首页 > 最新文献

Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah最新文献

英文 中文
APPLICATION OF THE PRINCIPLE OF JUSTICE IN NON-ADJUDICATIVE SETTLEMENT OF BANKING DISPUTES FROM THE PERSPECTIVE OF ISLAMIC LAW 从伊斯兰法的角度看公正原则在非诉讼解决银行业纠纷中的应用
Pub Date : 2024-07-09 DOI: 10.18860/j.v15i1.25411
Ummi Maskanah, Mohd Zakhiri Md Nor, Aji Mulyana
Improving Indonesia's economy is crucial for overcoming poverty, especially post-Covid-19, which caused many business closures. The government introduced the People's Business Credit (KUR) programme to support MSMEs, though some programmes face bad debt issues. In West Bandung Regency, MSMEs use the programme extensively for economic recovery. This research examines whether the Non-Adjudication Settlement model between MSME actors and Islamic banks upholds principles of justice. Using normative and empirical juridical methods, the study incorporates primary, secondary, and tertiary legal materials, along with interviews with MSME actors and KUR-issuing banks. Dispute resolution for problem credits can occur through adjudication (court) or non-adjudication (out-of-court). Islamic banks integrate values from Islamic teachings, encompassing law, morality, and social procedures. For KUR bad credit disputes, Islamic banks are mandated to select processes aligning with Islamic values of truth, justice, and compassion. The non-litigation settlement model is found to reflect Islamic and Indonesian societal values, emphasizing deliberation for consensus and justice. The contribution of this research is to provide an understanding of the effectiveness of the non-adjudication settlement model in handling bad credit in the KUR program, aligning with Islamic values and reflecting Indonesian values. This model can serve as a fairer and more efficient dispute resolution alternative for MSMEs and Islamic banks in Indonesia. Meningkatkan ekonomi Indonesia menjadi sangat penting untuk mengatasi kemiskinan, terutama pasca-Covid-19 yang menyebabkan banyak bisnis tutup. Pemerintah memperkenalkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mendukung UMKM, meskipun beberapa program menghadapi masalah kredit macet. Di Kabupaten Bandung Barat, UMKM menggunakan program ini secara luas untuk pemulihan ekonomi. Penelitian ini mengkaji apakah model Penyelesaian Non-Adjudikasi antara pelaku UMKM dan bank syariah menjunjung prinsip-prinsip keadilan. Dengan menggunakan metode yuridis normatif dan empiris, studi ini melibatkan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta wawancara dengan pelaku UMKM dan bank penerbit KUR. Penyelesaian sengketa untuk kredit bermasalah dapat dilakukan melalui adjudikasi (pengadilan) atau non-adjudikasi (di luar pengadilan). Bank syariah mengintegrasikan nilai-nilai dari ajaran Islam, yang mencakup hukum, moralitas, dan prosedur sosial. Untuk sengketa kredit macet KUR, bank syariah diwajibkan memilih proses yang sesuai dengan nilai-nilai Islam tentang kebenaran, keadilan, dan kasih sayang. Model penyelesaian non-litigasi ditemukan mencerminkan nilai-nilai Islam dan nilai-nilai masyarakat Indonesia, menekankan musyawarah untuk mufakat dan prinsip keadilan. Kontribusi penelitian ini adalah memberikan pemahaman tentang efektivitas model penyelesaian non-adjudikasi dalam menangani kredit macet dalam program KUR, yang sesuai dengan nilai-nilai Islam
改善印尼的经济是消除贫困的关键,尤其是在导致许多企业倒闭的 COVID-19 事件之后。政府推出了 "人民商业信贷(KUR)"计划来支持中小微企业,但有些计划面临坏账问题。在西万隆地区,中小微企业广泛利用该计划来恢复经济。本研究探讨了微小中型企业与伊斯兰银行之间的非裁决清偿模式是否坚持了公正原则。本研究采用规范和实证的司法方法,纳入了第一手、第二手和第三手法律资料,并对中小微企业参与者和 KUR 发行银行进行了访谈。问题信贷的争议解决可以通过裁决(法庭)或非裁决(庭外)进行。伊斯兰银行融合了伊斯兰教义的价值观,包括法律、道德和社会程序。对于库尔勒市的不良信贷纠纷,伊斯兰银行必须选择符合伊斯兰教真理、正义和同情价值观的程序。非诉讼解决模式反映了伊斯兰教和印度尼西亚的社会价值观,强调通过协商达成共识和正义。本研究的贡献在于让人们了解非诉讼解决模式在处理库拉索地区难民计划中的不良信贷方面的有效性,它符合伊斯兰价值观并反映了印度尼西亚的价值观。该模式可为印尼的中小微企业和伊斯兰银行提供更公平、更高效的争议解决替代方案。 改善印尼经济对解决贫困问题至关重要,尤其是在 "科维德-19 "事件后,许多企业纷纷倒闭。政府推出了 Kredit Usaha Rakyat(KUR)计划来支持中小微企业,但有些计划面临坏账问题。在万隆巴拉省,中小微企业广泛利用该计划恢复经济。本研究探讨了微小中型企业行为者与伊斯兰银行之间的非裁决清偿模式是否坚持了正义原则。本研究采用规范法学和实证法学方法,涉及第一手、第二手和第三手法律资料,以及对中小微企业参与者和 KUR 发行银行的访谈。不良贷款的争议解决可以通过裁决(法庭)或非裁决(庭外)的方式进行。伊斯兰银行融合了伊斯兰教义的价值观,其中包括法律、道德和社会程序。对于库尔勒市的坏账纠纷,伊斯兰银行必须选择符合伊斯兰教真理、正义和同情价值观的程序。研究发现,非诉讼解决模式反映了伊斯兰价值观和印尼社会价值观,强调通过协商达成共识和正义原则。本研究的贡献在于让人们了解非诉讼清偿模式在处理库拉索计划坏账方面的有效性,这种模式符合伊斯兰价值观,也反映了印度尼西亚的价值观。对于印度尼西亚的中小微企业行为者和伊斯兰银行来说,这种模式可以成为解决争端的一种更公平、更有效的替代方式。
{"title":"APPLICATION OF THE PRINCIPLE OF JUSTICE IN NON-ADJUDICATIVE SETTLEMENT OF BANKING DISPUTES FROM THE PERSPECTIVE OF ISLAMIC LAW","authors":"Ummi Maskanah, Mohd Zakhiri Md Nor, Aji Mulyana","doi":"10.18860/j.v15i1.25411","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/j.v15i1.25411","url":null,"abstract":"Improving Indonesia's economy is crucial for overcoming poverty, especially post-Covid-19, which caused many business closures. The government introduced the People's Business Credit (KUR) programme to support MSMEs, though some programmes face bad debt issues. In West Bandung Regency, MSMEs use the programme extensively for economic recovery. This research examines whether the Non-Adjudication Settlement model between MSME actors and Islamic banks upholds principles of justice. Using normative and empirical juridical methods, the study incorporates primary, secondary, and tertiary legal materials, along with interviews with MSME actors and KUR-issuing banks. Dispute resolution for problem credits can occur through adjudication (court) or non-adjudication (out-of-court). Islamic banks integrate values from Islamic teachings, encompassing law, morality, and social procedures. For KUR bad credit disputes, Islamic banks are mandated to select processes aligning with Islamic values of truth, justice, and compassion. The non-litigation settlement model is found to reflect Islamic and Indonesian societal values, emphasizing deliberation for consensus and justice. The contribution of this research is to provide an understanding of the effectiveness of the non-adjudication settlement model in handling bad credit in the KUR program, aligning with Islamic values and reflecting Indonesian values. This model can serve as a fairer and more efficient dispute resolution alternative for MSMEs and Islamic banks in Indonesia. \u0000 \u0000Meningkatkan ekonomi Indonesia menjadi sangat penting untuk mengatasi kemiskinan, terutama pasca-Covid-19 yang menyebabkan banyak bisnis tutup. Pemerintah memperkenalkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mendukung UMKM, meskipun beberapa program menghadapi masalah kredit macet. Di Kabupaten Bandung Barat, UMKM menggunakan program ini secara luas untuk pemulihan ekonomi. Penelitian ini mengkaji apakah model Penyelesaian Non-Adjudikasi antara pelaku UMKM dan bank syariah menjunjung prinsip-prinsip keadilan. Dengan menggunakan metode yuridis normatif dan empiris, studi ini melibatkan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta wawancara dengan pelaku UMKM dan bank penerbit KUR. Penyelesaian sengketa untuk kredit bermasalah dapat dilakukan melalui adjudikasi (pengadilan) atau non-adjudikasi (di luar pengadilan). Bank syariah mengintegrasikan nilai-nilai dari ajaran Islam, yang mencakup hukum, moralitas, dan prosedur sosial. Untuk sengketa kredit macet KUR, bank syariah diwajibkan memilih proses yang sesuai dengan nilai-nilai Islam tentang kebenaran, keadilan, dan kasih sayang. Model penyelesaian non-litigasi ditemukan mencerminkan nilai-nilai Islam dan nilai-nilai masyarakat Indonesia, menekankan musyawarah untuk mufakat dan prinsip keadilan. Kontribusi penelitian ini adalah memberikan pemahaman tentang efektivitas model penyelesaian non-adjudikasi dalam menangani kredit macet dalam program KUR, yang sesuai dengan nilai-nilai Islam ","PeriodicalId":516669,"journal":{"name":"Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah","volume":"122 37","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141666380","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
HALAL REGULATION AND CERTIFICATION IN THE CATERING BUSINESS: A Critical Review of Consumer Protection 餐饮业的清真管理和认证:对消费者保护的严格审查
Pub Date : 2024-07-09 DOI: 10.18860/j.v15i1.26988
Rohmah Maulidia, Khusniati Rofi'ah, Lukman Santoso
Halal certification in catering businesses still faces various regulatory and implementation problems, which impact the lack of consumer protection rights. This article explores the implications of halal regulation and certification in the catering business for consumer protection and how the catering business sector is ready to respond to halal certification. The research method used is juridical sociological research, with an empirical approach and critical analysis of relevant literature, including legal regulations and halal certification standards, as well as case studies of catering business practices in Ponorogo. The results show that proper understanding and implementation of halal regulations and certification contribute significantly to consumer protection by creating trust, ensuring information transparency, and improving the quality and safety of the food provided. This research provides a deep insight into the relationship between halal regulation and consumer protection in the context of the catering business. It highlights the importance of legal awareness and appropriate practices for business actors, thereby supporting the success of halal certification programs in the food business sector, including catering. Sertifikasi halal pada usaha catering masih menghadapi beragam problem regulasi dan implementasi, sehingga berdampak pada minimnya hak perlindungan bagi konsumen. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi implikasi regulasi dan sertifikasi halal dalam bisnis katering terhadap perlindungan konsumen serta bagaimana kesiapan sektor usaha katering dalam menyikapi sertifikasi halal tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis sosiologis, dengan pendekatan empiris dan analisis kritis terhadap literatur yang relevan, termasuk peraturan hukum dan standar sertifikasi halal, serta studi kasus dari praktek bisnis katering di Ponorogo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman dan implementasi yang tepat terhadap regulasi dan sertifikasi halal berkontribusi secara signifikan terhadap perlindungan konsumen, dengan menciptakan kepercayaan, memastikan transparansi informasi, dan meningkatkan kualitas serta keamanan makanan yang disediakan. Kontribusi penelitian ini adalah memberikan wawasan yang mendalam tentang hubungan antara regulasi halal dan perlindungan konsumen dalam konteks bisnis katering, serta menyoroti pentingnya kesadaran hukum dan praktik yang sesuai bagi para pelaku bisnis. Sehingga menunjang keberhasilan program sertifikasi halal pada sektor bisnis makanan, termasuk katering.
