Citra tubuh merupakan salah satu aspek yang menonjol pada masa remaja. Pada remaja perempuan, perhatian terhadap tubuh menjadi kekhawatiran terpenting dalam kehidupan. Gratitude merupakan emosi positif yang memiliki manfaat untuk mengurangi, dan menghilangkan emosi-emosi negatif seperti penyesalan, ketidakpuasan, kekecewaan, dan frustasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara gratitude dengan citra tubuh pada remaja putri di Kabupaten Alor. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 106 remaja putri di Kabupaten Alor, teknik pengambil sampel yang digunakan yaitu accidental sampling dan snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara gratitude dengan citra tubuh pada remaja putri di Kabupaten Alor dengan koefisien korelasi sebesar 0,306 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Semakin tinggi tingkat gratitude maka semakin tinggi pula citra tubuh, dan sebaliknya semakin rendah tingkat gratitude maka semakin rendah citra tubuh. Penelitian ini juga menghasilkan temuan lain dimana meningkatnya gratitude tidak selalu diikuti dengan meningkatnya citra tubuh pada individu.
{"title":"HUBUNGAN ANTARA GRATITUDE DENGAN CITRA TUBUH PADA REMAJA PUTRI DI KABUPATEN ALOR","authors":"Elisabet Widyaning Hapsari, Louise Niga Bakan","doi":"10.33508/exp.v10i1.3749","DOIUrl":"https://doi.org/10.33508/exp.v10i1.3749","url":null,"abstract":"Citra tubuh merupakan salah satu aspek yang menonjol pada masa remaja. Pada remaja perempuan, perhatian terhadap tubuh menjadi kekhawatiran terpenting dalam kehidupan. Gratitude merupakan emosi positif yang memiliki manfaat untuk mengurangi, dan menghilangkan emosi-emosi negatif seperti penyesalan, ketidakpuasan, kekecewaan, dan frustasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara gratitude dengan citra tubuh pada remaja putri di Kabupaten Alor. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 106 remaja putri di Kabupaten Alor, teknik pengambil sampel yang digunakan yaitu accidental sampling dan snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara gratitude dengan citra tubuh pada remaja putri di Kabupaten Alor dengan koefisien korelasi sebesar 0,306 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Semakin tinggi tingkat gratitude maka semakin tinggi pula citra tubuh, dan sebaliknya semakin rendah tingkat gratitude maka semakin rendah citra tubuh. Penelitian ini juga menghasilkan temuan lain dimana meningkatnya gratitude tidak selalu diikuti dengan meningkatnya citra tubuh pada individu.","PeriodicalId":114938,"journal":{"name":"Experientia: Jurnal Psikologi Indonesia","volume":"78 3 Pt 1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131205032","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Maria Imaculata Minamodesta, Jaka Santosa Sudagijono
Populasi lansia wanita yang terus meningkat di Indonesia menunjukkan harapan hidupnya pun meningkat, sehingga lebih banyak menghadapi kesulitan terkait penuaannya seorang diri. Hal tersebut berkaitan dengan konsep “successful aging”, salah satu hal yang mempengaruhi yaitu kepuasan hidup.Kepuasan hidup yang rendah pada lansia wanita dapat menyebabkan tingginya resiko mengalami depresi dan memiliki status fungsional dan kesehatan fisik maupun psikologis yang rendah. Kepuasan hidup adalah evaluasi subjektif terhadap keseluruhan kehidupan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang dengan situasi yang dianggap standar atau ideal sesuai dengan kriteria yang dipilih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kepuasan hidup pada lansia wanita ditinjau dari tempat tinggal. Tempat tinggal tersebut terdiri dari tempat tinggal bersama anak/keluarga, sendiri dan di panti lansia. Subjek Penelitian ini adalah lansia wanita yang sudah tidak memiliki pasangan, dan berusia 60 tahun ke atas (N=82). Teknik Pengambilan data dalam penelitian ini adalah Purposive sampling dan snowball sampling. Kepuasan hidup lansia wanita diukur menggunakan kuesioner kepuasan hidup LSITA-SF. Teknik analisa data yang digunakan adalah uji beda Anova One-Way. Hasil analisis menunjukkan nilai p = 0,019 (p<0,05), yang berarti ada perbedaan kepuasan hidup lansia wanita ditinjau dari tempat tinggal. Berdasarkan nilai mean, kepuasan hidup tertinggi berada pada kelompok tempat tinggal di panti lansia sebesar 39,90 diikuti kelompok tempat tinggal bersama anak/keluarga sebesar 35,84 dan terendah yaitu tempat tinggal sendiri sebesar 34,86.
