Hipertensi pada kehamilan sering terjadi (6-10 %) dan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas pada ibu, janin dan perinatal. Pre-eklampsia/eklampsia dan hipertensi berat pada kehamilan risikonya lebih besar. Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi pre-eklampsia/ eklampsia, hipertensi kronis pada kehamilan, hipertensi kronis disertai pre-eklampsia, dan hipertensi gestational. Pengobatan hipertensi pada kehamilan dengan menggunakan obat antihipertensi ternyata tidak mengurangi atau meningkatkan risiko kematian ibu, proteinuria, efek samping, operasi caesar, kematian neonatal, kelahiran prematur, atau bayi lahir kecil. Penelitian mengenai obat antihipertensi pada kehamilan masih sedikit. Obat yang direkomendasikan adalah labetalol, nifedipine dan methyldopa sebagai first line terapi. Penatalaksanaan hipertensi pada kehamilan memerlukan pendekatan multidisiplin dari dokter obsetri, internis, nefrologis dan anestesi. Hipertensi pada kehamilan memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi pada kehamilan berikutnya. Hypertension complicates 6% to 10% of pregnancies and increases the risk of maternal, fetal and perinatal morbidity and mortality. Preeclampsia / eclampsia and severe hypertension in pregnancy are at greater risk. Four major hypertensive disorders in pregnancy have been described by the American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG): chronic hypertension; preeclampsia-eclampsia; chronic hypertension with superimposed preeclampsia; and gestational hypertension. The current review suggests that antihypertensive drug therapy does not reduce or increase the risk of maternal death, proteinuria, side effects, cesarean section, neonatal and birth death, preterm birth, or small for gestational age infants. The quality of evidence was low. Recommendations for treatment of hypertension in pregnancy are labetalol, nifedipine and methyldopa as first line drugs therapy. Although the obstetrician manages most cases of hypertension during pregnancy, the internist, cardiologist, or nephrologist may be consulted if hypertension precedes conception, if end organ damage is present, or when accelerated hypertension occurs. Women who have had preeclampsia are also at increased risk for hypertension in future pregnancies.
{"title":"Hipertensi pada Kehamilan","authors":"Haidar Alatas","doi":"10.30595/HMJ.V2I2.4169","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/HMJ.V2I2.4169","url":null,"abstract":"Hipertensi pada kehamilan sering terjadi (6-10 %) dan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas pada ibu, janin dan perinatal. Pre-eklampsia/eklampsia dan hipertensi berat pada kehamilan risikonya lebih besar. Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi pre-eklampsia/ eklampsia, hipertensi kronis pada kehamilan, hipertensi kronis disertai pre-eklampsia, dan hipertensi gestational. Pengobatan hipertensi pada kehamilan dengan menggunakan obat antihipertensi ternyata tidak mengurangi atau meningkatkan risiko kematian ibu, proteinuria, efek samping, operasi caesar, kematian neonatal, kelahiran prematur, atau bayi lahir kecil. Penelitian mengenai obat antihipertensi pada kehamilan masih sedikit. Obat yang direkomendasikan adalah labetalol, nifedipine dan methyldopa sebagai first line terapi. Penatalaksanaan hipertensi pada kehamilan memerlukan pendekatan multidisiplin dari dokter obsetri, internis, nefrologis dan anestesi. Hipertensi pada kehamilan memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi pada kehamilan berikutnya. Hypertension complicates 6% to 10% of pregnancies and increases the risk of maternal, fetal and perinatal morbidity and mortality. Preeclampsia / eclampsia and severe hypertension in pregnancy are at greater risk. Four major hypertensive disorders in pregnancy have been described by the American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG): chronic hypertension; preeclampsia-eclampsia; chronic hypertension with superimposed preeclampsia; and gestational hypertension. The current review suggests that antihypertensive drug therapy does not reduce or increase the risk of maternal death, proteinuria, side effects, cesarean section, neonatal and birth death, preterm birth, or small for gestational age infants. The quality of evidence was low. Recommendations for treatment of hypertension in pregnancy are labetalol, nifedipine and methyldopa as first line drugs therapy. Although the obstetrician manages most cases of hypertension during pregnancy, the internist, cardiologist, or nephrologist may be consulted if hypertension precedes conception, if end organ damage is present, or when accelerated hypertension occurs. Women who have had preeclampsia are also at increased risk for hypertension in future pregnancies.","PeriodicalId":12963,"journal":{"name":"Herb-Medicine Journal","volume":"47 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90118547","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Amanatun Avidah, Eko Krisnarto, Kanti Ratnaningrum
Scabies masih menjadi masalah kesehatan dan menjadi salah satu penyakit yang sering terjadi di lingkungan pondok pesantren. Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas faktor risiko scabies pada pondok pesantren, rumah sakit, dan wilayah kerja sebuah puskesmas, tetapi belum ada yang menganalisis faktor risiko scabies pada beberapa pondok pesantren sekaligus, oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor risiko skabies di pondok pesantren konvensional dan modern. Penelitian merupakan observasional analitik dengan desain case control, teknik simple random sampling. Penelitian menggunakan data primer berupa quesioner dan pemeriksaan untuk menentukan diagnosis scabies. Analisis menggunakan uji chi square. Dari 190 sampel di dapatkan hasil usia 5,5 kali meningkatkan risiko terjadinya scabies (OR=5.531; 95% CI=2.214 - 13.822), kebersihan kulit 2,7 kali meningktakan risiko terjadinya scabies (OR=2.715; 95%=1.223 - 6.027), kebersihan tangan 2,5 kali meningkatkan risiko terjadinya scabies (OR=2.499, 95%=1.296 - 4.812), kebersihan tempat tidur 3,5 kali meningkatkan risiko terjadinya scabies (OR=3.519; 95%=1.538 - 8.052). Faktor berganti pakaian, berganti alat sholat, kebersihan pakaian, dan kebersihan handuk tidak signifikan meningktakan risiko terjadinya scabies.