餐饮业的清真认证仍然面临着各种监管和实施问题,影响着消费者权益保护的缺失。本文探讨了餐饮业清真监管和认证对消费者权益保护的影响,以及餐饮业如何应对清真认证。采用的研究方法是法学社会学研究,通过实证方法和对相关文献(包括法律法规和清真认证标准)的批判性分析,以及对波诺罗戈餐饮业实践的案例研究。研究结果表明,正确理解和执行清真法规和认证,通过建立信任、确保信息透明、提高所提供食品的质量和安全,极大地促进了对消费者的保护。这项研究深入探讨了餐饮业清真法规与消费者保护之间的关系。它强调了企业行为者法律意识和适当做法的重要性,从而支持包括餐饮业在内的食品企业部门的清真认证计划取得成功。 餐饮业的清真认证仍然面临各种监管和实施问题,导致消费者缺乏保护权。本文旨在探讨餐饮业清真法规和认证对消费者权益保护的影响,以及餐饮业准备如何应对清真认证。采用的研究方法是法学社会学研究,通过实证方法和对相关文献(包括法律法规和清真认证标准)的批判性分析,以及对波诺罗戈餐饮业实践的案例研究。研究结果表明,正确理解和执行清真法规和认证,通过建立信任、确保信息透明、提高所提供食品的质量和安全,极大地促进了对消费者的保护。这项研究的贡献在于,它深入揭示了在餐饮业背景下清真法规与消费者保护之间的关系,并强调了企业行为者法律意识和适当做法的重要性。从而支持包括餐饮业在内的食品企业部门的清真认证计划取得成功。
{"title":"HALAL REGULATION AND CERTIFICATION IN THE CATERING BUSINESS: A Critical Review of Consumer Protection","authors":"Rohmah Maulidia, Khusniati Rofi'ah, Lukman Santoso","doi":"10.18860/j.v15i1.26988","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/j.v15i1.26988","url":null,"abstract":"Halal certification in catering businesses still faces various regulatory and implementation problems, which impact the lack of consumer protection rights. This article explores the implications of halal regulation and certification in the catering business for consumer protection and how the catering business sector is ready to respond to halal certification. The research method used is juridical sociological research, with an empirical approach and critical analysis of relevant literature, including legal regulations and halal certification standards, as well as case studies of catering business practices in Ponorogo. The results show that proper understanding and implementation of halal regulations and certification contribute significantly to consumer protection by creating trust, ensuring information transparency, and improving the quality and safety of the food provided. This research provides a deep insight into the relationship between halal regulation and consumer protection in the context of the catering business. It highlights the importance of legal awareness and appropriate practices for business actors, thereby supporting the success of halal certification programs in the food business sector, including catering. \u0000 \u0000Sertifikasi halal pada usaha catering masih menghadapi beragam problem regulasi dan implementasi, sehingga berdampak pada minimnya hak perlindungan bagi konsumen. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi implikasi regulasi dan sertifikasi halal dalam bisnis katering terhadap perlindungan konsumen serta bagaimana kesiapan sektor usaha katering dalam menyikapi sertifikasi halal tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis sosiologis, dengan pendekatan empiris dan analisis kritis terhadap literatur yang relevan, termasuk peraturan hukum dan standar sertifikasi halal, serta studi kasus dari praktek bisnis katering di Ponorogo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman dan implementasi yang tepat terhadap regulasi dan sertifikasi halal berkontribusi secara signifikan terhadap perlindungan konsumen, dengan menciptakan kepercayaan, memastikan transparansi informasi, dan meningkatkan kualitas serta keamanan makanan yang disediakan. Kontribusi penelitian ini adalah memberikan wawasan yang mendalam tentang hubungan antara regulasi halal dan perlindungan konsumen dalam konteks bisnis katering, serta menyoroti pentingnya kesadaran hukum dan praktik yang sesuai bagi para pelaku bisnis. Sehingga menunjang keberhasilan program sertifikasi halal pada sektor bisnis makanan, termasuk katering.","PeriodicalId":516669,"journal":{"name":"Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah","volume":"123 28","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141666496","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
THE IMPACT OF THE LIQUIDATION OF THE QUASI-JUDICIAL INSTITUTION OF THE CONSUMER DISPUTE RESOLUTION BODY ON CONSUMERS’ ACCESS TO JUSTICE AND ITS REORGANISATION EFFORTS FROM THE PERSPECTIVE OF SIYASAH SYAR’IYAH 从 Siyasah syar'iyah 的角度看消费者争议解决机构准司法机构的清算对消费者诉诸司法的影响及其重组工作
Pub Date : 2024-07-09 DOI: 10.18860/j.v15i1.26564
Nur Jannani, Noer Yasin, Musataklima Musataklima
The Consumer Dispute Settlement Body (BPSK) is authorised to settle consumer disputes located at the district and/or city level. However, following the enactment of Law No. 23/2014 on Local Government (Local Government Law), BPSK was dissolved and transferred to the provincial level. This study aims to determine the causes of BPSK dissolution, its impact on access to justice for consumers and its reorganisation efforts so that it contributes to consumer protection. The research is empirical legal research with a sociological juridical approach. The primary and secondary data were analysed prescriptively. The research results show that the transformation of management and authority to form BPSK from district and/or city governments to provinces by the Regional Government Law resulted in the existence of BPSK in districts and/or cities having to be liquidated. This has implications for limited consumer access to obtain justice. The recommendation from this research is that the government needs to reorganise the legal position of BPSK by returning BPSK's position to districts and/or cities. This can be achieved through legal politics based on siyasah syar'iyah. This article can be a basic reference for the development of consumer dispute resolution institutions based on consumer protection.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa konsumen yang berada di tingkat kabupaten dan/atau kota. Namun setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemerintahan Daerah), BPSK dibubarkan dan dipindahkan ke tingkat provinsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab pembubaran BPSK, dampaknya terhadap akses keadilan bagi konsumen dan upaya reorganisasinya sehingga berkontribusi terhadap perlindungan konsumen. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang dianalisis secara preskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peralihan kepengurusan dan kewenangan pembentukan BPSK dari pemerintah kabupaten dan/atau kota kepada provinsi berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah mengakibatkan keberadaan BPSK di kabupaten dan/atau kota harus dilikuidasi. Hal ini berimplikasi pada terbatasnya akses konsumen untuk memperoleh keadilan. Rekomendasi dari penelitian ini adalah pemerintah perlu menata kembali kedudukan hukum BPSK dengan mengembalikan kedudukan BPSK kepada kabupaten dan/atau kota. Hal ini dapat dicapai melalui politik hukum berdasarkan siyasah syar'iyah. Artikel ini dapat menjadi acuan dasar bagi pengembangan lembaga penyelesaian sengketa konsumen yang berbasis perlindungan konsumen.
