Pub Date : 2022-12-29DOI: 10.29303/resiprokal.v4i2.229
Mauliadi Ramli
Makassar merupakan sentral pendidikan di Sulawesi Selatan yang dimana banyak mahasiswa perantau yang melanjutkan pendidikan dan menetap selama kuliah di Kota makassar, tidak sedikit dari mereka yang memilih utuk kost di dekat area kampus tempat mereka kuliah.Mahasiswa yang tinggal di kota besar tentunya akan melalui proses adaptasi dengtan lingkungan, budaya dan individu baru yang mereka temui, yang pada akhirnya akan melahirkan kebiasaan kebiasaan baru dalam kehidupan sehari-hari mereka selama tinggal dan kuliah di kota Makassar. Penelitin ini menggunakan metode kualitatif dengan menentukan kriteria informan yaitu mahasiswa yang kost minimal selama satu tahun di kota makassar. Dalam penelitian ini akan melihat bagaimana proses adaptasi budaya mahasiswa kost dan bagaimana bentuk perubahan kebiasan baru selama tinggal di kota Makassar dengan menggunakan pendekatan teori Julian H. Steward untuk melihat proses adaptasi dan teori habitus dari Pierre Bourdieu untuk melihat pola kebiasaan baru mahasiswa kost. Penelitian ini mengambil lokasi pada beberapa kost yang ada di sekitaran kampus universitas negeri Makassar dengan jumlah informan tujuh mahasiswa yang menetap dan kost selama kurang lebih satu tahun di kota Makassar. Hasil dari penelitian ini adalah dalam proses adaptasi ada tiga aspek penyesuaian diri yaitu Penyesuaian diri dengan objek sekitar melalui kegiatan belajar, penyesuaian diri untuk berinteraksi dengan lingkungan social, penyesuaian diri melalui proses pemahaman diri dengan dinamika lingkungan hidup dan perkembangan dorongan keinginan individu, Selanjutnya Habitus baru yang timbul pada mahasiswa kost sangatlah banyak seperti pola pikir, manajemen waktu, pemenuhan kebutuhan dan wawasan yang dimiliki dalam hal ini mahasiswa juga harus memperhatikan faktor modal atau dana yang mereka miliki untuk habit baru tersebut.
望加锡是南苏拉威西的教育中心,许多游牧民族在马卡萨市继续接受教育,并在大学校园附近定居下来。住在大城市的学生肯定会经历适应环境、文化和新认识的人的过程,这些人最终会在马卡萨市的生活和大学里产生新的习惯。研究采用定性方法,确定资源提供者的标准,即在马卡萨至少呆一年的学生。在这项研究中,我们将了解科斯特学生的文化适应过程是如何以及在马卡萨居住期间的新习惯是如何改变的,该研究利用朱利安·H·斯图尔德(Julian H. Steward)的理论方法,从皮埃尔·布尔迪乌(Pierre Bourdieu)观察适应过程和哈比斯特理论的模式,了解科斯特学生的新习惯模式。这项研究以马卡萨州立大学校园内存在的几家寄宿学校为例,其中七名学生的告密者和寄宿者在马卡萨市生活了大约一年。这项研究的结果是调整的适应过程有三个方面,即调整自己和周围的物体通过学习活动,自我调整来调整与社会环境互动,通过自我理解的过程动态和发展环境出现的一种新的个体,接下来Habitus欲望冲动是很多像寄宿的学生心态,时间管理满足学生在这方面的需求和见解还必须考虑他们在新习惯上的资本或资金。
{"title":"Habit Mahasiswa Kost (Analisis Sosiologi tentang Adaptasi dan Kebiasaan Baru Mahasiswa Kost di Kota Makassar)","authors":"Mauliadi Ramli","doi":"10.29303/resiprokal.v4i2.229","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/resiprokal.v4i2.229","url":null,"abstract":"Makassar merupakan sentral pendidikan di Sulawesi Selatan yang dimana banyak mahasiswa perantau yang melanjutkan pendidikan dan menetap selama kuliah di Kota makassar, tidak sedikit dari mereka yang memilih utuk kost di dekat area kampus tempat mereka kuliah.Mahasiswa yang tinggal di kota besar tentunya akan melalui proses adaptasi dengtan lingkungan, budaya dan individu baru yang mereka temui, yang pada akhirnya akan melahirkan kebiasaan kebiasaan baru dalam kehidupan sehari-hari mereka selama tinggal dan kuliah di kota Makassar. Penelitin ini menggunakan metode kualitatif dengan menentukan kriteria informan yaitu mahasiswa yang kost minimal selama satu tahun di kota makassar. Dalam penelitian ini akan melihat bagaimana proses adaptasi budaya mahasiswa kost dan bagaimana bentuk perubahan kebiasan baru selama tinggal di kota Makassar dengan menggunakan pendekatan teori Julian H. Steward