{"title":"Faktor Risiko Skabies di Pondok Pesantren Konvensional dan Modern","authors":"Amanatun Avidah, Eko Krisnarto, Kanti Ratnaningrum","doi":"10.30595/HMJ.V2I2.4496","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/HMJ.V2I2.4496","url":null,"abstract":"Scabies masih menjadi masalah kesehatan dan menjadi salah satu penyakit yang sering terjadi di lingkungan pondok pesantren. Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas faktor risiko scabies pada pondok pesantren, rumah sakit, dan wilayah kerja sebuah puskesmas, tetapi belum ada yang menganalisis faktor risiko scabies pada beberapa pondok pesantren sekaligus, oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor risiko skabies di pondok pesantren konvensional dan modern. Penelitian merupakan observasional analitik dengan desain case control, teknik simple random sampling. Penelitian menggunakan data primer berupa quesioner dan pemeriksaan untuk menentukan diagnosis scabies. Analisis menggunakan uji chi square. Dari 190 sampel di dapatkan hasil usia 5,5 kali meningkatkan risiko terjadinya scabies (OR=5.531; 95% CI=2.214 - 13.822), kebersihan kulit 2,7 kali meningktakan risiko terjadinya scabies (OR=2.715; 95%=1.223 - 6.027), kebersihan tangan 2,5 kali meningkatkan risiko terjadinya scabies (OR=2.499, 95%=1.296 - 4.812), kebersihan tempat tidur 3,5 kali meningkatkan risiko terjadinya scabies (OR=3.519; 95%=1.538 - 8.052). Faktor berganti pakaian, berganti alat sholat, kebersihan pakaian, dan kebersihan handuk tidak signifikan meningktakan risiko terjadinya scabies.","PeriodicalId":12963,"journal":{"name":"Herb-Medicine Journal","volume":"41 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87469317","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Febri Endra Budi Setyawan, Syelvi Rahmawati, N. Fatmawati
Insiden benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tetapi perhatian lebih sering diberikan pada benjolan atau lesi yang bersifat ganas seperti kanker payudara. Prevalensi tumor menurut lokasi tumor bahwa tumor payudara di Indonesia memiliki Odd Ratio 15, Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dilakukan untuk mendeteksi atau mengindentifikasi secara dini kemungkinan adanya kanker payudara. Tindakan SADARI dapat dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yaitu: predisposisi (predisposing), pendukung (enabling) dan pendorong (reinforcing). Untuk menganalisis pengaruh faktor perilaku terhadap deteksi dini tumor payudara melalui tindakan SADARI pada siswi sekolah menengah atas Kota Malang. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dengan subyek penelitian siswa dan siswi SMAN 1 Kota Malang. Pelaksanaan pada bulan November 2018. Subyek penelitian 187 orang dengan stratified simple random sampling. Pengumpulan data dengan wawancara. Analisis ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi dan korelasi menggunakan uji Sommer’s D. Faktor predisposisi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap tindakan SADARI (r=0,87). Salah satu komponen faktor predisposisi adalah pengetahuan siswi terhadap SADARI. Faktor predisposisi ini menjadi bermakna apabila terdapat factor pemungkin dan faktor pendorong. Ketersediaan ruang pribadi dan dukungan dari keluarga menjadi factor pemungkin dan pendorong pada penelitan ini yang mempengaruhi tindakan SADARI. Faktor perilaku memberikan pengaruh yang kuat sampai sangat kuat (r = 0,58 – 0,87). Sebagian besar (>81%) siswi SMAN 1 Kota Malang telah melakukan tindakan SADARI dan melakukan dengan langkah yang tepat.
