Pub Date : 2024-07-07DOI: 10.21831/mozaik.v15i1.69092
Max Rooyackers
Penelitian ini memperdalami bagaimana wacana emansipasi perempuan terwujud dalam surat kabar De Expres yang diredaksi oleh E.F.E. Douwes Dekker dan H.C. Kakebeeke. Tiga aspek diperhatikan dalam keseluruhan wacana perempuan, yaitu berita lokal dan nasional, internasional, serta sastra. Masing-masing aspek memiliki peran tersendiri dalam membentuk wacana perempuan. Berita nasional menawarkan esai kritis dalam konteks lokal, sedangkan berita internasional menawarkan esai kritis dalam konteks yang berbeda. Sastra juga menawarkan konteks lokal, namun dalam bentuk yang lebih ringan dan santai. Meskipun ciri-cirinya berbeda, terdapat hubunga antara ketiga aspek dalam membangun wacana perempuan yang kokoh dan konsisten. Berita dan sastra tidak secara acak digunakan, melainkan dengan tujuan menyampaikan gagasan. Emansipasi perempuan diperjuangkan melalui meningkatkan kedudukan perempuan dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik. Emansipasi ini harus disesuaikan dengan latar belakang budaya perempuan, baik mereka Eropa, Indo-Eropa, atau Nusantara. Beberapa anggota redaksi seperti Tjipto Mangoenkoesoemo menulis esai kritis untuk menyampaikan itu, sedangkan Douwes Dekker menggunakan komentar terhadap peristiwa di seluruh dunia dan sastra. Penelitian historis mengenai wacana perempuan pada umumnya hanya memperhatikan aspek berita nasional tanpa memperhatikan aspek berita internasional dan sastra. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan sejarah Kuntowijoyo untuk mengungkapkan proses dan wujud pembentukan wacana perempuan yang progresif pada zamannya.
{"title":"Wacana Perempuan Di Koran De Expres Tahun 1912-1914 Dari Aspek Berita Nasional, Internasional, Dan Sastra","authors":"Max Rooyackers","doi":"10.21831/mozaik.v15i1.69092","DOIUrl":"https://doi.org/10.21831/mozaik.v15i1.69092","url":null,"abstract":"Penelitian ini memperdalami bagaimana wacana emansipasi perempuan terwujud dalam surat kabar De Expres yang diredaksi oleh E.F.E. Douwes Dekker dan H.C. Kakebeeke. Tiga aspek diperhatikan dalam keseluruhan wacana perempuan, yaitu berita lokal dan nasional, internasional, serta sastra. Masing-masing aspek memiliki peran tersendiri dalam membentuk wacana perempuan. Berita nasional menawarkan esai kritis dalam konteks lokal, sedangkan berita internasional menawarkan esai kritis dalam konteks yang berbeda. Sastra juga menawarkan konteks lokal, namun dalam bentuk yang lebih ringan dan santai. Meskipun ciri-cirinya berbeda, terdapat hubunga antara ketiga aspek dalam membangun wacana perempuan yang kokoh dan konsisten. Berita dan sastra tidak secara acak digunakan, melainkan dengan tujuan menyampaikan gagasan. Emansipasi perempuan diperjuangkan melalui meningkatkan kedudukan perempuan dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik. Emansipasi ini harus disesuaikan dengan latar belakang budaya perempuan, baik mereka Eropa, Indo-Eropa, atau Nusantara. Beberapa anggota redaksi seperti Tjipto Mangoenkoesoemo menulis esai kritis untuk menyampaikan itu, sedangkan Douwes Dekker menggunakan komentar terhadap peristiwa di seluruh dunia dan sastra. Penelitian historis mengenai wacana perempuan pada umumnya hanya memperhatikan aspek berita nasional tanpa memperhatikan aspek berita internasional dan sastra. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan sejarah Kuntowijoyo untuk mengungkapkan proses dan wujud pembentukan wacana perempuan yang progresif pada zamannya.","PeriodicalId":519035,"journal":{"name":"MOZAIK Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora","volume":" 12","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141671373","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2024-07-07DOI: 10.21831/mozaik.v15i1.71014
Nurul Afifah
One of the challenges that historians and philologists face is analyzing historical texts, especially traditional historiographic works like 'babad' and 'hikayat,' which may have been added to or subtracted from in various aspects. Such manuscripts cannot be considered the primary reference source for constructing a chronological history, as they lean more towards historical literature constructed from the author's imagination. This article discusses the challenges posed by Malay manuscripts that contain elements of myth and imagination. The study takes a case example of the manuscript "Hikayat Raja Pasai". The objective is to examine the position and role of hikayat or traditional historiography in general concerning the narration of history and its acceptance as a historical source. The research employs a descriptive-analytical method through several stages, including: 1) manuscript selection, 2) literature review, 3) content analysis and identification of imaginative elements in the manuscript, 4) examination of history to verify the accuracy of information, 5) interpretation of results, 6) writing, and 7) drawing conclusions. From this study, it was found that despite containing myths, hikayat still plays a role as a means to showcase the character of a community, aiding readers in understanding a belief, and myths are often more effective in raising human awareness and guiding them towards improvement. However, in accepting hikayat as a historical source, a critical and selective approach is necessary. Therefore, the application of historical methods is crucial to identify which elements can be used as historical sources and which ones should be considered purely imaginative.