untuk melihat proses adaptasi dan teori habitus dari Pierre Bourdieu untuk melihat pola kebiasaan baru mahasiswa kost. Penelitian ini mengambil lokasi pada beberapa kost yang ada di sekitaran kampus universitas negeri Makassar dengan jumlah informan tujuh mahasiswa yang menetap dan kost selama kurang lebih satu tahun di kota Makassar. Hasil dari penelitian ini adalah dalam proses adaptasi ada tiga aspek penyesuaian diri yaitu Penyesuaian diri dengan objek sekitar melalui kegiatan belajar, penyesuaian diri untuk berinteraksi dengan lingkungan social, penyesuaian diri melalui proses pemahaman diri dengan dinamika lingkungan hidup dan perkembangan dorongan keinginan individu, Selanjutnya Habitus baru yang timbul pada mahasiswa kost sangatlah banyak seperti pola pikir, manajemen waktu, pemenuhan kebutuhan dan wawasan yang dimiliki dalam hal ini mahasiswa juga harus memperhatikan faktor modal atau dana yang mereka miliki untuk habit baru tersebut.","PeriodicalId":306534,"journal":{"name":"RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual","volume":"22 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121924477","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-27DOI: 10.29303/resiprokal.v4i2.228
Muktasam Muktasam
Kemiskinan masih menjadi isu strategis di NTB dalam 20 tahun terakhir. Data menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di NTB pada tahun 2005 mencapai 25,92% dari jumlah penduduk, dan di tahun 2009 tercatat jumlah penduduk miskin mencapai 1.014.745 atau sekitar 21,88% dari jumlah penduduk, pada tahun 2013 proporsi penduduk miskin mencapai sekitar 20.08%, dan pada tahun 2021 angka kemiskinan turun menjadi sekitar 13,8%. Fakta ini bermakna bahwa berbagai program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan selama 20 tahun terakhir cukup berpengaruh pada pengurangan atau penurunan angka kemiskinan. Atas dasar permasalahan ini, maka dilakukan penelitian tentang peran kelompok sebagai modal sosial dalam pengentasan kemiskinan dan pembangunan pedesaan dengan tujuan untuk mengetahui (1) kapasitas dan peran kelompok ternak dalam pengelolaan usaha peternakan, yang meliputi aspek input, produksi dan pasca panen (pemasaran dan pengolahan). (2) pengetahuan, persepsi, sikap, motivasi, ketrampilan, dan praktek pengelolaan usaha peternakan dari pengurus dan anggota kelompok ternak. (3) visi kelompok dan anggota terhadap pengelolaan usaha peternakan. (4) Mengetahui gap (distorsi) dan faktor-faktor penyebab gap antara kondisi saat ini dan kondisi ideal dalam pengelolaan kelembagaan peternak dan pengelolaan usaha peternakan. Penelitian ini menggunakan metode kaji-tindak termodifikasi, kombinasi metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, dan pengumpulan data dilakukan melalui survey, in-depth interviews, dan focus group discussion (FGD) pada 7 (tujuh) kelompok tani ternak di empat kabupaten di Pulau Lombok. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok tani ternak masih memberikan peran terbatas kepada petani peternak, yaitu memberikan pengamanan terhadap ternak sapi yang dikelola petani. Petani peternak belum berorientasi kepada pengelolaan usaha peternakan secara komersial melalui kegiatan pengolahan daging dan kulit sapi, dan termasuk pengolahan limbah padat dan cair. Pada tahapan ini petani baru pada tingkatan memanfaatkan sendiri pupuk kompos dan pupuk cair yang dipelajari dan diproduksinya. Memfasilitasi kelembagaan atau organisasi petani untuk tumbuh dan berkembang menjadi Badan Usaha Milik Petani (BUMP) yang bersifat komersial adalah menjadi tantangan berikutnya.
