I Nyoman Suryana, Agustina Ni Made Ayu Darma Pratiwi
Model transportasi terdiri dari berbagai jenis, dari model transportasi tersebut sepeda motor termasuk dalam klasifikasi jenis kendaraan pribadi, tetapi di Indonesia banyak dijumpai sepeda motor yang juga melakukan fungsi sebagai kendaraan umum yaitu mengangkut orang dan memungut biaya yang disepakati. Model transportasi jenis ini terkenal dengan nama ojek. Di era globalisasi saat ini terdapat model aplikasi transportasi online yang cukup menyita perhatian masyarakat yaitu penyedia transportasi berbasis aplikasi online. Adapun nama-namanya yang dikenal dalam masyarakat adalah seperti gojek, grab, dan lain sebagainya. Dalam konsep negara hukum baik eropah continental maupun anglo saxon dikenal adanya unsur perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan adanya persamaan di depan hukum namun mengenai wilayah operasional bagi penyedia jasa transportasi berbasis online belum ada aturan nasional yang mengatur sehingga kerap kali menimbulkan permasalahan hukum antara transportasi yang konvensional dengan transportasi berbasis online.
{"title":"Akibat Hukum Melakukan Diskriminasi Terhadap Penyedia Transortasi Online","authors":"I Nyoman Suryana, Agustina Ni Made Ayu Darma Pratiwi","doi":"10.47532/jirk.v6i2.931","DOIUrl":"https://doi.org/10.47532/jirk.v6i2.931","url":null,"abstract":"Model transportasi terdiri dari berbagai jenis, dari model transportasi tersebut sepeda motor termasuk dalam klasifikasi jenis kendaraan pribadi, tetapi di Indonesia banyak dijumpai sepeda motor yang juga melakukan fungsi sebagai kendaraan umum yaitu mengangkut orang dan memungut biaya yang disepakati. Model transportasi jenis ini terkenal dengan nama ojek. Di era globalisasi saat ini terdapat model aplikasi transportasi online yang cukup menyita perhatian masyarakat yaitu penyedia transportasi berbasis aplikasi online. Adapun nama-namanya yang dikenal dalam masyarakat adalah seperti gojek, grab, dan lain sebagainya. Dalam konsep negara hukum baik eropah continental maupun anglo saxon dikenal adanya unsur perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan adanya persamaan di depan hukum namun mengenai wilayah operasional bagi penyedia jasa transportasi berbasis online belum ada aturan nasional yang mengatur sehingga kerap kali menimbulkan permasalahan hukum antara transportasi yang konvensional dengan transportasi berbasis online.","PeriodicalId":500888,"journal":{"name":"Raad Kertha","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136035631","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
I Ketut Satria Wiradharma Sumertajaya, Ni Putu Ari Setyaningsih
Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisa bagaimana implikasi perubahan Undang-Undang Keolahragaan terhadap kecakapan suporter sebagai subjek hukum dalam pembuatan perjanjian. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif karena fokus kajian berangkat dari kekaburan norma. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (Statute Approach) dan pendekatan konseptual (Conseptual Approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasca perubahan Undang-Undang Keolahragaan memberikan manfaat yang substansial terhadap penyelenggara kejuaraan olahraga salah satunya mengenai pengaturan suporter dalam Undang-Undang Keolahragaan. Keberadaan suporter dalam penyelenggara kejuaraan olahraga berkewajiban untuk mendaftar sebagai anggota organisasi atau badan hukum suporter olahraga. Suporter memiliki kecakapan sebagai subjek hukum dalam pembuatan perjanjian apabila suporter yang didirikan berbentuk badan hukum. Apabila suporter didirikan dalam bentuk organisasi, kecakapannya dalam membuat perjanjian ditentukan berdasarkan pada bentuk organisasi pada saat pendirian.
