{"title":"Bahasa Minoritas Enggano di Beranda Depan NKRI: Kontak dan Gejala Kepunahan Bahasa di Pulau Enggano, Bengkulu - Indonesia","authors":"Fanny Henry Tondo","doi":"10.55981/jmb.2023.1849","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Enggano merupakan sebuah pulau terluar yang berhadapan dengan pantai barat Pulau Sumatera, tepatnya terletak di Provinsi Bengkulu. Di pulau ini, dapat ditemukan bahasa Enggano dan bahasa-bahasa lain yang dituturkan oleh berbagai etnik pendatang seperti bahasa Jawa, Melayu, Padang, Batak, dan Bugis. Bahasa Enggano sendiri dituturkan di beberapa desa seperti Desa Meok, Apoho, Malakoni, Kaana, Khayapu, dan Banjarsari. Namun, pemakaian yang masih kuat yaitu di desa Meok, Apoho, dan Malakoni, sedangkan di ketiga desa terakhir sudah mulai terkikis karena sudah bercampur dengan etnik pendatang. Penelitian yang bersifat kualitatif ini dilakukan di Pulau Enggano, Bengkulu, sebagai bagian dari ekspedisi LIPI tahun 2015 yang dinamakan Ekspedisi Widya Nusantara (EWIN) yang melibatkan berbagai disiplin ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial. Dalam pengumpulan data digunakan teknik observasi dan wawancara mendalam untuk mengetahui situasi kebahasaan khususnya kontak bahasa dan gejala kepunahan bahasa. Penelitian ini memperlihatkan bahwa kontak bahasa antara orang Enggano yang berbahasa Enggano dengan para pendatang dengan bahasanya masing-masing sangat kuat terjadi di desa Banjarsari, Kaana, dan Khayapu sehingga menyebabkan munculnya gejala kepunahan bahasa. Sementara itu, bahasa Enggano di desa Meok, Apoho, dan Malakoni masih cukup dapat bertahan karena penduduknya homogen orang Enggano dan belum banyak bercampur dengan para pendatang.","PeriodicalId":32703,"journal":{"name":"Jurnal Masyarakat dan Budaya","volume":"84 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-06-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Masyarakat dan Budaya","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.55981/jmb.2023.1849","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Enggano merupakan sebuah pulau terluar yang berhadapan dengan pantai barat Pulau Sumatera, tepatnya terletak di Provinsi Bengkulu. Di pulau ini, dapat ditemukan bahasa Enggano dan bahasa-bahasa lain yang dituturkan oleh berbagai etnik pendatang seperti bahasa Jawa, Melayu, Padang, Batak, dan Bugis. Bahasa Enggano sendiri dituturkan di beberapa desa seperti Desa Meok, Apoho, Malakoni, Kaana, Khayapu, dan Banjarsari. Namun, pemakaian yang masih kuat yaitu di desa Meok, Apoho, dan Malakoni, sedangkan di ketiga desa terakhir sudah mulai terkikis karena sudah bercampur dengan etnik pendatang. Penelitian yang bersifat kualitatif ini dilakukan di Pulau Enggano, Bengkulu, sebagai bagian dari ekspedisi LIPI tahun 2015 yang dinamakan Ekspedisi Widya Nusantara (EWIN) yang melibatkan berbagai disiplin ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial. Dalam pengumpulan data digunakan teknik observasi dan wawancara mendalam untuk mengetahui situasi kebahasaan khususnya kontak bahasa dan gejala kepunahan bahasa. Penelitian ini memperlihatkan bahwa kontak bahasa antara orang Enggano yang berbahasa Enggano dengan para pendatang dengan bahasanya masing-masing sangat kuat terjadi di desa Banjarsari, Kaana, dan Khayapu sehingga menyebabkan munculnya gejala kepunahan bahasa. Sementara itu, bahasa Enggano di desa Meok, Apoho, dan Malakoni masih cukup dapat bertahan karena penduduknya homogen orang Enggano dan belum banyak bercampur dengan para pendatang.