{"title":"PERBEDAAN KEPUASAN HIDUP PADA LANSIA WANITA DITINJAU DARI TEMPAT TINGGAL","authors":"Maria Imaculata Minamodesta, Jaka Santosa Sudagijono","doi":"10.33508/exp.v10i1.3532","DOIUrl":"https://doi.org/10.33508/exp.v10i1.3532","url":null,"abstract":"Populasi lansia wanita yang terus meningkat di Indonesia menunjukkan harapan hidupnya pun meningkat, sehingga lebih banyak menghadapi kesulitan terkait penuaannya seorang diri. Hal tersebut berkaitan dengan konsep “successful aging”, salah satu hal yang mempengaruhi yaitu kepuasan hidup.Kepuasan hidup yang rendah pada lansia wanita dapat menyebabkan tingginya resiko mengalami depresi dan memiliki status fungsional dan kesehatan fisik maupun psikologis yang rendah. Kepuasan hidup adalah evaluasi subjektif terhadap keseluruhan kehidupan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang dengan situasi yang dianggap standar atau ideal sesuai dengan kriteria yang dipilih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kepuasan hidup pada lansia wanita ditinjau dari tempat tinggal. Tempat tinggal tersebut terdiri dari tempat tinggal bersama anak/keluarga, sendiri dan di panti lansia. Subjek Penelitian ini adalah lansia wanita yang sudah tidak memiliki pasangan, dan berusia 60 tahun ke atas (N=82). Teknik Pengambilan data dalam penelitian ini adalah Purposive sampling dan snowball sampling. Kepuasan hidup lansia wanita diukur menggunakan kuesioner kepuasan hidup LSITA-SF. Teknik analisa data yang digunakan adalah uji beda Anova One-Way. Hasil analisis menunjukkan nilai p = 0,019 (p<0,05), yang berarti ada perbedaan kepuasan hidup lansia wanita ditinjau dari tempat tinggal. Berdasarkan nilai mean, kepuasan hidup tertinggi berada pada kelompok tempat tinggal di panti lansia sebesar 39,90 diikuti kelompok tempat tinggal bersama anak/keluarga sebesar 35,84 dan terendah yaitu tempat tinggal sendiri sebesar 34,86.","PeriodicalId":114938,"journal":{"name":"Experientia: Jurnal Psikologi Indonesia","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130986053","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia menyebabkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan peraturan untuk melaksanakan pembelajaran secara daring bagi mahasiswa di Perguruan Tinggi. Mahasiswa tahun pertama sebagai mahasiswa yang baru saja mengalami masa transisi dari SMA menuju Perguruan Tinggi merupakan pihak yang rentan mengalami stres akademik saat pembelajaran daring. Stres akademik adalah respon yang dirasakan oleh tubuh terkait tuntutan yang tinggi dari dunia akademik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stres akademik dapat menurun ketika individu memperoleh dukungan dari lingkungan sekitarnya. Pada penelitian ini dukungan dari lingkungan sekitar adalah dukungan yang diberikan oleh teman. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara dukungan teman dan stres akademik pada mahasiswa tahun pertama selama pembelajaran daring. Responden dalam penelitian ini berjumlah 194 mahasiswa tahun pertama yaitu 66 mahasiswa dan 128 mahasiswi. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara dukungan teman dengan stres akademik pada mahasiswa tahun pertama selama pembelajaran daring (r = -0,356; p<0,05). Mahasiswa tahun pertama yang memperoleh dukungan dari teman akan menurun stres akademik yang dirasakannya. Dosen disarankan dapat menyediakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk bekerjasama secara interaktif sehingga mahasiswa memperoleh dukungan dari teman mahasiswa selama proses pembelajaran daring.
