 (1), dan 73 UU HAM No. 39/1999, telah ditentukan pembatasan yang intinya menyatakan bahwa setiap orang yang memiliki HAM harus menghormati HAM orang lain, menghormati pembatasan yang ditentukan oleh UU, memenuhi persyaratan nilai-nilai agama, etika, moral, tata tertib, berbangsa dan bernegara, serta menjaga keamanan dan ketertiban umum masyarakat demokratis.","PeriodicalId":516724,"journal":{"name":"Prosiding SNAPP : Sosial Humaniora, Pertanian, Kesehatan dan Teknologi","volume":"41 4","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2024-01-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Prosiding SNAPP : Sosial Humaniora, Pertanian, Kesehatan dan Teknologi","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24929/snapp.v2i1.3165","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Setiap komunitas yang disebut dalam akronim LGBT telah berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing, seperti apakah, dan bagaimana bersekutu dengan komunitas lain; konflik tersebut terus berlanjut hingga kini. Permasalahan muncul apakah kelompok sosial LGBT dapat dikatakan sebagai fenomena perubahan peradaban manusia secara logis dan bagaimana fakta hukum membentuk peraturan kelompok sosial LGBT. Dengan menggunakan jenis penelitian hukum normatif serta menggunaka pendekatan filsafat maka secara logis didapatkan bahwasanya LGBT merupakan fenomenan perubahan peradaban manusia. LGBT dimaksudkan adalah (Lesbian: wanita menyukai wanita lain, Gay: pria saling menyukai pria, Biseksual: orang yang tertarik pada pria dan wanita,Transgender: orang dengan penampilan atau perilaku lawan jenis). LGBT bisa membahayakan kesehatan, pendidikan dan moral seseorang. Menurut perspektif filsafat hukum LGBT dikatakan menyimpang, karena tidak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat dan secara logis tidak dapat diterima akal budi yang menghendaki adanya kesesuaian dengan hukum kodrat. Dalam membentuk peraturan tentang kelompok sosial LGBT melihat pada fakta hukum maka konsentrasi terhadap HAM melihat pada UU nasional, Pasal 28J (2) UUD NRI 1945, Pasal 69 (1), dan 73 UU HAM No. 39/1999, telah ditentukan pembatasan yang intinya menyatakan bahwa setiap orang yang memiliki HAM harus menghormati HAM orang lain, menghormati pembatasan yang ditentukan oleh UU, memenuhi persyaratan nilai-nilai agama, etika, moral, tata tertib, berbangsa dan bernegara, serta menjaga keamanan dan ketertiban umum masyarakat demokratis.