{"title":"Egaliter Masa Majapahit: Studi Kasus Penguasa Perempuan Majapahit Tribhuwanottuṅgadewī Jayawiṣṇuwarddhanī, 1329-1350","authors":"Gilang Harits Mu'aafi, Yuliati Yuliati, Mochamad Nurfahrul Lukmanul Khakim","doi":"10.29408/fhs.v6i2.6593","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"In ancient Java, women and men had an equal position in politics. This equality can be seen from the mention of men and women who have positions in high positions in royal politics. These positions include crown son/princess, regional ruler to the supreme ruler as the king/empress of the kingdom. This research uses historiographic methods that go through five stages, including topic selection, heuristics, source verification, source interpretation and historiography. This research found that during the Majapahit period, in addition to women having an equal position, women during the Majapahit era had also received legal protection as stated in Kutaramanawa. In addition to obtaining legal protection, women during the Majapahit period also had the same opportunity to obtain education or political training. Tribhuwanottuṅgadewī and Rājadewī had been given the opportunity to occupy the territories of vassal kingdoms as regional rulers in Kahuripan and Daha. After Tribhuwanottuṅgadewī ascended the throne to become empress in 1329, Gayatrī guided and played a behind the scenes role in the reign of Tribhuwanottuṅgadewī. During the Majapahit era, women had an important position in royal politics, ranging from rulers (central and regional) to playing a role behind the scenes of government.Pada masa Jawa Kuno perempuan dan laki-laki mempunyai kedudukan yang setara dalam bidang politik. Kesetaraan tersebut terlihat dari disebutkannya laki-laki dan perempuan yang mempunyai kedudukan dalam jabatan tinggi politik kerajaan. Jabatan tersebut antara lain putra/putri mahkota, penguasa daerah hingga penguasa tertinggi kerajaan. Penelitian ini menggunakan metode historiografi yang melalui lima tahapan, diantaranya pemilihan topik, heuristik, verifikasi sumber, interpretasi sumber dan historiography. Penelitian ini menemukan bahwa pada masa Majapahit selain perempuan telah mempunyai kedudukan yang setara, perempuan pada masa Majapahit juga telah memperoleh perlindungan hukum seperti yang telah tertera dalam Kutaramanawa. Selain memperoleh perlindungan hukum, perempuan pada masa Majapahit juga telah mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan ataupun pelatihan politik. Tribhuwanottuṅgadewī dan Rājadewī telah diberikan kesempatan untuk menduduki wilayah kerajaan bawahan sebagai penguasa daerah di Kahuripan dan Daha. Setelah Tribhuwanottuṅgadewī naik tahta menjadi ratu tahun 1329, Gayatrī membimbing serta berperan dari balik layar pemerintahan selama pemerintahan Tribhuwanottuṅgadewī. Pada masa Majapahit perempuan telah mempunyai kedudukan penting dalam politik kerajaan, mulai dari penguasa (pusat dan daerah) hingga berperan dari balik layar pemerintahan.","PeriodicalId":33328,"journal":{"name":"Istoria","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-12-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Istoria","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.29408/fhs.v6i2.6593","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