{"title":"PROBLEMATIKA NASKAH SEJARAH DI DUNIA MELAYU: ANTARA MITOS DAN REALITA (STUDI KASUS HIKAYAT RAJA PASAI)","authors":"Nurul Afifah","doi":"10.21831/mozaik.v15i1.71014","DOIUrl":"https://doi.org/10.21831/mozaik.v15i1.71014","url":null,"abstract":"One of the challenges that historians and philologists face is analyzing historical texts, especially traditional historiographic works like 'babad' and 'hikayat,' which may have been added to or subtracted from in various aspects. Such manuscripts cannot be considered the primary reference source for constructing a chronological history, as they lean more towards historical literature constructed from the author's imagination. This article discusses the challenges posed by Malay manuscripts that contain elements of myth and imagination. The study takes a case example of the manuscript \"Hikayat Raja Pasai\". The objective is to examine the position and role of hikayat or traditional historiography in general concerning the narration of history and its acceptance as a historical source. The research employs a descriptive-analytical method through several stages, including: 1) manuscript selection, 2) literature review, 3) content analysis and identification of imaginative elements in the manuscript, 4) examination of history to verify the accuracy of information, 5) interpretation of results, 6) writing, and 7) drawing conclusions. From this study, it was found that despite containing myths, hikayat still plays a role as a means to showcase the character of a community, aiding readers in understanding a belief, and myths are often more effective in raising human awareness and guiding them towards improvement. However, in accepting hikayat as a historical source, a critical and selective approach is necessary. Therefore, the application of historical methods is crucial to identify which elements can be used as historical sources and which ones should be considered purely imaginative.","PeriodicalId":519035,"journal":{"name":"MOZAIK Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora","volume":" 12","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141670420","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2024-07-07DOI: 10.21831/mozaik.v15i1.71073
Mustika Ratna Prabasanti
Abstract This research explores Rural Broadcasting of RRI Purwokerto in the 1970-1990s. Rural Broadcasting is a program to support the achievement of the national economic development program, particularly in the food security sector. The objective of this research is to reveal (1) the role of RRI Purwokerto as a broadcasting institution in implementing rural broadcasting programs, (2) observe the interest of the community in the Banyumas region and its surroundings towards rural broadcasting programs, and (3) explore the driving factors for success in implementing Rural Broadcasting of RRI Purwokerto, making it a pivotal program. The results of this research are as follows: (1) The implementation of Rural Broadcasting by RRI Purwokerto began on October 1, 1968, despite various limitations. Together with RRI Yogyakarta, RRI Purwokerto succeeded in pioneering the implementation of rural broadcasting in Indonesia. (2) The community's high interest is evident in its response with the formation of "kelompen" or "kelompencapir" as activity forums in various villages in the Banyumas Regency and its surroundings. (3) Creativity in broadcast products, the high work ethic of the managers, as well as collaboration with relevant institutions, are key factors for success, making rural broadcasting a pivotal program for RRI Purwokerto.Keywords: Rural Broadcasting, RRI Purwokerto, creativity, kelompen/ kelompencapir
