Penelitian ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang belum mengetahui kinerja dari lembaga ini. Untuk mengukur tindakan yang dilakukan Bawaslu Kabupaten Berau sebagaimana Pasal 30 Undang-Undnag Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Hal itu dikarenakan masyarakat hanya dapat mengkritik pengawas karena berdasarkan sebuah kepentingan suatu elite politik yang sedang berkontestasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian Yuridis Empiris. Jenis data dilihat dari sudut sumbernya, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari pejabat berwenang dengan lokasi penelitian di Bawaslu Kabupaten Berau dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Panwaslu yang sekarang disebut dengan Bawaslu pada pemilihan Gubernur Tahun 2018 dilakukan dengan beberapa langkah sebagaimana tugas dan fungisnya dalam mensukseskan Pemilihan Gubernur Tahun 2018 di Kabupaten Berau. Akan tetapi, kepuasaan masyarakat serta stakholder terhadap kinerja Bawaslu Berau masih dianggap tidak menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal. Terutama dalam hal sosialisasi terkait lembaga pengawas yang jarang dilakukan dan komunikasi antar pimpinan untuk menindak suatu pelanggaran pemilihan. Hal ini berlandaskan peraturan Pasal 30 Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Kemudian dalam pandangan siyasah syariyyah yang diajarkan dalam Islam. Saran yang di tawarkan penulis adalah Bawaslu Kabuipaten Berau diharapkan dapat melakukan inovasi baru dalam hal sosialisasi partisipatif yang turun langsung kepada seluruh elemen masyarakat. Kemudian melakukan langkah pengawasan yang melibatkan masyarakat secara langsung dengan pendidikan politik. Bawaslu Kabupaten Berau juga perlu melakukan kerjasama dan komunikasi antar pimpinan. Kemudian pemahaman peraturan kepada seluruh jajaran Bawaslu Kabupaten Berau dan mempersiapkan sumber daya manusia agar pada saat perekrutan setiap tingkatan dapat berjalan maksimal.
{"title":"Kinerja Badan Pengawas Pemilu Pada Pemilihan Gubernur tahun 2018 (Studi komparatif Undang-Undang dan Siyasah Syariyyah)","authors":"Muhammad Izzatullah","doi":"10.21093/qj.v5i2.3780","DOIUrl":"https://doi.org/10.21093/qj.v5i2.3780","url":null,"abstract":"Penelitian ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang belum mengetahui kinerja dari lembaga ini. Untuk mengukur tindakan yang dilakukan Bawaslu Kabupaten Berau sebagaimana Pasal 30 Undang-Undnag Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Hal itu dikarenakan masyarakat hanya dapat mengkritik pengawas karena berdasarkan sebuah kepentingan suatu elite politik yang sedang berkontestasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian Yuridis Empiris. Jenis data dilihat dari sudut sumbernya, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari pejabat berwenang dengan lokasi penelitian di Bawaslu Kabupaten Berau dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Panwaslu yang sekarang disebut dengan Bawaslu pada pemilihan Gubernur Tahun 2018 dilakukan dengan beberapa langkah sebagaimana tugas dan fungisnya dalam mensukseskan Pemilihan Gubernur Tahun 2018 di Kabupaten Berau. Akan tetapi, kepuasaan masyarakat serta stakholder terhadap kinerja Bawaslu Berau masih dianggap tidak menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal. Terutama dalam hal sosialisasi terkait lembaga pengawas yang jarang dilakukan dan komunikasi antar pimpinan untuk menindak suatu pelanggaran pemilihan. Hal