Kulit buah naga memiliki kandungan senyawa golongan flavonoid, salah satunya adalah antosianin. Antosianin ini dapat berubah warna seiring berubahnya nilai pH sehingga dapat diaplikasikan sebagai indikator asam-basa. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh ekstrak kulit buah naga yang memiliki kandungan antosianin di dalamnya dan memanfaatkannya sebagai indikator titrasi asam-basa, serta menentukan trayek pH dari indikator alami yang diperoleh tersebut. Ekstrak diperoleh melalui ekstraksi dengan 3 variasi pelarut, yaitu aquades, campuran aquades-asam sitrat, dan campuran etanol-asam sitrat. Ekstrak yang diperoleh diuji kandungan senyawa, kestabilan, trayek pH, dan kinerjanya sebagai indikator titrasi asam-basa. Hasil identifikasi menunjukkan ekstrak kulit buah naga mengandung senyawa golongan flavonoid. Ekstrak kulit buah naga mempunyai trayek pH pada kisaran pH 7,33-9,33 sehingga dapat diaplikasikan sebagai indikator pada titrasi asam-basa. Penggunaan ekstrak kulit buah naga sebagai indikator pada titrasi asam kuat-basa kuat (HCl-NaOH) menghasilkan persen kesalahan teoritis titrasi sebesar +0,0041%, sedangkan pada titrasi asam lemah-basa kuat (CH3COOH-NaOH) sebesar -0,0275%. Ekstrak pekat kulit buah naga relatif stabil dan masih layak digunakan sebagai indikator titrasi asam-basa dengan hasil yang akurat setelah penyimpanan ekstrak selama 30 hari dalam botol tertutup dan suhu rendah. Berdasarkan hasil ini, ekstrak kulit buah naga dapat dimanfaatkan sebagai alternatif indikator sintetis yang umum digunakan pada titrasi asam-basa di laboratorium.
{"title":"Ekstraksi Antosianin dari Kulit Buah Naga (Hylocereus costaricensis) dan Pemanfaatannya sebagai Indikator Alami Titrasi Asam-Basa","authors":"Wahyudita Meganingtyas, M. Alauhdin","doi":"10.22146/agritech.52197","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/agritech.52197","url":null,"abstract":"Kulit buah naga memiliki kandungan senyawa golongan flavonoid, salah satunya adalah antosianin. Antosianin ini dapat berubah warna seiring berubahnya nilai pH sehingga dapat diaplikasikan sebagai indikator asam-basa. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh ekstrak kulit buah naga yang memiliki kandungan antosianin di dalamnya dan memanfaatkannya sebagai indikator titrasi asam-basa, serta menentukan trayek pH dari indikator alami yang diperoleh tersebut. Ekstrak diperoleh melalui ekstraksi dengan 3 variasi pelarut, yaitu aquades, campuran aquades-asam sitrat, dan campuran etanol-asam sitrat. Ekstrak yang diperoleh diuji kandungan senyawa, kestabilan, trayek pH, dan kinerjanya sebagai indikator titrasi asam-basa. Hasil identifikasi menunjukkan ekstrak kulit buah naga mengandung senyawa golongan flavonoid. Ekstrak kulit buah naga mempunyai trayek pH pada kisaran pH 7,33-9,33 sehingga dapat diaplikasikan sebagai indikator pada titrasi asam-basa. Penggunaan ekstrak kulit buah naga sebagai indikator pada titrasi asam kuat-basa kuat (HCl-NaOH) menghasilkan persen kesalahan teoritis titrasi sebesar +0,0041%, sedangkan pada titrasi asam lemah-basa kuat (CH3COOH-NaOH) sebesar -0,0275%. Ekstrak pekat kulit buah naga relatif stabil dan masih layak digunakan sebagai indikator titrasi asam-basa dengan hasil yang akurat setelah penyimpanan ekstrak selama 30 hari dalam botol tertutup dan suhu rendah. Berdasarkan hasil ini, ekstrak kulit buah naga dapat dimanfaatkan sebagai alternatif indikator sintetis yang umum digunakan pada titrasi asam-basa di laboratorium.","PeriodicalId":7563,"journal":{"name":"agriTECH","volume":"30 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2021-08-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85449771","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Warna merupakan salah satu parameter mutu penting dari konsentrat apel. Teknologi kamera smartphone yang semakin akurat dan mudah dioperasikan berpotensi untuk mengukur warna konsentrat apel. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan kamera smartphone Android dalam mengukur perubahan warna model konsentrat apel dan pendugaan umur simpan konsentrat apel. Sampel konsentrat apel disimpan pada suhu 8, 15, dan 35 °C masing-masing selama 25, 20, dan 14 hari. Nilai warna L*, a*, dan b* dari kolorimetri dibandingkan dengan nilai warna R’, G’, dan B’ kamera. Nilai warna relatif (𝓇, ℊ, dan 𝒷) digunakan untuk memperoleh hasil pengukuran warna dari kamera yang lebih akurat. Nilai R’ pada kamera memiliki korelasi tertinggi dengan nilai L* kolorimetri pada pengukuran model konsentrat (r=0,986). Nilai 𝓇 sebagai turunan nilai R’ dapat menurunkan simpangan baku dari 4,66% menjadi 1,36%. Model Arrhenius dari nilai 𝓇 memberikan prediksi umur simpan 16,7 minggu yang mendekati prediksi dari nilai L* (17,2 minggu) pada suhu 25 °C.
