Penelitian ini membahas tradisi berbagi berkat dalam konteks kelahiran dan kematian di Desa Selopuro, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Menggunakan pendekatan komparatif dan metode kualitatif, penelitian ini membandingkan makna filosofis isian nasi berkat pada upacara kelahiran dan kematian. Lokasi penelitian dipilih karena Desa Selopuro menunjukkan keberagaman yang khas dalam isian nasi berkat. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan signifikan dalam isian nasi berkat antara kedua peristiwa tersebut. Pada upacara kelahiran, ditemukan larangan terhadap kehadiran apem, keberadaan kulupan atau urap-urap, sambal goreng yang tidak terlalu pedas, singkong rebus, dan rujak uyub. Sementara pada upacara kematian, ditemukan keberadaan apem dan buceng pungkur. Simbolisme dan filosofi dalam setiap elemen makanan mencerminkan nilai-nilai kehidupan, moralitas, dan persiapan menuju alam setelah mati. Keterkaitan simbol dengan nilai-nilai kehidupan tercermin pada singkong rebus sebagai simbol pekerja keras dan rujak uyub sebagai representasi warna kehidupan. Harmoni dalam ritual kematian tercermin pada penggunaan apem dan buceng pungkur. Penelitian ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang kekayaan budaya dan spiritualitas masyarakat Desa Selopuro. Setiap tradisi makanan tidak hanya menjadi bagian dari warisan budaya tetapi juga menjadi medium untuk menyampaikan pesan moral dan filosofis.
{"title":"Studi Komparasi Makna Filosofi Nasi Berkat dalam Hari Kelahiran Dan Hari Kematian di Desa Selopuro Kabupaten Blitar","authors":"O. Dwi, B. Setyawan","doi":"10.60155/dwk.v3i2.369","DOIUrl":"https://doi.org/10.60155/dwk.v3i2.369","url":null,"abstract":"Penelitian ini membahas tradisi berbagi berkat dalam konteks kelahiran dan kematian di Desa Selopuro, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Menggunakan pendekatan komparatif dan metode kualitatif, penelitian ini membandingkan makna filosofis isian nasi berkat pada upacara kelahiran dan kematian. Lokasi penelitian dipilih karena Desa Selopuro menunjukkan keberagaman yang khas dalam isian nasi berkat. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan signifikan dalam isian nasi berkat antara kedua peristiwa tersebut. Pada upacara kelahiran, ditemukan larangan terhadap kehadiran apem, keberadaan kulupan atau urap-urap, sambal goreng yang tidak terlalu pedas, singkong rebus, dan rujak uyub. Sementara pada upacara kematian, ditemukan keberadaan apem dan buceng pungkur. Simbolisme dan filosofi dalam setiap elemen makanan mencerminkan nilai-nilai kehidupan, moralitas, dan persiapan menuju alam setelah mati. Keterkaitan simbol dengan nilai-nilai kehidupan tercermin pada singkong rebus sebagai simbol pekerja keras dan rujak uyub sebagai representasi warna kehidupan. Harmoni dalam ritual kematian tercermin pada penggunaan apem dan buceng pungkur. Penelitian ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang kekayaan budaya dan spiritualitas masyarakat Desa Selopuro. Setiap tradisi makanan tidak hanya menjadi bagian dari warisan budaya tetapi juga menjadi medium untuk menyampaikan pesan moral dan filosofis.","PeriodicalId":518940,"journal":{"name":"DIWANGKARA: Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra dan Budaya Jawa","volume":"37 13","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140528838","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan pendidikan bukanlah sekadar menciptakan siswa, murid, atau peserta didik yang memiliki kecerdasan dan keterampilan hidup, melainkan juga memiliki akhlak, karakter, dan budi pekerti yang baik. Akan menjadi catatan tersendiri bagi siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi, namun ia tidak mampu berinteraksi dengan baik terhadap orang di sekelilingnya. Oleh karena itu, perlu penanaman budi pekerti di lingkungan sekolah, khususnya pada aspek akhlak kepada sesama, salah satunya melalui pembiasaan berbahasa Jawa krama alus. Bahasa krama alus secara struktur tersusun atas kosakata krama dan krama inggil/ krama andhap. Krama inggil digunakan oleh mitra tutur (02) dan yang dibicarakan (03) sebagai bentuk penghormatan karena perbedaan kedudukan, usia, ataupun karena belum akrab. Kosakata krama andhap digunakan oleh penutur (01) sebagai upaya menghormati orang lain dengan cara merendahkan diri melalui pilihan kata tertentu. Strategi yang dapat diterapkan dalam membiasakan berbahasa krama alus di lingkungan sekolah adalah dengan penerapan metode drill (pengulangan Latihan), penyelenggaraan event rutin berbahasa Jawa (krama alus), serta penerapan prinsip 3M (mulai dari diri, mulai dari hal kecil, dan mulai dari sekarang). Sejumlah faktor yang menentukan keberhasilan program pembiasaan berbahasa krama alus di lingkungan sekolah antara lain komitmen dan keteladanan guru, pemahaman bahasa Jawa yang benar, ketersediaan sumber belajar, dan intensitas penerapan.
