Pub Date : 2023-12-18DOI: 10.35909/visiodei.v5i2.456
Jon Renis Saragih
Moderasi beragama berkaitan dengan jalan tengah, harmoni dan keseimbangan di antara ekstrem keagamaan yang ada. Jalan tengah yang dimaksud bukan dalam pengertian titik tengah secara matematis, namun merupakan harmoni dan keseimbangan sebagai pilihan yang terbaik. Dalam konteks Indonesia, pergumulan antara agama dan sekularisasi adalah persoalan yang perlu dijawab. Dalam konteks kemajemukan agama, pluralisme dan partikularisme seringkali berada dalam ketegangan dan saling mempersalahkan. Dalam teologi agama-agama, keimanan dan rasionalisasi seringkali menyatakan yang lain sebagai yang salah. Artikel ini akan mengkaji moderasi di antara ekstrem-ekstrem tersebut dengan penghargaan pada posisi masing-masing dan mencoba melampauinya sebagai bentuk moderasi yang kontekstual di Indonesia. Metode penelitian yang dilakukan adalah studi putaka. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model moderasi beragama di Indonesia sesuai dengan ekstrem yang ada. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa moderasi di Indonesia bisa dilakukan dengan mengakomodasi nilai-nilai positif dari ekstrem-ekstrem tersebut. Temuan ini bisa menjawab pergumulan tentang moderasi dalam relasi agama dengan negara dan dalam relasi antar agama.
{"title":"Membangun Jalan Tengah Di Antara Kelompok Ekstrem Sebagai Salah Satu Model Moderasi Beragama Di Indonesia","authors":"Jon Renis Saragih","doi":"10.35909/visiodei.v5i2.456","DOIUrl":"https://doi.org/10.35909/visiodei.v5i2.456","url":null,"abstract":"Moderasi beragama berkaitan dengan jalan tengah, harmoni dan keseimbangan di antara ekstrem keagamaan yang ada. Jalan tengah yang dimaksud bukan dalam pengertian titik tengah secara matematis, namun merupakan harmoni dan keseimbangan sebagai pilihan yang terbaik. Dalam konteks Indonesia, pergumulan antara agama dan sekularisasi adalah persoalan yang perlu dijawab. Dalam konteks kemajemukan agama, pluralisme dan partikularisme seringkali berada dalam ketegangan dan saling mempersalahkan. Dalam teologi agama-agama, keimanan dan rasionalisasi seringkali menyatakan yang lain sebagai yang salah. Artikel ini akan mengkaji moderasi di antara ekstrem-ekstrem tersebut dengan penghargaan pada posisi masing-masing dan mencoba melampauinya sebagai bentuk moderasi yang kontekstual di Indonesia. Metode penelitian yang dilakukan adalah studi putaka. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model moderasi beragama di Indonesia sesuai dengan ekstrem yang ada. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa moderasi di Indonesia bisa dilakukan dengan mengakomodasi nilai-nilai positif dari ekstrem-ekstrem tersebut. Temuan ini bisa menjawab pergumulan tentang moderasi dalam relasi agama dengan negara dan dalam relasi antar agama.","PeriodicalId":506516,"journal":{"name":"VISIO DEI: JURNAL TEOLOGI KRISTEN","volume":"34 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139176175","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-12-18DOI: 10.35909/visiodei.v5i2.465
Friska Mea, Ermin Alperiana Mosooli, Juan Erwin Pohan
Gereja hingga saat ini masih melarang perceraian dilakukan warganya. Namun faktanya angka perceraian terus naik. Salah satu penyebab perceraian di Indonesia adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di mana korbannya sebagian besar adalah perempuan. Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi perempuan Kristen di salah satu gereja lokal di Sulawesi Tengah tentang perceraian akibat KDRT. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantatif dengan pendekatan survey. Data diambil dengan angket, diukur menggunakan skala Likert dengan pilihan Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju. Data dianalisa dengan analisa deskriptif menggunakan aplikasi SPSS. Dari 30 responden yang berpartisipasi, hasilnya ditemukan bahwa responden memberikan tanggapan rata-rata Setuju untuk pernyataan: 1) tidak ada gunanya mempertahankan pernikahan yang penuh dengan kekerasan; 2) perceraian adalah salah satu jalan keluar untuk mengakhiri KDRT; 3) perceraian merupakan keberanian korban untuk mengakhiri perilaku KDRT; 4) larangan gereja untuk bercerai merupakan salah satu hambatan bagi korban untuk melepaskan diri dari belenggu KDRT. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa apabila dalam menghadapi masalah KDRT gereja hanya bersikeras melarang warganya bercerai tanpa memberikan solusi yang konkrit bagi korban KDRT maka larangan perceraian tidak akan efektif untuk meredam laju kenaikan angka perceraian di kalangan umat Kristen.
{"title":"Persepsi Perempuan Di Jemaat Namaasi Meselesek Tentang Perceraian Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga","authors":"Friska Mea, Ermin Alperiana Mosooli, Juan Erwin Pohan","doi":"10.35909/visiodei.v5i2.465","DOIUrl":"https://doi.org/10.35909/visiodei.v5i2.465","url":null,"abstract":"Gereja hingga saat ini masih melarang perceraian dilakukan warganya. Namun faktanya angka perceraian terus naik. Salah satu penyebab perceraian di Indonesia adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di mana korbannya sebagian besar adalah perempuan. Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi perempuan Kristen di salah satu gereja lokal di Sulawesi Tengah tentang perceraian akibat KDRT. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantatif dengan pendekatan survey. Data diambil dengan angket, diukur menggunakan skala Likert dengan pilihan Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju. Data dianalisa dengan analisa deskriptif menggunakan aplikasi SPSS. Dari 30 responden yang berpartisipasi, hasilnya ditemukan bahwa responden memberikan tanggapan rata-rata Setuju untuk pernyataan: 1) tidak ada gunanya mempertahankan pernikahan yang penuh dengan kekerasan; 2) perceraian adalah salah satu jalan keluar untuk mengakhiri KDRT; 3) perceraian merupakan keberanian korban untuk mengakhiri perilaku KDRT; 4) larangan gereja untuk bercerai merupakan salah satu hambatan bagi korban untuk melepaskan diri dari belenggu KDRT. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa apabila dalam menghadapi masalah KDRT gereja hanya bersikeras melarang warganya bercerai tanpa memberikan solusi yang konkrit bagi korban KDRT maka larangan perceraian tidak akan efektif untuk meredam laju kenaikan angka perceraian di kalangan umat Kristen.","PeriodicalId":506516,"journal":{"name":"VISIO DEI: JURNAL TEOLOGI KRISTEN","volume":"14 4","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139172835","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}