Society in the Classical period had view that most sacred buildings were erected in the highlands, such as an Mount Pegat, Blitar Regency. This study seeks to reveal the religious activities that occured at Pertapan Temple Site on Mount Pegat from the Kadiri to Majapahit Kingdom, along with the community’s conception of the mountain. The method used in this study includes data collection in the form of observations and interviews, as well as qualitative descriptive analysis through the help of classification, comparison, and contextual analysis. Semiotic theory is used to assist the analysis. The result of this study indicate that the sacred building at the Pertapan Temple site is use as a place of worship for Sang Hyang Kabuyutan in Subhasita in 1120 Saka, the pendharmaan temple of King Wisnuwarddhana in 1202 Saka, and place of worship of Dewaraja Wisnuwarddhana in 1237 Saka. the community views Mount Pegat as a holy place, because it has several features, such as according to the criteria for a holy place, the location is on the connecting route between Kadiri and Singhasari and Mount Kelud with the South Lime Mountains. Masyarakat pada masa Klasik memiliki pandangan bahwa bangunan suci kebanyakan didirikan di dataran tinggi, seperti di Gunung Pegat Kabupaten Blitar. penelitian ini berupaya mengungkap aktivitas religi yang terjadi di Situs Candi Pertapan di Gunung Pegat pada era Kerajaan Kadiri hingga Majapahit, beserta konsep masyarakat terhadap gunung tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data, berupa observasi dan wawancara, serta analisis deskriptif kualitatif melalui bantuan analisis klasifikasi, perbandingan, dan kontekstual. Teori semiotika digunakan untuk membantu analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bangunan suci di Situs Candi Pertapan digunakan sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Kabuyutan di Subhasita pada tahun 1120 Saka, candi pendharmaan Raja Wisnuwarddhana pada tahun 1202 Saka, dan tempat pemujaan Dewaraja Wisnuwaddhana pada tahun 1237 Saka. Masyarakat memandang Gunung Pegat sebagai tempat suci, karena memiliki beberapa keistimewaan, seperti memenuhi kriteria tempat suci, lokasi berada di jalur penghubung antara Kadiri dengan Singhasari serta Gunung Kelud dengan Pegunungan Kapur Selatan.
古典时期的社会认为,大多数神圣的建筑都建在高地上,比如布利塔摄政时期的佩加特山。本研究旨在揭示从Kadiri到Majapahit王国在佩加特山上的Pertapan寺庙遗址发生的宗教活动,以及社区对这座山的概念。本研究使用的方法包括以观察和访谈的形式收集数据,以及通过分类、比较和上下文分析进行定性描述性分析。符号学理论被用来辅助分析。本研究结果表明,Pertapan寺遗址的神圣建筑在1120年被用作Subhasita的Sang Hyang kabuutan的礼拜场所,在1202年被用作wisnuwardhana国王的pendharmaan寺庙,在1237年被用作Dewaraja wisnuwardhana的礼拜场所。社区将佩加特山视为圣地,因为它有几个特点,比如根据圣地的标准,它位于卡迪里和辛哈萨里之间的连接路线上,以及克卢德山与南莱姆山脉之间。Masyarakat pada masa Klasik memiliki pandangan bahwa bangunan sui kebanyakan didirikan di dataran tinggi, seperti di Gunung Pegat Kabupaten Blitar。penelitian ini berupaya mengungkap aktivitas religi yang terjadi di Situs Candi Pertapan di Gunung Pegat pada era Kerajaan Kadiri hinga majaphit, beserta konsep masyarakat terhadap Gunung tersebut。Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi population data, berupa observasi dan wanka, serta analysis deskriptif qualitality of melukali bantui analysis, perbandingan, dankontekstual。符号分析。Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bangunan sui di Situs Candi Pertapan digunakan sebagai temat pemujaan Sang Hyang kabuutan di Subhasita pada tahun 1120 Saka, Candi pendharmaan Raja wisnuwardhana pada tahun 1202 Saka, dan temat pemujaan Dewaraja Wisnuwaddhana pada tahun 1237 Saka。这句话的意思是:“我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。”
{"title":"AKTIVITAS RELIGI DI SITUS CANDI PERTAPAN KABUPATEN BLITAR PADA MASA KADIRI HINGGA MAJAPAHIT","authors":"M. Yusuf, I. W. Srijaya, C. P. Titasari","doi":"10.24832/bas.v24i2.467","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/bas.v24i2.467","url":null,"abstract":"Society in the Classical period had view that most sacred buildings were erected in the highlands, such as an Mount Pegat, Blitar Regency. This study seeks to reveal the religious activities that occured at Pertapan Temple Site on Mount Pegat from the Kadiri to Majapahit Kingdom, along with the community’s conception of the mountain. The method used in this study includes data collection in the form of observations and interviews, as well as qualitative descriptive analysis through the help of classification, comparison, and contextual analysis. Semiotic theory is used to assist the analysis. The result of this study indicate that the sacred building at the Pertapan Temple site is use as a place of worship for Sang Hyang Kabuyutan in Subhasita in 1120 Saka, the pendharmaan temple of King Wisnuwarddhana in 1202 Saka, and