{"title":"Implikasi Perubahan Undang-Undang Keolahragaan Terhadap Kecakapan Suporter Sebagai Subjek Hukum Dalam Pembuatan Perjanjian","authors":"I Ketut Satria Wiradharma Sumertajaya, Ni Putu Ari Setyaningsih","doi":"10.47532/jirk.v6i2.923","DOIUrl":"https://doi.org/10.47532/jirk.v6i2.923","url":null,"abstract":"Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisa bagaimana implikasi perubahan Undang-Undang Keolahragaan terhadap kecakapan suporter sebagai subjek hukum dalam pembuatan perjanjian. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif karena fokus kajian berangkat dari kekaburan norma. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (Statute Approach) dan pendekatan konseptual (Conseptual Approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasca perubahan Undang-Undang Keolahragaan memberikan manfaat yang substansial terhadap penyelenggara kejuaraan olahraga salah satunya mengenai pengaturan suporter dalam Undang-Undang Keolahragaan. Keberadaan suporter dalam penyelenggara kejuaraan olahraga berkewajiban untuk mendaftar sebagai anggota organisasi atau badan hukum suporter olahraga. Suporter memiliki kecakapan sebagai subjek hukum dalam pembuatan perjanjian apabila suporter yang didirikan berbentuk badan hukum. Apabila suporter didirikan dalam bentuk organisasi, kecakapannya dalam membuat perjanjian ditentukan berdasarkan pada bentuk organisasi pada saat pendirian.","PeriodicalId":500888,"journal":{"name":"Raad Kertha","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136036071","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
I Gede Yuda Sedana Putra, I Nyoman Suandika, I Kadek Dedy Suryana, Komang Edy Dharma Saputra
Di Indonesia peraturan mengenai pertanahan diatur dalam Undang-undang Pkok Agraria yakni Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960. Pada prinsipnya, Undang-Undang Pokok Agraria yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 telah mengatur tentang larangan kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing. Hal tersebut merupakan cerminan dari asas nasionalisme sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (1), yang menyatakan hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. Semangat nasionalisme yang ditegaskan dalam Pasal 21 Ayat (1) tersebut telah memberikan hak penuh bagi Warga Negara Indonesia untuk mengelola bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama Warga Negara Indonesia baik asli maupun keturunan yang dihasilkan dari suatu perkawinan yang sah. Selanjutnya, apabila dikaji lebih mendalam mengenai hal tersebut di atas maka esensi Pasal 21 Ayat (1) dalam Undang-Undang Pokok Agraria tersebut bertujuan untuk menjaga agar tanah tetap menjadi hak milik negara atau Warga Negara Indonesia, karena apabila tanah tersebut dikuasai oleh Orang Asing secara penuh atau dengan waktu yang cenderung lama, maka akan dikhawatirkan kesejahteraan rakyat akan berkurang dalam pengelolaan atas tanah.
{"title":"Kepemilikan Rumah Tunggal Orang Asing Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Pertanahan","authors":"I Gede Yuda Sedana Putra, I Nyoman Suandika, I Kadek Dedy Suryana, Komang Edy Dharma Saputra","doi":"10.47532/jirk.v6i2.929","DOIUrl":"https://doi.org/10.47532/jirk.v6i2.929","url":null,"abstract":"Di Indonesia peraturan mengenai pertanahan diatur dalam Undang-undang Pkok Agraria yakni Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960. Pada prinsipnya, Undang-Undang Pokok Agraria yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 telah mengatur tentang larangan kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing. Hal tersebut merupakan cerminan dari asas nasionalisme sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (1), yang menyatakan hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. Semangat