{"title":"Analisis Warna Berbasis Smartphone Android dan Aplikasinya dalam Pendugaan Umur Simpan Konsentrat Apel","authors":"Heru Kristanoko, Feri Kusnandar, Dian Herawati","doi":"10.22146/agritech.52956","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/agritech.52956","url":null,"abstract":"Warna merupakan salah satu parameter mutu penting dari konsentrat apel. Teknologi kamera smartphone yang semakin akurat dan mudah dioperasikan berpotensi untuk mengukur warna konsentrat apel. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan kamera smartphone Android dalam mengukur perubahan warna model konsentrat apel dan pendugaan umur simpan konsentrat apel. Sampel konsentrat apel disimpan pada suhu 8, 15, dan 35 °C masing-masing selama 25, 20, dan 14 hari. Nilai warna L*, a*, dan b* dari kolorimetri dibandingkan dengan nilai warna R’, G’, dan B’ kamera. Nilai warna relatif (𝓇, ℊ, dan 𝒷) digunakan untuk memperoleh hasil pengukuran warna dari kamera yang lebih akurat. Nilai R’ pada kamera memiliki korelasi tertinggi dengan nilai L* kolorimetri pada pengukuran model konsentrat (r=0,986). Nilai 𝓇 sebagai turunan nilai R’ dapat menurunkan simpangan baku dari 4,66% menjadi 1,36%. Model Arrhenius dari nilai 𝓇 memberikan prediksi umur simpan 16,7 minggu yang mendekati prediksi dari nilai L* (17,2 minggu) pada suhu 25 °C.","PeriodicalId":7563,"journal":{"name":"agriTECH","volume":"112 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2021-08-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74501264","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dewi Fortuna Ayu, Vonny Setiaries Johan, Tari Zulfalina
Tujuan penelitian ini untuk memperoleh perlakuan terbaik dari kombinasi bubur buah nipah dengan nanas serta penambahan gum arab pada mutu dan karakteristik sensori fruit leather. Penelitian eksperimen dilaksanakan secara acak lengkap faktorial dengan 3 ulangan. Perlakuan faktor pertama adalah perbandingan bubur buah nipah dengan nanas antara lain B1 (75%:25%), B2 (50%:50%), dan B3 (25%:75%). Faktor kedua adalah konsentrasi gum arab antara lain G1 (1%), dan G2 (1.2%). Analisis sidik ragam dan uji Duncan’s New Multiple Range Test pada taraf 5% digunakan untuk menganalisis data secara statistik. Hasil analisis memperlihatkan perbandingan bubur buah nipah dengan nanas mempengaruhi secara nyata kadar air, abu, serat kasar, gula total, total padatan terlarut, pH, dan pengujian sensori terhadap warna, aroma, rasa, serta tekstur fruit leather. Konsentrasi penambahan gum arab mempengaruhi secara nyata kadar air, abu, serat, total padatan terlarut, pH, dan pengujian sensori terhadap aroma fruit leather. Interaksi kedua faktor mempengaruhi secara nyata pH dan kadar serat fruit leather. Perlakuan terbaik penelitian ini adalah B3G2 (25% bubur buah nipah:75% bubur buah nanas pada konsentrasi gum arab 1,2%) dengan kadar air 12,83%, abu 0,79%, serat kasar 2,05%, gula total 21,21%, total padatan terlarut 32,08 °brix, dan pH 4,51. Hasil pengujian deskriptif terhadap fruit leather menunjukkkan bahwa fruit leather berwarna kuning (4,23), beraroma buah nanas (3,93), rasa manis sedikit asam (3,43), tekstur agak keras (3,90), dan penilaian keseluruhan secara hedonik disukai panelis (4,06).