{"title":"STRES AKADEMIK DAN DUKUNGAN TEMAN PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA SELAMA PEMBELAJARAN DARING","authors":"Alessandro Widianto Putro, Ermida Simanjuntak","doi":"10.33508/exp.v10i1.3789","DOIUrl":"https://doi.org/10.33508/exp.v10i1.3789","url":null,"abstract":"Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia menyebabkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan peraturan untuk melaksanakan pembelajaran secara daring bagi mahasiswa di Perguruan Tinggi. Mahasiswa tahun pertama sebagai mahasiswa yang baru saja mengalami masa transisi dari SMA menuju Perguruan Tinggi merupakan pihak yang rentan mengalami stres akademik saat pembelajaran daring. Stres akademik adalah respon yang dirasakan oleh tubuh terkait tuntutan yang tinggi dari dunia akademik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stres akademik dapat menurun ketika individu memperoleh dukungan dari lingkungan sekitarnya. Pada penelitian ini dukungan dari lingkungan sekitar adalah dukungan yang diberikan oleh teman. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara dukungan teman dan stres akademik pada mahasiswa tahun pertama selama pembelajaran daring. Responden dalam penelitian ini berjumlah 194 mahasiswa tahun pertama yaitu 66 mahasiswa dan 128 mahasiswi. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara dukungan teman dengan stres akademik pada mahasiswa tahun pertama selama pembelajaran daring (r = -0,356; p<0,05). Mahasiswa tahun pertama yang memperoleh dukungan dari teman akan menurun stres akademik yang dirasakannya. Dosen disarankan dapat menyediakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk bekerjasama secara interaktif sehingga mahasiswa memperoleh dukungan dari teman mahasiswa selama proses pembelajaran daring.","PeriodicalId":114938,"journal":{"name":"Experientia: Jurnal Psikologi Indonesia","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126052901","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Nowadays married women who do not work nine-to-five and choose to become housewives can be productive by generating high-achieving and income-generating works, one of which is by opening a business at home. Housewives who open businesses at home are commonly referred to as mompreneurs. However, being a mompreneur is not easy. A mompreneur needs to strive for a balance between her work life and also her personal life to maintain the sustainability of her business and her family. This study aims to observe how the work-life balance of the mompreneur is depicted, where work-life balance is an individual effort to balance work life and personal life. This research was conducted using qualitative phenomenological methods that applied the theory-led thematic analysis technique. The informants of this study are mompreneurs, who have been managing a business in the house which is operated online or offline with the business age is <2 years, and have or are currently nurturing a child <18 years old. Informants were selected using purposive and snowball techniques. The results of this study illustrate that the two informants show that there are three aspects of work-life balance, namely time balance, involvement balance, and satisfaction balance. Additionally, this study also found a new aspect of work-life balance, namely emotional balance, and the factors that affect the work-life balance of the two informants are the characteristics of the informant's trait or attitude, continuous learning, social support, and work overload.
