Providing drug services to patients in midwifery practice in remote areas is regulated in Article 273 of the Health Law which states that: "personnel in carrying out practice have the right to obtain legal protection as long as they carry out their duties in accordance with professional standards, professional service standards, and standard operational procedures and professional ethics, as well as patient's health needs. Likewise, Article 19 of the Minister of Health's Permit and Practice of Midwives also states that "in carrying out practice/work, midwives have the right to obtain legal protection in carrying out practice/work as long as they comply with standards." The purpose of this paper is to analyze the authority of midwives to provide drug services to patients in midwifery practice and examine the form of legal protection for midwives in carrying out practice. The author uses a research method with a normative juridical type and approaches the problem using legislation, a conceptual approach and a comparative approach. Keywords: Medication Administration by Midwives, Legal Protection
{"title":"Pelindungan Hukum bagi Bidan Memberikan Pelayanan Obat kepada pasien dalam Praktik Kebidanan di Daerah Terpencil","authors":"Nur Asyah","doi":"10.30649/jhek.v3i2.122","DOIUrl":"https://doi.org/10.30649/jhek.v3i2.122","url":null,"abstract":"Providing drug services to patients in midwifery practice in remote areas is regulated in Article 273 of the Health Law which states that: \"personnel in carrying out practice have the right to obtain legal protection as long as they carry out their duties in accordance with professional standards, professional service standards, and standard operational procedures and professional ethics, as well as patient's health needs. Likewise, Article 19 of the Minister of Health's Permit and Practice of Midwives also states that \"in carrying out practice/work, midwives have the right to obtain legal protection in carrying out practice/work as long as they comply with standards.\" The purpose of this paper is to analyze the authority of midwives to provide drug services to patients in midwifery practice and examine the form of legal protection for midwives in carrying out practice. The author uses a research method with a normative juridical type and approaches the problem using legislation, a conceptual approach and a comparative approach. \u0000 \u0000Keywords: Medication Administration by Midwives, Legal Protection \u0000 ","PeriodicalId":477348,"journal":{"name":"Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan","volume":"37 6","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140413886","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pasien harus memberikan informed consent sebelum dilakukannya tindakan medis pada situasi biasa, tetapi hal tersebut tidak berlaku pada situasi gawat darurat dan sebagai gantinya adalah presumed consent. Dokter seringkali melakukan tindakan medis berisiko tinggi pada pasien gawat darurat. Presumed consent atas tindakan tersebut tidak diakui berdasar Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Tujuan penelitian untuk menganalisis perspektif undang-undang tersebut atas tindakan medis berisiko tinggi dalam kasus gawat darurat. Metode dalam penelitian ini yuridif normatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa presumed consent atas tindakan medis berisiko tinggi dalam situasi gawat darurat belum jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023. Namun demikian, dokter dapat menggunakan pertimbangan bahwa tindakan medis dilakukan berdasarkan kepentingan terbaik pasien (Pasal 293 ayat (10)), dokter ada kewajiban menolong pasien gawat darurat (Pasal 275 ayat (1)), dokter yang bekerja sesuai standar dilindungi hukum (Pasal 273 ayat (1)) dan dokter dibebaskan dari tuntutan ganti rugi (Pasal 275 ayat (1)). Kata Kunci : presumed consent, tindakan berisiko tinggi, kasus gawat darurat