ini berlandaskan peraturan Pasal 30 Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Kemudian dalam pandangan siyasah syariyyah yang diajarkan dalam Islam. Saran yang di tawarkan penulis adalah Bawaslu Kabuipaten Berau diharapkan dapat melakukan inovasi baru dalam hal sosialisasi partisipatif yang turun langsung kepada seluruh elemen masyarakat. Kemudian melakukan langkah pengawasan yang melibatkan masyarakat secara langsung dengan pendidikan politik. Bawaslu Kabupaten Berau juga perlu melakukan kerjasama dan komunikasi antar pimpinan. Kemudian pemahaman peraturan kepada seluruh jajaran Bawaslu Kabupaten Berau dan mempersiapkan sumber daya manusia agar pada saat perekrutan setiap tingkatan dapat berjalan maksimal.","PeriodicalId":150635,"journal":{"name":"QONUN: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-undangan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132185265","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-01-25DOI: 10.21093/qonun.v4i1.1998
Nabilatun Nisa
Penelitian ini membahas tentang perlindungan hukum bagi anak yang tinggal pada lingkungan pasca aktivitas tambang batubara yang berada di Kota Samarinda dan mengungkap faktor apa saja yang menjadi terhambatnya pemenenuhan hak anak pada lingkungan pasca aktivitas tambang batubara. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris dengan tipe penelitian sosiologi yaitu yuridis sosiologi (sociological jurisprudence). Analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif analisis yaitu metode yang bertujuan menggambarkan keadaan-keadaan yang mungkin terdapat dalam situasi tertentu dan untuk membantu dalam mengetahui bagaimana mencapai tujuan yang diinginkan. Hasil penelitian ini adalah Perlindungan hukum terhadap anak di lingkungan pasca aktivitas tambang batubara di kota Samarinda yang menyebabkan terabaikannya hak-hak anak yang menjadi korban dari tahun 2011-2016 sejumlah 14 anak yang meninggal dunia pada lokasi pasca aktivitas tambang batubara di kota Samarinda berupa perlindungan hukum dikarenakan hak-hak dilokasi pasca tambang batubara dilanggar seperti hak untuk hidup, hak mendapatkan rasa aman, dan hak mendapatkan lingkungan yang sehat dan bersih. Adapun faktor-faktor yang menjadi penghambat pemenuhan hak anak di lokasi pasca aktivitas tambang batubara yaitu tidak adanya ruang bermain bagi anak sehingga anak-anak bermain dilokasi pasca tambang, tidak adanya pengawasan dari pihak perusahaan untuk menjaga lokasi pasca tambang batubara sehingga tidak adanya peringatan dari orang dewasa untuk memberitahukan untuk tidak masuki lokasi pasca tambang dan bermain ditempat tersebut, tidak adanya garis pembatas atau pagar sehingga anak bisa bebas keluar masuk dan bermain dilokasi sekitar lubang pasca tambang dan tidak adanya niatan dari pihak perusahaan untuk menutup lubang tambang, setelah terjadi meninggalnya anak baru lubang tersebut segera ditutup. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Anak, Lingkungan Pasca Aktivitas Tambang