{"title":"GAMBARAN WORK-LIFE BALANCE PADA MOMPRENEUR","authors":"Brigitta Prasartika, Andhika Alexander Repi","doi":"10.33508/exp.v9i2.2910","DOIUrl":"https://doi.org/10.33508/exp.v9i2.2910","url":null,"abstract":"Nowadays married women who do not work nine-to-five and choose to become housewives can be productive by generating high-achieving and income-generating works, one of which is by opening a business at home. Housewives who open businesses at home are commonly referred to as mompreneurs. However, being a mompreneur is not easy. A mompreneur needs to strive for a balance between her work life and also her personal life to maintain the sustainability of her business and her family. This study aims to observe how the work-life balance of the mompreneur is depicted, where work-life balance is an individual effort to balance work life and personal life. This research was conducted using qualitative phenomenological methods that applied the theory-led thematic analysis technique. The informants of this study are mompreneurs, who have been managing a business in the house which is operated online or offline with the business age is <2 years, and have or are currently nurturing a child <18 years old. Informants were selected using purposive and snowball techniques. The results of this study illustrate that the two informants show that there are three aspects of work-life balance, namely time balance, involvement balance, and satisfaction balance. Additionally, this study also found a new aspect of work-life balance, namely emotional balance, and the factors that affect the work-life balance of the two informants are the characteristics of the informant's trait or attitude, continuous learning, social support, and work overload.","PeriodicalId":114938,"journal":{"name":"Experientia: Jurnal Psikologi Indonesia","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124988705","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Indonesia memiliki banyak keberagaman tradisi yang masih dilakukan secara turun-temurun. Salah satu tradisi upacara ritual yang masih dilaksanakan pada masyarakat Indonesia adalah bersih desa atau sedekah bumi. Melekatnya tradisi upacara ritual dengan kehidupan bermasyarakat, dapat menjadi sebagai ciri atau identitas. Akan terkesan janggal jika suatu tradisi atau budaya tidak dilakukan. Sehingga individu yang menganut budaya ini menjadikannya sebagai identitas sosial akan memiliki nilai-nilai, emosi, dan pemikiran serta melewati proses identitas sosial terhadap budaya bersih desa. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan identitas sosial pada warga penganut budaya bersih desa berdasarkan komponen identitas sosial dan proses identitas sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah studi fenomenologi kepada dua informan yang menjalankan upacara kebudayaan ini di suatu daerah. Hasil dari penelitian ini, yaitu berdasarkan tiga komponen identitas sosial, yaitu komponen evaluatif berdasarkan nilai kehidupan, yaitu selamat dan bersyukur, komponen emosi berdasarkan perasaan individu, yaitu empati, cuek dan senang. Serta komponen kognitif yang meliputi proses identitas sosial, yaitu terdiri dari social categorization yang didasarkan atas lingkungan desa, tradisi adat, dan sejarah desa, prototypes yang didasarkan atas bentuk representasi kognitif meliputi kegiatan sedekah bumi dan partisipasi warga dalam kegiatan tersebut, dan depersonalization yang berdasarkan hasil internalisasi dari anggota kelompok, yaitu desa aman, warga rukun, saling membantu, dan tidak membeda-bedakan antar individu.
{"title":"GAMBARAN IDENTITAS SOSIAL PADA WARGA PENGANUT BUDAYA BERSIH DESA WILAYAH SAWO KELURAHAN BRINGIN SURABAYA","authors":"Raras Pramudita, Dicky Susilo","doi":"10.33508/exp.v9i2.3256","DOIUrl":"https://doi.org/10.33508/exp.v9i2.3256","url":null,"abstract":"Indonesia memiliki banyak keberagaman tradisi yang masih dilakukan secara turun-temurun. Salah satu tradisi upacara ritual yang masih dilaksanakan pada masyarakat Indonesia adalah bersih desa atau sedekah bumi. Melekatnya tradisi upacara ritual dengan kehidupan bermasyarakat, dapat menjadi sebagai ciri atau identitas. Akan terkesan janggal jika suatu tradisi atau budaya tidak dilakukan. Sehingga individu yang menganut budaya ini menjadikannya sebagai identitas sosial akan memiliki nilai-nilai, emosi, dan pemikiran serta melewati proses identitas sosial terhadap budaya bersih desa. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan identitas sosial pada warga penganut budaya bersih desa berdasarkan komponen identitas sosial dan proses identitas sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah studi fenomenologi kepada dua informan yang menjalankan upacara kebudayaan ini di suatu daerah. Hasil dari penelitian ini, yaitu berdasarkan tiga komponen identitas sosial, yaitu komponen evaluatif berdasarkan nilai kehidupan, yaitu selamat dan bersyukur, komponen emosi berdasarkan perasaan individu, yaitu empati, cuek dan senang. Serta komponen kognitif yang meliputi proses identitas sosial, yaitu terdiri dari social categorization yang didasarkan atas lingkungan desa, tradisi adat, dan sejarah desa, prototypes yang didasarkan atas bentuk representasi kognitif meliputi kegiatan sedekah bumi dan partisipasi warga dalam kegiatan tersebut, dan depersonalization yang berdasarkan hasil internalisasi dari anggota kelompok, yaitu desa aman, warga rukun, saling membantu, dan tidak membeda-bedakan antar individu.","PeriodicalId":114938,"journal":{"name":"Experientia: Jurnal Psikologi Indonesia","volume":"86 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126298366","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Subjective well-being is defined as individual’s cognitive and affective evaluation towards individual’s own life, which can be observed through positive self-esteem, perceived control, extroversion, optimism, positive social relationship and feelings of purposeful and meaningful life. Subjective well-being is also influenced by individual’s work experience. Basing on the above-mentioned definition, this study is conducted to obtain a snapshot of the subjective well-being of daily workers that is considered one of the unstandardized employment. This study was conducted using qualitative approach of phenomenology. Data analysis was done using inductive thematic analysis. Informants of the study are daily workers who have long work experience in CV. CA. Result shows that daily workers of CV. CA fulfilled six aspects of subjective well-being including positive self-esteem, optimism, positive social relationship, perceived control, extraversion and feelings of purposeful and meaningful life. Keywords: subjective well-being, daily workers
{"title":"GAMBARAN SUBJECTIVE WELL-BEING DI PEKERJA HARIAN CV. CA","authors":"Yohanes Darmawan Setioko","doi":"10.33508/exp.v9i2.2548","DOIUrl":"https://doi.org/10.33508/exp.v9i2.2548","url":null,"abstract":"Subjective well-being is defined as individual’s cognitive and affective evaluation towards individual’s own life, which can be observed through positive self-esteem, perceived control, extroversion, optimism, positive social relationship and feelings of purposeful and meaningful life. Subjective well-being is also influenced by individual’s work experience. Basing on the above-mentioned definition, this study is conducted to obtain a snapshot of the subjective well-being of daily workers that is considered one of the unstandardized employment. This study was conducted using qualitative approach of phenomenology. Data analysis was done using inductive thematic analysis. Informants of the study are daily workers who have long work experience in CV. CA. Result shows that daily workers of CV. CA fulfilled six aspects of subjective well-being including positive self-esteem, optimism, positive social relationship, perceived control, extraversion and feelings of purposeful and meaningful life. Keywords: subjective well-being, daily workers","PeriodicalId":114938,"journal":{"name":"Experientia: Jurnal Psikologi Indonesia","volume":"71 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130327291","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
This study aimed to determine the effect of Preoccupied Attachment Style and Authoritarian Parenting Style on Self-Esteem in high school adolescents in Surabaya. This research was conducted with a correlational quantitative design. The subjects of this study were 121 high school students in Surabaya. The sampling technique used is non-probability incidental sampling with the Slovin formula. Retrieval of data using the State Self Esteem Scale (Heatherton & Polivy, 1991), Attachment Style Scale (Bartholomew & Horowitz, 1991), Parental Authority (Buri, 1991). These three scales were adapted to Indonesian. Data analysis in this study used simple regression analysis with JASP version 9.2 software. The results of the regression test showed that when tested together, preoccupied attachment and authoritarian parenting style had a significant effect on adolescent self-esteem, but if we examined the relationship between each variable, preoccupied attachment had a negative effect on self-esteem, while authoritarian parenting style had no effect on self-esteem.