{"title":"Kombinasi Bubur Buah Nipah dan Nanas dengan Penambahan Gum Arab pada Mutu dan Karakteristik Sensori Fruit leather","authors":"Dewi Fortuna Ayu, Vonny Setiaries Johan, Tari Zulfalina","doi":"10.22146/agritech.41570","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/agritech.41570","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian ini untuk memperoleh perlakuan terbaik dari kombinasi bubur buah nipah dengan nanas serta penambahan gum arab pada mutu dan karakteristik sensori fruit leather. Penelitian eksperimen dilaksanakan secara acak lengkap faktorial dengan 3 ulangan. Perlakuan faktor pertama adalah perbandingan bubur buah nipah dengan nanas antara lain B1 (75%:25%), B2 (50%:50%), dan B3 (25%:75%). Faktor kedua adalah konsentrasi gum arab antara lain G1 (1%), dan G2 (1.2%). Analisis sidik ragam dan uji Duncan’s New Multiple Range Test pada taraf 5% digunakan untuk menganalisis data secara statistik. Hasil analisis memperlihatkan perbandingan bubur buah nipah dengan nanas mempengaruhi secara nyata kadar air, abu, serat kasar, gula total, total padatan terlarut, pH, dan pengujian sensori terhadap warna, aroma, rasa, serta tekstur fruit leather. Konsentrasi penambahan gum arab mempengaruhi secara nyata kadar air, abu, serat, total padatan terlarut, pH, dan pengujian sensori terhadap aroma fruit leather. Interaksi kedua faktor mempengaruhi secara nyata pH dan kadar serat fruit leather. Perlakuan terbaik penelitian ini adalah B3G2 (25% bubur buah nipah:75% bubur buah nanas pada konsentrasi gum arab 1,2%) dengan kadar air 12,83%, abu 0,79%, serat kasar 2,05%, gula total 21,21%, total padatan terlarut 32,08 °brix, dan pH 4,51. Hasil pengujian deskriptif terhadap fruit leather menunjukkkan bahwa fruit leather berwarna kuning (4,23), beraroma buah nanas (3,93), rasa manis sedikit asam (3,43), tekstur agak keras (3,90), dan penilaian keseluruhan secara hedonik disukai panelis (4,06).","PeriodicalId":7563,"journal":{"name":"agriTECH","volume":"27 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2021-08-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"88378461","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Jamur tiram mengandung asam glutamat yang tinggi sehingga potensial untuk dikembangkan menjadi bumbu penyedap pengganti monosodium glutamate (MSG). Pengembangan formulasi produk diperlukan untuk menghasilkan produk yang dapat diterima masyarakat dari segi cita rasa maupun secara ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi yang dapat dikembangkan menjadi bumbu penyedap berbasis jamur tiram. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratory, pada Juni 2018 - April 2019. Bahan dasar formula produk penelitian ini adalah tepung jamur tiram (Pleurotus ostreatus) yang dipreparasi dengan perendaman dalam larutan natrium bisulfit 6,25 ppm selama 10 menit, dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan cabinet dryer dengan suhu 50 °C selama 30 jam. Penentuan formulasi terbaik dilakukan melalui dua tahap uji sensori. Uji sensori tahap I meliputi uji pembedaan dan uji hedonik, dengan menggunakan dua sampel formula tepung jamur dan produk MSG sebagai kontrol. Semua sampel dilarutkan dalam air hangat, kemudian disajikan masing-masing sebanyak 30 mL. Penilaian tingkat kesukaan menggunakan parameter warna, aroma, rasa, dan penilaian secara keseluruhan. Analisis data menggunakan uji Chi Square, sedangkan analisis data pada uji hedonik menggunakan uji Mann-Whitney. Data dianalisis menggunakan software statistik SPSS Statistic 21. Penelitian ini melibatkan sejumlah 20-30 panelis tidak terlatih. Hasil uji sensori pada tahap I digunakan sebagai kontrol pada uji sensori tahap II. Formulasi produk lainnya dibuat dengan substitusi kombinasi gula-garam dengan perbandingan tepung jamur tiram, garam, dan gula masing-masing 5:2:1 dan 5:3:2 (b/b/b). Analisis data secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk diagram. Hasil penilaian tingkat kesukaan panelis menunjukkan nilai tertinggi pada formula dengan perbandingan tepung jamur, gula, dan garam sebesar 5:3:2 (b/b/b), sehingga formuli ini dapat dikembangkan menjadi produk bumbu penyedap berbasis jamur tiram.