{"title":"Peran Kelompok Tani Ternak Sebagai Modal Sosial dalam Penguatan Kapasitas Petani di Pulau Lombok – Nusa Tenggara Barat: Fakta dan Harapan","authors":"Muktasam Muktasam","doi":"10.29303/resiprokal.v4i2.228","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/resiprokal.v4i2.228","url":null,"abstract":"Kemiskinan masih menjadi isu strategis di NTB dalam 20 tahun terakhir. Data menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di NTB pada tahun 2005 mencapai 25,92% dari jumlah penduduk, dan di tahun 2009 tercatat jumlah penduduk miskin mencapai 1.014.745 atau sekitar 21,88% dari jumlah penduduk, pada tahun 2013 proporsi penduduk miskin mencapai sekitar 20.08%, dan pada tahun 2021 angka kemiskinan turun menjadi sekitar 13,8%. Fakta ini bermakna bahwa berbagai program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan selama 20 tahun terakhir cukup berpengaruh pada pengurangan atau penurunan angka kemiskinan. Atas dasar permasalahan ini, maka dilakukan penelitian tentang peran kelompok sebagai modal sosial dalam pengentasan kemiskinan dan pembangunan pedesaan dengan tujuan untuk mengetahui (1) kapasitas dan peran kelompok ternak dalam pengelolaan usaha peternakan, yang meliputi aspek input, produksi dan pasca panen (pemasaran dan pengolahan). (2) pengetahuan, persepsi, sikap, motivasi, ketrampilan, dan praktek pengelolaan usaha peternakan dari pengurus dan anggota kelompok ternak. (3) visi kelompok dan anggota terhadap pengelolaan usaha peternakan. (4) Mengetahui gap (distorsi) dan faktor-faktor penyebab gap antara kondisi saat ini dan kondisi ideal dalam pengelolaan kelembagaan peternak dan pengelolaan usaha peternakan. Penelitian ini menggunakan metode kaji-tindak termodifikasi, kombinasi metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, dan pengumpulan data dilakukan melalui survey, in-depth interviews, dan focus group discussion (FGD) pada 7 (tujuh) kelompok tani ternak di empat kabupaten di Pulau Lombok. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok tani ternak masih memberikan peran terbatas kepada petani peternak, yaitu memberikan pengamanan terhadap ternak sapi yang dikelola petani. Petani peternak belum berorientasi kepada pengelolaan usaha peternakan secara komersial melalui kegiatan pengolahan daging dan kulit sapi, dan termasuk pengolahan limbah padat dan cair. Pada tahapan ini petani baru pada tingkatan memanfaatkan sendiri pupuk kompos dan pupuk cair yang dipelajari dan diproduksinya. Memfasilitasi kelembagaan atau organisasi petani untuk tumbuh dan berkembang menjadi Badan Usaha Milik Petani (BUMP) yang bersifat komersial adalah menjadi tantangan berikutnya.","PeriodicalId":306534,"journal":{"name":"RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual","volume":"68 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117153904","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-27DOI: 10.29303/resiprokal.v4i2.208
Dewi Ayu Hidayati, Sarah Dini Rizky Fitrian, Siti Habibah
Perkembangan globalisasi turut serta membawa budaya korea (K-Pop) masuk ke Indonesia. Masuknya budaya ini cukup digemari oleh para remaja yang membuat mereka kemudian membentuk komunitas pecinta K-Pop dengan gaya hidup tersendiri. Bahkan, komunitas pecinta budaya korea (K-Pop) ini tumbuh dan berkembang membentuk solidaritas yang kuat antar anggotanya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan realitas remaja penggemar penggemar budaya Korea (K-pop) di Kota Bandar Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Data didapatkan dari hasil observasi, interview dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa kecintaan remaja terhadap budaya korea dilatarbelakangi oleh tiga faktor yaitu kekaguman akan karya yang ditampilkan, dance atau tarian dan aspek visual anggota grup K-pop tersebut. Adapun realitas sosial kehidupan remaja penggemar budaya Korea di Kota Bandar Lampung ini diwarnai dengan berbagai aktivitas yang berkenaan dengan idolanya. Dalam hal ini, teori tindakan sosial Max Weber menjadi dasar dalam menganalisa aktivitas yang dilakukan oleh penggemar budaya korea mengidentifikasi dirinya kedalam komunitas pecinta K-Pop di Bandar Lampung. Adapun aktivitas yang dilakukan oleh remaja penggemar budaya korea meliputi interaksi yang khas antar sesama komunitas pecinta budaya korea, penggunakan simbol yang mencirikan diri mereka sebagai K-Popers, melakukan imitasi (peniruan) terhadap idolanya seperti meniru gaya berpakaian dan make up yang ditampilkan oleh para penggemar korea. Realitas kehidupan remaja penggemar budaya korea ini juga berdampak pada kehidupan sehari-hari berupa dampak positif seperti menguasai bahasa korea, banyak teman, termotivasi dan memiliki usaha dari K-Pop dan dampak negatif seperti tigma negatif dari teman, kurang tidur, lupa waktu dan boros.