{"title":"RRI Purwokerto Rural Broadcasts in 1970-1990s","authors":"Mustika Ratna Prabasanti","doi":"10.21831/mozaik.v15i1.71073","DOIUrl":"https://doi.org/10.21831/mozaik.v15i1.71073","url":null,"abstract":"Abstract This research explores Rural Broadcasting of RRI Purwokerto in the 1970-1990s. Rural Broadcasting is a program to support the achievement of the national economic development program, particularly in the food security sector. The objective of this research is to reveal (1) the role of RRI Purwokerto as a broadcasting institution in implementing rural broadcasting programs, (2) observe the interest of the community in the Banyumas region and its surroundings towards rural broadcasting programs, and (3) explore the driving factors for success in implementing Rural Broadcasting of RRI Purwokerto, making it a pivotal program. The results of this research are as follows: (1) The implementation of Rural Broadcasting by RRI Purwokerto began on October 1, 1968, despite various limitations. Together with RRI Yogyakarta, RRI Purwokerto succeeded in pioneering the implementation of rural broadcasting in Indonesia. (2) The community's high interest is evident in its response with the formation of \"kelompen\" or \"kelompencapir\" as activity forums in various villages in the Banyumas Regency and its surroundings. (3) Creativity in broadcast products, the high work ethic of the managers, as well as collaboration with relevant institutions, are key factors for success, making rural broadcasting a pivotal program for RRI Purwokerto.Keywords: Rural Broadcasting, RRI Purwokerto, creativity, kelompen/ kelompencapir ","PeriodicalId":519035,"journal":{"name":"MOZAIK Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora","volume":" 84","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141670659","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2024-07-07DOI: 10.21831/mozaik.v15i1.67703
Kiki Nurussalam, Undang Ahmad Darsa, Rahmat Sopian
Dengan menggunakan tinjauan filologi dan historiografi, tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan deskripsi naskah dan kritik teks Catatan Harian Abdul Mugni dan Abdul Fatah serta mengidentifikasi ungkapan sejarah perkembangan Malangbong Garut tahun 1933 – 1990 yang terkandung di dalamnya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dari hasil wawancara dan studi pustaka. Dikarenakan naskah ini belum pernah digarap dan disalin, maka metode kajian filologi yang digunakan adalah metode terhadap naskah tunggal edisi standar. Hasilnya, dalam teks naskah catatan harian ini ditemukan beberapa kasus salah tulis yang disebabkan oleh kesalahan dalam menuliskan kosakata yang berasal dari bahasa asing seperti Belanda dan Arab. Di dalamnya banyak rekaman informasi sejarah seperti Kudeta Makkah 1979, masuknya program listrik masuk desa, fenomena pergi haji, keluarga berencana, dan lain sebagainya. Dengan demikian, naskah ini dapat mengungkap sejarah perkembangan unsur-unsur budaya masyarakat Malangbong, Garut dalam kurun waktu 57 tahun berdasarkan perspektif masyarakatnya sendiri.Kata kunci: naskah, catatan harian, filologi, historiografi, Malangbong
{"title":"Naskah Catatan Harian Abdul Mugni dan Abdul Fatah sebagai Sumber Historiografi Malangbong Garut (1933 – 1990)","authors":"Kiki Nurussalam, Undang Ahmad Darsa, Rahmat Sopian","doi":"10.21831/mozaik.v15i1.67703","DOIUrl":"https://doi.org/10.21831/mozaik.v15i1.67703","url":null,"abstract":"Dengan menggunakan tinjauan filologi dan historiografi, tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan deskripsi naskah dan kritik teks Catatan Harian Abdul Mugni dan Abdul Fatah serta mengidentifikasi ungkapan sejarah perkembangan Malangbong Garut tahun 1933 – 1990 yang terkandung di dalamnya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dari hasil wawancara dan studi pustaka. Dikarenakan naskah ini belum pernah digarap dan disalin, maka metode kajian filologi yang digunakan adalah metode terhadap naskah tunggal edisi standar. Hasilnya, dalam teks naskah catatan harian ini ditemukan beberapa kasus salah tulis yang disebabkan oleh kesalahan dalam menuliskan kosakata yang berasal dari bahasa asing seperti Belanda dan Arab. Di dalamnya banyak rekaman informasi sejarah seperti Kudeta Makkah 1979, masuknya program listrik masuk desa, fenomena pergi haji, keluarga berencana, dan lain sebagainya. Dengan demikian, naskah ini dapat mengungkap sejarah perkembangan unsur-unsur budaya masyarakat Malangbong, Garut dalam kurun waktu 57 tahun berdasarkan perspektif masyarakatnya sendiri.Kata kunci: naskah, catatan harian, filologi, historiografi, Malangbong","PeriodicalId":519035,"journal":{"name":"MOZAIK Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora","volume":" 65","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141671438","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2024-07-07DOI: 10.21831/mozaik.v15i1.75241