{"title":"Perlindungan Hukum Terhadap Anak pada Lingkungan Pasca Aktivitas Tambang Batubara di Kota Samarinda","authors":"Nabilatun Nisa","doi":"10.21093/qonun.v4i1.1998","DOIUrl":"https://doi.org/10.21093/qonun.v4i1.1998","url":null,"abstract":"Penelitian ini membahas tentang perlindungan hukum bagi anak yang tinggal pada lingkungan pasca aktivitas tambang batubara yang berada di Kota Samarinda dan mengungkap faktor apa saja yang menjadi terhambatnya pemenenuhan hak anak pada lingkungan pasca aktivitas tambang batubara. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris dengan tipe penelitian sosiologi yaitu yuridis sosiologi (sociological jurisprudence). Analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif analisis yaitu metode yang bertujuan menggambarkan keadaan-keadaan yang mungkin terdapat dalam situasi tertentu dan untuk membantu dalam mengetahui bagaimana mencapai tujuan yang diinginkan. Hasil penelitian ini adalah Perlindungan hukum terhadap anak di lingkungan pasca aktivitas tambang batubara di kota Samarinda yang menyebabkan terabaikannya hak-hak anak yang menjadi korban dari tahun 2011-2016 sejumlah 14 anak yang meninggal dunia pada lokasi pasca aktivitas tambang batubara di kota Samarinda berupa perlindungan hukum dikarenakan hak-hak dilokasi pasca tambang batubara dilanggar seperti hak untuk hidup, hak mendapatkan rasa aman, dan hak mendapatkan lingkungan yang sehat dan bersih. Adapun faktor-faktor yang menjadi penghambat pemenuhan hak anak di lokasi pasca aktivitas tambang batubara yaitu tidak adanya ruang bermain bagi anak sehingga anak-anak bermain dilokasi pasca tambang, tidak adanya pengawasan dari pihak perusahaan untuk menjaga lokasi pasca tambang batubara sehingga tidak adanya peringatan dari orang dewasa untuk memberitahukan untuk tidak masuki lokasi pasca tambang dan bermain ditempat tersebut, tidak adanya garis pembatas atau pagar sehingga anak bisa bebas keluar masuk dan bermain dilokasi sekitar lubang pasca tambang dan tidak adanya niatan dari pihak perusahaan untuk menutup lubang tambang, setelah terjadi meninggalnya anak baru lubang tersebut segera ditutup. \u0000 \u0000Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Anak, Lingkungan Pasca Aktivitas Tambang","PeriodicalId":150635,"journal":{"name":"QONUN: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-undangan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116827513","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-01-25DOI: 10.21093/qonun.v4i1.1999
Fatonah Salaeh
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Memahami bagaimana sistem perkawinan nasional di Indonesia dan Thailand, (2) Latar belakang pemberlakuan hukum perkawinan Islam di Indonesia dan Thailand, (3) Persamaan dan perbedaan hukum perkawinan Islam antara Indonesia dan Thailand dengan membandingkan hukum positif perkawinan Indonesia ( UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Inpres No. 1 tahun 1991 tentang KHI) dan undang-undang tentang Penerapan Hukum Islam di Provinsi Pattani, Narathiwat, Yala, dan Satun BE 2489 (1946). Penelitian ini merupakna penelitian kepustakaan dan menggunakan pendekatan normatif historis. Data yang digunakan berupa data primer dan data skunder, data primer didapatkan dari undang-undang, buku tentang hukum Perkawinan Islam secara lansung, sedangkan data skunder didapat dari buku artikel jurnal lainnya yang berkaitan dengan hukum. Analisa data menggunakan analisa deskriptif komparatif yang bertujuan menjelaskan perbedaan dan persamaan hukum perkawinan Islam yang berlaku di Indonesia dan Thailand. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pertama: sistem Hukum Perkawinan nasional di Indonesia merupakan perkawinan yang berdasarkan pada hukum agama, sehingga keabsahannya juga didasarkan kepada hukum agama-agama di Indonesia sesuai Pasal 2 (1) UU Perkawinan. Sedangkan sistem hukum perkawinan di Thailand terjadi pemahaman bebas hukum Perkawinan, sehingga perkawinan sipil menjadi satu-satunya model perkawinan, meskipun masih terdapat masyarakat yang merayakan perkawinan agama, namun keabsahan perkawinan terletak pada pencatatan sipil. kedua: yang melatarbekangi pemberlakuan hukum perkawinan Islam di Indonesia adalah karena kebutuhan masyarakat yang sejak zaman kerajaan Islam (sebelum Indonesia di jajah Belanda) telah memiliki pengadilan agama dengan berbagai nama yaitu Pengailan Penghulu, Mahkamah Syariah dan Pengadilan Surambi. Kemudian, yang melatarbelakangi pemberlakuan hukum perkawinan Islam di Thailand adalah merupakan lanjutan perkembangan pada masa Kerajaan Islam Patani dulu yang menjalani hukum Islam sebagi hukum formal dan memiliki pengadilan agama sebagai tempat menyelesain masalah tengtang hukum Islam. Hukum perkawinan Islam di Indonesia dan Thailand terdapat Persamaan dalam aspek dasar hukum, aspek kedudukan hukum di mata Negara, dan aspek pelaksanaan hukum perkawinan islam. Sedangkan perbedaan antara hukum perkawinan Islam dan Thailand adalah: Perbedaan dalam Proses perkara Perkawinan Islam di Pengadilan, Perbedaan tentang penerapan hukum perkawinan Islam Perbedaan dalam kedudukan hukum Islam di mata Negara, dan Perbedaan tentang Kursus pranikah. Kata kunci : Hukum Perkawinan Islam, Indonesia, Thailand
{"title":"Studi Perbandingan Hukum Perkawinan Islam di Indonesia dan Thailand","authors":"Fatonah Salaeh","doi":"10.21093/qonun.v4i1.1999","DOIUrl":"https://doi.org/10.21093/qonun.v4i1.1999","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk (1) Memahami bagaimana sistem perkawinan nasional di Indonesia dan Thailand, (2) Latar belakang pemberlakuan hukum perkawinan Islam di Indonesia dan Thailand, (3) Persamaan dan perbedaan hukum perkawinan Islam antara Indonesia dan Thailand dengan membandingkan hukum positif perkawinan Indonesia ( UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Inpres No. 1 tahun 1991 tentang KHI) dan undang-undang tentang Penerapan Hukum Islam di Provinsi Pattani, Narathiwat, Yala, dan Satun BE 2489 (1946). Penelitian ini merupakna penelitian kepustakaan dan menggunakan pendekatan normatif historis. Data yang digunakan berupa data primer dan data skunder, data primer didapatkan dari undang-undang, buku tentang hukum Perkawinan Islam secara lansung, sedangkan data skunder didapat dari buku artikel jurnal lainnya yang berkaitan dengan hukum. Analisa data menggunakan analisa deskriptif komparatif yang bertujuan menjelaskan perbedaan dan persamaan hukum perkawinan Islam yang berlaku di Indonesia dan Thailand. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pertama: sistem Hukum Perkawinan nasional di Indonesia merupakan perkawinan yang berdasarkan pada hukum agama, sehingga keabsahannya juga didasarkan kepada hukum agama-agama di Indonesia sesuai Pasal 2 (1) UU Perkawinan. Sedangkan sistem hukum perkawinan di Thailand terjadi pemahaman bebas hukum Perkawinan, sehingga perkawinan sipil menjadi satu-satunya model perkawinan, meskipun masih terdapat masyarakat yang merayakan perkawinan agama, namun keabsahan perkawinan terletak pada pencatatan sipil. kedua: yang melatarbekangi pemberlakuan hukum perkawinan Islam di Indonesia adalah karena kebutuhan masyarakat yang sejak zaman kerajaan Islam (sebelum Indonesia di jajah Belanda) telah memiliki pengadilan agama dengan berbagai nama yaitu Pengailan Penghulu, Mahkamah Syariah dan Pengadilan Surambi. Kemudian, yang melatarbelakangi pemberlakuan hukum