{"title":"Realitas Sosial Remaja Penggemar Budaya Korea (K-POP) di Bandar Lampung","authors":"Dewi Ayu Hidayati, Sarah Dini Rizky Fitrian, Siti Habibah","doi":"10.29303/resiprokal.v4i2.208","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/resiprokal.v4i2.208","url":null,"abstract":"Perkembangan globalisasi turut serta membawa budaya korea (K-Pop) masuk ke Indonesia. Masuknya budaya ini cukup digemari oleh para remaja yang membuat mereka kemudian membentuk komunitas pecinta K-Pop dengan gaya hidup tersendiri. Bahkan, komunitas pecinta budaya korea (K-Pop) ini tumbuh dan berkembang membentuk solidaritas yang kuat antar anggotanya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan realitas remaja penggemar penggemar budaya Korea (K-pop) di Kota Bandar Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Data didapatkan dari hasil observasi, interview dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa kecintaan remaja terhadap budaya korea dilatarbelakangi oleh tiga faktor yaitu kekaguman akan karya yang ditampilkan, dance atau tarian dan aspek visual anggota grup K-pop tersebut. Adapun realitas sosial kehidupan remaja penggemar budaya Korea di Kota Bandar Lampung ini diwarnai dengan berbagai aktivitas yang berkenaan dengan idolanya. Dalam hal ini, teori tindakan sosial Max Weber menjadi dasar dalam menganalisa aktivitas yang dilakukan oleh penggemar budaya korea mengidentifikasi dirinya kedalam komunitas pecinta K-Pop di Bandar Lampung. Adapun aktivitas yang dilakukan oleh remaja penggemar budaya korea meliputi interaksi yang khas antar sesama komunitas pecinta budaya korea, penggunakan simbol yang mencirikan diri mereka sebagai K-Popers, melakukan imitasi (peniruan) terhadap idolanya seperti meniru gaya berpakaian dan make up yang ditampilkan oleh para penggemar korea. Realitas kehidupan remaja penggemar budaya korea ini juga berdampak pada kehidupan sehari-hari berupa dampak positif seperti menguasai bahasa korea, banyak teman, termotivasi dan memiliki usaha dari K-Pop dan dampak negatif seperti tigma negatif dari teman, kurang tidur, lupa waktu dan boros.","PeriodicalId":306534,"journal":{"name":"RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual","volume":"1984 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128225822","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-27DOI: 10.29303/resiprokal.v4i2.226
Alfan Biroli
Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman budaya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Setiap wilayah yang ada memiliki keunggulan dalam menjalankan pembangunan masyarakat. Pulau Madura yang merupakan bagian dari Pulau Jawa mempunyai warisan dari peninggalan leluhur yaitu jamu Madura. Jamu Madura sangat melegenda hingga perkembangan zaman saat ini. Keberadaan jamu Madura tidak terlepas dari peran paguyuban yang menaunginya. Paguyuban Potre Madhura sebagai pelopor dalam mengembangkan jamu madura agar tetap lestari. Penelitian ini dilakukan di Pulau Madura tepatnya di kabupaten Pamekasan. Jenis penelitian kualitatif dengan strategi deskriptif. Tekhnik berbentuk purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara. Tekhnik analisis data berupa pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan paguyuban Potre Madhura sebagai kelompok yang menaungi dalam menjaga jamu Madura agar berkembang. Paguyuban Potre Madhura memiliki pengaruh yang luar biasa bagi anggota dalam menjalankan usaha jamu Madura yang semakin meningkat. Peranan paguyuban jamu Madura tersebut juga melakukan sosialisasi pendidikan jamu madura. Sosialisasi dilakukan dengan langkah membekali ilmu kepada paguyuban Potre Madhura secara internal. Tahap berikutnya masing-masing anggota dapat menularkan pendidikan jamu Madura kepada masyarakat secara umum. Strategi pengembangan paguyuban Potre Madhura dalam sosialisasi pendidikan jamu Madura memiliki manfaat bagi kelompok dalam mewariskan pengetahuan, sikap, dan keterampilan jamu Madura dari generasi ke generasi. Paguyuban Potre Madhura yang didalamnya terdapat anggota pelaku usaha jamu Madura memiliki usaha yang berada di rumah, pasar, kegiatan Car Free Day (CFD), dan menaruh produk jamu di outlet terdekat. Paguyuban Potre Madhura juga mengizinkan bagi masyarakat luar yang melakukan kegiatan penelitian ataupun pengabdian kepada masyarakat mengenai jamu Madura.