nasionalisme yang ditegaskan dalam Pasal 21 Ayat (1) tersebut telah memberikan hak penuh bagi Warga Negara Indonesia untuk mengelola bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama Warga Negara Indonesia baik asli maupun keturunan yang dihasilkan dari suatu perkawinan yang sah. Selanjutnya, apabila dikaji lebih mendalam mengenai hal tersebut di atas maka esensi Pasal 21 Ayat (1) dalam Undang-Undang Pokok Agraria tersebut bertujuan untuk menjaga agar tanah tetap menjadi hak milik negara atau Warga Negara Indonesia, karena apabila tanah tersebut dikuasai oleh Orang Asing secara penuh atau dengan waktu yang cenderung lama, maka akan dikhawatirkan kesejahteraan rakyat akan berkurang dalam pengelolaan atas tanah.","PeriodicalId":500888,"journal":{"name":"Raad Kertha","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136035630","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tanda tangan digital dapat memberikan jaminan terhadap keamanan dokumen dibandingkan dengan tanda tangan biasa. Penerima pesan elektronik yang dibubuhi tanda tangan digital dapat memeriksa apakah pesan tersebut benar-benar datang dari pengirim yang benar dan apakah pesan itu telah diubah setelah ditandatangani baik secara sengaja atau tidak sengaja dalam hal sistem pembayaran elektronik. Rumusan masalah penelitian ini bagaimana keaslian tanda tangan digital menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dan bagaimana kekuatan hukum tanda tangan digital dalam pembuktian sengketa perdata ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian normatif. Hasil pembahasan dalam penelitian ini sebagai berikut: Perlu dipahami dengan dengan baik oleh praktisi hukum bahwa suatu tanda-tangan elektronik, bukan suatu gambar tanda-tangan yang di- scan kemudian ditempatkan pada suatu dokumen, sehingga suatu dokumen memang terkesan (pada layar monitor computer) sudah ditandatangani. Pengertian tanda-tangan elektronik yang sebenarnya (menurut Undang-Undang ITE) bisa dibuat dengan berbagai cara antara lain dengan sebuah kode digital yang ditempelkan pada pesan yang dikirimkan secara elektronik, yang secara khusus akan memberikan identifikasi khusus dari pengirimnya. Kekuatan beban pembuktian yang melekat dalam digital signature ditinjau dari pembuktian hukum acara perdata memiliki kekuatan beban bukti setingkat dengan akta bawah tangan (ABT), oleh karena itu kekuatan beban bukti yang melekat dalam tanda tangan pada surat elektronik hanya kekuatan pembuktian formil dan pembuktian materil.
{"title":"Kekuatan Hukum Tanda Tangan Digital Dalam Pembuktian Sengketa Perdata Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik","authors":"Ni Made Trisna Dewi, Ni Made Rai Sukardi","doi":"10.47532/jirk.v6i2.927","DOIUrl":"https://doi.org/10.47532/jirk.v6i2.927","url":null,"abstract":"Tanda tangan digital dapat memberikan jaminan terhadap keamanan dokumen dibandingkan dengan tanda tangan biasa. Penerima pesan elektronik yang dibubuhi tanda tangan digital dapat memeriksa apakah pesan tersebut benar-benar datang dari pengirim yang benar dan apakah pesan itu telah diubah setelah ditandatangani baik secara sengaja atau tidak sengaja dalam hal sistem pembayaran elektronik. Rumusan masalah penelitian ini bagaimana keaslian tanda tangan digital menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dan bagaimana kekuatan hukum tanda tangan digital dalam pembuktian sengketa perdata ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian normatif. Hasil pembahasan dalam penelitian ini sebagai berikut: Perlu dipahami dengan dengan baik oleh praktisi hukum bahwa suatu tanda-tangan elektronik, bukan suatu gambar tanda-tangan yang di- scan kemudian ditempatkan pada suatu dokumen, sehingga suatu dokumen memang terkesan (pada layar monitor computer) sudah