{"title":"Analisis Faktor Perilaku terhadap Deteksi Dini Tumor Payudara dengan Tindakan SADARI pada Siswi SMA di Kota Malang","authors":"Febri Endra Budi Setyawan, Syelvi Rahmawati, N. Fatmawati","doi":"10.30595/HMJ.V2I2.5629","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/HMJ.V2I2.5629","url":null,"abstract":"Insiden benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tetapi perhatian lebih sering diberikan pada benjolan atau lesi yang bersifat ganas seperti kanker payudara. Prevalensi tumor menurut lokasi tumor bahwa tumor payudara di Indonesia memiliki Odd Ratio 15, Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dilakukan untuk mendeteksi atau mengindentifikasi secara dini kemungkinan adanya kanker payudara. Tindakan SADARI dapat dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yaitu: predisposisi (predisposing), pendukung (enabling) dan pendorong (reinforcing). Untuk menganalisis pengaruh faktor perilaku terhadap deteksi dini tumor payudara melalui tindakan SADARI pada siswi sekolah menengah atas Kota Malang. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dengan subyek penelitian siswa dan siswi SMAN 1 Kota Malang. Pelaksanaan pada bulan November 2018. Subyek penelitian 187 orang dengan stratified simple random sampling. Pengumpulan data dengan wawancara. Analisis ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi dan korelasi menggunakan uji Sommer’s D. Faktor predisposisi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap tindakan SADARI (r=0,87). Salah satu komponen faktor predisposisi adalah pengetahuan siswi terhadap SADARI. Faktor predisposisi ini menjadi bermakna apabila terdapat factor pemungkin dan faktor pendorong. Ketersediaan ruang pribadi dan dukungan dari keluarga menjadi factor pemungkin dan pendorong pada penelitan ini yang mempengaruhi tindakan SADARI. Faktor perilaku memberikan pengaruh yang kuat sampai sangat kuat (r = 0,58 – 0,87). Sebagian besar (>81%) siswi SMAN 1 Kota Malang telah melakukan tindakan SADARI dan melakukan dengan langkah yang tepat.","PeriodicalId":12963,"journal":{"name":"Herb-Medicine Journal","volume":"20 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73279608","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Glukosa darah merupakan gula dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka. Diabetes Melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik dengan adanya hiperglikemia akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau campuran keduanya. Daun zaitun (Olea europaea L.) memiliki kandungan kaya fenol. Polifenol pada daun zaitun (Olea europaea L.), khususnya oleuropein diduga meiliki efek hipoglikemi dengan mekanismenya yaitu kemampuan untuk mempengaruhi pelepasan insulin, memiliki efek untuk meningkatkan uptake glukosa ke dalam sel. untuk menganalisis pengaruh seduhan daun zaitun (Olea europaea L.) terhadap kadar glukosa darah puasa tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus strain wistar) jantan yang diinduksi aloksan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest and post test contol group design dengan uji yang digunakan adalah repeat ANOVA, jika salah satu syarat untuk uji ANOVA tidak terpenuhi, maka dilanjutkan dengan uji Friedman untuk mengetahui adanya perbedaan. Terdapat pengaruh seduhan daun zaitun terhadap kadar glukosa darah puasa tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus strain wistar) jantan yang diinduksi aloksan, Terdapat kecenderungan peningkatan kadar glukosa darah puasa tikus putih galur wistar jantan pada kelompok kontrol sebesar 103 mg/dl, 3) Terdapat penurunan kadar glukosa darah puasa tikus putih galur wistar jantan pada kelompok yang diberikan tanaman herbal seduhan daun zaitun pada perlakuan dosis I (540 mg/200 gram BB tikus), dosis II (1080 mg/200 gram BB tikus), maupun dosis III (2160 mg/200 gram BB tikus), 4) Terdapat penurunan lebih sebesar 207 mg/dl pada perlakuan dosis III dibandingkan kelompok perlakuan dosis I maupun dosis II. Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh seduhan daun zaitun (Olea europaea L.) terhadap kadar glukosa darah puasa tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus strain wistar) jantan yang diinduksi aloksan.
