Metode pengeringan yang digunakan dapat mempengaruhi karakteristik pengeringan dan kualitas produk akhir seperti parameter warna. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian mengenai kinetika pengeringan daun bidara, mencari model matematika yang paling sesuai dengan karakteristik pengeringannya, serta menganalisis perubahan warna daun bidara kering dan hasil seduhannya. Proses pengeringan dilakukan dengan 2 perlakuan, yaitu menggunakan alat pengering tenaga surya dan dengan penjemuran di ruang terbuka memanfaatkan sinar matahari secara langsung. Terdapat 13 model matematika pengeringan lapis tipis yang dipilih untuk simulasi karakteristik pengeringan daun bidara. Identifikasi nilai Lab* digunakan untuk menghitung indeks pencoklatan (browning index) daun akibat metode pengeringan yang digunakan. Hasil pengujian menyatakan bahwa alat pengering tenaga surya dapat meningkatkan laju pengeringan daun bidara, sehingga mempersingkat durasi pengeringan. Adapun model Diffuision Approach merupakan model matematika yang paling akurat dalam mendeskripsikan karakteristik pengeringan daun bidara untuk kedua metode pengeringan yang diujikan berdasarkan nilai konstanta yang dihasilkan. Masing-masing metode pengeringan mempengaruhi reaksi pencoklatan dari daun bidara kering yang juga berdampak pada warna seduhannya, dimana pengeringan dengan metode penjemuran secara langsung di bawah sinar matahari akan menghasilkan warna daun kering dan hasil seduhan yang lebih gelap.
{"title":"Pemodelan Kinetika Pengeringan Daun Bidara (Ziziphus spina-christi (L.)) Dengan Metode Pengeringan Tenaga Surya","authors":"Nunik Lestari, S. Samsuar","doi":"10.20956/at.vi.941","DOIUrl":"https://doi.org/10.20956/at.vi.941","url":null,"abstract":"Metode pengeringan yang digunakan dapat mempengaruhi karakteristik pengeringan dan kualitas produk akhir seperti parameter warna. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian mengenai kinetika pengeringan daun bidara, mencari model matematika yang paling sesuai dengan karakteristik pengeringannya, serta menganalisis perubahan warna daun bidara kering dan hasil seduhannya. Proses pengeringan dilakukan dengan 2 perlakuan, yaitu menggunakan alat pengering tenaga surya dan dengan penjemuran di ruang terbuka memanfaatkan sinar matahari secara langsung. Terdapat 13 model matematika pengeringan lapis tipis yang dipilih untuk simulasi karakteristik pengeringan daun bidara. Identifikasi nilai Lab* digunakan untuk menghitung indeks pencoklatan (browning index) daun akibat metode pengeringan yang digunakan. Hasil pengujian menyatakan bahwa alat pengering tenaga surya dapat meningkatkan laju pengeringan daun bidara, sehingga mempersingkat durasi pengeringan. Adapun model Diffuision Approach merupakan model matematika yang paling akurat dalam mendeskripsikan karakteristik pengeringan daun bidara untuk kedua metode pengeringan yang diujikan berdasarkan nilai konstanta yang dihasilkan. Masing-masing metode pengeringan mempengaruhi reaksi pencoklatan dari daun bidara kering yang juga berdampak pada warna seduhannya, dimana pengeringan dengan metode penjemuran secara langsung di bawah sinar matahari akan menghasilkan warna daun kering dan hasil seduhan yang lebih gelap.","PeriodicalId":325650,"journal":{"name":"Jurnal Agritechno","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115613582","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Indonesian government is trying to increase the production of agricultural commodities in order to support the food self-sufficiency program. To support this program, the availability of irrigation facilities is important in supporting the productivity of agricultural field. Climate change and changes in agricultural systems have an impact on changes in the need of irrigation water in crop cultivation. The decreasing availability of water for agriculture encourages us to be able to use water more efficiently, especially for irrigation water. The purpose of this research is to predict the ETp value as a basis for determining plant water requirements, to determine the most suitable ETp model, to validate the prediction results of ETp values using direct measurements in the field, and to obtain information related to climate factors that have the most influence on the ETp rate. The measurement of the ETp value is based on the use of Merra-2 global climate data and climate data from field measurements. ETp models used are Blaney-Criddle, Hargraves, Remanenko, Penman and Penman-Monteith. Research results showed that the ETp rate in Wajo District tended to increase during the July-October period indicating an increase in water demand in crop cultivation. The most influential climate parameter in determining the Penman Monteith ETp rate is solar radiation. The results of the ETp analysis using global data show that the Penman model is the closest model to the Penman Monteith ETp model from field measurements.