{"title":"PENGARUH PREOCCUPIED ATTACHMENT DAN AUTHORITARIAN PARENTING STYLE TERHADAP SELF-ESTEEM PADA REMAJA SMA DI SURABAYA","authors":"Ersa Lanang Sanjaya, Maghrizkia Aulia Wilda","doi":"10.33508/exp.v9i2.3330","DOIUrl":"https://doi.org/10.33508/exp.v9i2.3330","url":null,"abstract":"This study aimed to determine the effect of Preoccupied Attachment Style and Authoritarian Parenting Style on Self-Esteem in high school adolescents in Surabaya. This research was conducted with a correlational quantitative design. The subjects of this study were 121 high school students in Surabaya. The sampling technique used is non-probability incidental sampling with the Slovin formula. Retrieval of data using the State Self Esteem Scale (Heatherton & Polivy, 1991), Attachment Style Scale (Bartholomew & Horowitz, 1991), Parental Authority (Buri, 1991). These three scales were adapted to Indonesian. Data analysis in this study used simple regression analysis with JASP version 9.2 software. The results of the regression test showed that when tested together, preoccupied attachment and authoritarian parenting style had a significant effect on adolescent self-esteem, but if we examined the relationship between each variable, preoccupied attachment had a negative effect on self-esteem, while authoritarian parenting style had no effect on self-esteem.","PeriodicalId":114938,"journal":{"name":"Experientia: Jurnal Psikologi Indonesia","volume":"52 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123489571","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Masa remaja merupakan suatu masa yang diwarnai dengan konflik dan perubahan suasana hati. Konflik yang dialami oleh individu pada masa ini salah satunya adalah bunuh diri. Indonesia diprediksi menjadi negara dengan tingkat kematian tertinggi akibat bunuh diri di Asia Tenggara dan individu laki-laki memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk bunuh diri yaitu 3x lebih banyak dibandingkan perempuan. Fenomena kecenderungan bunuh diri sendiri memiliki kaitan dengan suatu fenomena yang disebut alexithymia yang merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami kekurangan atau kendala dalam area kognitif serta mengatur emosi, yang menyebabkan individu tidak dapat menyampaikan emosinya secara verbal maupun non-verbal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan alexithymia dan kecenderungan bunuh diri pada remaja laki-laki di Surabaya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan incidental sampling pada remaja laki-laki yang bertempat tinggal di Surabaya dan pernah memiliki pemikiran untuk melakukan tindakan bunuh diri. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecenderungan bunuh diri yang terdiri dari 3 aspek dan skala alexithymia yang terdiri dari 4 karakteristik. Hasil uji asumsi normalitas terpenuhi, sedangkan uji asumsi linearitas tidak terpenuhi. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan statistik non-parametrik Kendall’s Tau B. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil nilai signifikansi sebesar 0,015 (p < 0,05) dan nilai koefisien korelasi 0,315. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan alexithymia dan kecenderungan bunuh diri pada remaja laki-laki di Surabaya. Arah hubungan kedua variabel positif yang berarti semakin tinggi kecenderungan bunuh diri maka akan diikuti semakin tinggi alexithymia, begitu juga sebaliknya.