place of worship of Dewaraja Wisnuwarddhana in 1237 Saka. the community views Mount Pegat as a holy place, because it has several features, such as according to the criteria for a holy place, the location is on the connecting route between Kadiri and Singhasari and Mount Kelud with the South Lime Mountains. \u0000Masyarakat pada masa Klasik memiliki pandangan bahwa bangunan suci kebanyakan didirikan di dataran tinggi, seperti di Gunung Pegat Kabupaten Blitar. penelitian ini berupaya mengungkap aktivitas religi yang terjadi di Situs Candi Pertapan di Gunung Pegat pada era Kerajaan Kadiri hingga Majapahit, beserta konsep masyarakat terhadap gunung tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data, berupa observasi dan wawancara, serta analisis deskriptif kualitatif melalui bantuan analisis klasifikasi, perbandingan, dan kontekstual. Teori semiotika digunakan untuk membantu analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bangunan suci di Situs Candi Pertapan digunakan sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Kabuyutan di Subhasita pada tahun 1120 Saka, candi pendharmaan Raja Wisnuwarddhana pada tahun 1202 Saka, dan tempat pemujaan Dewaraja Wisnuwaddhana pada tahun 1237 Saka. Masyarakat memandang Gunung Pegat sebagai tempat suci, karena memiliki beberapa keistimewaan, seperti memenuhi kriteria tempat suci, lokasi berada di jalur penghubung antara Kadiri dengan Singhasari serta Gunung Kelud dengan Pegunungan Kapur Selatan. \u0000 ","PeriodicalId":210841,"journal":{"name":"Berkala Arkeologi Sangkhakala","volume":"4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130106702","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tombstone type plangpleng is a type of tombstone typology from Aceh that has not been widely known and understood, compared to the type of Acehnese tombology or 'Aceh Batu'. The shape of the tombstone and the shape of the motive form, as well as this tombstone chisel style that distinguishes it with other tombstone typologies in Aceh. Local motif themes combined with the themes of adoption from the outside then transformed well from the Hindu-Buddha-Buddha tradition and the Islamic world arts tradition combined here. This collection of tombstones was found in many places in Aceh Besar and Banda Aceh, although in limited quantities. (Simpang) Gano-Lamdingin One of the locations known to have the type of ancient tomb findings like this. The beginning of the presence of Muslim communities with Islamic government systems was reflected in the heritage of this cultural object. The kings built a tomb monument with markers of this type of tombstone. Batu nisan tipe ‘plakpleng’ merupakan satu jenis dari tipologi batu nisan dari Aceh yang belum banyak dikenal dan dipahami, bila dibandingkan jenis tipologi batu nisan Aceh atau ‘Batu Aceh’. Bentuk batu nisan dan rangcangan bentuk motif, serta gaya seni pahat batu nisan ini yang membedakannya dengan tipologi batu nisan yang lain di Aceh. Tema-tema motif lokal dipadukan dengan tema-tema adopsi dari luar lalu ditransformasikan baik yang berasal dari tradisi Hindu-Buddha Asia Selatan dan tradisi kesenian dunia Islam berpadu di sini. Kumpulan batu nisan ini ditemukan dibanyak tempat di Aceh Besar dan Banda Aceh, walau dalam jumlah terbatas. (Simpang) Gano-Lamdingin salah satu lokasi yang diketahui memiliki jenis temuan makam kuno seperti ini. Awal kehadiran masyarakat muslim dengan sistem pemerintahan Islam tercermin dari warisan benda budaya ini. Para merah atau raja-raja kecil membangun monumen makam dengan penanda dari jenis batu nisan ini.
墓碑类型plangpleng是亚齐的一种墓碑类型,与亚齐的墓碑类型或“亚齐Batu”相比,这种类型尚未被广泛了解和理解。墓碑的形状和动机的形状,以及与亚齐其他墓碑类型不同的墓碑凿形风格。当地的主题与外来的主题相结合然后从印度教-佛-佛传统和伊斯兰世界的艺术传统结合在一起,很好地转变了。在亚齐贝萨尔和班达亚齐的许多地方都发现了这些墓碑,尽管数量有限。加诺兰丁是已知的发现类似古墓类型的地点之一。这一文物的遗产反映了具有伊斯兰政府体系的穆斯林社区的开始。国王们用这种墓碑的标记建造了一座坟墓纪念碑。Batu nisan tipe ' plakpleng ' merupakan satu jenis dari tipologi Batu nisan dari Aceh yang belum banyak dikenal dan dipahami, bila dibandingkan jenis tipologi Batu nisan Aceh atau ' Batu Aceh '。Bentuk拔都尼森丹rangcangan Bentuk主题,舒达迦seni pahat拔都尼森杨ini membedakannya dengan tipologi拔都尼森杨躺di亚齐。佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教佛教在班达亚齐,我是班达亚齐的国王,我是班达亚齐的国王。(新加坡)加诺-兰丁丁,我的父亲,我的父亲,我的父亲,我的父亲,我的父亲,我的父亲,我的父亲,我的父亲。Awal kehadiran masyarakat muslim dengan system permerintahan Islam tercermin dari warisan benda budaya ini。Para merah atau raja-raja kecil成员纪念碑makam dengan penanda dari jenis batu nisan ini。
