{"title":"Skenario Model Optimalisasi Pendapatan Daerah dari Pengelolaan Sampah Kota Semarang","authors":"R. Jaya, Tri Widayati, Maman Eka Kardiman","doi":"10.35475/riptek.v16i1.138","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Persoalan sampah merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, sehingga pengelolaannya pun harus dilakukan secara sinergis melalui sistem pengelolaan sampah yang terpadu. Akan tetapi, dalam operasionalnya, biaya investasi pengelolaan sampah yang sangat tinggi justru semakin membebani APBD Kota Semarang. Dengan adanya substansi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam upaya untuk mencapai tujuan pembangunan daerah yaitu mengentaskan kemiskinan, menciptakan dan menambah lapangan kerja, serta meningkatkan pendapatan dan kesehjateraan masyarakat, maka diperlukan kajian terhadap model yang lebih efektif dalam menghimpun pendapatan daerah dari pengelolaan sampah. Untuk memperoleh permodelan yang tepat, perlu mengenali isu utama atau batang tubuh dari ranting-ranting permasalahan pengelolaan persampahan yang menyeruak di Kota Semarang. Dengan menggunakan pendekatan expert choice, tim ahli yang terdiri atas OPD Teknis, Bagian Hukum, NGO, dan Akademisi berhasil menyepakati isu utama pengelolaan sampah di Kota Semarang yang berupa isu sosial budaya yaitu berkaitan dengan belum optimalnya peran serta masyarakat dalam menangani sampah di sektor hulu (16%); isu hukum yaitu berkaitan dengan belum adanya aspek legal yang bersifat memaksa bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam membayar retribusi sampah (8,1%); dan isu tata kelola yaitu berkaitan dengan belum optimalnya pemungutan retribusi pada sektor domestik yang tidak dipungut oleh PDAM dan sektor niaga (8%). Sehingga model optimalisasi pendapatan daerah yang dinilai lebih efektif adalah penguatan kelembagaan melalui restrukturisasi organisasi sesuai kebutuhan daerah, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia, Modernisasi administrasi retribusi daerah serta Penyederhanaan proses bisnis.","PeriodicalId":33858,"journal":{"name":"Jurnal Riptek","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-06-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Riptek","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.35475/riptek.v16i1.138","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Persoalan sampah merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, sehingga pengelolaannya pun harus dilakukan secara sinergis melalui sistem pengelolaan sampah yang terpadu. Akan tetapi, dalam operasionalnya, biaya investasi pengelolaan sampah yang sangat tinggi justru semakin membebani APBD Kota Semarang. Dengan adanya substansi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam upaya untuk mencapai tujuan pembangunan daerah yaitu mengentaskan kemiskinan, menciptakan dan menambah lapangan kerja, serta meningkatkan pendapatan dan kesehjateraan masyarakat, maka diperlukan kajian terhadap model yang lebih efektif dalam menghimpun pendapatan daerah dari pengelolaan sampah. Untuk memperoleh permodelan yang tepat, perlu mengenali isu utama atau batang tubuh dari ranting-ranting permasalahan pengelolaan persampahan yang menyeruak di Kota Semarang. Dengan menggunakan pendekatan expert choice, tim ahli yang terdiri atas OPD Teknis, Bagian Hukum, NGO, dan Akademisi berhasil menyepakati isu utama pengelolaan sampah di Kota Semarang yang berupa isu sosial budaya yaitu berkaitan dengan belum optimalnya peran serta masyarakat dalam menangani sampah di sektor hulu (16%); isu hukum yaitu berkaitan dengan belum adanya aspek legal yang bersifat memaksa bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam membayar retribusi sampah (8,1%); dan isu tata kelola yaitu berkaitan dengan belum optimalnya pemungutan retribusi pada sektor domestik yang tidak dipungut oleh PDAM dan sektor niaga (8%). Sehingga model optimalisasi pendapatan daerah yang dinilai lebih efektif adalah penguatan kelembagaan melalui restrukturisasi organisasi sesuai kebutuhan daerah, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia, Modernisasi administrasi retribusi daerah serta Penyederhanaan proses bisnis.