教育的目标不仅仅是培养有智力和生活技能的学生、小学生或学习者,还要有良好的道德、品格和操守。值得注意的是,有些学生智力水平很高,但却不能很好地与周围的人交往。因此,有必要在学校环境中培养学生的品格,特别是在待人接物的道德方面,其中之一就是通过爪哇语 krama alus 的习惯化。Krama alus 语言在结构上由 krama 词汇和 krama inggil / krama andhap 组成。Krama inggil 是说话者(03)和说话者(02)之间因地位、年龄不同或不熟悉而表示尊重的一种形式。在学校环境中熟悉 krama alus 语言的策略有:应用操练法(重复练习)、组织爪哇语例行活动(krama alus)和应用 3M 原则(从自我做起、从小事做起、从现在做起)。在学校环境中,决定 krama alus 语言习惯培养计划成功与否的因素包括教师的承诺和表率作用、对爪哇语的正确理解、学习资源的可用性以及应用的强度。
{"title":"Penanaman Budi Pekerti Melalui Pembiasaan Berbahasa Jawa Krama Alus di Lingkungan Sekolah","authors":"E. Gunawan","doi":"10.60155/dwk.v3i2.378","DOIUrl":"https://doi.org/10.60155/dwk.v3i2.378","url":null,"abstract":"Tujuan pendidikan bukanlah sekadar menciptakan siswa, murid, atau peserta didik yang memiliki kecerdasan dan keterampilan hidup, melainkan juga memiliki akhlak, karakter, dan budi pekerti yang baik. Akan menjadi catatan tersendiri bagi siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi, namun ia tidak mampu berinteraksi dengan baik terhadap orang di sekelilingnya. Oleh karena itu, perlu penanaman budi pekerti di lingkungan sekolah, khususnya pada aspek akhlak kepada sesama, salah satunya melalui pembiasaan berbahasa Jawa krama alus.\u0000Bahasa krama alus secara struktur tersusun atas kosakata krama dan krama inggil/ krama andhap. Krama inggil digunakan oleh mitra tutur (02) dan yang dibicarakan (03) sebagai bentuk penghormatan karena perbedaan kedudukan, usia, ataupun karena belum akrab. Kosakata krama andhap digunakan oleh penutur (01) sebagai upaya menghormati orang lain dengan cara merendahkan diri melalui pilihan kata tertentu.\u0000Strategi yang dapat diterapkan dalam membiasakan berbahasa krama alus di lingkungan sekolah adalah dengan penerapan metode drill (pengulangan Latihan), penyelenggaraan event rutin berbahasa Jawa (krama alus), serta penerapan prinsip 3M (mulai dari diri, mulai dari hal kecil, dan mulai dari sekarang). Sejumlah faktor yang menentukan keberhasilan program pembiasaan berbahasa krama alus di lingkungan sekolah antara lain komitmen dan keteladanan guru, pemahaman bahasa Jawa yang benar, ketersediaan sumber belajar, dan intensitas penerapan.\u0000 \u0000 ","PeriodicalId":518940,"journal":{"name":"DIWANGKARA: Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra dan Budaya Jawa","volume":"1394 ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140528868","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}