Perlindungan anak merupakan suatu usaha untuk mengadakan kondisi dimana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Ditinjau dari tingkat usia, tindak pidana yang terjadi di dalam masyarakat tidak hanya dilakukan oleh kelompok usia dewasa. Tetapi mereka yang berusia anak-anak sering melakukan tindak pidana. Permasalahan tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur merupakan kejahatan yang selalu menimbulkan gangguan dan keresahan dalam masyarakat. Perlindungan hak-hak anak pada hakikatnya menyangkut langsung pengaturan dalam peraturan Perundang-undangan, kebijaksanaan, usaha dan kegiatan yang menjamin terwujudnya perlindungan hak-hak anak, pertama-tama didasarkan atas pertimbangan bahwa anak-anak merupakan golongan yang rawan dan tergantung, disamping karena adanya golongan anak-anak yang mengalami 2 hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik rohani, jasmani maupun sosial. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perlindungan hukum terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku tindak pidana pencurian dalam putusan nomor:8/pid.sus/anak/2019/pn.bkn dan mengapa dengan barang bukti 2 (dua) karung plastik yang berisikan berondolan buah sawit kasus ini masuk ke pengadilan. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil yang didapatkan yang pertama adalah penerapan perlindungan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang di lakukan anak di bawah umur. Serta perlindungan seperti apa yang akan di berikan terhadap pelaku tindak pidana yang pencurian yang di lakukan anak di bawah umur. Kedua adalah Penerapan sanksi dalam pemidanaan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana pencurian mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa anak di bawah umur yaitu paling lama satu per dua dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa, dan sanksi tindakan seperti mengembalikan kepada orang tua, wali, orang tua asuh, atau menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja. Kedua sanksi ini dianggap dapat memberikan efek jerah bagi pelaku anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana pencurian.
{"title":"TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANGKINANG KELAS IB NOMOR: 08/PID.SUS/ANAK/2019/PN.BKN","authors":"R. Saputra","doi":"10.31004/jp.v5i1.5831","DOIUrl":"https://doi.org/10.31004/jp.v5i1.5831","url":null,"abstract":"Perlindungan anak merupakan suatu usaha untuk mengadakan kondisi dimana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Ditinjau dari tingkat usia, tindak pidana yang terjadi di dalam masyarakat tidak hanya dilakukan oleh kelompok usia dewasa. Tetapi mereka yang berusia anak-anak sering melakukan tindak pidana. Permasalahan tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur merupakan kejahatan yang selalu menimbulkan gangguan dan keresahan dalam masyarakat. Perlindungan hak-hak anak pada hakikatnya menyangkut langsung pengaturan dalam peraturan Perundang-undangan, kebijaksanaan, usaha dan kegiatan yang menjamin terwujudnya perlindungan hak-hak anak, pertama-tama didasarkan atas pertimbangan bahwa anak-anak merupakan golongan yang rawan dan tergantung, disamping karena adanya golongan anak-anak yang mengalami 2 hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik rohani, jasmani maupun sosial. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perlindungan hukum terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku tindak pidana pencurian dalam putusan nomor:8/pid.sus/anak/2019/pn.bkn dan mengapa dengan barang bukti 2 (dua) karung plastik yang berisikan berondolan buah sawit kasus ini masuk ke pengadilan. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil yang didapatkan yang pertama adalah penerapan perlindungan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang di lakukan anak di bawah umur. Serta perlindungan seperti apa yang akan di berikan terhadap pelaku tindak pidana yang pencurian yang di lakukan anak di bawah umur. Kedua adalah Penerapan sanksi dalam pemidanaan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana pencurian mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa anak di bawah umur yaitu paling lama satu per dua dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa, dan sanksi tindakan seperti mengembalikan kepada orang tua, wali, orang tua asuh, atau menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja. Kedua sanksi ini dianggap dapat memberikan efek jerah bagi pelaku anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana pencurian.","PeriodicalId":129477,"journal":{"name":"Jurnal Pahlawan","volume":"151 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121994895","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pencurian adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kekayaan manusia yang diatur dalam Bab XXII Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan merupakan masalah yang tak ada habis-habisnya. Pencuian Bukan hanya dalam berbentuk kehilang benda fisik,tetapi juga pada saat ini juga terdapat pencurian secara online salah satunya pencurian data yang dilakukan menggunakan computer, gadget dalam melakukan aksi kejahatannya Unsur-unsur Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam pasal 362 KUHPdan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik itu terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. Ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana pencurian itu ada berupa pencurian biasa, pencurian dengan pemberatan, dan pencurian ringan, Pencurian secara online berupa data pribadi ( Hacking). Faktor pemicu tindak pidana pencurian itu ada faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal itu seperti niat pelaku dalam melakukan pencurian itu Kata kunci: Tindak Pidana, Pencurian Abstract Theft is one of the types of crimes against human wealth regulated in Chapter XXII Book II of the Criminal Code (KUHP) and is an endless problem. Descriptions Not only in the form of loss of physical objects, but also at this time also there is theft online, one of which is theft of data using computers, gadgets in committing crimes The elements of theft in the main form as regulated in article 362 of the Criminal Code and Law Number 11 of 2011 concerning Electronic Information and Transactions consist of subjective and objective elements. The threat of punishment for perpetrators of theft is in the form of ordinary theft, theft by weighting, and petty theft, online theft in the form of personal data (Hacking). The trigger factors for the theft are internal factors and external factors, internal factors such as the intention of the perpetrators to commit the theft Keywords: Criminal, theft
偷窃是一种对人类财富的犯罪,在刑法第12章(KUHP)中安排,是一种取之不尽用之不竭的犯罪。Pencuian不但失去形状的实物中,也在这一刻有盗窃网上一个盗窃数据做表演中使用电脑,小玩意的罪行的基本形式的盗窃犯罪元素设置一章中362 KUHPdan 2011年第11号法律关于信息和电子交易是由主观因素和客观因素。对盗窃犯的惩罚威胁包括普通盗窃、故意盗窃和轻微盗窃罪,以及在线个人数据盗窃。盗窃重罪的诱因是有内部因素和外部因素,内部因素像罪犯在抢劫中意图这关键词:抽象盗窃重罪,我等是一号types of犯罪之人反对人类财富regulated in二十二七章《刑事法典》第2卷》(刑法)和是一个无尽的问题。Descriptions不仅in the form of丧失体格的物体,但也会在这个时代也有在线是我等,用电脑,这是我等的数据的一个小玩意在committing犯罪我等之文本里玩美国没有注明regulated》文章362《刑事法典》和2011年法律11号concerning电子资讯网和Transactions consist subjective和客观的文本。《侠盗猎车手》的威胁存在于普通的英尺、更小的高度,在个人数据形式的黑客行为中。“‘犯罪,犯罪,犯罪’
{"title":"PERKEMBANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DI INDONESIA","authors":"R. Saputra","doi":"10.31004/jp.v2i2.573","DOIUrl":"https://doi.org/10.31004/jp.v2i2.573","url":null,"abstract":"Pencurian adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kekayaan manusia yang diatur dalam Bab XXII Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan merupakan masalah yang tak ada habis-habisnya. Pencuian Bukan hanya dalam berbentuk kehilang benda fisik,tetapi juga pada saat ini juga terdapat pencurian secara online salah satunya pencurian data yang dilakukan menggunakan computer, gadget dalam melakukan aksi kejahatannya \u0000Unsur-unsur Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam pasal 362 KUHPdan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik itu terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. Ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana pencurian itu ada berupa pencurian biasa, pencurian dengan pemberatan, dan pencurian ringan, Pencurian secara online berupa data pribadi ( Hacking). Faktor pemicu tindak pidana pencurian itu ada faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal itu seperti niat pelaku dalam melakukan pencurian itu \u0000 \u0000Kata kunci: Tindak Pidana, Pencurian \u0000 \u0000Abstract \u0000 \u0000Theft is one of the types of crimes against human wealth regulated in Chapter XXII Book II of the Criminal Code (KUHP) and is an endless problem. Descriptions Not only in the form of loss of physical objects, but also at this time also there is theft online, one of which is theft of data using computers, gadgets in committing crimes \u0000The elements of theft in the main form as regulated in article 362 of the Criminal Code and Law Number 11 of 2011 concerning Electronic Information and Transactions consist of subjective and objective elements. The threat of punishment for perpetrators of theft is in the form of ordinary theft, theft by weighting, and petty theft, online theft in the form of personal data (Hacking). The trigger factors for the theft are internal factors and external factors, internal factors such as the intention of the perpetrators to commit the theft \u0000 \u0000Keywords: Criminal, theft","PeriodicalId":129477,"journal":{"name":"Jurnal Pahlawan","volume":"7 2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133657643","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan objek bisa juga diartikan suatu pendapat atau perbuatan seseorang yang sesuai dengan (atau tidak ditolak oleh) orang lain dan tidak merugikan diri sendiri. Sedangkan Rekonsiliasi adalah perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pd keadaan semula; perbuatan menyelesaikan perbedaan, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang sebagai bagian dari cara untuk penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Ketentuan ini menunjukkan bahwa KKR adalah mekanisme yang mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang berat dan mempertegas bahwa dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM yang berat dimasa lalu ada dua jalan (avenue) yakni melalui pengadilan HAM ad hoc dan mekanisme KKR. Materi yang diatur termasuk materi yang secara spesifik saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Disatu sisi korban Genosida ingin pertanggungjawaban pemerintah disisi lain keturunan pelaku kejahan ingin mendapat perlakuan yang sama dengan masyarakat lainnya. Jadi sangat dapat diperkirakan bahwa undang-undang ini dapat diuji materil. Masalah pertentangan inilah yang membuat undang-undang KKR ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya yang terdapat dinegara-negara lain. Kata kunci: Alasan Hukum, Kebenaran, Rekonsiliasi Abstract Truth is the correspondence between knowledge and object can also be interpreted as an opinion or action of someone who is in accordance with (or not rejected by) other people and does not harm themselves. Whereas Reconciliation is the act of restoring friendship relations to its original state; the act of resolving differences, Law Number 26 of 2000 concerning Human Rights Courts as part of a way to resolve past human rights violations. This provision shows that the TRC is a mechanism capable of resolving cases of gross human rights violations and emphasizes that in the past the process of resolving human rights violations there were two avenues, namely through the ad hoc human rights court and the TRC mechanism. Arranged material includes material that is specifically conflicting with one another. On the one hand the victims of the Genocide want the government's responsibility on the other hand the offspring of perpetrators of violence want to get the same treatment with other communities. So it is very predictable that this law can be materially tested. It is this problem of conflict which makes the KKR law unable to work properly in other countries. Keywords: Reasons Of Law, Truth, Reconciliation
{"title":"ALASAN HUKUM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KEBENARAN DAN REKONSILIASI","authors":"R. Saputra","doi":"10.31004/jp.v2i1.568","DOIUrl":"https://doi.org/10.31004/jp.v2i1.568","url":null,"abstract":"Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan objek bisa juga diartikan suatu pendapat atau perbuatan seseorang yang sesuai dengan (atau tidak ditolak oleh) orang lain dan tidak merugikan diri sendiri. Sedangkan Rekonsiliasi adalah perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pd keadaan semula; perbuatan menyelesaikan perbedaan, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang sebagai bagian dari cara untuk penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Ketentuan ini menunjukkan bahwa KKR adalah mekanisme yang mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang berat dan mempertegas bahwa dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM yang berat dimasa lalu ada dua jalan (avenue) yakni melalui pengadilan HAM ad hoc dan mekanisme KKR. Materi yang diatur termasuk materi yang secara spesifik saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Disatu sisi korban Genosida ingin pertanggungjawaban pemerintah disisi lain keturunan pelaku kejahan ingin mendapat perlakuan yang sama dengan masyarakat lainnya. Jadi sangat dapat diperkirakan bahwa undang-undang ini dapat diuji materil. Masalah pertentangan inilah yang membuat undang-undang KKR ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya yang terdapat dinegara-negara lain. \u0000 \u0000Kata kunci: Alasan Hukum, Kebenaran, Rekonsiliasi \u0000 \u0000Abstract \u0000 \u0000Truth is the correspondence between knowledge and object can also be interpreted as an opinion or action of someone who is in accordance with (or not rejected by) other people and does not harm themselves. Whereas Reconciliation is the act of restoring friendship relations to its original state; the act of resolving differences, Law Number 26 of 2000 concerning Human Rights Courts as part of a way to resolve past human rights violations. This provision shows that the TRC is a mechanism capable of resolving cases of gross human rights violations and emphasizes that in the past the process of resolving human rights violations there were two avenues, namely through the ad hoc human rights court and the TRC mechanism. Arranged material includes material that is specifically conflicting with one another. On the one hand the victims of the Genocide want the government's responsibility on the other hand the offspring of perpetrators of violence want to get the same treatment with other communities. So it is very predictable that this law can be materially tested. It is this problem of conflict which makes the KKR law unable to work properly in other countries. \u0000 \u0000Keywords: Reasons Of Law, Truth, Reconciliation","PeriodicalId":129477,"journal":{"name":"Jurnal Pahlawan","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121879422","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}