{"title":"Strategi Pengembangan Paguyuban Potre Madhura Melalui Pendidikan Jamu di Pulau Madura","authors":"Alfan Biroli","doi":"10.29303/resiprokal.v4i2.226","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/resiprokal.v4i2.226","url":null,"abstract":"Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman budaya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Setiap wilayah yang ada memiliki keunggulan dalam menjalankan pembangunan masyarakat. Pulau Madura yang merupakan bagian dari Pulau Jawa mempunyai warisan dari peninggalan leluhur yaitu jamu Madura. Jamu Madura sangat melegenda hingga perkembangan zaman saat ini. Keberadaan jamu Madura tidak terlepas dari peran paguyuban yang menaunginya. Paguyuban Potre Madhura sebagai pelopor dalam mengembangkan jamu madura agar tetap lestari. Penelitian ini dilakukan di Pulau Madura tepatnya di kabupaten Pamekasan. Jenis penelitian kualitatif dengan strategi deskriptif. Tekhnik berbentuk purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara. Tekhnik analisis data berupa pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan paguyuban Potre Madhura sebagai kelompok yang menaungi dalam menjaga jamu Madura agar berkembang. Paguyuban Potre Madhura memiliki pengaruh yang luar biasa bagi anggota dalam menjalankan usaha jamu Madura yang semakin meningkat. Peranan paguyuban jamu Madura tersebut juga melakukan sosialisasi pendidikan jamu madura. Sosialisasi dilakukan dengan langkah membekali ilmu kepada paguyuban Potre Madhura secara internal. Tahap berikutnya masing-masing anggota dapat menularkan pendidikan jamu Madura kepada masyarakat secara umum. Strategi pengembangan paguyuban Potre Madhura dalam sosialisasi pendidikan jamu Madura memiliki manfaat bagi kelompok dalam mewariskan pengetahuan, sikap, dan keterampilan jamu Madura dari generasi ke generasi. Paguyuban Potre Madhura yang didalamnya terdapat anggota pelaku usaha jamu Madura memiliki usaha yang berada di rumah, pasar, kegiatan Car Free Day (CFD), dan menaruh produk jamu di outlet terdekat. Paguyuban Potre Madhura juga mengizinkan bagi masyarakat luar yang melakukan kegiatan penelitian ataupun pengabdian kepada masyarakat mengenai jamu Madura. ","PeriodicalId":306534,"journal":{"name":"RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129503302","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-27DOI: 10.29303/resiprokal.v4i2.225
Nuryadi Kadir
Tulisan ini mengkaji dinamika politik Kaum Milenial dan Generasi Z (Gen Z). Struktur demografi menunjukkan bahwa mereka tergolong populasi cukup besar. Kehadiran Kaum Milenial dan Gen Z dibarengi dengan berkembangnya teknologi informasi, sehingga dijuluki sebagai Digital Native. Aktif di berbagai platform digital dan kanal media social merupakan cerminan kehidupannya. Pembelajaran sosial didapatkan melalui kanal tersebut, menghasilkan ekspresi dan kritik terhadap dinamika politik. Masih bersikap apatis dan skeptis terhadap dunia politik. Persepsinya merupakan bagian dari opini publik yang transmisi ke media sosial (sebagai perwujudan ruang public). Maka dari itu yang menjadi rumusan dalam tulisan ini, pertama bagaimana bentuk partisipasi politik di era meningkatnya jumlah suara Kaum Milenial dan Gen Z? Kedua, bagaimana media sosial sebagai ruang publik yang me-engagment prilaku dan preferensi politiknya. Adapun tujuannya adalah mendeskripsikan fenomena yang terjadi media sosial dan partisipasi politik kaum Milenial dan Gen Z. Adapun hasil pembahasannya pertama, menelisik perkembangan demokrasi melalui Indeks Demokrasi Indonesia yang mengalami penurunan dari tahun 2019 