消费者争议解决机构(BPSK)有权解决地区和/或城市一级的消费者争议。然而,在关于地方政府的第 23/2014 号法律(《地方政府法》)颁布后,消费者争议解决机构被解散并移交至省级。本研究旨在确定解散 BPSK 的原因、其对消费者诉诸司法的影响及其重组工作,从而为消费者保护做出贡献。本研究采用社会学司法方法进行实证法律研究。对主要数据和二手数据进行了规范性分析。研究结果表明,《地区政府法》将组建 BPSK 的管理和权力从地区和/或城市政府转移到省,导致地区和/或城市中存在的 BPSK 不得不清算。这对消费者诉诸司法的机会有限产生了影响。本研究提出的建议是,政府需要重组 BPSK 的法律地位,将 BPSK 的地位归还给地区和/或城市。这可以通过基于 Siyasah syar'iyah 的法律政治来实现。消费者争议解决机构(BPSK)是受权在区和/或市一级解决消费者争议的机构。然而,在关于地区政府的 2014 年第 23 号法律(《地区政府法》)颁布后,BPSK 被解散并移交给省级政府。本研究旨在确定解散 BPSK 的原因、其对消费者诉诸司法的影响及其重组工作,以促进消费者保护。本研究是一项实证法律研究,采用的是社会学司法方法。所使用的数据是经过规范分析的原始数据和二手数据。研究结果表明,根据《地方政府法》将组建 BPSK 的管理和权力从地区和/或城市政府转移到省,导致地区和/或城市中存在的 BPSK 不得不清算。这对消费者诉诸司法的机会有限产生了影响。本研究提出的建议是,政府需要重组 BPSK 的法律地位,将 BPSK 的地位归还给地区和/或城市。这可以通过基于 siyasah syar'iyah 的法律政治来实现。本文可为基于消费者保护的消费者争议解决机构的发展提供基本参考。
{"title":"THE IMPACT OF THE LIQUIDATION OF THE QUASI-JUDICIAL INSTITUTION OF THE CONSUMER DISPUTE RESOLUTION BODY ON CONSUMERS’ ACCESS TO JUSTICE AND ITS REORGANISATION EFFORTS FROM THE PERSPECTIVE OF SIYASAH SYAR’IYAH","authors":"Nur Jannani, Noer Yasin, Musataklima Musataklima","doi":"10.18860/j.v15i1.26564","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/j.v15i1.26564","url":null,"abstract":"The Consumer Dispute Settlement Body (BPSK) is authorised to settle consumer disputes located at the district and/or city level. However, following the enactment of Law No. 23/2014 on Local Government (Local Government Law), BPSK was dissolved and transferred to the provincial level. This study aims to determine the causes of BPSK dissolution, its impact on access to justice for consumers and its reorganisation efforts so that it contributes to consumer protection. The research is empirical legal research with a sociological juridical approach. The primary and secondary data were analysed prescriptively. The research results show that the transformation of management and authority to form BPSK from district and/or city governments to provinces by the Regional Government Law resulted in the existence of BPSK in districts and/or cities having to be liquidated. This has implications for limited consumer access to obtain justice. The recommendation from this research is that the government needs to reorganise the legal position of BPSK by returning BPSK's position to districts and/or cities. This can be achieved through legal politics based on siyasah syar'iyah. This article can be a basic reference for the development of consumer dispute resolution institutions based on consumer protection.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa konsumen yang berada di tingkat kabupaten dan/atau kota. Namun setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemerintahan Daerah), BPSK dibubarkan dan dipindahkan ke tingkat provinsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab pembubaran BPSK, dampaknya terhadap akses keadilan bagi konsumen dan upaya reorganisasinya sehingga berkontribusi terhadap perlindungan konsumen. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang dianalisis secara preskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peralihan kepengurusan dan kewenangan pembentukan BPSK dari pemerintah kabupaten dan/atau kota kepada provinsi berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah mengakibatkan keberadaan BPSK di kabupaten dan/atau kota harus dilikuidasi. Hal ini berimplikasi pada terbatasnya akses konsumen untuk memperoleh keadilan. Rekomendasi dari penelitian ini adalah pemerintah perlu menata kembali kedudukan hukum BPSK dengan mengembalikan kedudukan BPSK kepada kabupaten dan/atau kota. Hal ini dapat dicapai melalui politik hukum berdasarkan siyasah syar'iyah. Artikel ini dapat menjadi acuan dasar bagi pengembangan lembaga penyelesaian sengketa konsumen yang berbasis perlindungan konsumen.","PeriodicalId":516669,"journal":{"name":"Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah","volume":"80 18","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141664499","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
PROTECTION IN A BUILD-OPERATE-TRANSFER AGREEMENT ON PRIVATELY-OWNED LAND NOT ACCOMPANIED BY THE GRANTING OF A BUILDING RIGHTS TITLE 在私有土地的建设-经营-转让协议中提供保护,但不同时授予建筑权证
Pub Date : 2024-07-09 DOI: 10.18860/j.v15i1.26214
Riky Rustam, Rumi Suwardiyati
The definition of build-to-transfer agreements in several laws and regulations varies, particularly concerning the objects they govern. However, when associated with build-to-transfer agreements as contracts subject to contract law, complications arise, especially in relation to such agreements involving privately owned land. The determination of specific objects, particularly regarding the duration of build-to-transfer agreements on privately owned land, remains unregulated. Therefore, there is a need to establish legal protections for build-to-transfer agreements on privately owned land that do not include the granting of building rights. This research aims to determine the implementation period of build-to-transfer agreements and to regulate legal protections for such agreements on privately owned land without building rights. The article employs a normative research method with approaches including legal analysis, conceptual exploration, and comparative study. The findings suggest that legal protection can be enhanced by granting building rights on privately owned land, incorporating clauses reflecting the principle of special personality in agreements, and pursuing breach of contract litigation as a final legal recourse. This study contributes significantly to providing legal protection for parties involved in build-to-transfer agreements on private land. Pengertian perjanjian bangun guna serah dalam beberapa peraturan perundang-undangan bervariasi terutama terkait dengan objek yang diatur. Namun, ketika diterapkan sebagai perjanjian yang tunduk pada hukum perjanjian, terdapat tantangan, terutama jika berhubungan dengan perjanjian bangun guna serah atas tanah milik privat. Penetapan objek, khususnya mengenai jangka waktu perjanjian bangun guna serah pada tanah milik privat, masih belum diatur secara spesifik. Oleh karena itu, perlu adanya regulasi perlindungan hukum yang jelas dalam perjanjian bangun guna serah atas tanah milik privat tanpa pemberian hak guna bangunan. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan jangka waktu pelaksanaan perjanjian bangun guna serah serta mengatur perlindungan hukum dalam perjanjian tersebut atas tanah milik privat yang tidak dilengkapi dengan pemberian hak guna bangunan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan normatif dengan menggunakan Undang-Undang, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Hasil dari penelitian ini menyarankan bahwa perlindungan hukum dapat ditingkatkan dengan memberikan hak guna bangunan atas tanah milik privat, menambahkan klausul yang mencerminkan asas personalitas khusus dalam perjanjian, dan mengajukan gugatan wanprestasi sebagai upaya terakhir dalam perlindungan hukum. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam meningkatkan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam perjanjian bangun guna serah di tanah milik privat.
多部法律法规对建设-转让协议的定义各不相同,尤其是关于其规范的对象。然而,如果将建设-移交协议作为受合同法管辖的合同,就会出现复杂的情况,特别是在涉及私有土地的此类协议方面。具体标的物的确定,尤其是关于私有土地上的建设-转让协议的期限,仍未得到规范。因此,有必要为不包括授予建筑权的私有土地上的建设-转让协议制定法律保护措施。本研究旨在确定建设到转让协议的实施期限,并规范对不包含建筑权授予的私有土地上此类协议的法律保护。文章采用规范研究方法,方法包括法律分析、概念探索和比较研究。研究结果表明,可以通过授予私有土地上的建筑权、在协议中纳入体现特殊人格原则的条款以及将违约诉讼作为最终法律追索手段来加强法律保护。本研究对为私人土地上的 "建设-转让 "协议所涉各方提供法律保护做出了重要贡献。多部法律法规对建设-转让协议的定义不尽相同,尤其是在涉及规范对象时。然而,在作为受条约法约束的协议适用时,尤其是在涉及私有土地上的建设-转让协议时,会遇到一些挑战。对客体的规定,特别是关于私有土地上的建设到使用协议的期限,仍然没有具体的规定。因此,有必要对未授予建筑权的私有土地上的建设转使用协议的法律保护做出明确规定。本研究旨在确定建设-销售协议的执行期限,并规范未授予建筑物使用权的私有土地上此类协议的法律保护。采用的研究方法是使用法律的规范方法、概念方法和比较方法。本研究的结果表明,可以通过授予私有土地上的建筑物使用权、在协议中增加体现特殊人格原则的条款以及提起违约诉讼作为法律保护的最后手段来完善法律保护。本研究有望在改善对私有土地上的 "先建后售 "协议所涉各方的法律保护方面做出重大贡献。
{"title":"PROTECTION IN A BUILD-OPERATE-TRANSFER AGREEMENT ON PRIVATELY-OWNED LAND NOT ACCOMPANIED BY THE GRANTING OF A BUILDING RIGHTS TITLE","authors":"Riky Rustam, Rumi Suwardiyati","doi":"10.18860/j.v15i1.26214","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/j.v15i1.26214","url":null,"abstract":"The definition of build-to-transfer agreements in several laws and regulations varies, particularly concerning the objects they govern. However, when associated with build-to-transfer agreements as contracts subject to contract law, complications arise, especially in relation to such agreements involving privately owned land. The determination of specific objects, particularly regarding the duration of build-to-transfer agreements on privately owned land, remains unregulated. Therefore, there is a need to establish legal protections for build-to-transfer agreements on privately owned land that do not include the granting of building rights. This research aims to determine the implementation period of build-to-transfer agreements and to regulate legal protections for such agreements on privately owned land without building rights. The article employs a normative research method with approaches including legal analysis, conceptual exploration, and comparative study. The findings suggest that legal protection can be enhanced by granting building rights on privately owned land, incorporating clauses reflecting the principle of special personality in agreements, and pursuing breach of contract litigation as a final legal recourse. This study contributes significantly to providing legal protection for parties involved in build-to-transfer agreements on private land. Pengertian perjanjian bangun guna serah dalam beberapa peraturan perundang-undangan bervariasi terutama terkait dengan objek yang diatur. Namun, ketika diterapkan sebagai perjanjian yang tunduk pada hukum perjanjian, terdapat tantangan, terutama jika berhubungan dengan perjanjian bangun guna serah atas tanah milik privat. Penetapan objek, khususnya mengenai jangka waktu perjanjian bangun guna serah pada tanah milik privat, masih belum diatur secara spesifik. Oleh karena itu, perlu adanya regulasi perlindungan hukum yang jelas dalam perjanjian bangun guna serah atas tanah milik privat tanpa pemberian hak guna bangunan. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan jangka waktu pelaksanaan perjanjian bangun guna serah serta mengatur perlindungan hukum dalam perjanjian tersebut atas tanah milik privat yang tidak dilengkapi dengan pemberian hak guna bangunan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan normatif dengan menggunakan Undang-Undang, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Hasil dari penelitian ini menyarankan bahwa perlindungan hukum dapat ditingkatkan dengan memberikan hak guna bangunan atas tanah milik privat, menambahkan klausul yang mencerminkan asas personalitas khusus dalam perjanjian, dan mengajukan gugatan wanprestasi sebagai upaya terakhir dalam perlindungan hukum. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam meningkatkan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam perjanjian bangun guna serah di tanah milik privat.","PeriodicalId":516669,"journal":{"name":"Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah","volume":"69 15","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141662856","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
TOWARDS A RECOGNISED RIGHT TO A SHARED CULTURE AT THE REGIONAL LEVEL: How Will ASEAN Address Diversity? 在地区层面实现公认的共享文化权利:东盟将如何解决多样性问题?