In ancient Java, women and men had an equal position in politics. This equality can be seen from the mention of men and women who have positions in high positions in royal politics. These positions include crown son/princess, regional ruler to the supreme ruler as the king/empress of the kingdom. This research uses historiographic methods that go through five stages, including topic selection, heuristics, source verification, source interpretation and historiography. This research found that during the Majapahit period, in addition to women having an equal position, women during the Majapahit era had also received legal protection as stated in Kutaramanawa. In addition to obtaining legal protection, women during the Majapahit period also had the same opportunity to obtain education or political training. Tribhuwanottuṅgadewī and Rājadewī had been given the opportunity to occupy the territories of vassal kingdoms as regional rulers in Kahuripan and Daha. After Tribhuwanottuṅgadewī ascended the throne to become empress in 1329, Gayatrī guided and played a behind the scenes role in the reign of Tribhuwanottuṅgadewī. During the Majapahit era, women had an important position in royal politics, ranging from rulers (central and regional) to playing a role behind the scenes of government.Pada masa Jawa Kuno perempuan dan laki-laki mempunyai kedudukan yang setara dalam bidang politik. Kesetaraan tersebut terlihat dari disebutkannya laki-laki dan perempuan yang mempunyai kedudukan dalam jabatan tinggi politik kerajaan. Jabatan tersebut antara lain putra/putri mahkota, penguasa daerah hingga penguasa tertinggi kerajaan. Penelitian ini menggunakan metode historiografi yang melalui lima tahapan, diantaranya pemilihan topik, heuristik, verifikasi sumber, interpretasi sumber dan historiography. Penelitian ini menemukan bahwa pada masa Majapahit selain perempuan telah mempunyai kedudukan yang setara, perempuan pada masa Majapahit juga telah memperoleh perlindungan hukum seperti yang telah tertera dalam Kutaramanawa. Selain memperoleh perlindungan hukum, perempuan pada masa Majapahit juga telah mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan ataupun pelatihan politik. Tribhuwanottuṅgadewī dan Rājadewī telah diberikan kesempatan untuk menduduki wilayah kerajaan bawahan sebagai penguasa daerah di Kahuripan dan Daha. Setelah Tribhuwanottuṅgadewī naik tahta menjadi ratu tahun 1329, Gayatrī membimbing serta berperan dari balik layar pemerintahan selama pemerintahan Tribhuwanottuṅgadewī. Pada masa Majapahit perempuan telah mempunyai kedudukan penting dalam politik kerajaan, mulai dari penguasa (pusat dan daerah) hingga berperan dari balik layar pemerintahan.
在古代爪哇,男女在政治上地位平等。这种平等可以从提到在王室政治中处于高位的男性和女性中看出。这些职位包括王储/公主,地区统治者到最高统治者,如王国的国王/皇后。本研究采用史学方法,经过选题、启发式、资料来源验证、资料来源解释和史学五个阶段。这项研究发现,在Majapahit时期,除了妇女享有平等地位外,Majapahit时期的妇女还得到了《库塔拉马纳瓦》所述的法律保护。除了获得法律保护外,妇女在Majapahit时期也有同样的机会获得教育或政治培训。Tribhuwanottuṅgadewī和Rājadewī有机会作为卡胡利潘和达哈的地区统治者占领附庸王国的领土。1329年Tribhuwanottuṅgadewī登基成为皇后后,伽亚特尔在Tribhuwanottuṅgadewī的统治中起到了幕后的指导作用。在Majapahit时代,女性在王室政治中占有重要地位,从统治者(中央和地区)到政府幕后的角色。帕达·马萨·贾瓦·贾瓦·库诺·帕达·贾瓦·贾瓦·贾瓦·贾瓦·贾瓦·贾瓦·贾瓦·贾瓦·贾瓦·贾瓦·贾瓦·贾瓦·贾瓦Kesetaraan tersebut terlihat dari disebukannya laki-laki dan perempuan yang mempunyai keduukan dalam jabatan tingtik politik kerajaan。Jabatan tersebut antara lain putra/putri mahkota, penguin daerah hinga penguin tertinggi kerajaan。Penelitian ini mongunakan方法史学,yang melalui lima tahapan, diantaranya pemilihan主题,启发式,验证kasi数量,解释数量史学。Penelitian ini menemukan bahwa pada masa Majapahit selain perempuan telah mempunyai kedudukan yang setara, perempuan pada masa Majapahit juga telah memperperoleh perlindungan hukum seperti yang telah tertera dalam Kutaramanawa。我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是。Tribhuwanottuṅgadewī dan Rājadewī telah diberikan kesempatan untuk menduduki wilayah kerajaan bawahan sebagai企鹅daerah di Kahuripan dan Daha。Setelah Tribhuwanottuṅgadewī naik tahta menjadi ratu tahun 1329, gayatr ā memberbing serta berperan dari balik layar pemerintahan selama pemerintahan Tribhuwanottuṅgadewī。企鹅是一种政治上的动物,是一种政治上的动物。