{"title":"Uji Sensori dan Formulasi Produk Bumbu Penyedap Berbasis Jamur Tiram (Studi Pengembangan Produk Alternatif Monosodium Glutamate)","authors":"Sri Kadaryati, M. Arinanti, Yuni Afriani","doi":"10.22146/agritech.51356","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/agritech.51356","url":null,"abstract":"Jamur tiram mengandung asam glutamat yang tinggi sehingga potensial untuk dikembangkan menjadi bumbu penyedap pengganti monosodium glutamate (MSG). Pengembangan formulasi produk diperlukan untuk menghasilkan produk yang dapat diterima masyarakat dari segi cita rasa maupun secara ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi yang dapat dikembangkan menjadi bumbu penyedap berbasis jamur tiram. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratory, pada Juni 2018 - April 2019. Bahan dasar formula produk penelitian ini adalah tepung jamur tiram (Pleurotus ostreatus) yang dipreparasi dengan perendaman dalam larutan natrium bisulfit 6,25 ppm selama 10 menit, dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan cabinet dryer dengan suhu 50 °C selama 30 jam. Penentuan formulasi terbaik dilakukan melalui dua tahap uji sensori. Uji sensori tahap I meliputi uji pembedaan dan uji hedonik, dengan menggunakan dua sampel formula tepung jamur dan produk MSG sebagai kontrol. Semua sampel dilarutkan dalam air hangat, kemudian disajikan masing-masing sebanyak 30 mL. Penilaian tingkat kesukaan menggunakan parameter warna, aroma, rasa, dan penilaian secara keseluruhan. Analisis data menggunakan uji Chi Square, sedangkan analisis data pada uji hedonik menggunakan uji Mann-Whitney. Data dianalisis menggunakan software statistik SPSS Statistic 21. Penelitian ini melibatkan sejumlah 20-30 panelis tidak terlatih. Hasil uji sensori pada tahap I digunakan sebagai kontrol pada uji sensori tahap II. Formulasi produk lainnya dibuat dengan substitusi kombinasi gula-garam dengan perbandingan tepung jamur tiram, garam, dan gula masing-masing 5:2:1 dan 5:3:2 (b/b/b). Analisis data secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk diagram. Hasil penilaian tingkat kesukaan panelis menunjukkan nilai tertinggi pada formula dengan perbandingan tepung jamur, gula, dan garam sebesar 5:3:2 (b/b/b), sehingga formuli ini dapat dikembangkan menjadi produk bumbu penyedap berbasis jamur tiram.","PeriodicalId":7563,"journal":{"name":"agriTECH","volume":"30 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2021-08-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80599668","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Eusabius Paul Pega, Nursigit Bintoro, Arifin Dwi Saputro
Tomat adalah salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomis tinggi dan berpotensi untuk diekspor. Buah tomat memerlukan penanganan serius, terutama dalam hal peningkatan hasil, mutu, dan penanganan pascapanennya. Salah satu tahapan pascapanen produk segar hasil pertanian yang sangat penting adalah penyimpanan. Penelitian ini bertujuan untuk merancang alat yang mampu mengatur suhu dan memodifikasi komposisi gas di dalam suatu ruangan tertutup (Modified Atmosphere Storage, MAS), melakukan kajian matematis maupun statistika mengenai pengaruh komposisi gas serta variasi suhu udara ruang simpan terhadap berbagai sifat fisik buah tomat dan menentukan kombinasi perlakuan terbaik antara konsentrasi oksigen dan suhu ruang simpan untuk penyimpanan buah tomat. Penelitian dimulai dengan pembuatan peralatan MAS dengan berbagai kelengkapannya. Setelah peralatan MAS jadi, kemudian dilakukan pengujian dengan variasi perlakuan konsentrasi gas O2 3%, 10%, 15%, dan 21% dan suhu ruang MAS 10 °C, 15 °C, dan 28 °C, dengan sampel buah tomat. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 15 hari terhadap perubahan kualitas fisik buah tomat yang disimpan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peralatan MAS dapat dibuat dari bahan-bahan yang tersedia dipasaran lokal dengan hasil yang memuaskan. Penurunan konsentrasi gas O2 ruang MAS dapat dilakukan dengan mengalirkan gas N2 kedalam ruang simpan MAS. Kombinasi perlakuan variasi konsentrasi oksigen dan suhu penyimpanan berpengaruh terhadap parameter laju respirasi, susut bobot, total padatan terlarut, pH, dan kekerasan buah. Secara umum kombinasi perlakuan terbaik adalah perlakuan dengan konsentrasi oksigen 10% dan suhu penyimpanan 15 °C.