perkawinan Islam di Thailand adalah merupakan lanjutan perkembangan pada masa Kerajaan Islam Patani dulu yang menjalani hukum Islam sebagi hukum formal dan memiliki pengadilan agama sebagai tempat menyelesain masalah tengtang hukum Islam. Hukum perkawinan Islam di Indonesia dan Thailand terdapat Persamaan dalam aspek dasar hukum, aspek kedudukan hukum di mata Negara, dan aspek pelaksanaan hukum perkawinan islam. Sedangkan perbedaan antara hukum perkawinan Islam dan Thailand adalah: Perbedaan dalam Proses perkara Perkawinan Islam di Pengadilan, Perbedaan tentang penerapan hukum perkawinan Islam Perbedaan dalam kedudukan hukum Islam di mata Negara, dan Perbedaan tentang Kursus pranikah. \u0000 \u0000Kata kunci : Hukum Perkawinan Islam, Indonesia, Thailand \u0000 ","PeriodicalId":150635,"journal":{"name":"QONUN: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-undangan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114359650","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Melihat dari fenomena mahasisiwi IAIN Samarinda akhir-akhir ini banyak yang mengenakan cadar. Hal ini kemudian menimbulkan persepsi bagi dosen-dosen, ada yang berpersepsi positif dan ada pula yang berpersepsi negatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dengan metode deskriptif kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dengan 18 dosen tetap PNS maupun Non-PNS IAIN Samarinda. Persepsi dosen tentang mahasiswi yang memakai cadar ada yang positif dalam artian dengan tanggapan yang baik, hal ini karena mereka beranggapan bahwa mahasiswi yang memakai cadar tersebut dapat menjauhkan dirinya dari hal yang bersifat negatif serta untuk menjaga diri dan kecantikannya. Tapi hampir seluruh dosen mengharapkan mahasiswi di kampus yang memakai cadar hendaknya ketika berada pada jam atau dalam perkuliahan untuk membuka cadarnya agar perkuliahan bisa lebih efektif. Namun ada pula yang memberikan persepsi negatif dalam artian dengan tanggapan yang kurang baik, hal tersebut karena mahasiswi yang bercadar itu kurang sopan dan berlebihan dalam kondisi tertentu misalnya di kampus saat jam perkuliahan karena terkadang ada yang pasif dan ekslusif dalam berinteraksi. Selain itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi dosen IAIN Samarinda yaitu, diri orang yang bersangkutan, sasaran dari persepsi itu sendiri, dan faktor situasi. Misalnya saja ada sebagian dosen yang beranggapan agak sulit membedakan atau mengetahui mahasiswi yang sama-sama pakai cadar, apakah dia itu orang yang dimaksud atau bukan. Kata kunci: Cadar, pakaian syar’i, IAIN Samarinda
{"title":"Persepsi Dosen IAIN Samarinda Tentang Pemakaian Cadar di Lingkungan Kampus","authors":"Abdi Safendi","doi":"10.21093/qj.v4i1.1997","DOIUrl":"https://doi.org/10.21093/qj.v4i1.1997","url":null,"abstract":"Melihat dari fenomena mahasisiwi IAIN Samarinda akhir-akhir ini banyak yang mengenakan cadar. Hal ini kemudian menimbulkan persepsi bagi dosen-dosen, ada yang berpersepsi positif dan ada pula yang berpersepsi negatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dengan metode deskriptif kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dengan 18 dosen tetap PNS maupun Non-PNS IAIN Samarinda. Persepsi dosen tentang mahasiswi yang memakai cadar ada yang positif dalam artian dengan tanggapan yang baik, hal ini karena mereka beranggapan bahwa mahasiswi yang memakai cadar tersebut dapat menjauhkan dirinya dari hal yang bersifat negatif serta untuk menjaga diri