Pub Date : 2024-07-09 DOI: 10.18860/j.v15i1.27149
I. Arsika, I. N. Suyatna, S. Purwani
ASEAN documents have officially upheld the principle of unity in diversity and agreed on the spirit of one identity and community. However, there is a pronounced tendency for ASEAN countries to struggle with each other with several differences, including cultural tensions. This paper aims to analyse the possibility of recognising a regionally shared culture as jointly claimed collective cultural rights by taking the example of Intangible Cultural Heritage ICH. It is designed as legal research applying statutory, historical, conceptual, and comparative approaches. This research collects norms and principles covering the issues of ICH and cultural rights and conducts a literature study, suggesting that cultural rights, which represent the intersecting of cultural and human rights aspects, have yet to be fully understood as collective cultural rights. ICH is an example of how ASEAN countries are sometimes heated up in non-harmony relations. The possibility of recognising a regionally shared culture in the context of collective cultural rights then, more or less, relies on the ongoing development of the Narrative of ASEAN Identity, the routine convening of human rights dialogues, and the initiation of the ASEAN Cultural Heritage List. These findings are then expected to be considered by ASEAN policymakers. Dokumen-dokumen ASEAN mencatumkan iktikad untuk menjunjung tinggi prinsip persatuan dalam keberagaman dan menyepakati semangat satu identitas dan komunitas. Dalam kenyatannya, negara-negara anggota ASEAN justru bergelut dengan sejumlah persoalan antara negara yang satu dengan negara lainnya, termasuk mengenai ketegangan budaya. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kemungkinan mengakui budaya bersama secara regional sebagai hak budaya kolektif yang diklaim bersama dengan mengambil contoh warisan budaya tak benda (WBTB). Artikel ini dirancang sebagai penelitian hukum yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, sejarah, konsep, dan perbandingan. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan norma-norma dan prinsip-prinsip yang mengatur isu WBTB dan hak budaya serta melakukan studi literatur. Artikel ini menyimpulkan bahwa hak budaya, yang mewakili persilangan antara aspek budaya dan hak asasi manusia (HAM), belum sepenuhnya dipahami sebagai hak budaya kolektif. WBTB menjadi contoh bagaimana negara-negara ASEAN terkadang berada dalam hubungan yang tidak harmonis antara satu dengan lainnya. Adapun kemungkinan untuk mengakui budaya bersama secara regional dalam konteks hak budaya kolektif dapat disandarkan pada pengembangan Narasi Identitas ASEAN, penyelenggaraan dialog HAM secara rutin, dan upaya pembentukan Daftar Warisan Budaya ASEAN. Temuan-temuan ini diharapkan dapat dipertimbangkan oleh para pengambil kebijakan di ASEAN.
东盟的正式文件坚持多样性中求统一的原则,并就同一身份和共同体的精神达成一 致。然而,东盟国家之间存在着明显的分歧,包括文化矛盾。本文旨在以非物质文化遗产非物质文化遗产为例,分析承认地区共享文化为共同主张的集体文化权利的可能性。 本文旨在运用法定、历史、概念和比较方法进行法律研究。这项研究收集了涉及非物质文化遗产和文化权利问题的准则和原则,并进行了文献研究,表明文化权利代表了文化和人权的交叉方面,但尚未被充分理解为集体文化权利。非物质文化遗产是东盟国家在不和谐的关系中时而升温的一个例子。因此,在集体文化权利的背景下承认地区共享文化的可能性,或多或少地依赖于东盟特性叙事的持续发展、人权对话的例行召开以及东盟文化遗产名录的启动。东盟的政策制定者将对这些研究结果进行审议。 东盟的文件表明,东盟打算坚持在多样性中求统一的原则,并就同一身份和同一社 区的精神达成一致。但在现实中,东盟成员国之间却存在许多问题,包括文化紧张关系。本文旨在以非物质文化遗产(WBTB)为例,分析承认地区共享文化为集体文化权利的可能性。本文是一项法律研究,采用了立法、历史、概念和比较等方法。通过收集有关非物质文化遗产和文化权利问题的规范和原则,并进行文献研究,开展了这项研究。本文的结论是,文化权利代表了文化方面和人权之间的交叉,尚未被完全理解为集体文化权利。世界遗产是东盟国家之间关系不和谐的一个例子。在集体文化权利的背景下承认地区共享文化的可能性可以建立在东盟身份叙事的发展、定期举行人权对话以及建立东盟文化遗产名录的努力之上。希望东盟的政策制定者考虑这些研究结果。
{"title":"TOWARDS A RECOGNISED RIGHT TO A SHARED CULTURE AT THE REGIONAL LEVEL: How Will ASEAN Address Diversity?","authors":"I. Arsika, I. N. Suyatna, S. Purwani","doi":"10.18860/j.v15i1.27149","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/j.v15i1.27149","url":null,"abstract":"ASEAN documents have officially upheld the principle of unity in diversity and agreed on the spirit of one identity and community. However, there is a pronounced tendency for ASEAN countries to struggle with each other with several differences, including cultural tensions. This paper aims to analyse the possibility of recognising a regionally shared culture as jointly claimed collective cultural rights by taking the example of Intangible Cultural Heritage ICH. It is designed as legal research applying statutory, historical, conceptual, and comparative approaches. This research collects norms and principles covering the issues of ICH and cultural rights and conducts a literature study, suggesting that cultural rights, which represent the intersecting of cultural and human rights aspects, have yet to be fully understood as collective cultural rights. ICH is an example of how ASEAN countries are sometimes heated up in non-harmony relations. The possibility of recognising a regionally shared culture in the context of collective cultural rights then, more or less, relies on the ongoing development of the Narrative of ASEAN Identity, the routine convening of human rights dialogues, and the initiation of the ASEAN Cultural Heritage List. These findings are then expected to be considered by ASEAN policymakers. \u0000 \u0000Dokumen-dokumen ASEAN mencatumkan iktikad untuk menjunjung tinggi prinsip persatuan dalam keberagaman dan menyepakati semangat satu identitas dan komunitas. Dalam kenyatannya, negara-negara anggota ASEAN justru bergelut dengan sejumlah persoalan antara negara yang satu dengan negara lainnya, termasuk mengenai ketegangan budaya. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kemungkinan mengakui budaya bersama secara regional sebagai hak budaya kolektif yang diklaim bersama dengan mengambil contoh warisan budaya tak benda (WBTB). Artikel ini dirancang sebagai penelitian hukum yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, sejarah, konsep, dan perbandingan. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan norma-norma dan prinsip-prinsip yang mengatur isu WBTB dan hak budaya serta melakukan studi literatur. Artikel ini menyimpulkan bahwa hak budaya, yang mewakili persilangan antara aspek budaya dan hak asasi manusia (HAM), belum sepenuhnya dipahami sebagai hak budaya kolektif. WBTB menjadi contoh bagaimana negara-negara ASEAN terkadang berada dalam hubungan yang tidak harmonis antara satu dengan lainnya. Adapun kemungkinan untuk mengakui budaya bersama secara regional dalam konteks hak budaya kolektif dapat disandarkan pada pengembangan Narasi Identitas ASEAN, penyelenggaraan dialog HAM secara rutin, dan upaya pembentukan Daftar Warisan Budaya ASEAN. Temuan-temuan ini diharapkan dapat dipertimbangkan oleh para pengambil kebijakan di ASEAN.","PeriodicalId":516669,"journal":{"name":"Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah","volume":"57 21","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141663223","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
SHOULD EXCESSIVE MARKETING EXPENSES BE REMUNERATED? LESSONS FROM INDONESIA’S TAX COURT DECISIONS 过高的营销费用是否应该得到补偿?印度尼西亚税务法院判决的启示
Pub Date : 2024-07-09 DOI: 10.18860/j.v15i1.26915
Cut Sarah Dwindahany, Subagio Efendi
This study examines the causes of remuneration disputes over excessive marketing expenditures that enhance marketing intangibles value and suggests solutions for fairly remunerating such excessive marketing activities. Based on existing literature, this study investigates the causes of disputes using four factors that affect the effectiveness of transfer pricing audits. This study employs a qualitative method using case studies of Indonesia’s tax court decisions from 2020 to 2023. The primary and secondary data are collected through interviews and existing data support and validated further using triangulations. Findings reveal that the disputes are mainly caused by weak proof of the correction made by the tax authority. Applying the arm's length principle became highly subjective due to the unclear transfer pricing regulations, inadequate assessment of the company's business complexity, and lack of comparable data. The tax authority should improve domestic regulations on transfer pricing and disclose taxpayers' nominative list of promotional expenses to implement appropriate corrections in this case. Empirically, this study has novelty by using the perspective of tax court’s judges and is based on tax court decisions in Indonesia. Practically, this research is useful in examining the amount of arm’s length remuneration for excessive marketing activities. Penelitian ini meneliti penyebab dari sengketa remunerasi atas biaya pemasaran yang berlebihan yang dianggap meningkatkan nilai aset pemasaran tak berwujud dan menyarankan solusi untuk memberikan remunerasi yang adil atas aktivitas pemasaran yang berlebihan tersebut. Berdasarkan literatur yang ada, penelitian ini menyelidiki penyebab perselisihan dengan menggunakan empat faktor yang mempengaruhi efektivitas audit transfer pricing. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan studi kasus putusan pengadilan pajak Indonesia dari tahun 2020 hingga 2023. Data primer dan sekunder dikumpulkan melalui wawancara dan data pendukung yang ada, dan divalidasi lebih lanjut dengan menggunakan triangulasi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa sengketa terutama disebabkan oleh lemahnya pembuktian atas koreksi yang dilakukan oleh otoritas pajak. Penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha menjadi sangat subyektif karena peraturan penetapan harga transfer yang tidak jelas, penilaian yang kurang memadai atas kompleksitas bisnis perusahaan, dan kurangnya data pembanding. Otoritas pajak harus memperbaiki peraturan domestik tentang transfer pricing dan mengungkapkan daftar nominatif biaya promosi wajib pajak untuk menerapkan koreksi yang tepat dalam kasus ini. Secara empiris, penelitian ini memiliki kebaruan dengan menggunakan perspektif hakim pengadilan pajak dan didasarkan pada putusan pengadilan pajak di Indonesia. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat dalam mengkaji besaran remunerasi yang wajar atas kegiatan pemasaran yang berlebihan.