{"title":"Rekayasa Teknologi Penyimpanan dengan Atmosfer Termodifikasi untuk Memperpanjang Umur Simpan dalam Penanganan Pascapanen Tomat","authors":"Eusabius Paul Pega, Nursigit Bintoro, Arifin Dwi Saputro","doi":"10.22146/agritech.54926","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/agritech.54926","url":null,"abstract":"Tomat adalah salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomis tinggi dan berpotensi untuk diekspor. Buah tomat memerlukan penanganan serius, terutama dalam hal peningkatan hasil, mutu, dan penanganan pascapanennya. Salah satu tahapan pascapanen produk segar hasil pertanian yang sangat penting adalah penyimpanan. Penelitian ini bertujuan untuk merancang alat yang mampu mengatur suhu dan memodifikasi komposisi gas di dalam suatu ruangan tertutup (Modified Atmosphere Storage, MAS), melakukan kajian matematis maupun statistika mengenai pengaruh komposisi gas serta variasi suhu udara ruang simpan terhadap berbagai sifat fisik buah tomat dan menentukan kombinasi perlakuan terbaik antara konsentrasi oksigen dan suhu ruang simpan untuk penyimpanan buah tomat. Penelitian dimulai dengan pembuatan peralatan MAS dengan berbagai kelengkapannya. Setelah peralatan MAS jadi, kemudian dilakukan pengujian dengan variasi perlakuan konsentrasi gas O2 3%, 10%, 15%, dan 21% dan suhu ruang MAS 10 °C, 15 °C, dan 28 °C, dengan sampel buah tomat. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 15 hari terhadap perubahan kualitas fisik buah tomat yang disimpan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peralatan MAS dapat dibuat dari bahan-bahan yang tersedia dipasaran lokal dengan hasil yang memuaskan. Penurunan konsentrasi gas O2 ruang MAS dapat dilakukan dengan mengalirkan gas N2 kedalam ruang simpan MAS. Kombinasi perlakuan variasi konsentrasi oksigen dan suhu penyimpanan berpengaruh terhadap parameter laju respirasi, susut bobot, total padatan terlarut, pH, dan kekerasan buah. Secara umum kombinasi perlakuan terbaik adalah perlakuan dengan konsentrasi oksigen 10% dan suhu penyimpanan 15 °C.","PeriodicalId":7563,"journal":{"name":"agriTECH","volume":"52 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2021-08-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83516807","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Annisa Hayyu Fatmawati, Dede R. Adawiyah, N. Wulandari
Biji selasih kering diketahui mengandung komponen hidrokoloid yaitu xylan dan glukomanan sehingga memiliki kemampuan membentuk gel bila dicampurkan dengan air. Salah satu pengembangan produk pangan yang dapat memanfaatkan biji selasih sebagai hidrokoloid adalah spreadable gel. Istilah spreadable gel merujuk pada produk selai yang sering digunakan sebagai bahan pengisi atau pelapis produk bakery. Perbedaan spreadable gel dengan selai adalah pada ingredient buah yang diganti dengan biji selasih. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan D-Optimal Custom Design menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM) secara eksperimental di laboratorium. Tujuan penelitian adalah menetapkan formulasi optimum produk spreadable gel yang memiliki nilai sineresis rendah dan dapat diterima oleh panelis. Penelitian ini menggunakan variabel bebas rasio biji selasih kering (g):air (mL) (1:10-1:30), lama perendaman (30-90 menit), penambahan gula (30-50%), rentang pH (4-5), variasi perisa (leci dan jeruk), dan konsentrasi perisa (0,05%; 0,1%; 0,2%). Melalui optimasi diperoleh hasil yaitu spreadable gel biji selasih terbaik dengan formulasi rasio biji selasih kering (g) terhadap air (mL) 1:10, penambahan gula 30%, lama perendaman 48 menit, dan pH 5 dengan penambahan perisa jeruk 0,1% yang menghasilkan nilai viskositas maksimum 24800 cP yaitu mudah dioles pada roti, tingkat sineresis ±3% dan nilai sensori tingkat kesukaan pada angka rerata 6,39 skala suka.
{"title":"Optimasi Formula Produk Gel Oles Berbahan Dasar Biji Selasih Menggunakan Teknik Response Surface Methodology","authors":"Annisa Hayyu Fatmawati, Dede R. Adawiyah, N. Wulandari","doi":"10.22146/agritech.55833","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/agritech.55833","url":null,"abstract":"Biji selasih kering diketahui mengandung komponen hidrokoloid yaitu xylan dan glukomanan sehingga memiliki kemampuan membentuk gel bila dicampurkan dengan air. Salah satu pengembangan produk pangan yang dapat memanfaatkan biji selasih sebagai hidrokoloid adalah spreadable gel. Istilah spreadable gel merujuk pada produk selai yang sering digunakan sebagai bahan pengisi atau pelapis produk bakery. Perbedaan spreadable gel dengan selai adalah pada ingredient buah yang diganti dengan biji selasih. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan D-Optimal Custom Design menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM) secara eksperimental di laboratorium. Tujuan penelitian adalah menetapkan formulasi optimum produk spreadable gel yang memiliki nilai sineresis rendah dan dapat diterima oleh panelis. Penelitian ini menggunakan variabel bebas rasio biji selasih kering (g):air (mL) (1:10-1:30), lama perendaman (30-90 menit), penambahan gula (30-50%), rentang pH (4-5), variasi perisa (leci dan jeruk), dan konsentrasi perisa (0,05%; 0,1%; 0,2%). Melalui optimasi diperoleh hasil yaitu spreadable gel biji selasih terbaik dengan formulasi rasio biji selasih kering (g) terhadap air (mL) 1:10, penambahan gula 30%, lama perendaman 48 menit, dan pH 5 dengan penambahan perisa jeruk 0,1% yang menghasilkan nilai viskositas maksimum 24800 cP yaitu mudah dioles pada roti, tingkat sineresis ±3% dan nilai sensori tingkat kesukaan pada angka rerata 6,39 skala suka.","PeriodicalId":7563,"journal":{"name":"agriTECH","volume":"38 