{"title":"Estimation of Potential Evapotranspiration for Optimizing the Usage of Surface Irrigation in Wajo District","authors":"S. Samsuar, H. Mubarak, N. Lestari","doi":"10.20956/at.vi.935","DOIUrl":"https://doi.org/10.20956/at.vi.935","url":null,"abstract":"Indonesian government is trying to increase the production of agricultural commodities in order to support the food self-sufficiency program. To support this program, the availability of irrigation facilities is important in supporting the productivity of agricultural field. Climate change and changes in agricultural systems have an impact on changes in the need of irrigation water in crop cultivation. The decreasing availability of water for agriculture encourages us to be able to use water more efficiently, especially for irrigation water. The purpose of this research is to predict the ETp value as a basis for determining plant water requirements, to determine the most suitable ETp model, to validate the prediction results of ETp values using direct measurements in the field, and to obtain information related to climate factors that have the most influence on the ETp rate. The measurement of the ETp value is based on the use of Merra-2 global climate data and climate data from field measurements. ETp models used are Blaney-Criddle, Hargraves, Remanenko, Penman and Penman-Monteith. Research results showed that the ETp rate in Wajo District tended to increase during the July-October period indicating an increase in water demand in crop cultivation. The most influential climate parameter in determining the Penman Monteith ETp rate is solar radiation. The results of the ETp analysis using global data show that the Penman model is the closest model to the Penman Monteith ETp model from field measurements.","PeriodicalId":325650,"journal":{"name":"Jurnal Agritechno","volume":"87 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116431954","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Bahan pangan lokal tinggi karbohidrat seperti labu kuning berpotensi sebagai substitusi terigu. Substitusi pasta labu kuning dan penambahan pewarna alami dalam pembuatan mie kering mempengaruhi sifat tekstur dan kualitas pemasakan mie. Tujuan penelitian adalah mencari formulasi mie kering substitusi pasta labu kuning dan penambahan pewarna alami dan menganalisa karakteristik sifat tekstur dan kualitas pemasakan mie kering. Penelitian ini menggunakan RAK satu faktor yaitu perbandingan tepung terigu dan konsentrasi pasta labu kuning dengan 6 level yaitu : 100% tepung terigu dan 0% pasta labu kuning dengan penambahan dan atau tanpa penambahan sari wortel, 90% tepung terigu dan 10% pasta labu kuning hingga 60% tepung terigu dan 40% pasta labu kuning dengan penambahan sari wortel. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4x. Parameter yang diamati yaitu: kekerasan, kekompakan, kekenyalan, kelengketan, daya kunyah, daya rehidrasi serta cooking loss. Hasil yang didapat menunjukkan penambahan pasta labu kuning dan sari wortel tidak berpengaruh terhadap kekerasan, kekompakan, kelengketan dan daya kunyah, akan tetapi berpengaruh terhadap kekenyalan, daya rehidrasi serta cooking loss mie kering. Substitusi pasta labu kuning 20% dan penambahan sari wortel dalam pembuatan mie merupakan formulasi terbaik karena nilai cooking loss rendah, daya rehidrasi tinggi dan sifat tekstur yang sama dengan mie dari tepung terigu.