dan kecantikannya. Tapi hampir seluruh dosen mengharapkan mahasiswi di kampus yang memakai cadar hendaknya ketika berada pada jam atau dalam perkuliahan untuk membuka cadarnya agar perkuliahan bisa lebih efektif. Namun ada pula yang memberikan persepsi negatif dalam artian dengan tanggapan yang kurang baik, hal tersebut karena mahasiswi yang bercadar itu kurang sopan dan berlebihan dalam kondisi tertentu misalnya di kampus saat jam perkuliahan karena terkadang ada yang pasif dan ekslusif dalam berinteraksi. Selain itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi dosen IAIN Samarinda yaitu, diri orang yang bersangkutan, sasaran dari persepsi itu sendiri, dan faktor situasi. Misalnya saja ada sebagian dosen yang beranggapan agak sulit membedakan atau mengetahui mahasiswi yang sama-sama pakai cadar, apakah dia itu orang yang dimaksud atau bukan. \u0000 \u0000Kata kunci: Cadar, pakaian syar’i, IAIN Samarinda \u0000 ","PeriodicalId":150635,"journal":{"name":"QONUN: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-undangan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116209458","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Studi Tentang Perubahan Arah Kiblat Masjid Di Kota Samarinda (Perspektif Fiqh Dan Astronomi). Penelitian ini dilatar belakangi tersebut, untuk mengetahui bagaimana Perubahan arah kiblat yang dipertentangkan dengan mengujinya berdasarkan Ilmu Hisab atau Ilmu Falak melalui rumus-rumus Ilmu Ukur Segi Tiga Bola. Pertentangan tersebut terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan timur. Pertentangan terjadi pada dua kelompok masyarakat dengan dua arah kiblat yang masing-masing mereka perpegang dan mereka pertahankan. keadaan tersebut tentu tidak dapat menyelesaikan persoalan yang ada. Bagi orang-orang yang berada di sekitar Mesjid al-Haram, persoalan kiblat ini tidak ada masalah, namun bagi orang-orang yang jauh dari Mekkah, hal ini dapat menimbulkan masalah yang kadang menjadi pertentangan. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif-analitik yaitu terlebih dahulu menggambarkan persoalan perubahan arah kiblat pada Mesjid yang diteliti, dari gambaran tersebut kemudian dijadikan fakta, untuk selanjutnya dianalisis berdasarkan beberapa pendekatan yaitu pendekatan syari’ah, pendekatan astronomi dan pendekatan historis, sehingga diperoleh beberapa kesimpulan. Dari hasil penelitian terlihat bahwa perubahan arah kiblat Mesjid An- Najah Ar-Rahman, Masjid Al-Ikhlas, Masjid Babussalam, Masjid Darul Ibadah, dan Masjid Al Misbah tidak akurat, disebabkan beberapa problem, pertama sikap panut terhadap ulama atau tokoh kharismatik tanpa melihat apakah ulama atau tokoh tersebut mengetahui tentang Ilmu Hisab, kedua pemakaian kompas yang cukup sederhana tanpa memperhatikan kaedah-kaedah penggunaan kompas.Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat variasi selisih atau penyimpangan arah kiblat sebesar : Untuk penggunaan kompas Mekkah, selisih terbesarnya adalah 20 00’ dengan penyimpangan arah sejauh 2.220 kilometer pada garis bujur (Utara – Selatan) dari arah Bait Allah, dan 2.060 kilometer pada garis lintang (Barat – Timur) dari arah Bait Allah.Untuk penggunaan kompas Nagara, selisihnya adalah 2 30’ dengan penyimpangan arah sejauh 277 kilometer pada garis bujur (Utara – Selatan) dari arah Bait Allah, dan 258 kilometer pada garis lintang (Barat – Timur) dari arah Bait Allah. Kata kunci : arah kiblat, persfektif fiqh dan astronomi, Kota Samarinda.