{"title":"Pengaruh Sediaan Dekok Daun Zaitun (Olea europaea L.) terhadap Kadar Glukosa Darah pada Tikus Putih Galur Wistar (Rattus norvegicus) Galur Wistar Jantan yang Diinduksi Aloksan","authors":"Ashfi Millati, Titik Kusumawinakhyu, Yenni Bahar","doi":"10.30595/HMJ.V2I2.4796","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/HMJ.V2I2.4796","url":null,"abstract":"Glukosa darah merupakan gula dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka. Diabetes Melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik dengan adanya hiperglikemia akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau campuran keduanya. Daun zaitun (Olea europaea L.) memiliki kandungan kaya fenol. Polifenol pada daun zaitun (Olea europaea L.), khususnya oleuropein diduga meiliki efek hipoglikemi dengan mekanismenya yaitu kemampuan untuk mempengaruhi pelepasan insulin, memiliki efek untuk meningkatkan uptake glukosa ke dalam sel. untuk menganalisis pengaruh seduhan daun zaitun (Olea europaea L.) terhadap kadar glukosa darah puasa tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus strain wistar) jantan yang diinduksi aloksan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest and post test contol group design dengan uji yang digunakan adalah repeat ANOVA, jika salah satu syarat untuk uji ANOVA tidak terpenuhi, maka dilanjutkan dengan uji Friedman untuk mengetahui adanya perbedaan. Terdapat pengaruh seduhan daun zaitun terhadap kadar glukosa darah puasa tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus strain wistar) jantan yang diinduksi aloksan, Terdapat kecenderungan peningkatan kadar glukosa darah puasa tikus putih galur wistar jantan pada kelompok kontrol sebesar 103 mg/dl, 3) Terdapat penurunan kadar glukosa darah puasa tikus putih galur wistar jantan pada kelompok yang diberikan tanaman herbal seduhan daun zaitun pada perlakuan dosis I (540 mg/200 gram BB tikus), dosis II (1080 mg/200 gram BB tikus), maupun dosis III (2160 mg/200 gram BB tikus), 4) Terdapat penurunan lebih sebesar 207 mg/dl pada perlakuan dosis III dibandingkan kelompok perlakuan dosis I maupun dosis II. Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh seduhan daun zaitun (Olea europaea L.) terhadap kadar glukosa darah puasa tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus strain wistar) jantan yang diinduksi aloksan. ","PeriodicalId":12963,"journal":{"name":"Herb-Medicine Journal","volume":"25 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74757657","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Fatimah Qonitah Diyanah, M. N. Haitamy, A. Kusumawati, Oke Kadarullah
Rinitis alergi terjadi 40% pada populasi dunia, di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Paparan allergen yang menstimulus gejala rinitis dapat menganggu proses bersihan hidung dan meningkatkan waktu Transpor Mukosilliar (TMS). Semprot hidung NaCl 0,9% merupakan salah satu terapi suportif rinitis alergi. Minyak Biji Jintan Hitam diketahui sebagai antihistamin dan antiinflamasi yang dapat memperbaiki gejala rinitis alergi danTMS hidung. Mengetahui perbandingan terapitopikal NaCl 0,9% dengan Minyak Biji Jintan Hitam terhadap waktu TMS hidung penderita rinitis alergi. Penelitian ini merupakan clinical trial dengan melibatkan 10 subyek penelitian. Subyek dipilih dengan menggunakan kuesioner SFAR. Subyek yang terpilih dibagi menjadi 2 kelompok yang diterapi dengan topikal NaCl 0,9% dan Minyak Biji Jintan Hitam selama 14 hari. Sebelum dan sesudah terapi dilakukan pemeriksaan waktu TMS dengan tessakarin. Data perbedaan waktu TMS hidung sebelum dan sesudah terapi dianalisis dengan Paired T-Test. Data perbandingan waktu TMS hidung antara kelompok NaCl 0,9% dan Minyak Biji Jintan Hitam dianalisis dengan Independent T-Test. Waktu TMS hidung sebelum dan sesudah terapi pada kelompok NaCl 0,9% dan Minyak Biji Jintan Hitam masing - masing memiliki p>0,05. Perbandingan penurunan waktu TMS pada kedua terapi menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p=0,831). Terdapat perbedaan yang tidak bermakna pada waktu TMS hidung terapi topikal NaCl 0,9% dan minyak biji jintan hitam pada penderita rinitis alergi.
{"title":"Perbandingan Terapi Topikal Natrium Klorida 0,9% dengan Minyak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Waktu Transpor Mukosilliar Hidung Penderita Rinitis Alergi","authors":"Fatimah Qonitah Diyanah, M. N. Haitamy, A. Kusumawati, Oke Kadarullah","doi":"10.30595/HMJ.V2I2.3089","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/HMJ.V2I2.3089","url":null,"abstract":"Rinitis alergi terjadi 40% pada populasi dunia, di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Paparan allergen yang menstimulus gejala rinitis dapat menganggu proses bersihan hidung dan meningkatkan waktu Transpor Mukosilliar (TMS). Semprot hidung NaCl 0,9% merupakan salah satu terapi suportif rinitis alergi. Minyak Biji Jintan Hitam diketahui sebagai antihistamin dan antiinflamasi yang dapat memperbaiki gejala rinitis alergi danTMS hidung. Mengetahui perbandingan terapitopikal NaCl 0,9% dengan Minyak Biji Jintan Hitam terhadap waktu TMS hidung penderita rinitis alergi. Penelitian ini merupakan clinical trial dengan melibatkan 10 subyek penelitian. Subyek dipilih dengan menggunakan kuesioner SFAR. Subyek yang terpilih dibagi menjadi 2 kelompok yang diterapi dengan topikal NaCl 0,9% dan Minyak Biji Jintan Hitam selama 14 hari. Sebelum dan sesudah terapi dilakukan pemeriksaan waktu TMS dengan tessakarin. Data perbedaan waktu TMS hidung sebelum dan sesudah terapi dianalisis dengan Paired T-Test. Data perbandingan waktu TMS hidung antara kelompok NaCl 0,9% dan Minyak Biji Jintan Hitam dianalisis dengan Independent T-Test. Waktu TMS hidung sebelum dan sesudah terapi pada kelompok NaCl 0,9% dan Minyak Biji Jintan Hitam masing - masing memiliki p>0,05. Perbandingan penurunan waktu TMS pada kedua terapi menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p=0,831). Terdapat perbedaan yang tidak bermakna pada waktu TMS hidung terapi topikal NaCl 0,9% dan minyak biji jintan hitam pada penderita rinitis