Kuncoro Hadi, H. Y. A. Murdiyastomo, Zukhrufa Ken Satya Dien
Kajian budaya khususnya kesenian wayang di Jawa masa Orde Baru menarik untuk diteliti. Mengingat pada masa Orde Baru kesenian wayang dikembangkan tetapi juga dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kepentingan Orde Baru dalam kesenian wayang melalui berbagai kebijakan, termasuk diselenggarakannya Pekan Wayang Indonesia. Bagaimana keterlibatan Orde Baru dalam struktur pelembagaan pewayangan. Bagaimana pengaruh kepentingan politik negara melalui penanaman gagasan pembangunan nasional serta Pancasila dalam pentas wayang selama masa Orde Baru. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode sejarah. Ada empat langkah metode sejarah. Pertama, pencarian sumber-sumber yang berkaitan dengan penelitian (heuristik). Kedua, kritik sumber yang meliputi kritik ekstern dan kritik intern (verifikasi). Ketiga, penafsiran fakta-fakta sejarah (interpretasi). Keempat, penulisan sejarah (historiografi). Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi perawatan seni tradisi, dan pengembangannya khususnya wayang, yang sekaligus dimanfaatkan untuk melanggengkan kekuasaan. Kata kunci: Pekan Wayang Indonesia, kesenian, wayang kulit, Orde Baru
文化研究,尤其是新秩序时期爪哇的木偶戏,是一项有趣的研究。在新秩序时期,木偶戏得到了发展,但也为政府利益所利用。本研究旨在探讨新秩序利益通过各种政策对木偶戏的影响,包括 Pekan Wayang Indonesia 的组织。新秩序如何参与木偶戏的体制结构。在新秩序时期,国家的政治利益如何通过在瓦扬表演中灌输国家发展理念和潘查希拉(Pancasila)而受到影响。本研究是一项采用历史方法进行的文献研究。历史研究法分为四个步骤。首先,寻找与研究相关的资料来源(启发式)。第二,资料批判,包括外部批判和内部批判(核实)。第三,解释历史事实(解释)。第四,历史写作(历史学)。研究结果表明,人们关心传统艺术及其发展,尤其是瓦扬,它也被用来延续权力。关键词印尼皮影戏、艺术、皮影戏、新秩序。
{"title":"Pekan Wayang Indonesia dan Pengaruh Orde Baru Dalam Kesenian Wayang Kulit (1969-1993)","authors":"Kuncoro Hadi, H. Y. A. Murdiyastomo, Zukhrufa Ken Satya Dien","doi":"10.21831/mozaik.v15i1.75241","DOIUrl":"https://doi.org/10.21831/mozaik.v15i1.75241","url":null,"abstract":"Kajian budaya khususnya kesenian wayang di Jawa masa Orde Baru menarik untuk diteliti. Mengingat pada masa Orde Baru kesenian wayang dikembangkan tetapi juga dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kepentingan Orde Baru dalam kesenian wayang melalui berbagai kebijakan, termasuk diselenggarakannya Pekan Wayang Indonesia. Bagaimana keterlibatan Orde Baru dalam struktur pelembagaan pewayangan. Bagaimana pengaruh kepentingan politik negara melalui penanaman gagasan pembangunan nasional serta Pancasila dalam pentas wayang selama masa Orde Baru. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode sejarah. Ada empat langkah metode sejarah. Pertama, pencarian sumber-sumber yang berkaitan dengan penelitian (heuristik). Kedua, kritik sumber yang meliputi kritik ekstern dan kritik intern (verifikasi). Ketiga, penafsiran fakta-fakta sejarah (interpretasi). Keempat, penulisan sejarah (historiografi). Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi perawatan seni tradisi, dan pengembangannya khususnya wayang, yang sekaligus dimanfaatkan untuk melanggengkan kekuasaan. Kata kunci: Pekan Wayang Indonesia, kesenian, wayang kulit, Orde Baru","PeriodicalId":519035,"journal":{"name":"MOZAIK Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora","volume":" 67","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141670832","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2024-07-07DOI: 10.21831/mozaik.v15i1.74970
Mutiah Amini