本研究探讨了因提高营销无形资产价值的过度营销支出而产生报酬争议的原因,并提出了对此类过度营销活动进行公平报酬的解决方案。在现有文献的基础上,本研究利用影响转让定价审计有效性的四个因素来调查争议的原因。本研究采用定性方法,对 2020 年至 2023 年印尼税务法院的判决进行案例研究。通过访谈和现有数据支持收集第一手和第二手数据,并通过三角测量进一步验证。研究结果表明,争议的主要原因是税务机关的更正证据不足。由于转让定价法规不明确、对公司业务复杂性评估不足以及缺乏可比数据,公平交易原则的应用变得非常主观。在本案例中,税务机关应完善国内转让定价法规,公开纳税人的促销费用提名清单,以实施适当的修正。在实证方面,本研究以印尼税务法院的判决为基础,采用税务法院法官的视角,具有新颖性。在实践中,本研究有助于审查过度营销活动的正常报酬金额。 本研究探讨了被认为增加了无形营销资产价值的过度营销费用的报酬争议原因,并提出了为此类过度营销活动提供公平报酬的解决方案。在现有文献的基础上,本研究利用影响转让定价审计有效性的四个因素来调查争议的原因。本研究采用定性方法,对 2020 年至 2023 年印尼税务法院的判决进行案例研究。通过访谈和现有支持数据收集了第一手数据和第二手数据,并使用三角测量法进一步验证。研究结果表明,争议的主要原因是税务机关的更正证据不足。由于转让定价法规不明确、对公司业务复杂性的评估不足以及缺乏可比数据,公平交易原则的应用具有很强的主观性。在这种情况下,税务机关应完善国内转让定价法规,公开纳税人促销费用的记名清单,以进行适当的修正。从实证角度看,本研究以印尼税务法院的判决为基础,从税务法院法官的角度进行研究,具有新颖性。在实践中,本研究有助于评估过度营销活动的合理报酬金额。
{"title":"SHOULD EXCESSIVE MARKETING EXPENSES BE REMUNERATED? LESSONS FROM INDONESIA’S TAX COURT DECISIONS","authors":"Cut Sarah Dwindahany, Subagio Efendi","doi":"10.18860/j.v15i1.26915","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/j.v15i1.26915","url":null,"abstract":"This study examines the causes of remuneration disputes over excessive marketing expenditures that enhance marketing intangibles value and suggests solutions for fairly remunerating such excessive marketing activities. Based on existing literature, this study investigates the causes of disputes using four factors that affect the effectiveness of transfer pricing audits. This study employs a qualitative method using case studies of Indonesia’s tax court decisions from 2020 to 2023. The primary and secondary data are collected through interviews and existing data support and validated further using triangulations. Findings reveal that the disputes are mainly caused by weak proof of the correction made by the tax authority. Applying the arm's length principle became highly subjective due to the unclear transfer pricing regulations, inadequate assessment of the company's business complexity, and lack of comparable data. The tax authority should improve domestic regulations on transfer pricing and disclose taxpayers' nominative list of promotional expenses to implement appropriate corrections in this case. Empirically, this study has novelty by using the perspective of tax court’s judges and is based on tax court decisions in Indonesia. Practically, this research is useful in examining the amount of arm’s length remuneration for excessive marketing activities. \u0000 \u0000Penelitian ini meneliti penyebab dari sengketa remunerasi atas biaya pemasaran yang berlebihan yang dianggap meningkatkan nilai aset pemasaran tak berwujud dan menyarankan solusi untuk memberikan remunerasi yang adil atas aktivitas pemasaran yang berlebihan tersebut. Berdasarkan literatur yang ada, penelitian ini menyelidiki penyebab perselisihan dengan menggunakan empat faktor yang mempengaruhi efektivitas audit transfer pricing. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan studi kasus putusan pengadilan pajak Indonesia dari tahun 2020 hingga 2023. Data primer dan sekunder dikumpulkan melalui wawancara dan data pendukung yang ada, dan divalidasi lebih lanjut dengan menggunakan triangulasi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa sengketa terutama disebabkan oleh lemahnya pembuktian atas koreksi yang dilakukan oleh otoritas pajak. Penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha menjadi sangat subyektif karena peraturan penetapan harga transfer yang tidak jelas, penilaian yang kurang memadai atas kompleksitas bisnis perusahaan, dan kurangnya data pembanding. Otoritas pajak harus memperbaiki peraturan domestik tentang transfer pricing dan mengungkapkan daftar nominatif biaya promosi wajib pajak untuk menerapkan koreksi yang tepat dalam kasus ini. Secara empiris, penelitian ini memiliki kebaruan dengan menggunakan perspektif hakim pengadilan pajak dan didasarkan pada putusan pengadilan pajak di Indonesia. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat dalam mengkaji besaran remunerasi yang wajar atas kegiatan pemasaran yang berlebihan.","PeriodicalId":516669,"journal":{"name":"Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah","volume":"37 7","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141665199","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
THE TRANSFORMATION OF ZAKAT LAW: An Analysis of Ijtihād Maqāṣidī in the Modernisation of Zakat Practices in Indonesia 天课法的变革:印度尼西亚天课实践现代化中的 Ijtihād Maqāṣidī 分析
Pub Date : 2024-07-09 DOI: 10.18860/j.v15i1.26733
Akmal Bashori, Mutho'am Mutho'am, Farida Arianti, Irma Nur Kumala, Eka Nurviani, Firda Laily Mukarromah
Zakat is not merely a category of normative worship but also an aspect of mu’āmalah characterized by its adaptability. This notion is evident in the efforts of the National Zakat Agency (BAZNAS) of Kendal District to modernize zakat law, going far beyond what is stipulated in classical naṣ and fiqh. The modernization of zakat law at BAZNAS Kendal, the main focus of this article, is explored through empirical juridical research using a philosophical re-actualization approach, extensive interpretive analysis, and the theory of maqāṣidi ijtihād. The study finds that modernization is apparent in initiatives to mandate zakat from corporations as zakatable entities, with allocations for distribution in forms such as creative consumptive zakat for installing clean water facilities, creative productive zakat in the form of microfinance, and zakat for community development. Methodologically, Baznas Kendal employs the principles of maqāṣid al-shariֿ’ah, evident in its efforts to link normative zakat teachings (naṣ) with various dynamics of modern life (al-wāqi’) and considerations of social welfare as the essence of shari’a presence. Therefore, this study contributes to the reconstruction of pre-modern zakat law formulations whose conceptualization is no longer visible in the modern era into something more contextually meaningful, and it deepens the understanding of the conceptual framework for the modernization of zakat law that adheres to maqāṣid al-shariֿֿ’ah. Zakat bukan saja katagori ibadah kenormatifan yang given, melainkan juga mu’amalah dengan karakter adaptability (keberubahan). Anggapan ini terlihat dalam upaya Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Kendal memodernisasi hukum zakat jauh melampaui apa yang tertertuang dalam naṣ maupun fiqh klasik. Modernisasi hukum zakat di BAZNAS Kab. Kendal sebagai fokus utama dalam artikel ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris dengan pendekatan reaktualisasi filosofis dan analisis interpretatif ekstensif, dan teori ijtihād maqāṣidī. Penelitian ini menemukan bahwa modernisasi hukum terlihat pada upayanya mewajibkan perusahaan sebagai objek yang dikenai zakat, sementara alokasi distribusinya dalam bentuk: zakat konsumtif kreatif berupa pemasangan saluran air bersih, dan produktif kreatif berupa zakat micro finance, serta zakat community development. Secara metodologis Baznas Kendal menggunakan dalil maqāṣid al-shari’a, hal ini terlihat pada upayanya mengaitkan antara ajaran normatif zakat (naṣ) dengan berbagai faktor dinamika kehidupan modern (al-wāqi’), serta pertimbangan kemaslatan sosial sebagai intisari kehadiran shari’a. Dengan demikian penelitian ini berkontribusi merekonstruksi formulasi hukum zakat pramodern yang konseptualisasinya tidak lagi visible di masa modern menjadi lebih memberi makna aplikasi kontekstualnya, serta memperdalam pemahaman kerangka konsepsional modernisasi hukum zakat berbasis maqāṣid al-shariֿֿ’ah.