{"title":"PROFIL TEKSTUR, DAYA REHIDRASI, COOKING LOSS MIE KERING SUBSTITUSI PASTA LABU KUNING DAN PEWARNA ALAMI","authors":"Anisa Rachma Sari, Zulhaq Dahri Siqhny","doi":"10.20956/at.vi.710","DOIUrl":"https://doi.org/10.20956/at.vi.710","url":null,"abstract":"Bahan pangan lokal tinggi karbohidrat seperti labu kuning berpotensi sebagai substitusi terigu. Substitusi pasta labu kuning dan penambahan pewarna alami dalam pembuatan mie kering mempengaruhi sifat tekstur dan kualitas pemasakan mie. Tujuan penelitian adalah mencari formulasi mie kering substitusi pasta labu kuning dan penambahan pewarna alami dan menganalisa karakteristik sifat tekstur dan kualitas pemasakan mie kering. Penelitian ini menggunakan RAK satu faktor yaitu perbandingan tepung terigu dan konsentrasi pasta labu kuning dengan 6 level yaitu : 100% tepung terigu dan 0% pasta labu kuning dengan penambahan dan atau tanpa penambahan sari wortel, 90% tepung terigu dan 10% pasta labu kuning hingga 60% tepung terigu dan 40% pasta labu kuning dengan penambahan sari wortel. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4x. Parameter yang diamati yaitu: kekerasan, kekompakan, kekenyalan, kelengketan, daya kunyah, daya rehidrasi serta cooking loss. Hasil yang didapat menunjukkan penambahan pasta labu kuning dan sari wortel tidak berpengaruh terhadap kekerasan, kekompakan, kelengketan dan daya kunyah, akan tetapi berpengaruh terhadap kekenyalan, daya rehidrasi serta cooking loss mie kering. Substitusi pasta labu kuning 20% dan penambahan sari wortel dalam pembuatan mie merupakan formulasi terbaik karena nilai cooking loss rendah, daya rehidrasi tinggi dan sifat tekstur yang sama dengan mie dari tepung terigu.","PeriodicalId":325650,"journal":{"name":"Jurnal Agritechno","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129638097","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Antosianin merupakan pigmen berwarna merah, ungu, biru dalam buah naga merah kualitas apkir yang memiliki potensi sebagai sumber pewarna alami. Antosianin memiliki sifat lebih stabil apabila ditambahkan pelarut asam karena mampu memperkuat warna antosianin saat dilakukan proses pengeringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas serbuk pewarna alami buah naga merah apkir dengan penambahan pelarut asam dalam berbagai kondisi eksternal yaitu variasi pH, lama pemanasan suhu tinggi, kondisi suhu penyimpanan, penambahan garam dan penambahan gula, serta mengetahui perlakuan terbaik pada uji stabilitas serbuk pewarna alami buah naga merah apkir dengan penambahan pelarut asam. Pada penelitian ini dilakukan uji stabilitas serbuk pewarna buah naga merah apkir dengan variasi jenis pelarut asam yakni asam sitrat dan asam askorbat dalam konsentrasi 0,3% dan 3%. Data hasil uji stabilitas serbuk pewarna disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dan dijabarkan secara deskriptif, penentuan perlakuan terbaik dianalisis dengan metode spider web. Hasil uji stabilitas serbuk pewarna alami menunjukkan bahwa perlakuan A1 dengan penambahan asam sitrat 0,3% merupakan perlakuan terbaik karena serbuk pewarna A1 mampu lebih stabil disimpan dalam suhu lemari es 10⁰C selama 7 hari, stabil dalam variasi larutan buffer asam sitrat pH 3-6, stabil dalam pemanasan selama 0-45 menit, dan juga stabil dalam larutan garam 2%, 4%, dan 6%. Serbuk pewarna yang mampu stabil pada kondisi penyimpanan suhu ruang 27⁰C adalah serbuk pewarna A4, dan serbuk pewarna yang mampu stabil dalam variasi konsentrasi gula 20%, 40%, dan 60% adalah serbuk pewarna A2.