AbstrakTulisan ini mendiskusikan tentang biografi pemikiran Abdul Kahar Muzakkir, seorang tokoh penting dalam Sejarah Islam Indonesia, yang jarang hadir dalam historiografi Indonesia. Abdul Kahar Muzakkir merupakan salah seorang anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), kemudian aktif dalam MIAI dan Masyumi. Abdul Kahar Muzakkir aktif dalam kegiatan politik sehingga pemerintah kolonial mencatat rekam jejaknya sejak ia berangkat ke Mesir untuk sekolah hingga kembali ke Indonesia. Sebuah pengawasan khusus pemerintah kolonial terhadap tokoh-tokoh berpengaruh. Sepulang dari Mesir, Abdul Kahar Muzakkir aktif pula berkegiatan politik. Akan tetapi, selesai menjadi anggota BPUPKI ia tidak lagi aktif dalam bidang politik. Ia lebih memilih jalan sosio-kultural dalam menyampaikan gagasan politisnya. Ia kemudian menjadi pendidik dengan pengangkatannya sebagai Kepala Sekolah Guru Muhammadiyah (kemudian menjadi Madrasah Mu’allimin) dan turut mendirikan Universiteit Islam Indonesia dan menjadi rektor pertamanya. Berdasarkan riset sejarah yang dilakukan dengan memanfaatkan karya-karya sezaman dan memori, disimpulkan bahwa perubahan pemikiran Abdul Kahar Muzakkir dari politik ke sosio-kultural merupakan jawaban atas ketidaksetujuannya dengan perkembangan politik Islam pada awal kemerdekaan, sekaligus menunjukkan konsistensi pemikirannya tentang Islam. Islam bukan sekadar sebuah ideologi, melainkan sebagai sebuah panduan dalam kehidupan keseharian.Kata kunci: Abdul Kahar Muzakkir, BPUPKI, dasar negara Indonesia, Masyumi, MIAI, dan Universiteit Islam Indonesia
{"title":"ABDUL KAHAR MUZAKKIR: SEBUAH BIOGRAFI INTELEKTUAL (1930-AN–1970-AN)","authors":"Mutiah Amini","doi":"10.21831/mozaik.v15i1.74970","DOIUrl":"https://doi.org/10.21831/mozaik.v15i1.74970","url":null,"abstract":"AbstrakTulisan ini mendiskusikan tentang biografi pemikiran Abdul Kahar Muzakkir, seorang tokoh penting dalam Sejarah Islam Indonesia, yang jarang hadir dalam historiografi Indonesia. Abdul Kahar Muzakkir merupakan salah seorang anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), kemudian aktif dalam MIAI dan Masyumi. Abdul Kahar Muzakkir aktif dalam kegiatan politik sehingga pemerintah kolonial mencatat rekam jejaknya sejak ia berangkat ke Mesir untuk sekolah hingga kembali ke Indonesia. Sebuah pengawasan khusus pemerintah kolonial terhadap tokoh-tokoh berpengaruh. Sepulang dari Mesir, Abdul Kahar Muzakkir aktif pula berkegiatan politik. Akan tetapi, selesai menjadi anggota BPUPKI ia tidak lagi aktif dalam bidang politik. Ia lebih memilih jalan sosio-kultural dalam menyampaikan gagasan politisnya. Ia kemudian menjadi pendidik dengan pengangkatannya sebagai Kepala Sekolah Guru Muhammadiyah (kemudian menjadi Madrasah Mu’allimin) dan turut mendirikan Universiteit Islam Indonesia dan menjadi rektor pertamanya. Berdasarkan riset sejarah yang dilakukan dengan memanfaatkan karya-karya sezaman dan memori, disimpulkan bahwa perubahan pemikiran Abdul Kahar Muzakkir dari politik ke sosio-kultural merupakan jawaban atas ketidaksetujuannya dengan perkembangan politik Islam pada awal kemerdekaan, sekaligus menunjukkan konsistensi pemikirannya tentang Islam. Islam bukan sekadar sebuah ideologi, melainkan sebagai sebuah panduan dalam kehidupan keseharian.Kata kunci: Abdul Kahar Muzakkir, BPUPKI, dasar negara Indonesia, Masyumi, MIAI, dan Universiteit Islam Indonesia ","PeriodicalId":519035,"journal":{"name":"MOZAIK Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora","volume":" 43","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141671702","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2024-01-15DOI: 10.21831/mozaik.v14i2.70722
Clara Aprillita Krismuti, Ririn Darini, Ita Mutiara Dewi
