{"title":"Perlindungan Pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Memperoleh Pelayanan Operasi Katarak di Rumah Sakit","authors":"Amir Surya","doi":"10.30996/dih.v19i1.6562","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstract \nThe limited financial capacity of BPJS Health is one of the problems faced by the National Health Insurance (JKN) program. As an effort to answer this problem, BPJS Kesehatan issued Regulation of the Director of Health Insurance Guarantee for BPJS Kesehatan No. 2 of 2018and Regulation of BPJS Kesehatan number 1 of 2020. The research method used in this study uses a normative juridical method, this research was conducted by analyzing library materials. or the second data is compared with the applicable regulations related to guarantees for the fulfillment of the rights of BPJS participants in cataract surgery services in hospitals. Implications of BPJS Kesehatan Health Insurance Director Regulation No.2 of 2018 Concerning Cataract Service Guarantee In BPJS Kesehatan regulation No.1 of 2020there are difficulties for BPJS patients in carrying out cataract surgery, namely that they can only perform cataract surgery with cataractsufferers with medical indications in the form of decrease in visual acuity with vision less than 6/18, so that in this case it reduces the rights of BPJS patients to receive guarantees for cataract surgery services through BPJS completely. Legal protection for BPJS patients whorequire medical action in the form of cataract surgery at the hospital in the form of preventive legal protection is very weak. Dispute resolution through non-litigation channels can use mediation as an effort to resolve disputes. Mediation itself is a simple and practical effort in resolving disputes which is preceded by finding and bringing together agreements to resolve problems, assisted by one or more mediators who are neutral and only function as facilitators. \nKeywords: cataract; cataract surgery; cataract operation garantee \nAbstrak \nTerbatasnya kemampuan finansial BPJS Kesehatan merupakan salah satu masalah yang dihadapi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sebagai upaya menjawab persoalan itu BPJS Kesehatan menerbitkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan No.2 Tahun 2018 dan Peratutran BPJS Kesehatan nomer 1 tahun 2020. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian inimenggunakan metode yuridis normatif, penelitian ini dilakukan dengan menganalisis bahan-bahan pustaka atau data sekunder di bandingkan dengan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan jaminan pemenuhan hak peserta BPJS dalam layanan operasi katarakdi rumah sakit. Implikasi Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan No.2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2020 adalah adanya pembatasan bagi pasien BPJS dalam melakukanoperasi katarak yaitu hanya dapat melakukan operasi katarak dengan penderita penyakit katarak dengan indikasi medis berupa penurunantajam penglihatan dengan visus kurang dari 6/18, sehingga dalam hal ini mengurangi hak pasien BPJS dalam mendapat penjaminan pelayanan operasi katarak melalui BPJS seutuhnya. Perlindungan hukum pasien BPJS yang memerlukan tindakan medis berupa operasi katarak diRumah Sakit dalam bentuk perlindungan hukum preventif sangatlah lemah. Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapatmenggunakan mediasi sebagai upaya penyelesaian sengketa. Mediasi sendiri merupakan upaya sederhana dan praktis dalam menyelesaikan persengketaan yang didahului dengan cara mencari dan mempertemukan kesepakatan pemecahan masalah, dengan dibantu oleh seorang atau lebih selaku penengah yang besifat netral dan hanya berfungsi sebagai fasilitator. \nKata kunci: katarak; operasi katarak; penjaminan operasi katarak","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-02-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"DiH","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.30996/dih.v19i1.6562","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Abstract
The limited financial capacity of BPJS Health is one of the problems faced by the National Health Insurance (JKN) program. As an effort to answer this problem, BPJS Kesehatan issued Regulation of the Director of Health Insurance Guarantee for BPJS Kesehatan No. 2 of 2018and Regulation of BPJS Kesehatan number 1 of 2020. The research method used in this study uses a normative juridical method, this research was conducted by analyzing library materials. or the second data is compared with the applicable regulations related to guarantees for the fulfillment of the rights of BPJS participants in cataract surgery services in hospitals. Implications of BPJS Kesehatan Health Insurance Director Regulation No.2 of 2018 Concerning Cataract Service Guarantee In BPJS Kesehatan regulation No.1 of 2020there are difficulties for BPJS patients in carrying out cataract surgery, namely that they can only perform cataract surgery with cataractsufferers with medical indications in the form of decrease in visual acuity with vision less than 6/18, so that in this case it reduces the rights of BPJS patients to receive guarantees for cataract surgery services through BPJS completely. Legal protection for BPJS patients whorequire medical action in the form of cataract surgery at the hospital in the form of preventive legal protection is very weak. Dispute resolution through non-litigation channels can use mediation as an effort to resolve disputes. Mediation itself is a simple and practical effort in resolving disputes which is preceded by finding and bringing together agreements to resolve problems, assisted by one or more mediators who are neutral and only function as facilitators.
Keywords: cataract; cataract surgery; cataract operation garantee
Abstrak
Terbatasnya kemampuan finansial BPJS Kesehatan merupakan salah satu masalah yang dihadapi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sebagai upaya menjawab persoalan itu BPJS Kesehatan menerbitkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan No.2 Tahun 2018 dan Peratutran BPJS Kesehatan nomer 1 tahun 2020. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian inimenggunakan metode yuridis normatif, penelitian ini dilakukan dengan menganalisis bahan-bahan pustaka atau data sekunder di bandingkan dengan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan jaminan pemenuhan hak peserta BPJS dalam layanan operasi katarakdi rumah sakit. Implikasi Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan No.2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2020 adalah adanya pembatasan bagi pasien BPJS dalam melakukanoperasi katarak yaitu hanya dapat melakukan operasi katarak dengan penderita penyakit katarak dengan indikasi medis berupa penurunantajam penglihatan dengan visus kurang dari 6/18, sehingga dalam hal ini mengurangi hak pasien BPJS dalam mendapat penjaminan pelayanan operasi katarak melalui BPJS seutuhnya. Perlindungan hukum pasien BPJS yang memerlukan tindakan medis berupa operasi katarak diRumah Sakit dalam bentuk perlindungan hukum preventif sangatlah lemah. Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapatmenggunakan mediasi sebagai upaya penyelesaian sengketa. Mediasi sendiri merupakan upaya sederhana dan praktis dalam menyelesaikan persengketaan yang didahului dengan cara mencari dan mempertemukan kesepakatan pemecahan masalah, dengan dibantu oleh seorang atau lebih selaku penengah yang besifat netral dan hanya berfungsi sebagai fasilitator.
Kata kunci: katarak; operasi katarak; penjaminan operasi katarak