{"title":"STABILITAS SERBUK PEWARNA ALAMI BERBASIS ANTOSIANIN BUAH NAGA MERAH APKIR TERVARIASI PELARUT ASAM DALAM BERBAGAI KONDISI EKSTERNA","authors":"Andi Eko Wiyono, Oryzatania Windaru Runteka, Miftahul Choiron, Eka Ruriani, Maria Belgis","doi":"10.20956/at.vi.693","DOIUrl":"https://doi.org/10.20956/at.vi.693","url":null,"abstract":"Antosianin merupakan pigmen berwarna merah, ungu, biru dalam buah naga merah kualitas apkir yang memiliki potensi sebagai sumber pewarna alami. Antosianin memiliki sifat lebih stabil apabila ditambahkan pelarut asam karena mampu memperkuat warna antosianin saat dilakukan proses pengeringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas serbuk pewarna alami buah naga merah apkir dengan penambahan pelarut asam dalam berbagai kondisi eksternal yaitu variasi pH, lama pemanasan suhu tinggi, kondisi suhu penyimpanan, penambahan garam dan penambahan gula, serta mengetahui perlakuan terbaik pada uji stabilitas serbuk pewarna alami buah naga merah apkir dengan penambahan pelarut asam. Pada penelitian ini dilakukan uji stabilitas serbuk pewarna buah naga merah apkir dengan variasi jenis pelarut asam yakni asam sitrat dan asam askorbat dalam konsentrasi 0,3% dan 3%. Data hasil uji stabilitas serbuk pewarna disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dan dijabarkan secara deskriptif, penentuan perlakuan terbaik dianalisis dengan metode spider web. Hasil uji stabilitas serbuk pewarna alami menunjukkan bahwa perlakuan A1 dengan penambahan asam sitrat 0,3% merupakan perlakuan terbaik karena serbuk pewarna A1 mampu lebih stabil disimpan dalam suhu lemari es 10⁰C selama 7 hari, stabil dalam variasi larutan buffer asam sitrat pH 3-6, stabil dalam pemanasan selama 0-45 menit, dan juga stabil dalam larutan garam 2%, 4%, dan 6%. Serbuk pewarna yang mampu stabil pada kondisi penyimpanan suhu ruang 27⁰C adalah serbuk pewarna A4, dan serbuk pewarna yang mampu stabil dalam variasi konsentrasi gula 20%, 40%, dan 60% adalah serbuk pewarna A2.","PeriodicalId":325650,"journal":{"name":"Jurnal Agritechno","volume":"53 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126082672","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Syahrial Sabaniah, Radite Praeko Agus Setiawan, Wawan Hermawan, Lenny Saulia
Tanaman murbei (Morus Sp.) banyak digunakan dalam serikultur sebagai pakan ulat sutera. Selain sebagai pakan ulat sutera, tanaman murbei juga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman pangan, pakan ternak dan obat-obatan. Pengembangbiakan tanaman murbei dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara generatif (melalui biji) dan cara vegetatif (bagian dari tanaman itu sendiri). Metode pembibitan vegetatif telah banyak dilakukan oleh petani sutra. Teknik vegetatif relatif lebih mudah dilakukan serta lebih cepat untuk berproduksi. Teknik vegetatif yang banyak digunakan adalah stek. Dalam budidaya tanaman murbei, salah satu proses yang memakan banyak energi adalah pada proses penanaman. Penanaman stek murbei masih dilakukan secara manual. Pada penelitian ini akan dirancang alat tanam yang diharapkan mampu meningkatkan kapasitas dan efisiensi pada proses penanaman. Proses desain meliputi studi pendahuluan berupa studi karakteristik material untuk menentukan kriteria desain. Setelah itu dilakukan pemilihan komponen dan mekanisme, dilanjutkan dengan pembuatan gambar dan prototipe. Prototipe alat tanam diuji dengan uji statis untuk mengevaluasi fungsi penjatah. Dari hasil pengujian didapatkan persentase kegagalan kerja penjatah adalah 0,5% dimana terjadi pengambilan lebih dari satu stek dan tidak ditemukan kasus dimana stek tidak terambil oleh penjatah . Rata-rata stek yang rusak adalah 2% dan paling banyak terjadi pada penjatah kiri dengan tingkat kerusakan 4%. Angka tersebut menunjukkan bahwa perlu untuk dilakukan modifikasi.