Penelitian ini membahas tentang kehidupan sosial baboe di Batavia pada tahun 1900-1942 yang merupakan abad terakhir kekuasaan Belanda atas Hindia Belanda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Mengetahui kemunculan profesi baboe di Batavia pada tahun 1900-1942, (2) Memberikan kajian lebih mengenai baboe sebagai bagian dari kaum marjinal di Batavia tahun 1900-1942, dan (3) Mengetahui relasi sosial babu dan majikannya di Batavia pada tahun 1900-1942. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Baboe memang bukan sebuah profesi baru, namun baboe muncul karena adanya kebutuhan sebagai seorang ibu dan mbak ditengah keluarga Eropa di Batavia, (2) Baboe sebagai bagian dari kaum marjinal menerima banyak pembatasan yang muncul karena adanya buku-buku pedoman sebagai acuan tugas dan batas-batas terhadap gerak baboe, (3) Keberadaan baboe memberikan dampak relasi sosial dan ingatan kolektif yang mampu memberikan sudut pandang lain dalam membaca keberadaan baboe dalam kajian sejarah sosial dan sejarah perempuan.Kata kunci: Baboe, Kehidupan sosial, Batavia, kolonial.
{"title":"KEHIDUPAN SOSIAL BABOE DI BATAVIA TAHUN 1900-1942","authors":"Clara Aprillita Krismuti, Ririn Darini, Ita Mutiara Dewi","doi":"10.21831/mozaik.v14i2.70722","DOIUrl":"https://doi.org/10.21831/mozaik.v14i2.70722","url":null,"abstract":"Penelitian ini membahas tentang kehidupan sosial baboe di Batavia pada tahun 1900-1942 yang merupakan abad terakhir kekuasaan Belanda atas Hindia Belanda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Mengetahui kemunculan profesi baboe di Batavia pada tahun 1900-1942, (2) Memberikan kajian lebih mengenai baboe sebagai bagian dari kaum marjinal di Batavia tahun 1900-1942, dan (3) Mengetahui relasi sosial babu dan majikannya di Batavia pada tahun 1900-1942. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Baboe memang bukan sebuah profesi baru, namun baboe muncul karena adanya kebutuhan sebagai seorang ibu dan mbak ditengah keluarga Eropa di Batavia, (2) Baboe sebagai bagian dari kaum marjinal menerima banyak pembatasan yang muncul karena adanya buku-buku pedoman sebagai acuan tugas dan batas-batas terhadap gerak baboe, (3) Keberadaan baboe memberikan dampak relasi sosial dan ingatan kolektif yang mampu memberikan sudut pandang lain dalam membaca keberadaan baboe dalam kajian sejarah sosial dan sejarah perempuan.Kata kunci: Baboe, Kehidupan sosial, Batavia, kolonial.","PeriodicalId":519035,"journal":{"name":"MOZAIK Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora","volume":"38 2-4","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-01-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140531544","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2024-01-15DOI: 10.21831/mozaik.v14i2.63687
S. Susanto, Yusana Sasanti Dadtun, Tundjung W. Sutirta, Supariadi Supariadi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan simbol ekologi yang ada di wilayah Kota Mangkunegaran Surakarta Jawa Tengah pada periode 1870-1939. Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah sebagaimana yang ditulis oleh Gilbert J. Garraghan. Metode ini meliputi empat langkah yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Pada langkah heuristik digunakan beberapa sumber tertulis seperti naskah Jawa dan lembaran kerajaan atau Rijksblad van Mangkoenagaran koleksi Perpustakaan Reksopustoko serta arsip kolonial baik algemeene verslag maupun memorie van overgave dalam Bundel Solo koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kota Mangkunegaran sebagai wilayah milik istana Mangkunegaran yang berada di Surakarta mempunyai simbol ekologi yang sangat berbeda dengan wilayah istana Kesunanan Surakarta. Jika wilayah Kesunanan sangat didominasi simbol tradisi Jawa, sebaliknya Kota Mangkunegaran sangat didominasi oleh pengaruh budaya Eropa. Pengaruh budaya ini telah berlangsung cukup lama beberapa tahun setelah Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757. Secara simbolis pengaruh Eropa di Kota Mangkunegaran dapat dilihat pada eksistensi Legiun Mangkoenagaran yang didirikan oleh Daendels pada 1808, penggunaan pakaian Eropa, bentuk Arsitektur Istana, taman, pemukiman Eropa di Villapark, gaya hidup, serta nama kampung seperti Kestalan, Setabelan dan Jageran. Penentu segala simbol ekologi Kota Mangkunegaran adalah figur penguasa istana yang bergelar Pangeran Adipati Aryo Mangunegara.Kata Kunci: Kota Mangkunegaran, Simbol Ekologi, Surakarta.