{"title":"BATU NISAN TIPE LAMURI – ‘PLANGPLENG’ GANO – LAMDINGIN","authors":"Dedy Satria","doi":"10.24832/bas.v24i2.458","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/bas.v24i2.458","url":null,"abstract":"Tombstone type plangpleng is a type of tombstone typology from Aceh that has not been widely known and understood, compared to the type of Acehnese tombology or 'Aceh Batu'. The shape of the tombstone and the shape of the motive form, as well as this tombstone chisel style that distinguishes it with other tombstone typologies in Aceh. Local motif themes combined with the themes of adoption from the outside then transformed well from the Hindu-Buddha-Buddha tradition and the Islamic world arts tradition combined here. This collection of tombstones was found in many places in Aceh Besar and Banda Aceh, although in limited quantities. (Simpang) Gano-Lamdingin One of the locations known to have the type of ancient tomb findings like this. The beginning of the presence of Muslim communities with Islamic government systems was reflected in the heritage of this cultural object. The kings built a tomb monument with markers of this type of tombstone. \u0000Batu nisan tipe ‘plakpleng’ merupakan satu jenis dari tipologi batu nisan dari Aceh yang belum banyak dikenal dan dipahami, bila dibandingkan jenis tipologi batu nisan Aceh atau ‘Batu Aceh’. Bentuk batu nisan dan rangcangan bentuk motif, serta gaya seni pahat batu nisan ini yang membedakannya dengan tipologi batu nisan yang lain di Aceh. Tema-tema motif lokal dipadukan dengan tema-tema adopsi dari luar lalu ditransformasikan baik yang berasal dari tradisi Hindu-Buddha Asia Selatan dan tradisi kesenian dunia Islam berpadu di sini. Kumpulan batu nisan ini ditemukan dibanyak tempat di Aceh Besar dan Banda Aceh, walau dalam jumlah terbatas. (Simpang) Gano-Lamdingin salah satu lokasi yang diketahui memiliki jenis temuan makam kuno seperti ini. Awal kehadiran masyarakat muslim dengan sistem pemerintahan Islam tercermin dari warisan benda budaya ini. Para merah atau raja-raja kecil membangun monumen makam dengan penanda dari jenis batu nisan ini.","PeriodicalId":210841,"journal":{"name":"Berkala Arkeologi Sangkhakala","volume":"28 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125341551","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
The Mandailing people have a writing habit that develops in their region. The influence of Hindu-Buddhist culture has influenced the culture of writing in the communities around the area. The use of written sources with local characters, one of which is found in Bagas Godang Hut Godang, Kec. Ulu Pungkut, Mandailing Natal. From the results of the research that has been carried out, it is not certain that the time span of making and using these manuscripts by the Mandailing people in the past cannot be ascertained. Through this background, the research problem is related to the span of time of making and using pustaha laklak and bamboo manuscripts stored in godang huta Godang bagas, Ulu Pungkut District, Mandailing Natal Regency, North Sumatra. Besides that, what is the description of the Mandailing community during that period. The research method used is qualitative research methods. From the analysis, it is known that pustaha laklak A-2/2014 was made and used in the range of 1720 - 1890 AD and the bamboo manuscript B-5/2014 was made and used in the range of 1790 - 1950 AD. The existence of pustaha laklak A-2/2014 and bamboo manuscripts B-5/2014 is proof that in the 18-20s AD the Mandailing region was still a small kingdom consisting of several huta (villages). Masyarakat Mandailing memiliki kebiasaan tulis-menulis yang berkembang di wilayahnya. Pengaruh budaya Hindu-Buddha telah mempengaruhi budaya tulis-menulis pada masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Penggunaan sumber tertulis dengan aksara lokal salah satunya terdapat pada bagas godang huta Godang, kec. Ulu Pungkut, Mandailing Natal. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan belum dapat dipastikan terkait rentang masa pembuatan dan penggunaan naskah-naskah tersebut oleh masyarakat Mandailing pada masa lalu. Melalui latar belakang tersebut adapun permasalahan penelitian adalah terkait rentang masa pembuatan dan penggunaan pustaha laklak dan naskah bambu yang disimpan di bagas godang huta Godang, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Selain itu bagaimana gambaran masyarakat Mandailing pada rentang masa tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Dari hasil analisis diketahui bahwa pustaha laklak A-2/2014 dibuat dan digunakan pada kisaran tahun 1720 - 1890 Masehi dan naskah bambu B-5/2014 tersebut dibuat dan digunakan pada kisaran tahun 1790 - 1950 Masehi. Keberadaan pustaha laklak A-2/2014 dan naskah bambu B-5/2014 ini sebagai bukti bahwa pada abad 18-20an Masehi wilayah Mandailing masih berupa kerajaan kecil yang terdiri dari beberapa huta (kampung).