{"title":"RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN ALAT TANAM MURBEI","authors":"Syahrial Sabaniah, Radite Praeko Agus Setiawan, Wawan Hermawan, Lenny Saulia","doi":"10.20956/at.vi.701","DOIUrl":"https://doi.org/10.20956/at.vi.701","url":null,"abstract":"Tanaman murbei (Morus Sp.) banyak digunakan dalam serikultur sebagai pakan ulat sutera. Selain sebagai pakan ulat sutera, tanaman murbei juga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman pangan, pakan ternak dan obat-obatan. Pengembangbiakan tanaman murbei dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara generatif (melalui biji) dan cara vegetatif (bagian dari tanaman itu sendiri). Metode pembibitan vegetatif telah banyak dilakukan oleh petani sutra. Teknik vegetatif relatif lebih mudah dilakukan serta lebih cepat untuk berproduksi. Teknik vegetatif yang banyak digunakan adalah stek. Dalam budidaya tanaman murbei, salah satu proses yang memakan banyak energi adalah pada proses penanaman. Penanaman stek murbei masih dilakukan secara manual. Pada penelitian ini akan dirancang alat tanam yang diharapkan mampu meningkatkan kapasitas dan efisiensi pada proses penanaman. Proses desain meliputi studi pendahuluan berupa studi karakteristik material untuk menentukan kriteria desain. Setelah itu dilakukan pemilihan komponen dan mekanisme, dilanjutkan dengan pembuatan gambar dan prototipe. Prototipe alat tanam diuji dengan uji statis untuk mengevaluasi fungsi penjatah. Dari hasil pengujian didapatkan persentase kegagalan kerja penjatah adalah 0,5% dimana terjadi pengambilan lebih dari satu stek dan tidak ditemukan kasus dimana stek tidak terambil oleh penjatah . Rata-rata stek yang rusak adalah 2% dan paling banyak terjadi pada penjatah kiri dengan tingkat kerusakan 4%. Angka tersebut menunjukkan bahwa perlu untuk dilakukan modifikasi.","PeriodicalId":325650,"journal":{"name":"Jurnal Agritechno","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116827895","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
The application of innovation and technology in agricultural machinery in the world is one of the factors in increasing production and productivity of agricultural products. One of them is the application of agricultural machinery, namely the process of planting on agricultural land. The use of agricultural machinery at the farm level, especially planting, is still rarely carried out, as long as the availability of agricultural labor is decreasing. Most agricultural workers have entered non-productive age, while the interest of the younger generation to enter the world of agriculture is getting lower, especially conventional agriculture. Agricultural mechanization can solve this problem. The purpose of this research is to produce the performance of the seed planter in lowland rice fields. The research method uses an agrotechnical study that measures the theoretical capacity (Kt), actual working capacity (Ka), the efficiency of the seed planter's performance, and wheel slip on the seed planter. Based on the test results the average field capacity performance is 1.301 ha/hour, the test results are the actual average field capacity 0.650 ha/hour, the test results are the average efficiency of the tool performance is 50.0%, and the average slip test results wheel that is 13.75%. Factors that affect the performance test of planting tools, among others: operator skills, soil conditions, wheel slip, shape and size of planting tools, as well as the topography of a land. Keywords: Actual Work Capacity (Ka), Theoretical Work Capacity (Kt), Efficiency, Wheel Slip, Seed Planter
{"title":"Performance of Planting Tools (Seed Planter) on Rice Land, Palu City, Central Sulawesi","authors":"Anugerah Fitri Amalia, Syafruddin","doi":"10.20956/at.vi.739","DOIUrl":"https://doi.org/10.20956/at.vi.739","url":null,"abstract":"The application of innovation and technology in agricultural machinery in the world is one of the factors in increasing production and productivity of agricultural products. One of them is the application of agricultural machinery, namely the process of planting on agricultural land. The use of agricultural machinery at the farm level, especially planting, is still rarely carried out, as long as the availability of agricultural labor is decreasing. Most agricultural workers have entered non-productive age, while the interest of the younger generation to enter the world of agriculture is getting lower, especially conventional agriculture. Agricultural mechanization can solve this problem. The purpose of this research is to produce the performance of the seed planter in lowland rice fields. The research method uses an agrotechnical study that measures the theoretical capacity (Kt), actual working capacity (Ka), the efficiency of the seed planter's performance, and wheel slip on the seed planter. Based on the test results the average field capacity performance is 1.301 ha/hour, the test results are the actual average field capacity 0.650 ha/hour, the test results are the average efficiency of the tool performance is 50.0%, and the average slip test results wheel that is 13.75%. Factors that affect the performance test of planting tools, among others: operator skills, soil conditions, wheel slip, shape and size of planting tools, as well as the topography of a land. \u0000 Keywords: Actual Work Capacity (Ka), Theoretical Work Capacity (Kt), Efficiency, Wheel Slip, Seed Planter","PeriodicalId":325650,"journal":{"name":"Jurnal Agritechno","volume":"29 12 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133549579","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Aisyah Nurvipta Anggeliana Setiyanti, G. Guniarti, Juli Santoso Pikir
Usaha untuk meningkatkan produksi terong ungu pada lahan tercekam kekeringan dapat dilakukan dengan menguji varietas-varietas terong ungu yang sudah beredar terhadap cekaman kekeringan. Uji dilakukan dengan mengamati parameter pertumbuhan dan hasil beberapa varietas terong ungu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toleransi beberapa varietas terong ungu terhadap cekaman kekeringan. Penelitian dilaksanakan di rumah plastik lahan Dusun Umbut Legi, Desa Kemuning, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada bulan November 2021 sampai Maret 2022. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split-Plot Design) faktorial dengan 3 kali ulangan. Petak utamanya (Main Plot) adalah cekaman kekeringan dengan 3 taraf, yaitu: a) C0, kadar air 100% kapasitas lapang sebagai kontrol, b) C1, kadar air 75% kapasitas lapang, c) C2, kadar air 50% kapasitas lapang. Sedangkan anak petaknya (Sub Plot) adalah varietas tanaman terong ungu dengan 3 taraf yaitu: a) V1 Antaboga-1, b) V2 Lezata F1, dan c) V3 Ratih Ungu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Antaboga mempunyai karakter lebih toleran terhadap kekeringan yang ditunjukkan pada parameter rerata tinggi tanaman, jumlah buah per tanaman per periode panen, jumlah buah total per tanaman, bobot buah per tanaman per periode panen, dan bobot buah total panen per tanaman.