yang berdampak pada persoalan menurunnya kualitas demokrasi pada aspek hak politik dan kebebasan sipil. Kedua, problem media social dan demokratisasi ditandai melubernya informasi yang berpretensi tumbuhnya praktek hoaks yang menyasar kepada pengguna Milenial dan Gen Z dan berpotensi terpapar akibat disinformasi dan hoaks. Satu sisi, tidak adanya jaminan perlindungan dan penciptaan rasa aman dari pemerintah terhadap penggunaan media sosial. Ketiga Politik partisipatif yang egaliter menjadi harapan Kaum Milenial dan Gen Z, dapat menentukan atau punya sikap terhadap politik dan menolak menjadi bagian dari skenario kekuasaan politik atau dijadikan sebagai komoditas politik. Keempat, Kaum Milenial dan Gen Z memiliki nalar politik, tetapi bentuk peran sertanya berbeda-beda. Faktanya sebagian Kaum Milenial menjadi penggiat Pemilu dan berusaha merefleksikan pengalaman politiknya dan melakukan moderasi partisipasi pengawasan, termasuk mengambil peran mengurangi resiko dan potensi kecurangan dan kelima, kemampuan literasi politik dimiliki setiap warga khususnya Kaum Milenial dan Gen Z dapat membangun kultur dan diskursus politik yang sehat agar terciptanya sistem politik yang bermartabat.
{"title":"Media Sosial dan Politik Partisipatif : Suatu Kajian Ruang Publik, Demokrasi Bagi Kaum Milenial dan Gen Z","authors":"Nuryadi Kadir","doi":"10.29303/resiprokal.v4i2.225","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/resiprokal.v4i2.225","url":null,"abstract":"Tulisan ini mengkaji dinamika politik Kaum Milenial dan Generasi Z (Gen Z). Struktur demografi menunjukkan bahwa mereka tergolong populasi cukup besar. Kehadiran Kaum Milenial dan Gen Z dibarengi dengan berkembangnya teknologi informasi, sehingga dijuluki sebagai Digital Native. Aktif di berbagai platform digital dan kanal media social merupakan cerminan kehidupannya. Pembelajaran sosial didapatkan melalui kanal tersebut, menghasilkan ekspresi dan kritik terhadap dinamika politik. Masih bersikap apatis dan skeptis terhadap dunia politik. Persepsinya merupakan bagian dari opini publik yang transmisi ke media sosial (sebagai perwujudan ruang public). Maka dari itu yang menjadi rumusan dalam tulisan ini, pertama bagaimana bentuk partisipasi politik di era meningkatnya jumlah suara Kaum Milenial dan Gen Z? Kedua, bagaimana media sosial sebagai ruang publik yang me-engagment prilaku dan preferensi politiknya. Adapun tujuannya adalah mendeskripsikan fenomena yang terjadi media sosial dan partisipasi politik kaum Milenial dan Gen Z. Adapun hasil pembahasannya pertama, menelisik perkembangan demokrasi melalui Indeks Demokrasi Indonesia yang mengalami penurunan dari tahun 2019 yang berdampak pada persoalan menurunnya kualitas demokrasi pada aspek hak politik dan kebebasan sipil. Kedua, problem media social dan demokratisasi ditandai melubernya informasi yang berpretensi tumbuhnya praktek hoaks yang menyasar kepada pengguna Milenial dan Gen Z dan berpotensi terpapar akibat disinformasi dan hoaks. Satu sisi, tidak adanya jaminan perlindungan dan penciptaan rasa aman dari pemerintah terhadap penggunaan media sosial. Ketiga Politik partisipatif yang egaliter menjadi harapan Kaum Milenial dan Gen Z, dapat menentukan atau punya sikap terhadap politik dan menolak menjadi bagian dari skenario kekuasaan politik atau dijadikan sebagai komoditas politik. Keempat, Kaum Milenial dan Gen Z memiliki nalar politik, tetapi bentuk peran sertanya berbeda-beda. Faktanya sebagian Kaum Milenial menjadi penggiat Pemilu dan berusaha merefleksikan pengalaman politiknya dan melakukan moderasi partisipasi