满达岭人有一个在他们的地区发展起来的写作习惯。印度佛教文化的影响影响了该地区周围社区的文字文化。使用具有当地文字的书面资料,其中一个是在Kec的Bagas Godang Hut Godang发现的。Ulu Pungkut, Mandailing Natal。从已经开展的研究结果来看,无法确定过去曼德勒人制作和使用这些手稿的时间跨度。在此背景下,研究问题与北苏门答腊省曼达林纳塔尔省乌鲁邦库特地区的godang huta godang bagas中保存的竹手稿的制作和使用时间有关。除此之外,对这一时期的满达岭社区有怎样的描述?研究方法采用定性研究方法。通过分析可知,pustaha laklak A-2/2014的制作和使用时间为公元1720年至1890年,竹手稿B-5/2014的制作和使用时间为公元1790年至1950年。pustaha laklakak a -2/2014和竹手稿b / 5/2014的存在证明,在公元18-20年代,曼达岭地区仍然是一个由几个胡塔(村庄)组成的小王国。【中文译文】:Mandailing memoriliki kebiasaan tulis-menulis yang berkembang di wilayahnya。pengaruhi budaya Hindu-Buddha - telah mempengaruhi budaya tulis-menulis pada masyarakat di sekitar kawasan tersebut。彭古南sumber tertulis dengan aksara本地salah satunya terdapat padbagas godang huta godang, kec。Ulu Pungkut, Mandailing Natal。达里哈西尔penelitian yang telah dilakukan belum dapat dipastikan terkait rentang masa pembuatan danpenggunaan naskah-naskah tersebut oleh masyarakat Mandailing paada masa lalu。Melalui latar belakang tersebut adapun permasalahan penelitian adalah terkait rentang masa pembuatan dan penggunaan pustaha laklak dan naskah bambu yang disimpan di godang huta godang, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten mandailingnatal,苏门答腊北部。Selain itu bagaimana gambaran masyarakat Mandailing padrentang masa tersebut。penpenite的用法和样例:penpenite的用法和样例:Dari hasil analysis diketahui bahwa pustaha laklak A-2/2014 dibuat dan digunakan pada kisaran tahun 1720 - 1890 Masehi dan naskah bambu B-5/2014 tersebut dibuat dan digunakan pada kisaran tahun 1790 - 1950 MasehiKeberadaan pustaha laklakk A-2/2014 dan naskah bambu B-5/2014 ini sebagai bukti bahwa pada abad 18-20an Masehi wilayah Mandailing masih berupa kerajaan keecil yang terdiri dari beberapa huta (kampung)。
{"title":"RENTANG MASA DAN BUDAYA MANDAILING PADA PUSTAHA LAKLAK DAN NASKAH BAMBU DI BAGAS GODANG HUTA GODANG, MANDAILING NATAL","authors":"Churmatin Nasoichah, Nenggih Susilowati, Andri Restiyadi","doi":"10.24832/bas.v24i2.461","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/bas.v24i2.461","url":null,"abstract":"The Mandailing people have a writing habit that develops in their region. The influence of Hindu-Buddhist culture has influenced the culture of writing in the communities around the area. The use of written sources with local characters, one of which is found in Bagas Godang Hut Godang, Kec. Ulu Pungkut, Mandailing Natal. From the results of the research that has been carried out, it is not certain that the time span of making and using these manuscripts by the Mandailing people in the past cannot be ascertained. Through this background, the research problem is related to the span of time of making and using pustaha laklak and bamboo manuscripts stored in godang huta Godang bagas, Ulu Pungkut District, Mandailing Natal Regency, North Sumatra. Besides that, what is the description of the Mandailing community during that period. The research method used is qualitative research methods. From the analysis, it is known that pustaha laklak A-2/2014 was made and used in the range of 1720 - 1890 AD and the bamboo manuscript B-5/2014 was made and used in the range of 1790 - 1950 AD. The existence of pustaha laklak A-2/2014 and bamboo manuscripts B-5/2014 is proof that in the 18-20s AD the Mandailing region was still a small kingdom consisting of several huta (villages). \u0000Masyarakat Mandailing memiliki kebiasaan tulis-menulis yang berkembang di wilayahnya. Pengaruh budaya Hindu-Buddha telah mempengaruhi budaya tulis-menulis pada masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Penggunaan sumber tertulis dengan aksara lokal salah satunya terdapat pada bagas godang huta Godang, kec. Ulu Pungkut, Mandailing Natal. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan belum dapat dipastikan terkait rentang masa pembuatan dan penggunaan naskah-naskah tersebut oleh masyarakat Mandailing pada masa lalu. Melalui latar belakang tersebut adapun permasalahan penelitian adalah terkait rentang masa pembuatan dan penggunaan pustaha laklak dan naskah bambu yang disimpan di bagas godang huta Godang, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Selain itu bagaimana gambaran masyarakat Mandailing pada rentang masa tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Dari hasil analisis diketahui bahwa pustaha laklak A-2/2014 dibuat dan digunakan pada kisaran tahun 1720 - 1890 Masehi dan naskah bambu B-5/2014 tersebut dibuat dan digunakan pada kisaran tahun 1790 - 1950 Masehi. Keberadaan pustaha laklak A-2/2014 dan naskah bambu B-5/2014 ini sebagai bukti bahwa pada abad 18-20an Masehi wilayah Mandailing masih berupa kerajaan kecil yang terdiri dari beberapa huta (kampung).","PeriodicalId":210841,"journal":{"name":"Berkala Arkeologi Sangkhakala","volume":"45 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125056888","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
The research conducted in this paper focuses on answering the problem of the meaning of the artifacts of the Classical period found in the Kasepuhan Cirebon palace. The goal to be achieved in this research is to obtain an explanation of the position of the artifacts of the Classical period for the Kraton Kasepuhan Cirebon. In order to answer this research problem, three research steps were applied in the archaeological method, namely data collection, data analysis, and interpretation. Based on the entire research process that has been carried out, it can be seen that the artifacts of the Classical period that are stored in the Kasepuhan Cirebon palace are meaningful as symbols of the status of the king who occupies the highest power. Artifacts of the Classical period were used to strengthen the legitimacy of the King of Cirebon who had the status of "pandita ratu". Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia banyak meninggalkan tinggalan kebudayaan di beberapa tempat. Salah satu tempat yang masih menyimpan tinggalan kebudayaan masa Klasik adalah Kraton Kasepuhan Cirebon. Artefak masa Klasik yang disimpan di Kraton Kasepuhan Cirebon antara lain berupa Arca Nandi, Lingga dan Yoni. Penempatan artefak ini dapat dihipotesiskan sebagai “kasus ekstrim”, karena biasanya unsur budaya Klasik yang masih dilanjutkan pada masa Islam sifatnya hanya samar-sama. Kajian ini berfokus dalam menjawab makna dari artefak masa Klasik yang terdapat di Kraton Kasepuhan Cirebon. Masalah ini diharapkan dapat menjelaskan kedudukan artefak-artefak masa Klasik tersebut bagi Kraton Kasepuhan Cirebon. Masalah penelitian ini dilakukan melalui analisis semiotika triadik Charles Sanders Peirce. Berdasarkan kajian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa artefak-artefak masa Klasik yang disimpan di Kraton Kasepuhan Cirebon bermakna simbol raja sebagai pemegang kekuatan tertinggi. Artefak masa Klasik digunakan sebagai penguat legitimasi Raja Cirebon yang berstatus “pandita ratu”.
