{"title":"司法审查委员会在国家选举结果确定后恢复选举监督机构的权力","authors":"Vina Septi Megita, Zainatul Ilmiyah","doi":"10.15642/mal.v4i3.237","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Salah satu syarat utama pemerintahan yang demokratis adalah adanya pemilu yang bebas dan tidak memihak. Berkenaan dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang di satu sisi menjalankan fungsi pengawasan pemilu, dan di sisi lain mengadili pelanggaran pemilu apabila dilihat dari segi kelembagaan negara, maka dapat berpotensi munculnya abuse of power dalam suatu lembaga. Selain itu dengan adanya kewenangan mengadili pelanggaran administrasi pemilu khususnya pada proses perhitungan suara sering kali menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi kewenangan Bawaslu agar terciptanya pemilu yang demokratis. Berdasarkan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundangan-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach), dalam penelitian ini ditemukan bahwa dalam kasus pelanggaran pemilu yang baru dilaporkan dan diregistrasi oleh Bawaslu setelah adanya Penetapan Hasil Perolehan Suara secara Nasional oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), mengakibatkan tumpang tindih kewenangan penyelesaian. Hal ini dikarenakan pelanggaran dan atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi yang ditangani oleh Bawaslu dan berdampak pada hasil, hal tersebut merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi. Sehingga konsep Judicial Restraint sebagai upaya pembatasan yudisial kewenangan yang dimiliki Bawaslu dalam menyelesaikan pelanggaran pemilu diperlukan dalam upaya mewujudkan pemilihan umum yang demokratis. Sehingga dalam memutus pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu perlu dibentuk Pengadilan khusus pemilu.","PeriodicalId":377312,"journal":{"name":"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum","volume":"51 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Judical Restraint Kewenangan Badan Pengawas Pemilu Pasca Penetapan Hasil Perolehan Suara Secara Nasional\",\"authors\":\"Vina Septi Megita, Zainatul Ilmiyah\",\"doi\":\"10.15642/mal.v4i3.237\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Salah satu syarat utama pemerintahan yang demokratis adalah adanya pemilu yang bebas dan tidak memihak. Berkenaan dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang di satu sisi menjalankan fungsi pengawasan pemilu, dan di sisi lain mengadili pelanggaran pemilu apabila dilihat dari segi kelembagaan negara, maka dapat berpotensi munculnya abuse of power dalam suatu lembaga. Selain itu dengan adanya kewenangan mengadili pelanggaran administrasi pemilu khususnya pada proses perhitungan suara sering kali menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi kewenangan Bawaslu agar terciptanya pemilu yang demokratis. Berdasarkan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundangan-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach), dalam penelitian ini ditemukan bahwa dalam kasus pelanggaran pemilu yang baru dilaporkan dan diregistrasi oleh Bawaslu setelah adanya Penetapan Hasil Perolehan Suara secara Nasional oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), mengakibatkan tumpang tindih kewenangan penyelesaian. Hal ini dikarenakan pelanggaran dan atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi yang ditangani oleh Bawaslu dan berdampak pada hasil, hal tersebut merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi. Sehingga konsep Judicial Restraint sebagai upaya pembatasan yudisial kewenangan yang dimiliki Bawaslu dalam menyelesaikan pelanggaran pemilu diperlukan dalam upaya mewujudkan pemilihan umum yang demokratis. Sehingga dalam memutus pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu perlu dibentuk Pengadilan khusus pemilu.\",\"PeriodicalId\":377312,\"journal\":{\"name\":\"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum\",\"volume\":\"51 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-06-30\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.15642/mal.v4i3.237\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15642/mal.v4i3.237","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Judical Restraint Kewenangan Badan Pengawas Pemilu Pasca Penetapan Hasil Perolehan Suara Secara Nasional
Salah satu syarat utama pemerintahan yang demokratis adalah adanya pemilu yang bebas dan tidak memihak. Berkenaan dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang di satu sisi menjalankan fungsi pengawasan pemilu, dan di sisi lain mengadili pelanggaran pemilu apabila dilihat dari segi kelembagaan negara, maka dapat berpotensi munculnya abuse of power dalam suatu lembaga. Selain itu dengan adanya kewenangan mengadili pelanggaran administrasi pemilu khususnya pada proses perhitungan suara sering kali menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi kewenangan Bawaslu agar terciptanya pemilu yang demokratis. Berdasarkan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundangan-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach), dalam penelitian ini ditemukan bahwa dalam kasus pelanggaran pemilu yang baru dilaporkan dan diregistrasi oleh Bawaslu setelah adanya Penetapan Hasil Perolehan Suara secara Nasional oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), mengakibatkan tumpang tindih kewenangan penyelesaian. Hal ini dikarenakan pelanggaran dan atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi yang ditangani oleh Bawaslu dan berdampak pada hasil, hal tersebut merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi. Sehingga konsep Judicial Restraint sebagai upaya pembatasan yudisial kewenangan yang dimiliki Bawaslu dalam menyelesaikan pelanggaran pemilu diperlukan dalam upaya mewujudkan pemilihan umum yang demokratis. Sehingga dalam memutus pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu perlu dibentuk Pengadilan khusus pemilu.