alergi.","PeriodicalId":12963,"journal":{"name":"Herb-Medicine Journal","volume":"44 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87519756","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Osteoarthritis (OA) is a progressive and degenerative chronic musculoskeletal disease caused by thinning of the cartilage in the joint due to bone rubbing against each other. History of the patient's history, clinical picture of the physical examination and the results of the radiological examination are basic things to diagnose OA. Patient's complaints include joint pain which is a major complaint that brings the patient to the doctor, joint stiffness, crepitation, joint swelling, and changes in gait. Gait changes due to pain are found on a physical examination even though radiologically is still at an initial level. In addition it can be found that crepitus, swollen joints are often asymmetrical. The aim of this study was to determine clinical and radiological features by counselor and Lawrence of outpatient genotypes osteoarthritis patients in the rsu anutapura hammer orthopedic polyclinic in 2018. Descriptive research methods were conducted on 27 people with genital osteoarthritis who were treated at the orthopedic clinic in Anutapura Palu Public Hospital 2018. Consecutive sampling was used and data collection through interviews and observations in the form of pain, joint stiffness, crepitus, joint swelling and gait changes and radiological examinations based on Kellgren and Lawrence criteria. Data analysis using SPSS 25 with frequency distribution test. The results of the study were (1) based on the clinical picture in genu osteoarthritis patients pain (100%), pain accompanied by gait changes (70.37%), pain accompanied by joint stiffness (51.4%), pain accompanied by joint swelling (44, 4%), and pain with crepitus (37.0%). (2) based on radiology in patients with osteoarthritis genu with the highest grade 3 and 4 respectively (33.3%), grade 2 (29.6%), grade 1 (3.7%) and in grade 0 not found. Conclusion: found joint pain and a small portion of pain accompanied by crepitus, radiologists found in most grades 3 and 4 while grade 0 was not found.
{"title":"GAMBARAN KLINIS DAN RADIOLOGIS MENURUT KELLGREN AND LAWRENCE PADA PENDERITA OSTEOARTHRITIS GENU YANG BEROBAT JALAN DI POLOKLINIK ORTOPEDI RSU ANUTAPURA PALU TAHUN 2018","authors":"M. Amran","doi":"10.30595/HMJ.V2I1.4318","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/HMJ.V2I1.4318","url":null,"abstract":"Osteoarthritis (OA) is a progressive and degenerative chronic musculoskeletal disease caused by thinning of the cartilage in the joint due to bone rubbing against each other. History of the patient's history, clinical picture of the physical examination and the results of the radiological examination are basic things to diagnose OA. Patient's complaints include joint pain which is a major complaint that brings the patient to the doctor, joint stiffness, crepitation, joint swelling, and changes in gait. Gait changes due to pain are found on a physical examination even though radiologically is still at an initial level. In addition it can be found that crepitus, swollen joints are often asymmetrical. The aim of this study was to determine clinical and radiological features by counselor and Lawrence of outpatient genotypes osteoarthritis patients in the rsu anutapura hammer orthopedic polyclinic in 2018. Descriptive research methods were conducted on 27 people with genital osteoarthritis who were treated at the orthopedic clinic in Anutapura Palu Public Hospital 2018. Consecutive sampling was used and data collection through interviews and observations in the form of pain, joint stiffness, crepitus, joint swelling and gait changes and radiological examinations based on Kellgren and Lawrence criteria. Data analysis using SPSS 25 with frequency distribution test. The results of the study were (1) based on the clinical picture in genu osteoarthritis patients pain (100%), pain accompanied by gait changes (70.37%), pain accompanied by joint stiffness (51.4%), pain accompanied by joint swelling (44, 4%), and pain with crepitus (37.0%). (2) based on radiology in patients with osteoarthritis genu with the highest grade 3 and 4 respectively (33.3%), grade 2 (29.6%), grade 1 (3.7%) and in grade 0 not found. Conclusion: found joint pain and a small portion of pain accompanied by crepitus, radiologists found in most grades 3 and 4 while grade 0 was not found.","PeriodicalId":12963,"journal":{"name":"Herb-Medicine Journal","volume":"90 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80409465","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Muhammad Duddy Satrianugraha, I. Lubis, Nur Fitriani Amardina
Infeksi Candida albicans dapat berupa infeksi superfisial hingga sistemik. Ekstrak rumput laut dan minyak atsiri ekstrak jeruk nipis terbukti dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Belum adanya penelitian mengenai penggunaan jeruk nipis dan rumput laut secara bersamaan sebagai anti jamur, menarik peneliti untuk meneliti masalah ini. Membandingkan efektivitas daya hambat campuran ekstrak rumput laut dan ekstrak jeruk nipis terhadap Candida albicans secara in vitro. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Postest Only Control Group Design. Dibuat 7 perlakuan, 2 perlakuan kontrol dan 5 kelompok perlakuan yang diberi campuran ekstrak rumput laut dan ekstrak jeruk nipis dengan perbandingan 4:0, 3:1, 2:2, 1:3, dan 0:4. Hasil rerata daya hambat campuran ekstrak rumput laut dan ekstrak jeruk nipis dengan perbandingan 4:0, 3:1, 2:2, 1:3, dan 0:4 (3,62 mm, 25,5 mm, 31 mm, 42,5 mm dan 42,5 mm dengan P < 0,05). Hasil uji multifariat menunjukan nilai signifikansi P<0,05, maka dapat dikatakan bahwa paling tidak terdapat perbedaan rerata antar dua kelompok perlakuan. Hasil uji post hoc menunjukan 9 pasang perlakuan memiliki nilai P < 0,05 dan 6 pasang perlakuan memiliki nilai P > 0,05. Campuran ekstrak rumput laut dan ekstrak jeruk nipis dengan perbandingan 4:0, 3:1, 2:2, 1:3, 0:4 memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan Candida albicans.