天课不仅是规范性崇拜的一种,也是以其适应性为特点的 "mu'āmalah "的一个方面。肯德尔区国家天课机构(BAZNAS)努力使天课法现代化,远远超出了经典天课和教法的规定,这就是这一理念的体现。本文的重点是通过实证法学研究,采用哲学再实践化方法、广泛的解释性分析和maqāṣidi ijtihād理论,探讨肯德尔区天课署天课法的现代化问题。研究发现,现代化明显体现在公司作为可天课实体的天课授权举措上,其分配形式包括用于安装清洁水设施的创造性消费天课、小额信贷形式的创造性生产天课以及用于社区发展的天课。在方法论上,巴兹纳斯-肯达尔采用了 "伊斯兰教法"(maqāṣid al-shariֿ'ah)的原则,将规范性天课教义(naṣ)与现代生活的各种动态(al-wāqi')联系起来,并将社会福利视为伊斯兰教法存在的本质。因此,本研究有助于将那些在现代已不复存在的前现代天课法的概念化表述重构为更具语境意义的内容,并加深了对天课法现代化概念框架的理解,该框架坚持 maqāṣid al-shariֿֿ'ah。 天课不仅是一种既定的规范性崇拜,也是一种具有适应性的 mu'amalah。这一假设可以从肯德尔地区天课理事会(Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kendal Regency)将天课法现代化的努力中看出,其现代化程度远远超出了伊斯兰教法和古典教法的规定。作为本文的重点,BAZNAS 肯德尔行政区天课法的现代化采用了经验法学研究、哲学重构方法和广泛的解释性分析,以及 ijtihād maqāṣidī 理论。研究发现,该法律的现代化体现在它试图将公司作为天课的主体,而其分配方式则是 "公司":创造性消费天课的形式是安装清洁水渠,创造性生产天课的形式是小额贷款和天课社区发展。在方法论上,巴兹纳斯-肯达尔使用了伊斯兰教法的论证方法,这体现在其努力将天课的规范性教义(naṣ)与现代生活动态的各种因素(al-wāqi')联系起来,以及将社会效益视为伊斯兰教法存在的本质。因此,本研究有助于重构天课法的前现代表述(其概念化在现代已不复存在),从而为其在语境中的应用赋予更多意义,并加深对基于maqāṣid al-shariֿֿ'ah 的天课法现代化概念框架的理解。
{"title":"THE TRANSFORMATION OF ZAKAT LAW: An Analysis of Ijtihād Maqāṣidī in the Modernisation of Zakat Practices in Indonesia","authors":"Akmal Bashori, Mutho'am Mutho'am, Farida Arianti, Irma Nur Kumala, Eka Nurviani, Firda Laily Mukarromah","doi":"10.18860/j.v15i1.26733","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/j.v15i1.26733","url":null,"abstract":"Zakat is not merely a category of normative worship but also an aspect of mu’āmalah characterized by its adaptability. This notion is evident in the efforts of the National Zakat Agency (BAZNAS) of Kendal District to modernize zakat law, going far beyond what is stipulated in classical naṣ and fiqh. The modernization of zakat law at BAZNAS Kendal, the main focus of this article, is explored through empirical juridical research using a philosophical re-actualization approach, extensive interpretive analysis, and the theory of maqāṣidi ijtihād. The study finds that modernization is apparent in initiatives to mandate zakat from corporations as zakatable entities, with allocations for distribution in forms such as creative consumptive zakat for installing clean water facilities, creative productive zakat in the form of microfinance, and zakat for community development. Methodologically, Baznas Kendal employs the principles of maqāṣid al-shariֿ’ah, evident in its efforts to link normative zakat teachings (naṣ) with various dynamics of modern life (al-wāqi’) and considerations of social welfare as the essence of shari’a presence. Therefore, this study contributes to the reconstruction of pre-modern zakat law formulations whose conceptualization is no longer visible in the modern era into something more contextually meaningful, and it deepens the understanding of the conceptual framework for the modernization of zakat law that adheres to maqāṣid al-shariֿֿ’ah. \u0000 \u0000Zakat bukan saja katagori ibadah kenormatifan yang given, melainkan juga mu’amalah dengan karakter adaptability (keberubahan). Anggapan ini terlihat dalam upaya Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Kendal memodernisasi hukum zakat jauh melampaui apa yang tertertuang dalam naṣ maupun fiqh klasik. Modernisasi hukum zakat di BAZNAS Kab. Kendal sebagai fokus utama dalam artikel ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris dengan pendekatan reaktualisasi filosofis dan analisis interpretatif ekstensif, dan teori ijtihād maqāṣidī. Penelitian ini menemukan bahwa modernisasi hukum terlihat pada upayanya mewajibkan perusahaan sebagai objek yang dikenai zakat, sementara alokasi distribusinya dalam bentuk: zakat konsumtif kreatif berupa pemasangan saluran air bersih, dan produktif kreatif berupa zakat micro finance, serta zakat community development. Secara metodologis Baznas Kendal menggunakan dalil maqāṣid al-shari’a, hal ini terlihat pada upayanya mengaitkan antara ajaran normatif zakat (naṣ) dengan berbagai faktor dinamika kehidupan modern (al-wāqi’), serta pertimbangan kemaslatan sosial sebagai intisari kehadiran shari’a. Dengan demikian penelitian ini berkontribusi merekonstruksi formulasi hukum zakat pramodern yang konseptualisasinya tidak lagi visible di masa modern menjadi lebih memberi makna aplikasi kontekstualnya, serta memperdalam pemahaman kerangka konsepsional modernisasi hukum zakat berbasis maqāṣid al-shariֿֿ’ah.","PeriodicalId":516669,"journal":{"name":"Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah","volume":"110 43","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141665848","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
TRADEMARKS IN SUSTAINABLE FASHION: A Comparative Legal Analysis of Indonesia and Italy 可持续时尚中的商标:印度尼西亚和意大利的法律比较分析
Pub Date : 2024-01-10 DOI: 10.18860/j.v14i2.24114
Ampuan Situmeang, Abdurrakhman Alhakim, Winda Fitri, Hien Trinh
Trademarks have played a significant role in safeguarding intellectual property within the fashion industry and have been instrumental in upholding the reputation of various companies, particularly those aspiring to adopt sustainability concepts. This research aims to delineate the legal challenges and potential solutions for protecting intellectual property rights related to trademarks and the integrity of claims for sustainability implementation in Indonesia, employing normative research methods and comparative analysis with Italy's legal framework. The analysis reveals several structural differences between Indonesia and Italy's trademark legal frameworks despite sharing similar objectives. Italy has already been able to foster the integrity of sustainable claims in the fashion industry through regulations from the European Union although no direct connection to trademarks exists. On the other hand, Indonesia has yet to regulate the integrity of sustainable claims in the fashion industry although it possesses a sufficient foundational framework that could be further developed through its connection to the communal intellectual property protection system. Secara tradisional, merek memiliki peran penting dalam melindungi kekayaan intelektual di dalam industri fesyen dan telah menjadi kunci dalam menjaga reputasi berbagai perusahaan, terutama yang berkeinginan menerapkan konsep keberlanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan tantangan hukum dan solusi potensial dalam melindungi hak kekayaan intelektual yang terkait dengan merek serta menjaga integritas klaim implementasi keberlanjutan di Indonesia, dengan menggunakan metode penelitian normatif dan analisis perbandingan dengan kerangka hukum Italia. Analisis ini mengungkapkan beberapa perbedaan struktural antara kerangka hukum merek di Indonesia dan Italia, meskipun memiliki tujuan yang serupa. Italia telah berhasil menggalang integritas klaim keberlanjutan di industri fesyen melalui regulasi dari Uni Eropa, meskipun tidak ada keterkaitan langsung dengan merek. Di sisi lain, Indonesia masih harus mengatur integritas klaim keberlanjutan di industri fesyen, meskipun memiliki landasan kerangka kerja yang memadai yang bisa lebih dikembangkan melalui keterhubungannya dengan sistem perlindungan kekayaan intelektual komunal.