本文的研究重点是回答在卡塞普汗西里本宫发现的古典时期文物的意义问题。在这项研究中要实现的目标是获得Kraton Kasepuhan Cirebon古典时期文物位置的解释。为了回答这一研究问题,在考古方法中采用了三个研究步骤,即数据收集、数据分析和解释。根据整个研究过程可以看出,卡塞普汗西里本宫中保存的古典时期的文物作为占据最高权力的国王地位的象征,是有意义的。古典时期的文物被用来加强具有“pandita ratu”地位的Cirebon国王的合法性。Kebudayaan印度教-佛迪印度尼西亚banyak meninggalkan tinggalan Kebudayaan di beberapa tempat。Salah satu tempat yang masih menyimpan tinggalan kebudayaan masa Klasik adalah Kraton Kasepuhan Cirebon。Artefak masa Klasik yang disimpan di Kraton Kasepuhan Cirebon antara, alca Nandi, Lingga dan Yoni。Penempatan artefak ini dapat dihipotesiskan sebagai“kasus ekstrim”,karena biasanya unsur budaya Klasik yang masih dilanjutkan pada masa Islam sifatya hanya samar-sama。Kajian ini berfokus dalam menjawab makna达里语artefak玛莎Klasik杨terdapat迪古陆Kasepuhan Cirebon。Masalah ini diharapkan dapat menjelaskan kedudukan artefak-artefak masa Klasik tersebut bagi Kraton Kasepuhan Cirebon。符号学三位一体者查尔斯·桑德斯·皮尔斯。Berdasarkan kajian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa artefak-artefak masa Klasik yang disimpan di Kraton Kasepuhan Cirebon bermakna象征raja sebagai pemegang kekuatan tertinggi。Artefak masa Klasik digunakan sebagai企鹅合法Raja Cirebon yang berstatus " pandita ratu "。
{"title":"MAKNA ARTEFAK MASA HINDU-BUDDHA DI KRATON KASEPUHAN CIREBON: TINJAUAN SEMIOTIKA PEIRCE","authors":"Muhamad Alnoza","doi":"10.24832/bas.v24i2.457","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/bas.v24i2.457","url":null,"abstract":"The research conducted in this paper focuses on answering the problem of the meaning of the artifacts of the Classical period found in the Kasepuhan Cirebon palace. The goal to be achieved in this research is to obtain an explanation of the position of the artifacts of the Classical period for the Kraton Kasepuhan Cirebon. In order to answer this research problem, three research steps were applied in the archaeological method, namely data collection, data analysis, and interpretation. Based on the entire research process that has been carried out, it can be seen that the artifacts of the Classical period that are stored in the Kasepuhan Cirebon palace are meaningful as symbols of the status of the king who occupies the highest power. Artifacts of the Classical period were used to strengthen the legitimacy of the King of Cirebon who had the status of \"pandita ratu\". \u0000Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia banyak meninggalkan tinggalan kebudayaan di beberapa tempat. Salah satu tempat yang masih menyimpan tinggalan kebudayaan masa Klasik adalah Kraton Kasepuhan Cirebon. Artefak masa Klasik yang disimpan di Kraton Kasepuhan Cirebon antara lain berupa Arca Nandi, Lingga dan Yoni. Penempatan artefak ini dapat dihipotesiskan sebagai “kasus ekstrim”, karena biasanya unsur budaya Klasik yang masih dilanjutkan pada masa Islam sifatnya hanya samar-sama. Kajian ini berfokus dalam menjawab makna dari artefak masa Klasik yang terdapat di Kraton Kasepuhan Cirebon. Masalah ini diharapkan dapat menjelaskan kedudukan artefak-artefak masa Klasik tersebut bagi Kraton Kasepuhan Cirebon. Masalah penelitian ini dilakukan melalui analisis semiotika triadik Charles Sanders Peirce. Berdasarkan kajian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa artefak-artefak masa Klasik yang disimpan di Kraton Kasepuhan Cirebon bermakna simbol raja sebagai pemegang kekuatan tertinggi. Artefak masa Klasik digunakan sebagai penguat legitimasi Raja Cirebon yang berstatus “pandita ratu”.","PeriodicalId":210841,"journal":{"name":"Berkala Arkeologi Sangkhakala","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121576959","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Most of the buildings in Kesawan-Medan still maintain the Dutch-Chinese architecture of the transitional period or the Transitional architecture, although the awareness to preserve this historical heritage is still low. Furthermore, there is no regulation limiting changes that may be made, yet it has not been designated as a Cultural Conservation Building. This situation raises fears of losing track of the original building. This paper intends to explain the typomorphological characteristics of the Chinatown building architecture in Kesawan-Medan. The method used is desk research on research reports, various sources of books, and journals. The theory used is the theory of area morphology and building typology from Andre Loeckx and Markus Zahnd. The general condition of the building has not lost its original form. Renovations were carried out within the limits of repainting, repairing damaged elements, and changing functions. Typomorphology is evident from