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2021-08-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87572770","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ubi Banggai merupakan ubi khas dari Kepulauan Banggai, dengan jumlah varietas yang banyak. Ubi Banggai merupakan sumber karbohidrat yang salah satu komponen penyusunnya adalah pati. Karakteristik fisikokimia pati dari ubi Banggai belum diketahui, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik pati dari tiga varietas ubi Banggai (Baku Pusus, Baku Tuu Oloyo, dan Baku Boan). Pati ubi Banggai diekstraksi dan dianalisis sifat fisikokimianya yang meliputi kadar pati, amilosa, amilopektin, morfologi granula, warna, profil pasting, kemampuan mengembang, kelarutan, kekuatan gel, dan sineresis. Rendemen setiap varietas relatif rendah, yaitu Baku Pusus (8,66%), Baku Tuu oloyo (5,09%) dan Baku Boan (4,56%). Ketiga varietas mengandung kadar pati 88,00-88,89%, yang disusun oleh 60,29-62,88% amilosa dan amilopektin 25,12-28,65%. Granula pati ubi Banggai berbentuk ellipsoid, polihedral, dan triangular dengan ukuran panjang 17,94-23,59 µm dan lebar 13,97-16,72 µm. Hasil analisis warna pati kering ubi Banggai menunjukkan ubi Baku Pusus dan Baku Tu Oloyo memiliki nilai whiteness index (WI) yang tinggi dan browning index (BI) yang rendah, sedangkan pati ubi Baku Boan memiliki nilai WI yang paling rendah dan nilai BI paling tinggi. Hasil analisis RVA menunjukkan pati ubi Banggai memiliki suhu pasting yang tinggi (80,10-80,35 °C). Pada fase pemanasan, pasta ubi Banggai memiliki viskositas puncak yang tinggi dan mengalami viskositas breakdown. Pada fase pendinginan, pasta ubi Banggai memiliki viskositas setback dan viskositas akhir yang tinggi. Pati Baku Pusus memiliki kelarutan yang tinggi, kemampuan mengembang yang terbatas, kekuatan gel yang tinggi, namun mengalami sineresis.
{"title":"Karakteristik Fisikokimia Pati Ubi Banggai (Dioscorea alata)","authors":"Feri Kusnandar, Mimah Mutmainah, Tjahja Muhandri","doi":"10.22146/agritech.52535","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/agritech.52535","url":null,"abstract":"Ubi Banggai merupakan ubi khas dari Kepulauan Banggai, dengan jumlah varietas yang banyak. Ubi Banggai merupakan sumber karbohidrat yang salah satu komponen penyusunnya adalah pati. Karakteristik fisikokimia pati dari ubi Banggai belum diketahui, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik pati dari tiga varietas ubi Banggai (Baku Pusus, Baku Tuu Oloyo, dan Baku Boan). Pati ubi Banggai diekstraksi dan dianalisis sifat fisikokimianya yang meliputi kadar pati, amilosa, amilopektin, morfologi granula, warna, profil pasting, kemampuan mengembang, kelarutan, kekuatan gel, dan sineresis. Rendemen setiap varietas relatif rendah, yaitu Baku Pusus (8,66%), Baku Tuu oloyo (5,09%) dan Baku Boan (4,56%). Ketiga varietas mengandung kadar pati 88,00-88,89%, yang disusun oleh 60,29-62,88% amilosa dan amilopektin 25,12-28,65%. Granula pati ubi Banggai berbentuk ellipsoid, polihedral, dan triangular dengan ukuran panjang 17,94-23,59 µm dan lebar 13,97-16,72 µm. Hasil analisis warna pati kering ubi Banggai menunjukkan ubi Baku Pusus dan Baku Tu Oloyo memiliki nilai whiteness index (WI) yang tinggi dan browning index (BI) yang rendah, sedangkan pati ubi Baku Boan memiliki nilai WI yang paling rendah dan nilai BI paling tinggi. Hasil analisis RVA menunjukkan pati ubi Banggai memiliki suhu pasting yang tinggi (80,10-80,35 °C). Pada fase pemanasan, pasta ubi Banggai memiliki viskositas puncak yang tinggi dan mengalami viskositas breakdown. Pada fase pendinginan, pasta ubi Banggai memiliki viskositas setback dan viskositas akhir yang tinggi. Pati Baku Pusus memiliki kelarutan yang tinggi, kemampuan mengembang yang terbatas, kekuatan gel yang tinggi, namun mengalami sineresis.","PeriodicalId":7563,"journal":{"name":"agriTECH","volume":"10 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2021-08-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76352546","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
J. Muchlisyiyah, T. D. Widyaningsih, R. Wulansari, H. S. Prasmita
Coleus tuberosus, also known as black potato, is one of the Indonesian local tubers consumed as a carbohydrate substituent. Therefore, this study aimed to examine the effect of processing and cooling methods on the in vitro digestibility of black potato starch. Furthermore, two factors Randomized Block Design with a 2x3 experimental design was used, which consisted of processing methods (boiling, roasting, and microwave) and cooling at room temperature and 4 °C for 24 hours with 3 repetitions. Black potato flour was compared with the raw form, by assessing some parameters, namely Resistant Starch (RS), Slowly Digestible Starch (SDS), Rapidly Digestible Starch (RDS), and Glycemic Index (GI). Also, the analysis of total starch, moisture, and color was performed, hence raw black potatoes generally have 10% resistant starch (%wb). Different treatments of cooking and cooling had a significant effect (α = 0.05) on moisture content, total starch, RS, RDS, SDS, GI, brightness (L), and yellowness (b). Black potatoes subjected to the processing method followed by cooling had lower RDS and increased RS content. Furthermore, refrigeration at 4°C for 24 hours reduced the digestibility of black potato starch more than cooling at room temperature. Contrarily, microwaved black potato cooled at room temperature showed a higher digestion rate compared to the raw counterpart. Conclusively, processing followed by cooling reduces the GI and increases the RS content of Coleus tuberosus.