商标在保护时尚产业的知识产权方面发挥了重要作用,在维护各公司的声誉,尤其是那些希望采用可持续发展理念的公司的声誉方面发挥了重要作用。本研究采用规范研究方法,并与意大利的法律框架进行比较分析,旨在界定印度尼西亚在保护与商标相关的知识产权以及实施可持续发展主张的完整性方面所面临的法律挑战和潜在解决方案。分析表明,尽管印尼和意大利的商标法律框架有着相似的目标,但在结构上存在一些差异。虽然与商标没有直接联系,但意大利已经能够通过欧盟的法规促进时装业可持续主张的完整性。另一方面,印尼尚未对时尚产业中可持续主张的完整性进行规范,尽管印尼拥有一个充分的基础框架,但可以通过与公共知识产权保护体系的联系进一步发展。 传统上,品牌在保护时尚产业的知识产权方面发挥着重要作用,也是维护各公司声誉的关键,尤其是那些希望贯彻可持续发展理念的公司。本研究旨在利用规范研究方法和与意大利法律框架的比较分析,概述印尼在保护与品牌相关的知识产权以及维护可持续发展实施主张的完整性方面所面临的法律挑战和潜在解决方案。这项分析揭示了印尼和意大利品牌法律框架之间的一些结构性差异,尽管它们的目标相似。意大利通过欧盟的监管,成功地促进了时尚产业可持续发展主张的完整性,尽管这与品牌没有直接联系。另一方面,印尼尽管有足够的框架基础,但仍需对时尚业可持续性主张的完整性进行监管。
{"title":"TRADEMARKS IN SUSTAINABLE FASHION: A Comparative Legal Analysis of Indonesia and Italy","authors":"Ampuan Situmeang, Abdurrakhman Alhakim, Winda Fitri, Hien Trinh","doi":"10.18860/j.v14i2.24114","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/j.v14i2.24114","url":null,"abstract":"Trademarks have played a significant role in safeguarding intellectual property within the fashion industry and have been instrumental in upholding the reputation of various companies, particularly those aspiring to adopt sustainability concepts. This research aims to delineate the legal challenges and potential solutions for protecting intellectual property rights related to trademarks and the integrity of claims for sustainability implementation in Indonesia, employing normative research methods and comparative analysis with Italy's legal framework. The analysis reveals several structural differences between Indonesia and Italy's trademark legal frameworks despite sharing similar objectives. Italy has already been able to foster the integrity of sustainable claims in the fashion industry through regulations from the European Union although no direct connection to trademarks exists. On the other hand, Indonesia has yet to regulate the integrity of sustainable claims in the fashion industry although it possesses a sufficient foundational framework that could be further developed through its connection to the communal intellectual property protection system. \u0000 \u0000Secara tradisional, merek memiliki peran penting dalam melindungi kekayaan intelektual di dalam industri fesyen dan telah menjadi kunci dalam menjaga reputasi berbagai perusahaan, terutama yang berkeinginan menerapkan konsep keberlanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan tantangan hukum dan solusi potensial dalam melindungi hak kekayaan intelektual yang terkait dengan merek serta menjaga integritas klaim implementasi keberlanjutan di Indonesia, dengan menggunakan metode penelitian normatif dan analisis perbandingan dengan kerangka hukum Italia. Analisis ini mengungkapkan beberapa perbedaan struktural antara kerangka hukum merek di Indonesia dan Italia, meskipun memiliki tujuan yang serupa. Italia telah berhasil menggalang integritas klaim keberlanjutan di industri fesyen melalui regulasi dari Uni Eropa, meskipun tidak ada keterkaitan langsung dengan merek. Di sisi lain, Indonesia masih harus mengatur integritas klaim keberlanjutan di industri fesyen, meskipun memiliki landasan kerangka kerja yang memadai yang bisa lebih dikembangkan melalui keterhubungannya dengan sistem perlindungan kekayaan intelektual komunal.","PeriodicalId":516669,"journal":{"name":"Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah","volume":"54 4","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-01-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140510977","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
LEGAL CHALLENGES IMPEDING THE DEVELOPMENT OF LOCAL WISDOM-BASED WELLNESS TOURISM POTENTIAL 阻碍开发当地以智慧为基础的健康旅游潜力的法律挑战
Pub Date : 2024-01-10 DOI: 10.18860/j.v14i2.24002
Jovita Irawati, Steven Theonald P. Siahaan
Wellness tourism carries great potential for further development in Indonesia and revitalizing the collapsed tourism sector following the outbreak of COVID-19. With the natural beauty and cultural diversity, wellness tourism based on local wisdom can serve as the main objective of tourism in Indonesia. Nevertheless, legal certainty remains problematic since it hampers tourism development, considering that there are no regulations regulating wellness tourism. With a normative method and a statutory approach, this research finds impeding normative issues in the existing regulations, requiring remarkable improvement to allow for harmonization with specific regulations to regulate wellness tourism. This issue is covered by several legal purviews, namely tourism, consumer protection, and personal data protection. The recommendation of the normative construction offered in this study encompasses licensing, consumer protection, and personal data protection issues, all of which can be framed under one specific law similar to those of the prevailing law governing medical tourism services. Wellness tourism dapat mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu upaya merevitalisasi sektor pariwisata yang sempat terpuruk karena dampak dari pandemi COVID-19. Hal ini didukung oleh keindahan alam dan keberagaman budaya yang ada, yang dapat menjadikan wellness tourism berbasis kearifan lokal sebagai salah satu tujuan utama dalam sektor pariwisata di Indonesia. Namun, kepastian hukum merupakan isu utama dalam perkembangan wellness tourism, karena hingga saat ini belum ada pengaturan mengenai wellness tourism. Dengan menggunakan metode penelitian normatif dan pendekatan perundang-undangan, penelitian ini menemukan hambatan normatif dari pengaturan yang sudah ada, yang perlu diperbaiki agar dapat memberikan ruang harmonisasi dengan peraturan khusus yang dapat dibuat untuk mengatur wellness tourism. Permasalahan ini terdapat dalam beberapa ranah hukum, yaitu kepariwisataan, perlindungan konsumen, dan perlindungan data pribadi. Usulan model konstruksi normatif yang diajukan dalam penelitian ini mengatasi masalah ini mencakup isu perizinan, perlindungan konsumen, dan perlindungan data pribadi, yang semuanya dapat dimuat ke dalam satu pengaturan khusus, seperti pengaturan yang sudah ada mengenai pelayanan wisata medis.
康养旅游在印尼具有进一步发展的巨大潜力,并能在 COVID-19 爆发后重振濒临崩溃的旅游业。凭借优美的自然风光和文化多样性,以当地智慧为基础的养生旅游可成为印尼旅游业的主要目标。然而,法律的确定性仍然是个问题,因为它阻碍了旅游业的发展,因为目前还没有规范健康旅游的法规。通过规范方法和法定方法,本研究发现了现有法规中的阻碍性规范问题,需要大力改进,以便与规范健康旅游的具体法规相协调。这一问题涉及多个法律范畴,即旅游、消费者保护和个人数据保护。本研究提出的规范构建建议涵盖了许可、消费者保护和个人数据保护问题,所有这些问题都可以纳入一部专门的法律,类似于现行医疗旅游服务管理法。 保健旅游在印尼具有巨大的发展潜力,也是振兴旅游业的努力之一,印尼旅游业曾因COVID-19大流行病的影响而陷入低迷。印尼拥有美丽的自然风光和丰富多彩的文化,这使以当地智慧为基础的健康旅游成为印尼旅游业的主要目的地之一。然而,法律确定性是发展养生旅游的一个主要问题,因为到目前为止还没有关于养生旅游的法规。本研究采用规范研究方法和法定方法,从现有法规中发现了需要改进的规范性障碍,以便为与可用于规范康养旅游的具体法规相协调提供空间。这些问题存在于多个法律领域,即旅游、消费者保护和个人数据保护。本研究提出的规范构建模式可以解决这一问题,它涵盖了许可、消费者保护和个人数据保护等问题,所有这些问题都可以包含在一个具体的法规中,如现有的医疗旅游服务法规。
{"title":"LEGAL CHALLENGES IMPEDING THE DEVELOPMENT OF LOCAL WISDOM-BASED WELLNESS TOURISM POTENTIAL","authors":"Jovita Irawati, Steven Theonald P. Siahaan","doi":"10.18860/j.v14i2.24002","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/j.v14i2.24002","url":null,"abstract":"Wellness tourism carries great potential for further development in Indonesia and revitalizing the collapsed tourism sector following the outbreak of COVID-19. With the natural beauty and cultural diversity, wellness tourism based on local wisdom can serve as the main objective of tourism in Indonesia. Nevertheless, legal certainty remains problematic since it hampers tourism development, considering that there are no regulations regulating wellness tourism. With a normative method and a statutory approach, this research finds impeding normative issues in the existing regulations, requiring remarkable improvement to allow for harmonization with specific regulations to regulate wellness tourism. This issue is covered by several legal purviews, namely tourism, consumer protection, and personal data protection. The recommendation of the normative construction offered in this study encompasses licensing, consumer protection, and personal data protection issues, all of which can be framed under one specific law similar to those of the prevailing law governing medical tourism services. \u0000 \u0000Wellness tourism dapat mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu upaya merevitalisasi sektor pariwisata yang sempat terpuruk karena dampak dari pandemi COVID-19. Hal ini didukung oleh keindahan alam dan keberagaman budaya yang ada, yang dapat menjadikan wellness tourism berbasis kearifan lokal sebagai salah satu tujuan utama dalam sektor pariwisata di Indonesia. Namun, kepastian hukum merupakan isu utama dalam perkembangan wellness tourism, karena hingga saat ini belum ada pengaturan mengenai wellness tourism. Dengan menggunakan metode penelitian normatif dan pendekatan perundang-undangan, penelitian ini menemukan hambatan normatif dari pengaturan yang sudah ada, yang perlu diperbaiki agar dapat memberikan ruang harmonisasi dengan peraturan khusus yang dapat dibuat untuk mengatur wellness tourism. Permasalahan ini terdapat dalam beberapa ranah hukum, yaitu kepariwisataan, perlindungan konsumen, dan perlindungan data pribadi. Usulan model konstruksi normatif yang diajukan dalam penelitian ini mengatasi masalah ini mencakup isu perizinan, perlindungan konsumen, dan perlindungan data pribadi, yang semuanya dapat dimuat ke dalam satu pengaturan khusus, seperti pengaturan yang sudah ada mengenai pelayanan wisata medis.","PeriodicalId":516669,"journal":{"name":"Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah","volume":"21 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-01-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140510607","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
HUMAN RIGHTS AND INDONESIAN LEGAL PROTECTION OF TRADITIONAL CULTURAL EXPRESSIONS: A Comparative Study in Kenya and South Africa 人权与印度尼西亚对传统文化表现形式的法律保护:肯尼亚和南非的比较研究
Pub Date : 2024-01-10 DOI: 10.18860/j.v14i2.24318
Yenny Eta Widyanti
Legal protection of traditional cultural expressions in Indonesia is paramount to human rights. Indonesia is home to its richness of cultures and tribes, offering economic, social, and cultural values. However, this potential will remain insignificant without proper regulatory provisions in the domains of intellectual property or human rights. Departing from this issue, this research seeks to profoundly analyse the interface between traditional cultural expressions and human rights from the perspectives of either national law or international convention, and this analysis involves the comparison between Kenya and South Africa that appropriately govern legal protection of human rights in traditional cultural expressions. This research aims to elaborate on the interface between human rights and the protection of traditional cultural expressions within the purviews of national law and an international convention. With a legal research method and statutory, conceptual, and comparative approaches, this research finds that there is a close correlation between traditional cultural expressions and human rights, as referred to in international laws in Indonesia, Kenya, and South Africa, and the international convention. This research is expected to serve as a reference for Indonesian national law, in which adopting the best practices in Kenya and South Africa can be taken into account. Perlindungan hukum Ekspresi Budaya Tradisional Indonesia adalah penting untuk diwujudkan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Fakta Indonesia sebagai negara yang kaya dengan keanekaragaman budaya dan suku bangsa menjadi potensi luar biasa nilai ekonomi, sosial dan budaya. Potensi luar biasa tersebut tidak dapat diwujudkan tanpa diikuti pengaturan hukum yang memadai baik di bidang hak kekayaan intelektual maupun hak asasi manusia. Atas dasar hal tersebut, menjadi penting untuk menganalisis keterkaitan ekspresi budaya tradisional dengan hak asasi manusia dalam hukum nasional, konvensi internasional, dan perbandingan di negara-negara Afrika, yaitu Kenya dan Afrika Selatan yang telah mengatur dengan baik perlindungan hukum atas hak asasi ekspresi budaya tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan interface hak asasi manusia dengan perlindungan ekspresi budaya tradisional baik dalam hukum nasional maupun konvensi internasional. Jenis penelitian hukum dengan pendekatan perundangan, konseptual, dan perbandingan maka ditemukan bahwa terdapat hubungan yang erat antara ekspresi budaya tradisional dengan hak asasi manusia sebagaimana terdapat dalam pengaturan di dalam hukum nasional Indonesia, Kenya, Afrika Selatan, dan konvensi internasional. Penelitian diharapkan dapat menjadi rujukan dalam hukum nasional Indonesia dengan mengadopsi praktik terbaik di Kenya dan Afrika Selatan.