{"title":"EFEKTIVITAS DAYA HAMBAT CAMPURAN EKSTRAK RUMPUT LAUT (Gelidium latifolium) DAN EKSTRAK JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO","authors":"Muhammad Duddy Satrianugraha, I. Lubis, Nur Fitriani Amardina","doi":"10.30595/HMJ.V2I1.4233","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/HMJ.V2I1.4233","url":null,"abstract":"Infeksi Candida albicans dapat berupa infeksi superfisial hingga sistemik. Ekstrak rumput laut dan minyak atsiri ekstrak jeruk nipis terbukti dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Belum adanya penelitian mengenai penggunaan jeruk nipis dan rumput laut secara bersamaan sebagai anti jamur, menarik peneliti untuk meneliti masalah ini. Membandingkan efektivitas daya hambat campuran ekstrak rumput laut dan ekstrak jeruk nipis terhadap Candida albicans secara in vitro. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Postest Only Control Group Design. Dibuat 7 perlakuan, 2 perlakuan kontrol dan 5 kelompok perlakuan yang diberi campuran ekstrak rumput laut dan ekstrak jeruk nipis dengan perbandingan 4:0, 3:1, 2:2, 1:3, dan 0:4. Hasil rerata daya hambat campuran ekstrak rumput laut dan ekstrak jeruk nipis dengan perbandingan 4:0, 3:1, 2:2, 1:3, dan 0:4 (3,62 mm, 25,5 mm, 31 mm, 42,5 mm dan 42,5 mm dengan P < 0,05). Hasil uji multifariat menunjukan nilai signifikansi P<0,05, maka dapat dikatakan bahwa paling tidak terdapat perbedaan rerata antar dua kelompok perlakuan. Hasil uji post hoc menunjukan 9 pasang perlakuan memiliki nilai P < 0,05 dan 6 pasang perlakuan memiliki nilai P > 0,05. Campuran ekstrak rumput laut dan ekstrak jeruk nipis dengan perbandingan 4:0, 3:1, 2:2, 1:3, 0:4 memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan Candida albicans.","PeriodicalId":12963,"journal":{"name":"Herb-Medicine Journal","volume":"64 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"77202432","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Lansia merupakan fase akhir kehidupan manusia sehingga terjadi penurunan fungsi organ. Kurang gizi merupakan masalah yang sering terjadi pada lansia. Hal ini akibat tidak tercukupinya asupan energi dan protein. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui hasil penggunaan instrumen pengkajian status gizi pasien geriatri di Puskesmas Kota Matsum Kota Medan tahun 2018. penelitian ini adalah penelitian deskriptif kategorik yang dilakukan secara cross sectional, sampel diambil menggunakan rumus Slovin dipilih secara consecutif sampling. Jumlah sampel sebanyak 93 orang. Pada penelitian ini didapati responden tebanyak pada usia 60-74 tahun (89,3%) dan berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan (54,8%). Status gizi berdasarkan IMT didapati hasil terbanyak responden dengan gizi nomal (64,5%) dan berdasarkan MNA didapati hasil terbanyak pada responden dengan resiko malnutrisi (59,2%). Pada penelitian ini didapati hasil terbanyak pada usia 64-70 tahun dan perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Dilihat dari segi status gizi, didapati hasil tebanyak dan yang beresiko malnutrisi.