the materials used and their layout. Building materials used are from the surrounding environment, such as bricks, tile roofs, and windows. The layout of the building is in the residential emplacement area of the city center, with a flat topography in the tropical wet climate of Indonesia. Permukiman kesawan Medan sebagian besar masih mempertahankan arsitektur bangunan Belanda-China periode peralihan atau arsitektur Transisi, walaupun kesadaran pelestarian peninggalan bernilai sejarah masih minim. Belum ada peraturan batasan perubahan yang boleh dilakukan dan belum ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran akan kehilangan jejak bangunan aslinya. Tulisan ini bermaksud untuk menjelaskan karakteristik tipomorfologi arsitektur bangunan pecinan di kesawan Medan. Metode yang digunakan adalah desk research terhadap laporan hasil penelitian, berbagai sumber buku dan jurnal. Menggunakan teori morfologi kawasan dan tipologi bangunan dari Andre Loeckx dan Markus Zahnd. Kondisi bangunan secara umum belum kehilangan bentuk aslinya. Renovasi dilakukan dalam batas pengecatan ulang, perbaikan elemen yang rusak, dan perubahan fungsi. Tipomorfologi khasnya tampak dari bahan yang digunakan dan tata letaknya. Bahan bangunan dari lingkungan sekitar, seperti bata, keramik atap genting dan jendela. Tata letak bangunan berada di kawasan emplasemen permukiman pusat kota, dengan topografi lahan datar dalam lingkungan iklim tropis basah Indonesia.
凯萨旺-棉兰的大部分建筑仍然保持着过渡时期的荷兰-中国建筑或过渡建筑,尽管保护这一历史遗产的意识仍然很低。此外,没有规定限制可以进行的更改,但它还没有被指定为文化保护建筑。这种情况引发了人们对失去原建筑踪迹的担忧。本文旨在解释凯萨万-棉兰唐人街建筑的类型学特征。使用的方法是对研究报告、各种来源的书籍和期刊进行桌面研究。使用的理论是Andre Loeckx和Markus Zahnd的区域形态学和建筑类型学理论。这座建筑的总体状况并没有失去其原有的形式。翻新是在重新粉刷、修复受损元素和改变功能的范围内进行的。从所用的材料和它们的布局来看,类型学是显而易见的。使用的建筑材料来自周围环境,如砖、瓦屋顶和窗户。建筑的布局位于城市中心的住宅安置区,地势平坦,属于印度尼西亚的热带潮湿气候。巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期巴中时期。Belum ada peraturan batasan perubahan yang boleh dilakukan dan Belum ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya。Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran akan kehilangan jejak bangunan aslinya。图里桑ini bermaksud untuk menjelaskan karakterisk tipomorfology arsitektur bangunan and pecinan di kesawan Medan。《中国科学院学报》,《中国科学院学报》。孟古纳坎teori形态学川山丹tipologi bangunan dari安德烈Loeckx和Markus zahn。Kondisi bangunan secara umum belum kehilangan bentuk aslinya。Renovasi dilakukan dalam batas pengecatan ulang, perbaikan element yang rusak, dan perubahan fungsi。Tipomorfologi khasnya tampak dari bahan yang digunakan dan tata letaknya。Bahan bangunan dari lingkungan sekitar, seperti bata, keramik atap genting dan jendela。塔塔letak bangunan berada di kawasan emplesemen permukiman pusat kota,登干地形lahan数据dalam lingkungan iklim tropis basah印度尼西亚。
{"title":"TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR BANGUNAN PECINAN DI KESAWAN MEDAN","authors":"Rudi ansyah","doi":"10.24832/bas.v24i2.460","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/bas.v24i2.460","url":null,"abstract":"Most of the buildings in Kesawan-Medan still maintain the Dutch-Chinese architecture of the transitional period or the Transitional architecture, although the awareness to preserve this historical heritage is still low. Furthermore, there is no regulation limiting changes that may be made, yet it has not been designated as a Cultural Conservation Building. This situation raises fears of losing track of the original building. This paper intends to explain the typomorphological characteristics of the Chinatown building architecture in Kesawan-Medan. The method used is desk research on research reports, various sources of books, and journals. The theory used is the theory of area morphology and building typology from Andre Loeckx and Markus Zahnd. The general condition of the building has not lost its original form. Renovations were carried out within the limits of repainting, repairing damaged elements, and changing functions. Typomorphology is evident from the materials used and their layout. Building materials used are from the surrounding environment, such as bricks, tile roofs, and windows. The layout of the building is in the residential emplacement area of the city center, with a flat topography in the tropical wet climate of Indonesia. \u0000Permukiman kesawan Medan sebagian besar masih mempertahankan arsitektur bangunan Belanda-China periode peralihan atau arsitektur Transisi, walaupun kesadaran pelestarian peninggalan bernilai sejarah masih minim. Belum ada peraturan batasan perubahan yang boleh dilakukan dan belum ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran akan kehilangan jejak bangunan