{"title":"PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS TANAMAN TERONG (Solanum melongena L.)","authors":"Aisyah Nurvipta Anggeliana Setiyanti, G. Guniarti, Juli Santoso Pikir","doi":"10.20956/at.vi.682","DOIUrl":"https://doi.org/10.20956/at.vi.682","url":null,"abstract":"Usaha untuk meningkatkan produksi terong ungu pada lahan tercekam kekeringan dapat dilakukan dengan menguji varietas-varietas terong ungu yang sudah beredar terhadap cekaman kekeringan. Uji dilakukan dengan mengamati parameter pertumbuhan dan hasil beberapa varietas terong ungu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toleransi beberapa varietas terong ungu terhadap cekaman kekeringan. Penelitian dilaksanakan di rumah plastik lahan Dusun Umbut Legi, Desa Kemuning, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada bulan November 2021 sampai Maret 2022. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split-Plot Design) faktorial dengan 3 kali ulangan. Petak utamanya (Main Plot) adalah cekaman kekeringan dengan 3 taraf, yaitu: a) C0, kadar air 100% kapasitas lapang sebagai kontrol, b) C1, kadar air 75% kapasitas lapang, c) C2, kadar air 50% kapasitas lapang. Sedangkan anak petaknya (Sub Plot) adalah varietas tanaman terong ungu dengan 3 taraf yaitu: a) V1 Antaboga-1, b) V2 Lezata F1, dan c) V3 Ratih Ungu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Antaboga mempunyai karakter lebih toleran terhadap kekeringan yang ditunjukkan pada parameter rerata tinggi tanaman, jumlah buah per tanaman per periode panen, jumlah buah total per tanaman, bobot buah per tanaman per periode panen, dan bobot buah total panen per tanaman.","PeriodicalId":325650,"journal":{"name":"Jurnal Agritechno","volume":"298 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123045142","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Coppeng adalah istilah yang diberikan oleh masyarakat Bugis/Makassar untuk mendefinisikan buah Jamblang. Buah ini termasuk jenis buah musiman yang kaya akan antioksidan karena memiliki kandungan vitamin C dan antosianin yang cukup tinggi. Akibat tingginya kandungan antioksidan yang dimiliki buah jamblang, buah ini memiliki banyak manfaat yang baik untuk kesehatan, namun ternyata buah ini kurang disukai oleh masyarakat karena rasa asam dan sepatnya serta sifatnya yang tidak dapat ditemukan sepanjang tahun di pasaran. Salah satu upaya peningkatan pemanfaatan buah jamblang dapat dilakukan dengan mengolah buah ini menjadi produk olahan lainnya seperti minuman fungsional, namun perlu dilakukan penelitian lebih dahulu menganai penentuan formulasi antara perbandingan penggunaan sari buah jamblang, air dan pemanis (fruktosa/sukrosa). Pembuatan sari buah jamblang dilakukan dengan mencampur sari buah murni dan air dengan perbandingan 40:60, 50:50, dan 60:40, kemudian menambahkan pemanis sesuai perlakuan (fruktosa/sukrosa) sebanyak 15%. Minuman sari buah jamblang yang telah jadi diuji secara kimia meliputi uji total asam, kandungan vitamin C, pH, kandungan antosianin serta antioksidan dan juga melalui pengujian organoleptik meliputi rasa, aroma dan warna dari sari buah jamblang. Hasil analisis kimia tersebut menunjukkan bahwa minuman sari buah dengan perbandingan sari buah murni dan air 60:40 dan menggunakan sukrosa memiliki total antosianin yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Sari buah dengan perbandingan sari buah murni dan air 60:40 dengan penambahan fruktosa memiliki kandungan vitamin C dan total asam tertinggi dibanding perlakuan lainnya sehingga hal ini juga menyebabkan peralkuan ini memiliki nilai pH terkecil. Hasil analisis organoleptik menunjukkan perbandingan sari buah murni dan air 50:50 dengan penambahan sukrosa paling disukai oleh panelis dari segi rasa sedangkan perbandingan 60:40 dengan penambahan fruktosa lebih disukai oleh panelis dari segi warna dan aroma.