{"title":"PRESUMED CONSENT ATAS TINDAKAN MEDIS BERISIKO TINGGI PADA KEGAWATDARURATAN : PERSPEKTIF UU NOMOR 17 TAHUN 2023","authors":"AK Wisnu Baroto SP","doi":"10.30649/jhek.v3i2.131","DOIUrl":"https://doi.org/10.30649/jhek.v3i2.131","url":null,"abstract":"Pasien harus memberikan informed consent sebelum dilakukannya tindakan medis pada situasi biasa, tetapi hal tersebut tidak berlaku pada situasi gawat darurat dan sebagai gantinya adalah presumed consent. Dokter seringkali melakukan tindakan medis berisiko tinggi pada pasien gawat darurat. Presumed consent atas tindakan tersebut tidak diakui berdasar Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Tujuan penelitian untuk menganalisis perspektif undang-undang tersebut atas tindakan medis berisiko tinggi dalam kasus gawat darurat. Metode dalam penelitian ini yuridif normatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa presumed consent atas tindakan medis berisiko tinggi dalam situasi gawat darurat belum jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023. Namun demikian, dokter dapat menggunakan pertimbangan bahwa tindakan medis dilakukan berdasarkan kepentingan terbaik pasien (Pasal 293 ayat (10)), dokter ada kewajiban menolong pasien gawat darurat (Pasal 275 ayat (1)), dokter yang bekerja sesuai standar dilindungi hukum (Pasal 273 ayat (1)) dan dokter dibebaskan dari tuntutan ganti rugi (Pasal 275 ayat (1)). \u0000 \u0000Kata Kunci : presumed consent, tindakan berisiko tinggi, kasus gawat darurat","PeriodicalId":477348,"journal":{"name":"Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan","volume":"4 3","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"138944807","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak bencana yang menimbulkan sejumlah korban jiwa. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan mewajibkan pemerintah dan masyarakat melakukan upaya identifikasi terhadap jenazah tak dikenal. Dari berbagai metode pengidentifikasian korban bencana (PKB), metode DNA, sidik jari, dan odontologi memiliki tingkat validitas individu yang tinggi. Odontologi merupakan metode yang tepat dan sederhana karena gigi merupakan bagian terkeras pada tubuh manusia. Gigi dinilai memiliki uji ketahanan yang tinggi karena tahan hingga suhu tinggi sekalipun atau ketika korban ditemukan tenggelam di dasar laut. Dalam profil subjek, untuk memudahkan profiling dari karakteristik gigi geligi sangat terbantu jika subjek memiliki data antemortem atau rekam medis terkait dengan foto panoramic kondisi gigi. Rekam medis menjadi syarat penting untuk menjadi data antemortem dalam sebuah proses identifikasi korban ataupun dalam proses profiling data pasien. Identitas odontologi dalam rekam medis, khususnya melalui odontogram, dapat memberikan perspektif baru sebagai acuan untuk membuat laporan forensik yang sah sebagai alat bukti dalam proses hukum. Proses pengarsipan odontologi diawali dengan kesadaran para praktisi gigi terhadap standarisasi rekam medis odontologi. pengarsipan elektronik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022, serta standarisasi rekam medis yang benar, dan juga kesadaran akan pengarsipan dan diakses oleh unit pelayanan kesehatan sebagai data sekunder untuk menganalisis profil sebagai data antemortem. Standarisasi odontogram menjadi penting untuk melakukan restrukturisasi data beserta registrasi pasien menggunakan Nomor Induk Nasional (NIK), nama pasien, dan nomor rekam medis.
{"title":"ODONTOLOGI FORENSIK SEBAGAI METODE IDENTIFIKASI DAN ALAT BUKTI PENGADILAN","authors":"Ginanda Mutiara Ramadhani, Adriano, Chomariyah","doi":"10.30649/jhek.v3i2.127","DOIUrl":"https://doi.org/10.30649/jhek.v3i2.127","url":null,"abstract":"Dalam beberapa tahun terakhir, banyak bencana yang menimbulkan sejumlah korban jiwa. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan mewajibkan pemerintah dan masyarakat melakukan upaya identifikasi terhadap jenazah tak dikenal. Dari berbagai metode pengidentifikasian korban bencana (PKB), metode DNA, sidik jari, dan odontologi memiliki tingkat validitas individu yang tinggi. Odontologi merupakan metode yang tepat dan sederhana karena gigi merupakan bagian terkeras pada tubuh manusia. Gigi dinilai memiliki uji ketahanan yang tinggi karena tahan hingga suhu tinggi sekalipun atau ketika korban ditemukan tenggelam di dasar laut. Dalam profil subjek, untuk memudahkan profiling dari karakteristik gigi geligi sangat terbantu jika subjek memiliki data antemortem atau rekam medis terkait dengan foto panoramic kondisi gigi. Rekam medis menjadi syarat penting untuk menjadi data antemortem dalam sebuah proses identifikasi korban ataupun dalam proses profiling data pasien. Identitas odontologi dalam rekam medis, khususnya melalui odontogram, dapat memberikan perspektif baru