aslinya. Tulisan ini bermaksud untuk menjelaskan karakteristik tipomorfologi arsitektur bangunan pecinan di kesawan Medan. Metode yang digunakan adalah desk research terhadap laporan hasil penelitian, berbagai sumber buku dan jurnal. Menggunakan teori morfologi kawasan dan tipologi bangunan dari Andre Loeckx dan Markus Zahnd. Kondisi bangunan secara umum belum kehilangan bentuk aslinya. Renovasi dilakukan dalam batas pengecatan ulang, perbaikan elemen yang rusak, dan perubahan fungsi. Tipomorfologi khasnya tampak dari bahan yang digunakan dan tata letaknya. Bahan bangunan dari lingkungan sekitar, seperti bata, keramik atap genting dan jendela. Tata letak bangunan berada di kawasan emplasemen permukiman pusat kota, dengan topografi lahan datar dalam lingkungan iklim tropis basah Indonesia.","PeriodicalId":210841,"journal":{"name":"Berkala Arkeologi Sangkhakala","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128729969","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Klaten pada akhir abad XIX hingga awal abad XX memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian di Hindia Belanda karena hasil perkebunannya yang baik. Kondisi tersebut juga mendukung perkembangan kawasan “pusat kota” Klaten yang sebelumnya hanya digunakan sebagai pusat pemerintahan, kemudian berkembang menjadi lebih kompleks dengan dibangunnya fasilitas-fasilitas modern. Tulisan ini memaparkan interpretasi perkembangan kawasan “pusat kota” Klaten dari awal Klaten menjadi kabupaten di bawah Kasunanan Surakarta hingga sebagai afdeeling perkebunan di Karesidenan Surakarta. Metode penelitian yang digunakan bersifat historis, dengan menelusuri komponen-komponen kota menggunakan sumber-sumber lama seperti peta dan catatan, juga dibandingkan dengan keletakan komponen kota di lapangan. Melalui penelusuran tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa kawasan “pusat kota” Klaten mencirikan tata kota Indis, yang memiliki perpaduan antara komponen kota tradisional dan komponen kota modern Eropa.
{"title":"KAWASAN “PUSAT KOTA” KLATEN PADA MASA KOLONIAL HINDIA BELANDA","authors":"Galih Sekar Jati Nagari","doi":"10.24832/bas.v23i1.420","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/bas.v23i1.420","url":null,"abstract":"Klaten pada akhir abad XIX hingga awal abad XX memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian di Hindia Belanda karena hasil perkebunannya yang baik. Kondisi tersebut juga mendukung perkembangan kawasan “pusat kota” Klaten yang sebelumnya hanya digunakan sebagai pusat pemerintahan, kemudian berkembang menjadi lebih kompleks dengan dibangunnya fasilitas-fasilitas modern. Tulisan ini memaparkan interpretasi perkembangan kawasan “pusat kota” Klaten dari awal Klaten menjadi kabupaten di bawah Kasunanan Surakarta hingga sebagai afdeeling perkebunan di Karesidenan Surakarta. Metode penelitian yang digunakan bersifat historis, dengan menelusuri komponen-komponen kota menggunakan sumber-sumber lama seperti peta dan catatan, juga dibandingkan dengan keletakan komponen kota di lapangan. Melalui penelusuran tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa kawasan “pusat kota” Klaten mencirikan tata kota Indis, yang memiliki perpaduan antara komponen kota tradisional dan komponen kota modern Eropa.","PeriodicalId":210841,"journal":{"name":"Berkala Arkeologi Sangkhakala","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117117771","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tiga Lingga is refers to marketplace which located in the hinterland of North Sumatera. Toponym of Tiga refers to pharse in Tamil Language, katika-t-tavalam, which means market or pekan. This place become market for hinterland comodities in 19th centuries in Kenegerian Lingga teritory. This research examines the trading activities of Tiga Lingga market in 19th century with ethnoarchaeology approach. This approach is used for answering system behind a symtom archaeological culture using ethnographic data for comparison. Tiga Lingga market it’s aspects in economic activity is used as comparison subject. Subjects were analyzed using analysis of cultural continuity for used to awnser the paradigm of archaeological science that reconstruct activity in the past. This reserch concludes that the trading activity of Tiga Lingga market have the same similarities with Tiga Lingga market trading activity in the 19th century. It can be proved from the marketplace, day, time market and some economic aspects that does not change. For conclusions, Tiga Lingga was an old market at least in 19th century, which trading activity is still survive.