{"title":"Studi Pengembangan Buah Jamblang (Syzygium Cumini L.) Menjadi Minuman Fungsional Kaya Antioksidan","authors":"A. H. Julyaningsih, Rais M, Irmayani Irmayani","doi":"10.20956/at.vi.744","DOIUrl":"https://doi.org/10.20956/at.vi.744","url":null,"abstract":"Coppeng adalah istilah yang diberikan oleh masyarakat Bugis/Makassar untuk mendefinisikan buah Jamblang. Buah ini termasuk jenis buah musiman yang kaya akan antioksidan karena memiliki kandungan vitamin C dan antosianin yang cukup tinggi. Akibat tingginya kandungan antioksidan yang dimiliki buah jamblang, buah ini memiliki banyak manfaat yang baik untuk kesehatan, namun ternyata buah ini kurang disukai oleh masyarakat karena rasa asam dan sepatnya serta sifatnya yang tidak dapat ditemukan sepanjang tahun di pasaran. Salah satu upaya peningkatan pemanfaatan buah jamblang dapat dilakukan dengan mengolah buah ini menjadi produk olahan lainnya seperti minuman fungsional, namun perlu dilakukan penelitian lebih dahulu menganai penentuan formulasi antara perbandingan penggunaan sari buah jamblang, air dan pemanis (fruktosa/sukrosa). Pembuatan sari buah jamblang dilakukan dengan mencampur sari buah murni dan air dengan perbandingan 40:60, 50:50, dan 60:40, kemudian menambahkan pemanis sesuai perlakuan (fruktosa/sukrosa) sebanyak 15%. Minuman sari buah jamblang yang telah jadi diuji secara kimia meliputi uji total asam, kandungan vitamin C, pH, kandungan antosianin serta antioksidan dan juga melalui pengujian organoleptik meliputi rasa, aroma dan warna dari sari buah jamblang. Hasil analisis kimia tersebut menunjukkan bahwa minuman sari buah dengan perbandingan sari buah murni dan air 60:40 dan menggunakan sukrosa memiliki total antosianin yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Sari buah dengan perbandingan sari buah murni dan air 60:40 dengan penambahan fruktosa memiliki kandungan vitamin C dan total asam tertinggi dibanding perlakuan lainnya sehingga hal ini juga menyebabkan peralkuan ini memiliki nilai pH terkecil. Hasil analisis organoleptik menunjukkan perbandingan sari buah murni dan air 50:50 dengan penambahan sukrosa paling disukai oleh panelis dari segi rasa sedangkan perbandingan 60:40 dengan penambahan fruktosa lebih disukai oleh panelis dari segi warna dan aroma.","PeriodicalId":325650,"journal":{"name":"Jurnal Agritechno","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128728235","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tuti Wukirsari, Endang Saepuddin, Ivanka Putri Hanafiah
Prevalensi diabetes yang terus meningkat baik di Indonesia maupun di dunia memerlukan inovasi-inovasi di bidang pangan. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pada pati maizena dengan hidrolisis asam (HA) dan heat moisture treatment (HMT) dengan berbagai kombinasi konsentrasi HCl dan lamanya HMT. Kemudian pengaruh modifikasi HA dan/atau HMT terhadap sifat fisikokimia pati maizena ditentukan. Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan HA dan/atau HMT akan menurunkan daya cerna sampai 56%, swelling power sampai 10 kali, dan viskositas sampai 2 kali pada pati termodifikasi. Data-data tersebut membuktikan terjadinya perubahan struktur granula pati maizena termodifikasi menjadi lebih rapat dan kristalin.