ditandatangani. Pengertian tanda-tangan elektronik yang sebenarnya (menurut Undang-Undang ITE) bisa dibuat dengan berbagai cara antara lain dengan sebuah kode digital yang ditempelkan pada pesan yang dikirimkan secara elektronik, yang secara khusus akan memberikan identifikasi khusus dari pengirimnya. Kekuatan beban pembuktian yang melekat dalam digital signature ditinjau dari pembuktian hukum acara perdata memiliki kekuatan beban bukti setingkat dengan akta bawah tangan (ABT), oleh karena itu kekuatan beban bukti yang melekat dalam tanda tangan pada surat elektronik hanya kekuatan pembuktian formil dan pembuktian materil.","PeriodicalId":500888,"journal":{"name":"Raad Kertha","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136036070","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan yang tidak memiliki ikatan perkawinan yang sah dengan laki-laki yang telah membenihkan anak di rahimnya, anak tersebut tidak mempunyai kedudukan yang sempurna dimata hukum seperti anak sah pada umumnya. Adapun anak luar kawin merupakan istilah yang merujuk pada Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, yang menyatakan bahwa: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 menyatakan bahwa Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) sepanjang ayat tersebut dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya. Hukum Waris erat hubungannya dengan Hukum Keluarga, karena seluruh masalah mewarisi yang diatur oleh Undang-Undang didasarkan atas hubungan kekeluargaan sedarah karena perkawinan. Hukum Waris sebagai bidang yang erat kaitannya dengan hukum keluarga adalah salah satu contoh klasik dalam kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen (Bhineka Tunggal Ika) yang tidak mungkin untuk dipaksakan agar terjadi unifikasi. Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam jurnal ni ialah dengan menggunakan dasar hukum maupun pendapat para sarjana, hasil dari penelitian antara lain mengenai Anak luar kawin yang tidak diakui tidak akan menimbulkan akibat hukum dalam pewarisan, karena anak luar kawin yang tidak diakui baik oleh ibunya maupun oleh bapaknya tidak dapat mewaris harta peninggalan orang tuanya. Sedangkan anak luar kawin yang diakui sah baik oleh ibunya maupun oleh bapaknya atau oleh kedua-duanya akan menimbulkan akibat hukum dalam pewarisan, pada Pasal 280 KUHPerdata menyebutkan bahwa dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin akan menimbulkan hubungan hukum antara si anak dengan bapak dan ibu yang mengakui serta Anak luar kawin, baik diakui secara sukarela maupun terpaksa termasuk ahli waris ab - intestato golongan pertama karena anak luar kawin merupakan anak dari pewaris, walaupun dengan jalan pengakuan. Akan tetapi, kedudukan anak luar kawin tidaklah sama dengan kedudukan anak sah dalam pewarisan karena anak sah dapat mewaris harta peninggalan orang tuanya tanpa memperdulikan adanya ahli waris ab - intestato golongan berikutnya
私生子是由一个没有合法婚姻关系的女人所生的孩子,她与一个在她子宫里养育孩子的男人没有合法的婚姻关系,这个孩子在法律上没有任何地位,就像任何合法子女一样。至于非婚生子女,这个词指的是第43节(1)婚姻法,其中规定:非婚生子女只能与母亲和母亲的家庭有私人关系。宪法法院通过判决2010年46号/ PUU-VIII指出,第43(1)节章婚姻法案违背了国家基本法律条件地自1945年印度尼西亚共和国(conditionally unconstitutional)纵观由经文消除民事关系的人可以证明根据科学和技术工具和/或其他证据依法作为父亲有血缘关系。继承法与家庭法是密切相关的,因为整个继承法都是建立在乱伦和婚姻关系的基础上的。继承法是与家庭法密切相关的一个典型例子,它是印尼社会的异质(单一的多样性),不可能强制统一。至于研究类型ni是用日志中使用的法律依据和学者的意见,研究的结果以外的孩子之间的交配不承认会引起法律后果的继承权,因为外面的交配不承认好孩子由母亲和父亲不能mewaris父母的遗产宝藏。而外面交配合法公认的好孩子都由由父亲或母亲会引起法律后果继承,在280 KUHPerdata章提到与外部的认可对一个孩子进行交配会引起法律之间的关系孩子的父亲和母亲承认和交配外,由于非婚生子女是继承人,即使以忏悔的方式。然而,非婚生子女的地位与合法继承人的地位是不一样的,因为合法子女可以在不考虑继承人ab - b - b的情况下继承父母的遗产