{"title":"PREVALENSI MALNUTRISI PADA LANSIA DENGAN PENGUKURAN MINI NUTRITIONAL ASESSMENT (MNA) DI PUSKESMAS","authors":"Elman Boy","doi":"10.30595/HMJ.V2I1.3583","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/HMJ.V2I1.3583","url":null,"abstract":"Lansia merupakan fase akhir kehidupan manusia sehingga terjadi penurunan fungsi organ. Kurang gizi merupakan masalah yang sering terjadi pada lansia. Hal ini akibat tidak tercukupinya asupan energi dan protein. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui hasil penggunaan instrumen pengkajian status gizi pasien geriatri di Puskesmas Kota Matsum Kota Medan tahun 2018. penelitian ini adalah penelitian deskriptif kategorik yang dilakukan secara cross sectional, sampel diambil menggunakan rumus Slovin dipilih secara consecutif sampling. Jumlah sampel sebanyak 93 orang. Pada penelitian ini didapati responden tebanyak pada usia 60-74 tahun (89,3%) dan berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan (54,8%). Status gizi berdasarkan IMT didapati hasil terbanyak responden dengan gizi nomal (64,5%) dan berdasarkan MNA didapati hasil terbanyak pada responden dengan resiko malnutrisi (59,2%). Pada penelitian ini didapati hasil terbanyak pada usia 64-70 tahun dan perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Dilihat dari segi status gizi, didapati hasil tebanyak dan yang beresiko malnutrisi.","PeriodicalId":12963,"journal":{"name":"Herb-Medicine Journal","volume":"45 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"77669089","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ferdian rifqy nur fachrudien, Muhammad nurrizki Haitamy, Andi muh maulana, Oke Kadarullah
Latar Belakang: Otitis eksterna akut merupakan penyakit radang telinga luar meliputi bagian distal daun telinga sampai dengan bagian proximal membran timpani yang disebabkan oleh bakteri, jamur, maupun virus. Penyakit ini memiliki onset inflamasi yang cepat dengan gejala klinis berupa gatal, otalgia, edema, eritema, dan otorrhea. Terapi otitis eksterna akut dilakukan dengan pemberian antibiotik dan antiinflamasi topikal. Rivanol 0,1% terbukti memiliki efektivitas mengobati otitis eksterna akut dengan aktivitas panjang sebagai antiseptik aktif pada pH alkali yang akan berikatan dengan bakteri. Minyak biji Nigella sativa terbukti memiliki aktivitas sebagai antibakteri gram positif maupun negatif, antiinflamasi dan penyembuh luka dengan meningkatkan pertumbuhan serabut kolagen.Tujuan: Untuk membandingkan efektivitas penggobatan otitis eksterna akut terhadap gejala klinis menggunakan tampon rivanol 0,1% dengan tampon minyak biji Nigella sativa.Metode: Penelitian ini menggunakan desain post test only randomized controlled grup design dengan data primer yaitu skor gejala klinis sembilan subjek penderita otitis eksterna akut. Subjek dibagi menjadi dua kelompok terapi : empat penderita dengan tampon rivanol 0,1% dan lima penderita dengan tampon Nigella sativa. Evaluasi gejala klinis dilakukan pada hari ketiga dan kelima pengobatan.Hasil: Tidak ada perbedaan gejala klinis selama pengobatan antara kedua kelompok (p=0.329), namun terdapat perbaikan skor gejala klinis antara hari ketiga dan hari kelima pengobatan (p=0.001) di masing-masing kelompok.Simpulan: Minyak Nigella sativa memiliki efektifitas pada pengobatan otitis eksterna akut tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan pengobatan menggunakan rivanol 0,1%. Kata Kunci: Otitis eksterna, Nigella sativa, Rivanol 0,1%
{"title":"PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TAMPON MINYAK BIJI JINTAN HITAM (Nigella sativa) DENGAN TAMPON RIVANOL 0,1% TERHADAP GEJALA KLINIS OTITIS EKSTERNA AKUT","authors":"ferdian rifqy nur fachrudien, Muhammad nurrizki Haitamy, Andi muh maulana, Oke Kadarullah","doi":"10.30595/HMJ.V2I1.3079","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/HMJ.V2I1.3079","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Otitis eksterna akut merupakan penyakit radang telinga luar meliputi bagian distal daun telinga sampai dengan bagian proximal membran timpani yang disebabkan oleh bakteri, jamur, maupun virus. Penyakit ini memiliki onset inflamasi yang cepat dengan gejala klinis berupa gatal, otalgia, edema, eritema, dan otorrhea. Terapi otitis eksterna akut dilakukan dengan pemberian antibiotik dan antiinflamasi topikal. Rivanol 0,1% terbukti memiliki efektivitas mengobati otitis eksterna akut dengan aktivitas panjang sebagai antiseptik aktif pada pH alkali yang akan berikatan dengan bakteri. Minyak biji Nigella sativa terbukti memiliki aktivitas sebagai antibakteri gram positif maupun negatif, antiinflamasi dan penyembuh luka dengan meningkatkan pertumbuhan serabut kolagen.Tujuan: Untuk membandingkan efektivitas penggobatan otitis eksterna akut terhadap gejala klinis menggunakan tampon rivanol 0,1% dengan tampon minyak biji Nigella sativa.Metode: Penelitian ini menggunakan desain post test only randomized controlled grup design dengan data primer yaitu skor gejala klinis sembilan subjek penderita otitis eksterna akut. Subjek dibagi menjadi dua kelompok terapi : empat penderita dengan tampon