研究萨玛林达清真寺清真寺的方向变化(Fiqh和天文学视角)。这项研究是在背景中进行的,目的是通过通过古代三面测量科学的公式来测试人们对视错觉的方向的变化。冲突发生在婆罗洲东部的萨马林达省。这场斗争发生在两群人身上,他们都有自己坚持并保持的方向。这些情况当然不能解决问题。对于那些聚集在al-Haram清真寺周围的人来说,这个麦加的问题是无关紧要的,但对麦加以外的人来说,这可能会带来一些矛盾。然后用解析技术分析了收集到的数据,这些数据首先描述了清真寺所研究的基色方向的变化,然后作为事实,以便进一步根据伊斯兰教、天文学和历史方法的几种方法进行分析,从而得出了一些结论。研究结果表明,改变方向的麦加清真寺An - Najah ar - Babussalam Al-Ikhlas清真寺,清真寺,清真寺,Al Misbah清真寺礼拜夫不准确,造成一些问题,首先当长夜对学者的态度还是有魅力的人物,没有看到这些学者还是人物了解第二次清算,科学使用很简单没有注意kaedah-kaedah使用指南针的指南针。研究结果证明有差距的变化或大小:对于使用指南针圣地麦加方向偏差和偏差,最大的差距是20点‘2220公里的经度方向从神的殿方向(北(南),其中2060公里的纬度(西(东)方向的圣殿。用指南针Nagara,差价是230”的方向偏差277公里的经度(北(南)上帝的圣殿,258公里纬度方向(西(东)从上帝的圣殿。关键词:电影、电影和天文,萨玛林达。
{"title":"Perubahan Arah Kiblat Masjid dalam perspektif Fiqh dan Astronomi","authors":"A. Amiruddin","doi":"10.21093/qj.v4i1.1996","DOIUrl":"https://doi.org/10.21093/qj.v4i1.1996","url":null,"abstract":"Studi Tentang Perubahan Arah Kiblat Masjid Di Kota Samarinda (Perspektif Fiqh Dan Astronomi). Penelitian ini dilatar belakangi tersebut, untuk mengetahui bagaimana Perubahan arah kiblat yang dipertentangkan dengan mengujinya berdasarkan Ilmu Hisab atau Ilmu Falak melalui rumus-rumus Ilmu Ukur Segi Tiga Bola. Pertentangan tersebut terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan timur. Pertentangan terjadi pada dua kelompok masyarakat dengan dua arah kiblat yang masing-masing mereka perpegang dan mereka pertahankan. keadaan tersebut tentu tidak dapat menyelesaikan persoalan yang ada. Bagi orang-orang yang berada di sekitar Mesjid al-Haram, persoalan kiblat ini tidak ada masalah, namun bagi orang-orang yang jauh dari Mekkah, hal ini dapat menimbulkan masalah yang kadang menjadi pertentangan. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif-analitik yaitu terlebih dahulu menggambarkan persoalan perubahan arah kiblat pada Mesjid yang diteliti, dari gambaran tersebut kemudian dijadikan fakta, untuk selanjutnya dianalisis berdasarkan beberapa pendekatan yaitu pendekatan syari’ah, pendekatan astronomi dan pendekatan historis, sehingga diperoleh beberapa kesimpulan. Dari hasil penelitian terlihat bahwa perubahan arah kiblat Mesjid An- Najah Ar-Rahman, Masjid Al-Ikhlas, Masjid Babussalam, Masjid Darul Ibadah, dan Masjid Al Misbah tidak akurat, disebabkan beberapa problem, pertama sikap panut terhadap ulama atau tokoh kharismatik tanpa melihat apakah ulama atau tokoh tersebut mengetahui tentang Ilmu Hisab, kedua pemakaian kompas yang cukup sederhana tanpa memperhatikan kaedah-kaedah penggunaan kompas.Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat variasi selisih atau penyimpangan arah kiblat sebesar : Untuk penggunaan kompas Mekkah, selisih terbesarnya adalah 20 00’ dengan penyimpangan arah sejauh 2.220 kilometer pada garis bujur (Utara – Selatan) dari arah Bait Allah, dan 2.060 kilometer pada garis lintang (Barat – Timur) dari arah Bait Allah.Untuk penggunaan kompas Nagara, selisihnya adalah 2 30’ dengan penyimpangan arah sejauh 277 kilometer pada garis bujur (Utara – Selatan) dari arah Bait Allah, dan 258 kilometer pada garis lintang (Barat – Timur) dari arah Bait Allah. \u0000 \u0000Kata kunci : arah kiblat, persfektif fiqh dan astronomi, Kota Samarinda.","PeriodicalId":150635,"journal":{"name":"QONUN: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-undangan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124783938","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}