sebagai acuan untuk membuat laporan forensik yang sah sebagai alat bukti dalam proses hukum. Proses pengarsipan odontologi diawali dengan kesadaran para praktisi gigi terhadap standarisasi rekam medis odontologi. pengarsipan elektronik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022, serta standarisasi rekam medis yang benar, dan juga kesadaran akan pengarsipan dan diakses oleh unit pelayanan kesehatan sebagai data sekunder untuk menganalisis profil sebagai data antemortem. Standarisasi odontogram menjadi penting untuk melakukan restrukturisasi data beserta registrasi pasien menggunakan Nomor Induk Nasional (NIK), nama pasien, dan nomor rekam medis.","PeriodicalId":477348,"journal":{"name":"Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan","volume":"11 4","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"138949242","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hak laktasi merupakan bagian dari hak asasi manusia secara kodrati dimiliki oleh seorang perempuan, termasuk tenaga kesehatan perempuan, yang dilindungi oleh negara. Saat menjalankan tugasnya untuk memenuhi hak-hak pasien, seringkali mereka menghadapi benturan dengan pemenuhan hak laktasi yang semestinya mereka peroleh. Sebagai negara hukum, Indonesia memberi perlindungan pemenuhan hak laktasi tersebut dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum yuridis normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan, dengan pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Permasalahan dan tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis benturan hak laktasi tenaga kesehatan dengan hak pasien dalam pelayanan kesehatan serta tanggung jawab hukum pemerintah atas pemenuhan hak laktasi bagi tenaga kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benturan yang dialami tenaga kesehatan dalam memenuhi hak laktasi persoalan terbesarnya adalah terjadinya disharmonisasi peraturan perundang-undangan antara UU Ketenagakerjaan ataupun UU Cipta Kerja dan PP Manajemen PNS dengan UU Kesehatan maupun PP Pemberian ASI Eksklusif. Pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi hak laktasi tersebut. Pemerintah dapat dipandang sebagai subjek hukum dan objek hukum yang berarti pemerintah melakukan pengawasan dan yang diawasi terhadap pelaksanaan ketentuan pemenuhan hak laktasi tenaga kesehatan
{"title":"TANGGUNG JAWAB HUKUM PEMERINTAH ATAS PEMENUHAN HAK LAKTASI BAGI TENAGA KESEHATAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN","authors":"Wiwik Nurlaela, M. Tauchid Noor, Ninis Nugraheni","doi":"10.30649/jhek.v3i2.123","DOIUrl":"https://doi.org/10.30649/jhek.v3i2.123","url":null,"abstract":"Hak laktasi merupakan bagian dari hak asasi manusia secara kodrati dimiliki oleh seorang perempuan, termasuk tenaga kesehatan perempuan, yang dilindungi oleh negara. Saat menjalankan tugasnya untuk memenuhi hak-hak pasien, seringkali mereka menghadapi benturan dengan pemenuhan hak laktasi yang semestinya mereka peroleh. Sebagai negara hukum, Indonesia memberi perlindungan pemenuhan hak laktasi tersebut dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum yuridis normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan, dengan pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Permasalahan dan tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis benturan hak laktasi tenaga kesehatan dengan hak pasien dalam pelayanan kesehatan serta tanggung jawab hukum pemerintah atas pemenuhan hak laktasi bagi tenaga kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benturan yang dialami tenaga kesehatan dalam memenuhi hak laktasi persoalan terbesarnya adalah terjadinya disharmonisasi peraturan perundang-undangan antara UU Ketenagakerjaan ataupun UU Cipta Kerja dan PP Manajemen PNS dengan UU Kesehatan maupun PP Pemberian ASI Eksklusif. Pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi hak laktasi tersebut. Pemerintah dapat dipandang sebagai subjek hukum dan objek hukum yang berarti pemerintah melakukan pengawasan dan yang diawasi terhadap pelaksanaan ketentuan pemenuhan hak laktasi tenaga kesehatan","PeriodicalId":477348,"journal":{"name":"Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan","volume":"50 25","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-11-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"135432715","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}