{"title":"Implementasi Pasal 280 Kitab Undang Undang Hukum Perdata Atas Hak Waris Anak Luar Kawin","authors":"I Kadek Adi Surya","doi":"10.47532/jirk.v6i2.924","DOIUrl":"https://doi.org/10.47532/jirk.v6i2.924","url":null,"abstract":"Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan yang tidak memiliki ikatan perkawinan yang sah dengan laki-laki yang telah membenihkan anak di rahimnya, anak tersebut tidak mempunyai kedudukan yang sempurna dimata hukum seperti anak sah pada umumnya. Adapun anak luar kawin merupakan istilah yang merujuk pada Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, yang menyatakan bahwa: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 menyatakan bahwa Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) sepanjang ayat tersebut dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya. Hukum Waris erat hubungannya dengan Hukum Keluarga, karena seluruh masalah mewarisi yang diatur oleh Undang-Undang didasarkan atas hubungan kekeluargaan sedarah karena perkawinan. Hukum Waris sebagai bidang yang erat kaitannya dengan hukum keluarga adalah salah satu contoh klasik dalam kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen (Bhineka Tunggal Ika) yang tidak mungkin untuk dipaksakan agar terjadi unifikasi. Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam jurnal ni ialah dengan menggunakan dasar hukum maupun pendapat para sarjana, hasil dari penelitian antara lain mengenai Anak luar kawin yang tidak diakui tidak akan menimbulkan akibat hukum dalam pewarisan, karena anak luar kawin yang tidak diakui baik oleh ibunya maupun oleh bapaknya tidak dapat mewaris harta peninggalan orang tuanya. Sedangkan anak luar kawin yang diakui sah baik oleh ibunya maupun oleh bapaknya atau oleh kedua-duanya akan menimbulkan akibat hukum dalam pewarisan, pada Pasal 280 KUHPerdata menyebutkan bahwa dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin akan menimbulkan hubungan hukum antara si anak dengan bapak dan ibu yang mengakui serta Anak luar kawin, baik diakui secara sukarela maupun terpaksa termasuk ahli waris ab - intestato golongan pertama karena anak luar kawin merupakan anak dari pewaris, walaupun dengan jalan pengakuan. Akan tetapi, kedudukan anak luar kawin tidaklah sama dengan kedudukan anak sah dalam pewarisan karena anak sah dapat mewaris harta peninggalan orang tuanya tanpa memperdulikan adanya ahli waris ab - intestato golongan berikutnya","PeriodicalId":500888,"journal":{"name":"Raad Kertha","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136036072","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Anak Agung Gede Agung Indra Prathama, I Gede Mahatma Yogiswara Winatha, Ni Made Novi Maharani, Ni Wayan Devi Muliyanti
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji serta mejelaskan upaya kepolisian untuk upaya mencegah serta menindak bentuk dari pelanggaran Undang- Undang Tentang Hak Cipta Nomor (28 Tahun 2014). Karena kurangnya sosialisasi dan kurangnya keseriusan dari pihak pemerintah, upaya pencegahan pembajakan saat ini tidak efektif. Namun, sejumlah perompak secara aktif di sosialisasikann, dikendalikan, dan dimusnahkan oleh polisi, yang juga mengambil bentuk tindakan dan juga diperlukan. Sesuai adanya peraturan Undang-Undang Nomor (28 Tahun 2014) tentang Hak Cipta, penyidikam terhadap/pihak pihak kepolisian termasuk dari pengaduan serta banyaknya juga pihak yang merasaq rugi/dirugikan. Yang diperbuat/dilakukan oleh banyak pihak pemerintalmelalui bentuk dari penegak hukum yaitu pihak kepolisian , sebagaimana tercantum dalam Pasal 120 tentang delik aduan. Jenis penelitian ini bersifat empiris dan menggunakan metode penelitian sosiologis dan hukum. Hal itu dilakukan secara langsung dengan mengumpulkan data dari pencegahan dan juga bari penindakan pihak kepolisian berdasarkan nomor “UU Hak Cipta”. Nomor (28 Tahun 2014). Penulis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk menganalisis data, khususnya berupa uraian-uraian yang tersusun rapi, efektif logis, runtut.