本研究的目的是描述 1870-1939 年期间中爪哇 Mangkunegaran Surakarta 的生态象征。本研究采用 Gilbert J. Garraghan 撰写的历史方法。该方法包括四个步骤,即启发式、资料批判、解释和历史学。在启发式研究步骤中,使用了一些书面资料,如 Reksopustoko 图书馆收藏的爪哇手稿和皇家文件或 Rijksblad van Mangkoenagaran,以及印度尼西亚共和国国家档案馆收藏的 Solo Bundle 中的殖民档案,包括 algemeene verslag 和 memorie van overgave。研究结果表明,曼库尼加兰城作为苏腊卡尔塔曼库尼加兰王宫所属地区,其生态符号与苏腊卡尔塔王宫地区截然不同。如果说苏丹区以爪哇传统符号为主,那么相反,曼库尼加兰市则以欧洲文化影响为主。自 1757 年 3 月 17 日签订《萨拉蒂加条约》以来,这种文化影响已持续了数年。从象征意义上讲,欧洲对孟古纳格兰市的影响体现在 1808 年由 Daendels 建立的孟古纳格兰军团的存在、欧洲服装的使用、宫殿建筑的形式、公园、Villapark 的欧洲人定居点、生活方式以及 Kestalan、Setabelan 和 Jageran 等村名。曼古内加兰市所有生态象征的决定因素是拥有 Pangeran Adipati Aryo Mangunegara 头衔的王宫统治者的形象:曼古内加兰市、生态象征、苏拉卡尔塔。
{"title":"POTRET SIMBOL EKOLOGI KOTA MANGKUNEGARAN 1870-1939","authors":"S. Susanto, Yusana Sasanti Dadtun, Tundjung W. Sutirta, Supariadi Supariadi","doi":"10.21831/mozaik.v14i2.63687","DOIUrl":"https://doi.org/10.21831/mozaik.v14i2.63687","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan simbol ekologi yang ada di wilayah Kota Mangkunegaran Surakarta Jawa Tengah pada periode 1870-1939. Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah sebagaimana yang ditulis oleh Gilbert J. Garraghan. Metode ini meliputi empat langkah yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Pada langkah heuristik digunakan beberapa sumber tertulis seperti naskah Jawa dan lembaran kerajaan atau Rijksblad van Mangkoenagaran koleksi Perpustakaan Reksopustoko serta arsip kolonial baik algemeene verslag maupun memorie van overgave dalam Bundel Solo koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kota Mangkunegaran sebagai wilayah milik istana Mangkunegaran yang berada di Surakarta mempunyai simbol ekologi yang sangat berbeda dengan wilayah istana Kesunanan Surakarta. Jika wilayah Kesunanan sangat didominasi simbol tradisi Jawa, sebaliknya Kota Mangkunegaran sangat didominasi oleh pengaruh budaya Eropa. Pengaruh budaya ini telah berlangsung cukup lama beberapa tahun setelah Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757. Secara simbolis pengaruh Eropa di Kota Mangkunegaran dapat dilihat pada eksistensi Legiun Mangkoenagaran yang didirikan oleh Daendels pada 1808, penggunaan pakaian Eropa, bentuk Arsitektur Istana, taman, pemukiman Eropa di Villapark, gaya hidup, serta nama kampung seperti Kestalan, Setabelan dan Jageran. Penentu segala simbol ekologi Kota Mangkunegaran adalah figur penguasa istana yang bergelar Pangeran Adipati Aryo Mangunegara.Kata Kunci: Kota Mangkunegaran, Simbol Ekologi, Surakarta.","PeriodicalId":519035,"journal":{"name":"MOZAIK Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora","volume":"26 4","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-01-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140531557","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}