{"title":"格林达德拉普的传统:伪装成无名小卒的国际法?","authors":"Meylin Tutuarima, Arman Anwar, J. Wattimena","doi":"10.22437/up.v4i1.20247","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Lumba-lumba merupakan satwa yang dilindungi keberadaanya, namun dalam kenyataanya masih ditemukan perburuan lumba-lumba di beberapa negara, salah satunya di Kepulaun Faroe karena tradisi di negara ini yang dinamakan Grindadrap, sehingga perlindungan lumba-lumba menjadi isu hukum internasional yang mendapat banyak perhatian internasional semenjak masalah terbunuhnya 1.428. Keberadaan tradisi grindadrap ini dianggap merupakan pelanggaran terhadap International Convention for the Regulation of Whaling yang berlaku walaupun dalam hukum nasional merupakan hal yang legal. Oleh karena itu, problem ini menjadi hal yang kompleks untuk dibahas dengan menggunakan pengkajian dan analisa menggunakan sumber bahan hukum tertulis yang ada dengan melakukan pengembangan dalam pola pikir yang berkaitan dengan permasalahan. Setelah melakukan penelitian, penulis berkesimpulan bahwa walaupun kedudukan tradisi grindadrap dalam ranah hukum nasional merupakan bagian dari hak masyarakat hukum adat untuk terus menjalankan tradisinya (Indigenous People) tetapi dalam ranah internasional tradisi ini sudah tidak berjalan sesuai dengan aturan yang ada, karena sudah mulai melenceng dari tujuan utamanya yang awalnya untuk pemenuhan kebutuhan pangan masyarakatnya berubah menjadi kebutuhan komersial dan ajang olahraga sehingga adanya Violation of Law dalam ranah internasional atas International Convention for the Regulation of Whaling. Sehingga Denmark memiliki tanggung jawab dalam mempertanggung jawabkan pelanggaran ini","PeriodicalId":336517,"journal":{"name":"Uti Possidetis: Journal of International Law","volume":"91 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-02-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Tradisi Grindadrap: Pelanggaran Hukum Internasional Berkedok Indigenous People?\",\"authors\":\"Meylin Tutuarima, Arman Anwar, J. Wattimena\",\"doi\":\"10.22437/up.v4i1.20247\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Lumba-lumba merupakan satwa yang dilindungi keberadaanya, namun dalam kenyataanya masih ditemukan perburuan lumba-lumba di beberapa negara, salah satunya di Kepulaun Faroe karena tradisi di negara ini yang dinamakan Grindadrap, sehingga perlindungan lumba-lumba menjadi isu hukum internasional yang mendapat banyak perhatian internasional semenjak masalah terbunuhnya 1.428. Keberadaan tradisi grindadrap ini dianggap merupakan pelanggaran terhadap International Convention for the Regulation of Whaling yang berlaku walaupun dalam hukum nasional merupakan hal yang legal. Oleh karena itu, problem ini menjadi hal yang kompleks untuk dibahas dengan menggunakan pengkajian dan analisa menggunakan sumber bahan hukum tertulis yang ada dengan melakukan pengembangan dalam pola pikir yang berkaitan dengan permasalahan. Setelah melakukan penelitian, penulis berkesimpulan bahwa walaupun kedudukan tradisi grindadrap dalam ranah hukum nasional merupakan bagian dari hak masyarakat hukum adat untuk terus menjalankan tradisinya (Indigenous People) tetapi dalam ranah internasional tradisi ini sudah tidak berjalan sesuai dengan aturan yang ada, karena sudah mulai melenceng dari tujuan utamanya yang awalnya untuk pemenuhan kebutuhan pangan masyarakatnya berubah menjadi kebutuhan komersial dan ajang olahraga sehingga adanya Violation of Law dalam ranah internasional atas International Convention for the Regulation of Whaling. Sehingga Denmark memiliki tanggung jawab dalam mempertanggung jawabkan pelanggaran ini\",\"PeriodicalId\":336517,\"journal\":{\"name\":\"Uti Possidetis: Journal of International Law\",\"volume\":\"91 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-02-20\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Uti Possidetis: Journal of International Law\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.22437/up.v4i1.20247\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Uti Possidetis: Journal of International Law","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22437/up.v4i1.20247","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Tradisi Grindadrap: Pelanggaran Hukum Internasional Berkedok Indigenous People?
Lumba-lumba merupakan satwa yang dilindungi keberadaanya, namun dalam kenyataanya masih ditemukan perburuan lumba-lumba di beberapa negara, salah satunya di Kepulaun Faroe karena tradisi di negara ini yang dinamakan Grindadrap, sehingga perlindungan lumba-lumba menjadi isu hukum internasional yang mendapat banyak perhatian internasional semenjak masalah terbunuhnya 1.428. Keberadaan tradisi grindadrap ini dianggap merupakan pelanggaran terhadap International Convention for the Regulation of Whaling yang berlaku walaupun dalam hukum nasional merupakan hal yang legal. Oleh karena itu, problem ini menjadi hal yang kompleks untuk dibahas dengan menggunakan pengkajian dan analisa menggunakan sumber bahan hukum tertulis yang ada dengan melakukan pengembangan dalam pola pikir yang berkaitan dengan permasalahan. Setelah melakukan penelitian, penulis berkesimpulan bahwa walaupun kedudukan tradisi grindadrap dalam ranah hukum nasional merupakan bagian dari hak masyarakat hukum adat untuk terus menjalankan tradisinya (Indigenous People) tetapi dalam ranah internasional tradisi ini sudah tidak berjalan sesuai dengan aturan yang ada, karena sudah mulai melenceng dari tujuan utamanya yang awalnya untuk pemenuhan kebutuhan pangan masyarakatnya berubah menjadi kebutuhan komersial dan ajang olahraga sehingga adanya Violation of Law dalam ranah internasional atas International Convention for the Regulation of Whaling. Sehingga Denmark memiliki tanggung jawab dalam mempertanggung jawabkan pelanggaran ini