{"title":"Pencegahan Dan Penindakan Pembajakan Film Berdasarkan Peraturan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta","authors":"Anak Agung Gede Agung Indra Prathama, I Gede Mahatma Yogiswara Winatha, Ni Made Novi Maharani, Ni Wayan Devi Muliyanti","doi":"10.47532/jirk.v6i2.925","DOIUrl":"https://doi.org/10.47532/jirk.v6i2.925","url":null,"abstract":"Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji serta mejelaskan upaya kepolisian untuk upaya mencegah serta menindak bentuk dari pelanggaran Undang- Undang Tentang Hak Cipta Nomor (28 Tahun 2014). Karena kurangnya sosialisasi dan kurangnya keseriusan dari pihak pemerintah, upaya pencegahan pembajakan saat ini tidak efektif. Namun, sejumlah perompak secara aktif di sosialisasikann, dikendalikan, dan dimusnahkan oleh polisi, yang juga mengambil bentuk tindakan dan juga diperlukan. Sesuai adanya peraturan Undang-Undang Nomor (28 Tahun 2014) tentang Hak Cipta, penyidikam terhadap/pihak pihak kepolisian termasuk dari pengaduan serta banyaknya juga pihak yang merasaq rugi/dirugikan. Yang diperbuat/dilakukan oleh banyak pihak pemerintalmelalui bentuk dari penegak hukum yaitu pihak kepolisian , sebagaimana tercantum dalam Pasal 120 tentang delik aduan. Jenis penelitian ini bersifat empiris dan menggunakan metode penelitian sosiologis dan hukum. Hal itu dilakukan secara langsung dengan mengumpulkan data dari pencegahan dan juga bari penindakan pihak kepolisian berdasarkan nomor “UU Hak Cipta”. Nomor (28 Tahun 2014). Penulis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk menganalisis data, khususnya berupa uraian-uraian yang tersusun rapi, efektif logis, runtut.","PeriodicalId":500888,"journal":{"name":"Raad Kertha","volume":"105 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136036074","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
I PUTU ANDIKA PRATAMA, Ni Luh Gede Putri Laksmi Brata, Ni Ketut Putri Sri Ayu Lestari
Tiktok merupakan salah satu aplikasi yang paling terpopuler dan diminati di dunia, Tiktok ini mengambil lagu yang telah terpotong secara otomatis, yang dibuat menarik dengan suara dan gaya yang lucu, kemudian lagu tersebut dapat dibagikan oleh orang lain dengan gayanya masing-masing. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : (1) Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pemilik lagu yang lagunya digunakan tanpa izin dan (2)Apa akibat hukum dari pengguna aplikasi TikTok yang menggunakan lagu tanpa izin.Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan pendekatan perundang-undangan.Hasil dari penelitian ini yaitu, pertama pada aplikasi Tiktok sendiri sudah terdapat Term of Services atau syarat penggunaan yang berhubungan dengan konten yang diunggah pada aplikasi yang terdapat pada UserGenerated Content. Kedua terkait dengan penggunaan lagu tanpa izin yang diunggah oleh pengguna aplikasi Tiktok dapat digugat oleh pihak pemegang hak cipta, karena lagu yang diunggah oleh pengguna aplikasi Tiktok menjadi terpotong Pada aplikasi tiktok sendiri telah terdapat Ketentuan Layanan yang terdapat pada bagian Konten Buatan Pengguna.
{"title":"Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Pencipta Lagu Yang Lagunya Digunakan Tanpa Izin Di Aplikasi Tiktok","authors":"I PUTU ANDIKA PRATAMA, Ni Luh Gede Putri Laksmi Brata, Ni Ketut Putri Sri Ayu Lestari","doi":"10.47532/jirk.v6i2.766","DOIUrl":"https://doi.org/10.47532/jirk.v6i2.766","url":null,"abstract":"Tiktok merupakan salah satu aplikasi yang paling terpopuler dan diminati di dunia, Tiktok ini mengambil lagu yang telah terpotong secara otomatis, yang dibuat menarik dengan suara dan gaya yang lucu, kemudian lagu tersebut dapat dibagikan oleh orang lain dengan gayanya masing-masing. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : (1) Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pemilik lagu yang lagunya digunakan tanpa izin dan (2)Apa akibat hukum dari pengguna aplikasi TikTok yang menggunakan lagu tanpa izin.Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan pendekatan perundang-undangan.Hasil dari penelitian ini yaitu, pertama pada aplikasi Tiktok sendiri sudah terdapat Term of Services atau syarat penggunaan yang berhubungan dengan konten yang diunggah pada aplikasi yang terdapat pada UserGenerated Content. Kedua terkait dengan penggunaan lagu tanpa izin yang diunggah oleh pengguna aplikasi Tiktok dapat digugat oleh pihak pemegang hak cipta, karena lagu yang diunggah oleh pengguna aplikasi Tiktok menjadi terpotong Pada aplikasi tiktok sendiri telah terdapat Ketentuan Layanan yang terdapat pada bagian Konten Buatan Pengguna.","PeriodicalId":500888,"journal":{"name":"Raad Kertha","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136036073","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ni Putu Yuliana Kemalasari, I Putu Harry Suandana Putra
Hilangnya bagian tubuh pasien akibat kelalian tenaga medis berdampak pada kecacatan yang disengaja, sehingga membutuhkan kepastian hukum kepada pasien yang dapat diperoleh dengan meminta pertanggungjawaban hukum baik secara pidana maupun perdata kepada tenaga medis akibat kelalaiannya tersebut. Pentingnya pertanggungjawaban hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum kepada pasien sebagai korban atas tindak kelalaian dari tenaga medis sehingga mengakibatkan kecacatan permanen. Untuk menjawab permasalahan tersebut metode penelitian hukum yang dipergunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang diangkat. Pertanggungjawaban hukum akibat kelalian dari tenaga medis yang menyababkan kecacatan permanen pada pasien dapat mengacu kepada ketentuan Pasal 1371 ayat (1) KUHPerdata dan/atau Pasal 46 Undang- Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit jo Pasal 190 ayat (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. kecacatan permanen pasien yang diakibatkan hilangnya anggota tubuh pasien akibat kelalaian dari tenaga medis umum disebut dengan malpraktek. Malpraktek adalah kesalahan atau kelalaian yang disengaja atau tidak dengan sengaja oleh tenaga medis yang menimbulkan kerugian pada kesehatan atau keselamatan dari pasien sebagai korban. Bahwa dapat disimpulkan pertanggungjawban hukum yang dapat dijatuhkan kepada tenaga medis akibat kelalaiannya dapat dimintakan pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata.