{"title":"HUBUNGAN ALEXITHYMIA DAN KECENDERUNGAN BUNUH DIRI PADA REMAJA LAKI-LAKI DI SURABAYA","authors":"Michelle Aveline Kurniawan, Jaka Santosa Sudagijono","doi":"10.33508/exp.v9i2.2904","DOIUrl":"https://doi.org/10.33508/exp.v9i2.2904","url":null,"abstract":"Masa remaja merupakan suatu masa yang diwarnai dengan konflik dan perubahan suasana hati. Konflik yang dialami oleh individu pada masa ini salah satunya adalah bunuh diri. Indonesia diprediksi menjadi negara dengan tingkat kematian tertinggi akibat bunuh diri di Asia Tenggara dan individu laki-laki memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk bunuh diri yaitu 3x lebih banyak dibandingkan perempuan. Fenomena kecenderungan bunuh diri sendiri memiliki kaitan dengan suatu fenomena yang disebut alexithymia yang merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami kekurangan atau kendala dalam area kognitif serta mengatur emosi, yang menyebabkan individu tidak dapat menyampaikan emosinya secara verbal maupun non-verbal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan alexithymia dan kecenderungan bunuh diri pada remaja laki-laki di Surabaya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan incidental sampling pada remaja laki-laki yang bertempat tinggal di Surabaya dan pernah memiliki pemikiran untuk melakukan tindakan bunuh diri. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecenderungan bunuh diri yang terdiri dari 3 aspek dan skala alexithymia yang terdiri dari 4 karakteristik. Hasil uji asumsi normalitas terpenuhi, sedangkan uji asumsi linearitas tidak terpenuhi. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan statistik non-parametrik Kendall’s Tau B. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil nilai signifikansi sebesar 0,015 (p < 0,05) dan nilai koefisien korelasi 0,315. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan alexithymia dan kecenderungan bunuh diri pada remaja laki-laki di Surabaya. Arah hubungan kedua variabel positif yang berarti semakin tinggi kecenderungan bunuh diri maka akan diikuti semakin tinggi alexithymia, begitu juga sebaliknya.","PeriodicalId":114938,"journal":{"name":"Experientia: Jurnal Psikologi Indonesia","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121040692","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kebahagiaan menjadi salah satu tujuan hidup bagi mayoritas individu yang bisa dicapai dengan membentuk persepsi positif terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan. Kebahagiaan harus diperjuangkan pencapaiannya, sekalipun kenyataan yang terjadi seringkali di luar harapan individu. Memiliki anak dengan down syndrome pasti akan memberikan dampak pada kehidupan individu, khususnya ibu. Ibu sebagai seorang individu berhak untuk merasakan kebahagiaan di dalam diri dan hidupnya sekalipun memiliki anak down syndrome. Ada serangkaian proses yang dilalui seorang ibu sejak menerima diagnosis down syndrome pada anak hingga akhirnya mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika kebahagiaan (happiness) pada ibu yang memiliki anak down syndrome. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan dalam penelitian ini adalah dua ibu yang memiliki anak down syndrome usia 7-12 tahun (usia SD). Peneliti memperoleh informan dengan menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data inductive thematic analysis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua informan merasakan kebahagiaan selama mengasuh anak down syndrome. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya spiritualitas yang terdiri dari pandangan-pandangan positif seperti memandang kehadiran anak sebagai anugerah dan percaya bahwa mereka telah diberi kepercayaan serta tanggung jawab yang lebih dari Allah untuk memiliki anak tersebut. Kedua informan juga menunjukkan adanya penghargaan diri dan pengembangan diri yang positif terhadap kehidupan informan.