在印度尼西亚,对传统文化表现形式的法律保护对人权至关重要。印尼拥有丰富的文化和部落,具有经济、社会和文化价值。然而,如果在知识产权或人权领域没有适当的监管规定,这种潜力仍将微不足道。从这一问题出发,本研究试图从国家法律或国际公约的角度深入分析传统文化表现形式与人权之间的关系,并对肯尼亚和南非在传统文化表现形式的人权法律保护方面进行比较。本研究旨在从国家法律和国际公约的角度阐述人权与传统文化表现形式保护之间的关系。通过法律研究方法以及成文法、概念和比较方法,本研究发现印度尼西亚、肯尼亚和南非的国际法以及国际公约中提到的传统文化表现形式与人权之间存在密切联系。本研究有望为印尼国内法提供参考,其中可以借鉴肯尼亚和南非的最佳做法。 对印尼传统文化表现形式的法律保护是人权的重要组成部分。印度尼西亚是一个文化和民族多样性丰富的国家,具有巨大的经济、社会和文化价值潜力。如果在知识产权和人权领域没有适当的法律安排,这种非凡的潜力就无法实现。基于此,有必要分析传统文化表现形式与人权之间在国家法律、国际公约中的关系,并对非洲国家(即肯尼亚和南非)进行比较,因为这两个国家对传统文化表现形式的人权进行了很好的法律保护。本研究旨在解释国家法律和国际公约中人权与传统文化表现形式保护之间的关系。通过立法、概念和比较方法进行的法律研究发现,传统文化表现形式与人权之间有着密切的关系,这体现在印度尼西亚、肯尼亚、南非等国的国内法和国际公约的安排中。通过采用肯尼亚和南非的最佳做法,该研究有望成为印度尼西亚国家法律的参考。
{"title":"HUMAN RIGHTS AND INDONESIAN LEGAL PROTECTION OF TRADITIONAL CULTURAL EXPRESSIONS: A Comparative Study in Kenya and South Africa","authors":"Yenny Eta Widyanti","doi":"10.18860/j.v14i2.24318","DOIUrl":"https://doi.org/10.18860/j.v14i2.24318","url":null,"abstract":"Legal protection of traditional cultural expressions in Indonesia is paramount to human rights. Indonesia is home to its richness of cultures and tribes, offering economic, social, and cultural values. However, this potential will remain insignificant without proper regulatory provisions in the domains of intellectual property or human rights. Departing from this issue, this research seeks to profoundly analyse the interface between traditional cultural expressions and human rights from the perspectives of either national law or international convention, and this analysis involves the comparison between Kenya and South Africa that appropriately govern legal protection of human rights in traditional cultural expressions. This research aims to elaborate on the interface between human rights and the protection of traditional cultural expressions within the purviews of national law and an international convention. With a legal research method and statutory, conceptual, and comparative approaches, this research finds that there is a close correlation between traditional cultural expressions and human rights, as referred to in international laws in Indonesia, Kenya, and South Africa, and the international convention. This research is expected to serve as a reference for Indonesian national law, in which adopting the best practices in Kenya and South Africa can be taken into account. \u0000 \u0000Perlindungan hukum Ekspresi Budaya Tradisional Indonesia adalah penting untuk diwujudkan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Fakta Indonesia sebagai negara yang kaya dengan keanekaragaman budaya dan suku bangsa menjadi potensi luar biasa nilai ekonomi, sosial dan budaya. Potensi luar biasa tersebut tidak dapat diwujudkan tanpa diikuti pengaturan hukum yang memadai baik di bidang hak kekayaan intelektual maupun hak asasi manusia. Atas dasar hal tersebut, menjadi penting untuk menganalisis keterkaitan ekspresi budaya tradisional dengan hak asasi manusia dalam hukum nasional, konvensi internasional, dan perbandingan di negara-negara Afrika, yaitu Kenya dan Afrika Selatan yang telah mengatur dengan baik perlindungan hukum atas hak asasi ekspresi budaya tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan interface hak asasi manusia dengan perlindungan ekspresi budaya tradisional baik dalam hukum nasional maupun konvensi internasional. Jenis penelitian hukum dengan pendekatan perundangan, konseptual, dan perbandingan maka ditemukan bahwa terdapat hubungan yang erat antara ekspresi budaya tradisional dengan hak asasi manusia sebagaimana terdapat dalam pengaturan di dalam hukum nasional Indonesia, Kenya, Afrika Selatan, dan konvensi internasional. Penelitian diharapkan dapat menjadi rujukan dalam hukum nasional Indonesia dengan mengadopsi praktik terbaik di Kenya dan Afrika Selatan.","PeriodicalId":516669,"journal":{"name":"Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah","volume":"14 5","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-01-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140510867","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
期刊
Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah
全部 Acc. Chem. Res. ACS Applied Bio Materials ACS Appl. Electron. Mater. ACS Appl. Energy Mater. ACS Appl. Mater. Interfaces ACS Appl. Nano Mater. ACS Appl. Polym. Mater. ACS BIOMATER-SCI ENG ACS Catal. ACS Cent. Sci. ACS Chem. Biol. ACS Chemical Health & Safety ACS Chem. Neurosci. ACS Comb. Sci. ACS Earth Space Chem. ACS Energy Lett. ACS Infect. Dis. ACS Macro Lett. ACS Mater. Lett. ACS Med. Chem. Lett. ACS Nano ACS Omega ACS Photonics ACS Sens. ACS Sustainable Chem. Eng. ACS Synth. Biol. Anal. Chem. BIOCHEMISTRY-US Bioconjugate Chem. BIOMACROMOLECULES Chem. Res. Toxicol. Chem. Rev. Chem. Mater. CRYST GROWTH DES ENERG FUEL Environ. Sci. Technol. Environ. Sci. Technol. Lett. Eur. J. Inorg. Chem. IND ENG CHEM RES Inorg. Chem. J. Agric. Food. Chem. J. Chem. Eng. Data J. Chem. Educ. J. Chem. Inf. Model. J. Chem. Theory Comput. J. Med. Chem. J. Nat. Prod. J PROTEOME RES J. Am. Chem. Soc. LANGMUIR MACROMOLECULES Mol. Pharmaceutics Nano Lett. Org. Lett. ORG PROCESS RES DEV ORGANOMETALLICS J. Org. Chem. J. Phys. Chem. J. Phys. Chem. A J. Phys. Chem. B J. Phys. Chem. C J. Phys. Chem. Lett. Analyst Anal. Methods Biomater. Sci. Catal. Sci. Technol. Chem. Commun. Chem. Soc. Rev. CHEM EDUC RES PRACT CRYSTENGCOMM Dalton Trans. Energy Environ. Sci. ENVIRON SCI-NANO ENVIRON SCI-PROC IMP ENVIRON SCI-WAT RES Faraday Discuss. Food Funct. Green Chem. Inorg. Chem. Front. Integr. Biol. J. Anal. At. Spectrom. J. Mater. Chem. A J. Mater. Chem. B J. Mater. Chem. C Lab Chip Mater. Chem. Front. Mater. Horiz. MEDCHEMCOMM Metallomics Mol. Biosyst. Mol. Syst. Des. Eng. Nanoscale Nanoscale Horiz. Nat. Prod. Rep. New J. Chem. Org. Biomol. Chem. Org. Chem. Front. PHOTOCH PHOTOBIO SCI PCCP Polym. Chem.
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
0
微信
客服QQ
Book学术公众号 扫码关注我们
反馈
×
意见反馈
请填写您的意见或建议
请填写您的手机或邮箱
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
现在去查看 取消
×
提示
确定
Book学术官方微信
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术
文献互助 智能选刊 最新文献 互助须知 联系我们:info@booksci.cn
Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。
Copyright © 2023 Book学术 All rights reserved.
ghs 京公网安备 11010802042870号 京ICP备2023020795号-1