{"title":"Hilangnya Bagian Tubuh Pasien Yang Mengakibatkan Kecacatan Permanen Akibat Kelalaian Medis Dalam Aspek Pertanggungjawaban Hukum","authors":"Ni Putu Yuliana Kemalasari, I Putu Harry Suandana Putra","doi":"10.47532/jirk.v6i2.928","DOIUrl":"https://doi.org/10.47532/jirk.v6i2.928","url":null,"abstract":"Hilangnya bagian tubuh pasien akibat kelalian tenaga medis berdampak pada kecacatan yang disengaja, sehingga membutuhkan kepastian hukum kepada pasien yang dapat diperoleh dengan meminta pertanggungjawaban hukum baik secara pidana maupun perdata kepada tenaga medis akibat kelalaiannya tersebut. Pentingnya pertanggungjawaban hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum kepada pasien sebagai korban atas tindak kelalaian dari tenaga medis sehingga mengakibatkan kecacatan permanen. Untuk menjawab permasalahan tersebut metode penelitian hukum yang dipergunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang diangkat. Pertanggungjawaban hukum akibat kelalian dari tenaga medis yang menyababkan kecacatan permanen pada pasien dapat mengacu kepada ketentuan Pasal 1371 ayat (1) KUHPerdata dan/atau Pasal 46 Undang- Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit jo Pasal 190 ayat (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. kecacatan permanen pasien yang diakibatkan hilangnya anggota tubuh pasien akibat kelalaian dari tenaga medis umum disebut dengan malpraktek. Malpraktek adalah kesalahan atau kelalaian yang disengaja atau tidak dengan sengaja oleh tenaga medis yang menimbulkan kerugian pada kesehatan atau keselamatan dari pasien sebagai korban. Bahwa dapat disimpulkan pertanggungjawban hukum yang dapat dijatuhkan kepada tenaga medis akibat kelalaiannya dapat dimintakan pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata.","PeriodicalId":500888,"journal":{"name":"Raad Kertha","volume":"63 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136035812","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi mencakup masalah sistem yang mengumpulkan, menyimpan, memproses, memproduksi dan mengirimkan informasi dari dan ke industri ataupun masyarakat secara efektif dan cepat Demikian juga dengan Indonesia, dimana penggunaan teknologi informasi berkembang dengan sangat cepat dan semakin penting artinya bagi masyarakat. Pemanfaatannya pun telah semakin meluas sehingga memasuki hampir semua segi kehidupan. Dengan kemudahan adanya media sosial masyarakat juga bebas berekspresi dan mengeluarkan pendapat, tapi kebebasan ini tetap harus menjaga kenyamanan orang lain dan menjaga etika berbahasa dan berprilaku dalam berinteraksi melalui media sosial. Hal ini memicu adanya dampak negatif yang timbul dari manfaat media sosial. Sehingga sering terjadi tuduhan pencemaran nama baik atau penghinaan, karena kurang berhati-hati dalam berinteraksi melalui media sosial. Dalam kasus pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media elektronik tidak hanya dapat diselesaikan berdasar Undang-Undang ITE atau melalui pengadilan melainkan bisa juga diselesaikan dengan perdamaian melalui Alternative Penyelesaian Sengketa atau nonlitigasi. Karena tindak pidana pencemaran nama baik merupakan delik aduan yang dapat dicabut oleh pihak pelapor, dimana proses penyeselaiannya dilakukan oleh kedua belah pihak dengan cara yang dipilihnya yang kemudian mencabut laporannya di kepolisian dan membuat surat pernyataan perjanjian perdamaian serta mengenai hambatan hambatan yang mempengaruhi penyelesaian hukum kasus pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media elektronik secara perdamaian terdapat beberapa faktor diantaranya, yang pertama faktor kepentingan, kedua hak dan yang ketiga kekuasaan, kemudian faktor-faktor yamg mendorong penyelesaian secara perdamaian adalah karena pihak itu sendiri sadar dan datang untuk meminta maaf, kemudian di karenakan para pihak yang bersangkutan masih ada dalam hubungan keluarga, teman, pacar ataupun mantan pacar. Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum diantaranya faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, masyarakat serta kebudayaan. Upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang penggunaan media elektronik yang baik dan mencegah hal-hal yang dapat menimbulkan masalah serta disalah gunakan oleh pihak-pihak lain mengenai pelanggaran Undang Undang.
{"title":"Penegakan Hukum Terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Serta Dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Entang Arbitase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Khususnya Dalam Pencemaran Nama Baik Yang Dilakukan Melalui Media Elektronik","authors":"I Kadek Adi Surya","doi":"10.47532/jirk.v6i1.822","DOIUrl":"https://doi.org/10.47532/jirk.v6i1.822","url":null,"abstract":"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi mencakup masalah sistem yang mengumpulkan, menyimpan, memproses, memproduksi dan mengirimkan informasi dari dan ke industri ataupun masyarakat secara efektif dan cepat Demikian juga dengan Indonesia, dimana penggunaan teknologi informasi berkembang dengan sangat cepat dan semakin penting artinya bagi masyarakat. Pemanfaatannya pun telah semakin meluas sehingga memasuki hampir semua segi kehidupan. Dengan kemudahan adanya media sosial masyarakat juga bebas berekspresi dan mengeluarkan pendapat, tapi kebebasan ini tetap harus menjaga kenyamanan orang lain dan menjaga etika berbahasa dan berprilaku dalam berinteraksi melalui media sosial. Hal ini memicu adanya dampak negatif yang timbul dari manfaat media sosial. Sehingga sering terjadi tuduhan pencemaran nama baik atau penghinaan, karena kurang berhati-hati dalam berinteraksi melalui media sosial. Dalam kasus pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media elektronik tidak hanya dapat diselesaikan berdasar Undang-Undang ITE atau melalui pengadilan melainkan bisa juga diselesaikan dengan perdamaian melalui Alternative Penyelesaian Sengketa atau nonlitigasi. Karena tindak pidana pencemaran nama baik merupakan delik aduan yang dapat dicabut oleh pihak pelapor, dimana proses penyeselaiannya dilakukan oleh kedua belah pihak dengan cara yang dipilihnya yang kemudian mencabut laporannya di kepolisian dan membuat surat pernyataan perjanjian perdamaian serta mengenai hambatan hambatan yang mempengaruhi penyelesaian hukum kasus pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media elektronik secara perdamaian terdapat beberapa faktor diantaranya, yang pertama faktor kepentingan, kedua hak dan yang ketiga kekuasaan, kemudian faktor-faktor yamg mendorong penyelesaian secara perdamaian adalah karena pihak itu sendiri sadar dan datang untuk meminta maaf, kemudian di karenakan para pihak yang bersangkutan masih ada dalam hubungan keluarga, teman, pacar ataupun mantan pacar. Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum diantaranya faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, masyarakat serta kebudayaan. Upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang penggunaan media elektronik yang baik dan mencegah hal-hal yang dapat menimbulkan masalah serta disalah gunakan oleh pihak-pihak lain mengenai pelanggaran Undang Undang.","PeriodicalId":500888,"journal":{"name":"Raad Kertha","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-02-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"135946304","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}