{"title":"Sifat Fisikokimia Pati Tahan Cerna Hasil Hidrolisis Asam dan Heat Moisture Treatment pada Pati Maizena","authors":"Tuti Wukirsari, Endang Saepuddin, Ivanka Putri Hanafiah","doi":"10.20956/at.v15i1.587","DOIUrl":"https://doi.org/10.20956/at.v15i1.587","url":null,"abstract":"Prevalensi diabetes yang terus meningkat baik di Indonesia maupun di dunia memerlukan inovasi-inovasi di bidang pangan. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pada pati maizena dengan hidrolisis asam (HA) dan heat moisture treatment (HMT) dengan berbagai kombinasi konsentrasi HCl dan lamanya HMT. Kemudian pengaruh modifikasi HA dan/atau HMT terhadap sifat fisikokimia pati maizena ditentukan. Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan HA dan/atau HMT akan menurunkan daya cerna sampai 56%, swelling power sampai 10 kali, dan viskositas sampai 2 kali pada pati termodifikasi. Data-data tersebut membuktikan terjadinya perubahan struktur granula pati maizena termodifikasi menjadi lebih rapat dan kristalin.","PeriodicalId":325650,"journal":{"name":"Jurnal Agritechno","volume":"112 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131424708","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abdul Azis, Muhammad Farham Rifaldy Akhmad, Daniel Useng
Alat tanam benih langsung merupakan suatu metode tanam yang digunakan dengan sistem tanam langsung dengan menggunakan alat. Akan tetapi, atabela yang digunakan masyarakat secara umum masih memiliki kendala seperti tidak adanya pembuka alur sehingga benih yang jatuh tidak pada alur yang ditentukan, tidak adanya perata tanah sehingga pada lahan ada bagian yang tergenang air. Kendala di atas menyebabkan pertumbuhan dan perawatan padi yang tidak maksimal. Perancangan atabela diharapkan untuk mempermudah proses penanaman benih padi dengan menggunakan teknologi sederhana untuk menghemat waktu dan tenaga. Bagian alat yang dikembangkan adalah pembuka alur berfungsi sebagai tempat jatuhnya benih, perata tanah berfungsi untuk meratakan tanah sebelum benih dijatuhkan dan penutup lubang sebagai penghalang jatuhnya benih ditempat yang tidak di inginkan. Hasil pengujian menunjukkan bagian-bagian alat berfungsi dengan baik, dimana diperoleh hasil jarak tanam ke samping 25 cm, jarak tanam kedepan 25-50 cm, jumlah benih yang keluar 9-15 biji dan keteraturan benih yang masuk kedalam lubang atau alur yang telah dibuat.
{"title":"Pengembangan Alat Tanam Benih Langsung Tipe Drum Seeder","authors":"Abdul Azis, Muhammad Farham Rifaldy Akhmad, Daniel Useng","doi":"10.20956/at.v15i1.462","DOIUrl":"https://doi.org/10.20956/at.v15i1.462","url":null,"abstract":"Alat tanam benih langsung merupakan suatu metode tanam yang digunakan dengan sistem tanam langsung dengan menggunakan alat. Akan tetapi, atabela yang digunakan masyarakat secara umum masih memiliki kendala seperti tidak adanya pembuka alur sehingga benih yang jatuh tidak pada alur yang ditentukan, tidak adanya perata tanah sehingga pada lahan ada bagian yang tergenang air. Kendala di atas menyebabkan pertumbuhan dan perawatan padi yang tidak maksimal. Perancangan atabela diharapkan untuk mempermudah proses penanaman benih padi dengan menggunakan teknologi sederhana untuk menghemat waktu dan tenaga. Bagian alat yang dikembangkan adalah pembuka alur berfungsi sebagai tempat jatuhnya benih, perata tanah berfungsi untuk meratakan tanah sebelum benih dijatuhkan dan penutup lubang sebagai penghalang jatuhnya benih ditempat yang tidak di inginkan. Hasil pengujian menunjukkan bagian-bagian alat berfungsi dengan baik, dimana diperoleh hasil jarak tanam ke samping 25 cm, jarak tanam kedepan 25-50 cm, jumlah benih yang keluar 9-15 biji dan keteraturan benih yang masuk kedalam lubang atau alur yang telah dibuat.","PeriodicalId":325650,"journal":{"name":"Jurnal Agritechno","volume":"29 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129056916","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}