{"title":"The Effect of Processing and Cooling Methods on Coleus tuberosus in vitro Starch Digestibility","authors":"J. Muchlisyiyah, T. D. Widyaningsih, R. Wulansari, H. S. Prasmita","doi":"10.22146/agritech.44596","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/agritech.44596","url":null,"abstract":"Coleus tuberosus, also known as black potato, is one of the Indonesian local tubers consumed as a carbohydrate substituent. Therefore, this study aimed to examine the effect of processing and cooling methods on the in vitro digestibility of black potato starch. Furthermore, two factors Randomized Block Design with a 2x3 experimental design was used, which consisted of processing methods (boiling, roasting, and microwave) and cooling at room temperature and 4 °C for 24 hours with 3 repetitions. Black potato flour was compared with the raw form, by assessing some parameters, namely Resistant Starch (RS), Slowly Digestible Starch (SDS), Rapidly Digestible Starch (RDS), and Glycemic Index (GI). Also, the analysis of total starch, moisture, and color was performed, hence raw black potatoes generally have 10% resistant starch (%wb). Different treatments of cooking and cooling had a significant effect (α = 0.05) on moisture content, total starch, RS, RDS, SDS, GI, brightness (L), and yellowness (b). Black potatoes subjected to the processing method followed by cooling had lower RDS and increased RS content. Furthermore, refrigeration at 4°C for 24 hours reduced the digestibility of black potato starch more than cooling at room temperature. Contrarily, microwaved black potato cooled at room temperature showed a higher digestion rate compared to the raw counterpart. Conclusively, processing followed by cooling reduces the GI and increases the RS content of Coleus tuberosus.","PeriodicalId":7563,"journal":{"name":"agriTECH","volume":"68 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2021-08-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87657556","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pengembangan produk olahan susu kambing terfermentasi dan diperkaya dengan probiotik Bifidobacterium bifidum merupakan salah satu produk pangan fungsional (Functional Food) yang selanjutnya disebut sebagai Susu Bifidus. Susu bifidus sebagai salah satu produk fermentasi susu dapat dikonsumsi oleh masyarakat yang mengalami kesulitan mencerna laktosa (lactose intolerance). Daya terima konsumen terhadap susu kambing masih tergolong rendah dibandingkan dengan susu sapi, sehingga hal tersebut juga perlu diantisipasi. Penambahan ekstrak cengkeh (Syzygium aromaticum) pada susu Bifidus dapat digunakan sebagai alternatif senyawa aromatik alami, untuk menghilangkan aroma goaty pada susu kambing yang kurang begitu disukai oleh konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi ekstrak cengkeh terhadap viabilitas (daya hidup) dan aktivitas antibakteri Bifidobacterium bifidum serta kualitas kimia susu Bifidus. Parameter yang diamati pada penelitian adalah total Bifidobacterium bifidum, total bakteri dan luas zona bening susu Bifidus. Suplementasi ekstrak cengkeh sebesar 2% sebagai bahan suplementasi pada Bifidus milk dapat meningkatkan viabilitas probiotik Bifidobacterium bifidum. Ekstrak cengkeh dalam produk Bifidus milk berperan sebagai agen preservatif, didukung dengan adanya aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Salmonella typhimurium dan penurunan total bakteri pada Bifidus milk.