Tiga Lingga是指位于北苏门答腊腹地的市场。Tiga的地名是泰米尔语中的短语katika-t-tavalam,意思是市场或pekan。这里在19世纪成为肯尼亚灵加地区内地商品的集贸市场。本研究运用民族考古学的方法,考察了19世纪提噶灵伽市场的交易活动。这种方法是用来回答系统背后的一个症状考古文化使用民族志数据进行比较。提伽灵伽市场在经济活动中的各个方面被用作比较主题。使用文化连续性分析来分析研究对象,以回答重建过去活动的考古科学范式。本研究认为,现在的提噶灵嘎市场交易活动与19世纪的提噶灵嘎市场交易活动有相同的相似之处。这可以从市场、日、时市场和一些经济方面证明是不变的。综上所述,Tiga Lingga至少在19世纪是一个古老的市场,交易活动仍然存在。
{"title":"REKONSTRUKSI PEKAN TIGA LINGGA, SUMATERA UTARA ABAD KE-19 (Studi Etnoarkeologi)","authors":"Arunagren, Widya Nayati","doi":"10.24832/bas.v22i1.395","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/bas.v22i1.395","url":null,"abstract":"Tiga Lingga is refers to marketplace which located in the hinterland of North Sumatera. Toponym of Tiga refers to pharse in Tamil Language, katika-t-tavalam, which means market or pekan. This place become market for hinterland comodities in 19th centuries in Kenegerian Lingga teritory. This research examines the trading activities of Tiga Lingga market in 19th century with ethnoarchaeology approach. This approach is used for answering system behind a symtom archaeological culture using ethnographic data for comparison. Tiga Lingga market it’s aspects in economic activity is used as comparison subject. Subjects were analyzed using analysis of cultural continuity for used to awnser the paradigm of archaeological science that reconstruct activity in the past. This reserch concludes that the trading activity of Tiga Lingga market have the same similarities with Tiga Lingga market trading activity in the 19th century. It can be proved from the marketplace, day, time market and some economic aspects that does not change. For conclusions, Tiga Lingga was an old market at least in 19th century, which trading activity is still survive.","PeriodicalId":210841,"journal":{"name":"Berkala Arkeologi Sangkhakala","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128877052","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
The complex of Laksamana Malahayati’s grave is in Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. As a symbol of respecting and the meaning of her war, its location is in hilltop and protected by wall. It’s winged and unwinged slab gravestone type with longfeet square. In her life, Laksamana Malahayati was known as a brave admiral when marched against Portuguese and Dutch in Malaka Straits. One of her great contribution was when she formed a single troop consists of some widows (known as Inong Balee and Benteng Inong Balee) fight against the imperialism.
Laksamana Malahayati的墓地位于Kabupaten Aceh Besar的Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya。作为尊重的象征和战争的意义,它的位置在山顶上,有城墙保护。它是有翼和无翼的平板墓碑类型,长英尺方形。在她的一生中,Laksamana Malahayati在马六甲海峡与葡萄牙人和荷兰人作战时被称为勇敢的海军上将。她的一个伟大贡献是她组建了一个由一些寡妇组成的单一部队(被称为Inong Balee和Benteng Inong Balee)对抗帝国主义。
{"title":"BENTENG INONG B ALEE DAN KOMPLEKS MAKAM LAKSAMANA MALAHAYATI DI KABUPATEN ACEH BESAR, PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM","authors":"Deni Sutrisna","doi":"10.24832/bas.v9i18.339","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/bas.v9i18.339","url":null,"abstract":"The complex of Laksamana Malahayati’s grave is in Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. As a symbol of respecting and the meaning of her war, its location is in hilltop and protected by wall. It’s winged and unwinged slab gravestone type with longfeet square. In her life, Laksamana Malahayati was known as a brave admiral when marched against Portuguese and Dutch in Malaka Straits. One of her great contribution was when she formed a single troop consists of some widows (known as Inong Balee and Benteng Inong Balee) fight against the imperialism.","PeriodicalId":210841,"journal":{"name":"Berkala Arkeologi Sangkhakala","volume":"198 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133691594","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Archaeological records were not exactly describe the past, transformation proccesses can describe processed of making archaeological records. Natural Transform and Natural Secondary Context were find at encircle ditch of Candi Pfaosan Compleks. The position of deposit archaeological records and stratigraphy can give information about the transformation processes and remainds context were found in the archaeological records
{"title":"NATURAL TRANSFORM, STUDI KASUS TEMUAN FRAGMEN KERAMIK DI PARIT KELILING KOMPLEKS CANDI PLAOSAN","authors":"Stanov Purnawibowo","doi":"10.24832/BAS.V9I18.345","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/BAS.V9I18.345","url":null,"abstract":"Archaeological records were not exactly describe the past, transformation proccesses can describe processed of making archaeological records. Natural Transform and Natural Secondary Context were find at encircle ditch of Candi Pfaosan Compleks. The position of deposit archaeological records and stratigraphy can give information about the transformation processes and remainds context were found in the archaeological records","PeriodicalId":210841,"journal":{"name":"Berkala Arkeologi Sangkhakala","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114660850","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sago was one of plants which had known by local people who live by hunting. Since the prehistory, this plant type grew well in a jungle so people could use it. The traditional tools that we know today, its technique in heritage
{"title":"PERALATAN TRADISIONAL PENGOLAHAN SAGU DI PULAU SIBERUT, RUPAT, DAN PULAU LINGGA","authors":"Nenggih Susilowati","doi":"10.24832/BAS.V9I18.343","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/BAS.V9I18.343","url":null,"abstract":"Sago was one of plants which had known by local people who live by hunting. Since the prehistory, this plant type grew well in a jungle so people could use it. The traditional tools that we know today, its technique in heritage","PeriodicalId":210841,"journal":{"name":"Berkala Arkeologi Sangkhakala","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129380668","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}