{"title":"DINAMIKA KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME","authors":"Yessi Dewi Sangga Wijaya, Eli Prasetyo","doi":"10.33508/exp.v9i2.3359","DOIUrl":"https://doi.org/10.33508/exp.v9i2.3359","url":null,"abstract":"Kebahagiaan menjadi salah satu tujuan hidup bagi mayoritas individu yang bisa dicapai dengan membentuk persepsi positif terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan. Kebahagiaan harus diperjuangkan pencapaiannya, sekalipun kenyataan yang terjadi seringkali di luar harapan individu. Memiliki anak dengan down syndrome pasti akan memberikan dampak pada kehidupan individu, khususnya ibu. Ibu sebagai seorang individu berhak untuk merasakan kebahagiaan di dalam diri dan hidupnya sekalipun memiliki anak down syndrome. Ada serangkaian proses yang dilalui seorang ibu sejak menerima diagnosis down syndrome pada anak hingga akhirnya mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika kebahagiaan (happiness) pada ibu yang memiliki anak down syndrome. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan dalam penelitian ini adalah dua ibu yang memiliki anak down syndrome usia 7-12 tahun (usia SD). Peneliti memperoleh informan dengan menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data inductive thematic analysis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua informan merasakan kebahagiaan selama mengasuh anak down syndrome. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya spiritualitas yang terdiri dari pandangan-pandangan positif seperti memandang kehadiran anak sebagai anugerah dan percaya bahwa mereka telah diberi kepercayaan serta tanggung jawab yang lebih dari Allah untuk memiliki anak tersebut. Kedua informan juga menunjukkan adanya penghargaan diri dan pengembangan diri yang positif terhadap kehidupan informan.","PeriodicalId":114938,"journal":{"name":"Experientia: Jurnal Psikologi Indonesia","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117214934","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Stres akademik merupakan respons individu terhadap kejadian yang menekan ketika menghadapi tuntutan akademik yang mempengaruhi fisiologis, kognitif, emosi, dan perilaku dari individu tersebut. Faktor yang diduga berhubungan dengan stres akademik pada mahasiswa adalah self regulated learning. Self regulated learning merupakan cara individu untuk melakukan pengaturan diri yang melibatkan pikiran, perasaan dan perilaku guna mencapai tujuan belajarnya. Mahasiswa yang memiliki self regulated learning yang tinggi cenderung melakukan melakukan evaluasi, menjaga motivasi, menyusun rencana dan strategi belajarnya, serta berinisiatif mencari informasi mengenai materi perkuliahan jika mengalami kesulitan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self regulated learning dengan stres akademik pada mahasiswa. Subjek dalam penelitian ini adalah 134 mahasiswa tingkat menengah yaitu mahasiswa tahun kedua dan tahun ketiga di Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala stres akademik dan skala self regulated learning. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara stres akademik dan self regulated learning pada mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki self regulated learning yang baik akan memiliki stres akademik yang rendah. Saran yang dapat diberikan adalah kampus dapat membantu mahasiswa memberikan program-program pengelolaan self regulated learning sehingga mahasiswa dapat mengendalikan stres akademik yang mereka miliki.
{"title":"SELF REGULATED LEARNING DAN STRES AKADEMIK PADA MAHASISWA","authors":"Ivana Febriana, Ermida Simanjuntak","doi":"10.33508/exp.v9i2.3350","DOIUrl":"https://doi.org/10.33508/exp.v9i2.3350","url":null,"abstract":"Stres akademik merupakan respons individu terhadap kejadian yang menekan ketika menghadapi tuntutan akademik yang mempengaruhi fisiologis, kognitif, emosi, dan perilaku dari individu tersebut. Faktor yang diduga berhubungan dengan stres akademik pada mahasiswa adalah self regulated learning. Self regulated learning merupakan cara individu untuk melakukan pengaturan diri yang melibatkan pikiran, perasaan dan perilaku guna mencapai tujuan belajarnya. Mahasiswa yang memiliki self regulated learning yang tinggi cenderung melakukan melakukan evaluasi, menjaga motivasi, menyusun rencana dan strategi belajarnya, serta berinisiatif mencari informasi mengenai materi perkuliahan jika mengalami kesulitan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self regulated learning dengan stres akademik pada mahasiswa. Subjek dalam penelitian ini adalah 134 mahasiswa tingkat menengah yaitu mahasiswa tahun kedua dan tahun ketiga di Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala stres akademik dan skala self regulated learning. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara stres akademik dan self regulated learning pada mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki self regulated learning yang baik akan memiliki stres akademik yang rendah. Saran yang dapat diberikan adalah kampus dapat membantu mahasiswa memberikan program-program pengelolaan self regulated learning sehingga mahasiswa dapat mengendalikan stres akademik yang mereka miliki.","PeriodicalId":114938,"journal":{"name":"Experientia: Jurnal Psikologi Indonesia","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124741613","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}