{"title":"Viabilitas Dan Aktivitas Antibakteri Bifidobacterium bifidum Dalam Susu Bifidus Dengan Suplementasi Ekstrak Cengkeh (Syzygium aromaticum)","authors":"Nosa Septiana Anindita, Muslih Anwar","doi":"10.22146/agritech.40882","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/agritech.40882","url":null,"abstract":"Pengembangan produk olahan susu kambing terfermentasi dan diperkaya dengan probiotik Bifidobacterium bifidum merupakan salah satu produk pangan fungsional (Functional Food) yang selanjutnya disebut sebagai Susu Bifidus. Susu bifidus sebagai salah satu produk fermentasi susu dapat dikonsumsi oleh masyarakat yang mengalami kesulitan mencerna laktosa (lactose intolerance). Daya terima konsumen terhadap susu kambing masih tergolong rendah dibandingkan dengan susu sapi, sehingga hal tersebut juga perlu diantisipasi. Penambahan ekstrak cengkeh (Syzygium aromaticum) pada susu Bifidus dapat digunakan sebagai alternatif senyawa aromatik alami, untuk menghilangkan aroma goaty pada susu kambing yang kurang begitu disukai oleh konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi ekstrak cengkeh terhadap viabilitas (daya hidup) dan aktivitas antibakteri Bifidobacterium bifidum serta kualitas kimia susu Bifidus. Parameter yang diamati pada penelitian adalah total Bifidobacterium bifidum, total bakteri dan luas zona bening susu Bifidus. Suplementasi ekstrak cengkeh sebesar 2% sebagai bahan suplementasi pada Bifidus milk dapat meningkatkan viabilitas probiotik Bifidobacterium bifidum. Ekstrak cengkeh dalam produk Bifidus milk berperan sebagai agen preservatif, didukung dengan adanya aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Salmonella typhimurium dan penurunan total bakteri pada Bifidus milk.","PeriodicalId":7563,"journal":{"name":"agriTECH","volume":"72 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2021-08-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80052819","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
H. Herlina, N. Kuswardhani, A. Nafi', Muhammad Syaiful Adzim
This study aims to examine the effect of percentage substitute of yellow sweet potato (Ipomoea batatas L.) on the physical, chemical and organoleptic characteristics of instant tiwul. It also aims to determine the exact percentage of yellow sweet potato in instant tiwul with high β-carotene content and favored by panelists. The completely randomized design (CRD) method was used with a single factor, namely the percentage substitution of yellow sweet potato (0, 10, 20, 30, 40, and 50%). Each treatment was repeated 3 (three) times while the data obtained were analyzed using the analysis of variance (ANOVA). In addition, when significant differences exist between treatments (α ≤ 0,05), the Duncan new multiple range test (DNMRT) is used, organoleptic data were analyzed using the chi-square test (α ≤ 0.05), meanwhile, to determine the best treatment, an effectiveness test was performed. The results showed that the percentage substitution of yellow sweet potato significantly affected the water content, total β-carotene content, rehydration and swelling power, bulk density, panelists’ preference for color, aroma, taste, texture, elasticity and overall. Based on the effectiveness test, the best percentage substitution of yellow sweet potato in instant tiwul production was P3 treatment (yellow sweet potato substitution by 30%), which has a total β-carotene content of 0.336 mg/100 g, panelists’ preference for color, aroma, taste, texture, suppleness, and overall of 28, 32,40, 32, 36, and 32% respectively.
{"title":"Karakteristik Tiwul Instan Subtitusi Ubi Jalar Kuning (Ipomoea batatas L.) sebagai Sumber β–Karoten","authors":"H. Herlina, N. Kuswardhani, A. Nafi', Muhammad Syaiful Adzim","doi":"10.22146/AGRITECH.43676","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/AGRITECH.43676","url":null,"abstract":"This study aims to examine the effect of percentage substitute of yellow sweet potato (Ipomoea batatas L.) on the physical, chemical and organoleptic characteristics of instant tiwul. It also aims to determine the exact percentage of yellow sweet potato in instant tiwul with high β-carotene content and favored by panelists. The completely randomized design (CRD) method was used with a single factor, namely the percentage substitution of yellow sweet potato (0, 10, 20, 30, 40, and 50%). Each treatment was repeated 3 (three) times while the data obtained were analyzed using the analysis of variance (ANOVA). In addition, when significant differences exist between treatments (α ≤ 0,05), the Duncan new multiple range test (DNMRT) is used, organoleptic data were analyzed using the chi-square test (α ≤ 0.05), meanwhile, to determine the best treatment, an effectiveness test was performed. The results showed that the percentage substitution of yellow sweet potato significantly affected the water content, total β-carotene content, rehydration and swelling power, bulk density, panelists’ preference for color, aroma, taste, texture, elasticity and overall. Based on the effectiveness test, the best percentage substitution of yellow sweet potato in instant tiwul production was P3 treatment (yellow sweet potato substitution by 30%), which has a total β-carotene content of 0.336 mg/100 g, panelists’ preference for color, aroma, taste, texture, suppleness, and overall of 28, 32,40, 32, 36, and 32% respectively.","PeriodicalId":7563,"journal":{"name":"agriTECH","volume":"25 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2021-06-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90636787","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}