rivanol 0,1% dan lima penderita dengan tampon Nigella sativa. Evaluasi gejala klinis dilakukan pada hari ketiga dan kelima pengobatan.Hasil: Tidak ada perbedaan gejala klinis selama pengobatan antara kedua kelompok (p=0.329), namun terdapat perbaikan skor gejala klinis antara hari ketiga dan hari kelima pengobatan (p=0.001) di masing-masing kelompok.Simpulan: Minyak Nigella sativa memiliki efektifitas pada pengobatan otitis eksterna akut tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan pengobatan menggunakan rivanol 0,1%. Kata Kunci: Otitis eksterna, Nigella sativa, Rivanol 0,1%","PeriodicalId":12963,"journal":{"name":"Herb-Medicine Journal","volume":"32 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"75519421","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Githa Septaliani Putri, M. F. Romdhoni, Yenni Bahar
MSG adalah zat adiktif yang ditambahkan pada makanan untuk menambah kelezatan rasa. Konsumsi MSG dalam dosis yang tinggi terbukti dapat mempengaruhi fungsi ginjal yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah. MSG mempengaruhi fungsi ginjal karena dapat meningkatkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang menyebabkan stres oksidatif sehingga menyebabkan kerusakan sel di ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengaruh pemberian ekstrak kemangi (Ocimum basilicum) dapat mencegah peningkatan kadar ureum dan kreatinin pada tikus putih jantan galur wistar yang diinduksi Monosodium glutamat (MSG). Subjek yang terdiri dari 24 ekor tikus dibagi kedalam 4 kelompok. Kelompok kontrol positif adalah kelompok yang diinduksi Monosodium glutamate dan kelompok perlakuan yang terdiri dari tiga kelompok yaitu kelompok yang diinduksi MSG dan ekstrak etanol daun kemangi dengan dosis 175mg/kgBB, 350 mg/kgBB dan 700mg/kgBB. Perlakuan penelitian dilakukan selama 14 hari setelah dilakukan aklimatisasi selama 7 hari. Pada hari ke 22 dilakukan pemeriksaan ureum dan kreatinin dalam darah tikus. Data dianalisis menggunakan One Way ANOVA dan LSD. Hasil analisis dengan One Way ANOVA menunjukan adanya pengaruh setelah pemberian ekstrak kemangi terhadap kadar ureum dan kreatinin. Pemberian ekstrak kemangi berpengaruh signifikan terhadap kadar ureum karena nilai signifikansi p=0.014 (p<0.05), namun tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar kreatinin karena nilai signifikansi yaitu p=0.097 (p>0.05) . Hasil uji post hoc dengan LSD menunjukan perbedaan yang paling signifikan terdapat pada pemberian ekstrak kemangi dosis 700mg/kgBB. Ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum basilicum) dapat memberikan pengaruh terhadap kadar ureum dan kreatinin dalam darah tikus setelah diinduksi MSG.
{"title":"PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS GALUR WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus Strain Wistar) YANG DIINDUKSI MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG)","authors":"Githa Septaliani Putri, M. F. Romdhoni, Yenni Bahar","doi":"10.30595/HMJ.V2I1.3058","DOIUrl":"https://doi.org/10.30595/HMJ.V2I1.3058","url":null,"abstract":"MSG adalah zat adiktif yang ditambahkan pada makanan untuk menambah kelezatan rasa. Konsumsi MSG dalam dosis yang tinggi terbukti dapat mempengaruhi fungsi ginjal yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah. MSG mempengaruhi fungsi ginjal karena dapat meningkatkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang menyebabkan stres oksidatif sehingga menyebabkan kerusakan sel di ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengaruh pemberian ekstrak kemangi (Ocimum basilicum) dapat mencegah peningkatan kadar ureum dan kreatinin pada tikus putih jantan galur wistar yang diinduksi Monosodium glutamat (MSG). Subjek yang terdiri dari 24 ekor tikus dibagi kedalam 4 kelompok. Kelompok kontrol positif adalah kelompok yang diinduksi Monosodium glutamate dan kelompok perlakuan yang terdiri dari tiga kelompok yaitu kelompok yang diinduksi MSG dan ekstrak etanol daun kemangi dengan dosis 175mg/kgBB, 350 mg/kgBB dan 700mg/kgBB. Perlakuan penelitian dilakukan selama 14 hari setelah dilakukan aklimatisasi selama 7 hari. Pada hari ke 22 dilakukan pemeriksaan ureum dan kreatinin dalam darah tikus. Data dianalisis menggunakan One Way ANOVA dan LSD. Hasil analisis dengan One Way ANOVA menunjukan adanya pengaruh setelah pemberian ekstrak kemangi terhadap kadar ureum dan kreatinin. Pemberian ekstrak kemangi berpengaruh signifikan terhadap kadar ureum karena nilai signifikansi p=0.014 (p<0.05), namun tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar kreatinin karena nilai signifikansi yaitu p=0.097 (p>0.05) . Hasil uji post hoc dengan LSD menunjukan perbedaan yang paling signifikan terdapat pada pemberian ekstrak kemangi dosis 700mg/kgBB. Ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum basilicum) dapat memberikan pengaruh terhadap kadar ureum dan kreatinin dalam darah tikus setelah diinduksi MSG.","PeriodicalId":12963,"journal":{"name":"Herb-Medicine Journal","volume":"40 2 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89980488","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}