pengawasan, termasuk mengambil peran mengurangi resiko dan potensi kecurangan dan kelima, kemampuan literasi politik dimiliki setiap warga khususnya Kaum Milenial dan Gen Z dapat membangun kultur dan diskursus politik yang sehat agar terciptanya sistem politik yang bermartabat.","PeriodicalId":306534,"journal":{"name":"RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual","volume":"143 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121319979","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-27DOI: 10.29303/resiprokal.v4i2.224
M. A. Rosyadi
Di tengah kondisi ekonomi nelayan yang mayoritas prasejahtera, dan invasi teknologi informasi serta keragaman peluang kerja, para pemuda Desa Bajo Pulau tetap bertahan dan memilih menjadi nelayan. Penelitian ini bertujuan menemukan penyebab internal nelayan tetap bertahan sebagai nelayan dan strategi literasi pada nelayan muda Bajo Pulau di era digital saat ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Lokasi penelitian berada di Desa Bajo Pulau Kecamatan Sape Kabupaten Bima, dengan subjek penelitian adalah nelayan muda. Informan dipilih melalui teknik purposive sampling. Data primer dihimpun melalui wawancara mendalam. Fokus penelitian ini adalah motif dan pengalaman literasi diri nelayan muda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua tipe nelayan berdasar motif survive-nya, yakni: nelayan konvensional dan kondisional. Terdapat tiga bentuk strategi literasi nelayan muda, yakni (1) identifikasi, (2) mandiri, dan (3) gabungan.
{"title":"Survivalitas Nelayan Pulau Kecil di Era Digital: Motif Survive dan Strategi Literasi Nelayan Muda Desa Bajo Pulau, Bima","authors":"M. A. Rosyadi","doi":"10.29303/resiprokal.v4i2.224","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/resiprokal.v4i2.224","url":null,"abstract":"Di tengah kondisi ekonomi nelayan yang mayoritas prasejahtera, dan invasi teknologi informasi serta keragaman peluang kerja, para pemuda Desa Bajo Pulau tetap bertahan dan memilih menjadi nelayan. Penelitian ini bertujuan menemukan penyebab internal nelayan tetap bertahan sebagai nelayan dan strategi literasi pada nelayan muda Bajo Pulau di era digital saat ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Lokasi penelitian berada di Desa Bajo Pulau Kecamatan Sape Kabupaten Bima, dengan subjek penelitian adalah nelayan muda. Informan dipilih melalui teknik purposive sampling. Data primer dihimpun melalui wawancara mendalam. Fokus penelitian ini adalah motif dan pengalaman literasi diri nelayan muda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua tipe nelayan berdasar motif survive-nya, yakni: nelayan konvensional dan kondisional. Terdapat tiga bentuk strategi literasi nelayan muda, yakni (1) identifikasi, (2) mandiri, dan (3) gabungan.","PeriodicalId":306534,"journal":{"name":"RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual","volume":"42 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115767945","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-27DOI: 10.29303/resiprokal.v4i2.209
Yelly Elanda, Ruslan Wahyudi, Azizah Alie
Konsep smart city di Indonesia diperkenalkan sejak tahun, 2005. Istilah ini kemudian semakin sering dibahas sejak Surabaya, Jakarta dan Bandung mendapatkan penghargaan terkait konsep smart city. Sejak pandemi Covid-19, penggunaan teknologi menjadi semakin masif dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada masyarakat perkotaan. Hal ini tentu dapat mendorong implementasi smart city di berbagai kota di Indonesia. Smart city merupakan konsep yang diharapkan dapat menjadi solusi atas berbagai masalah perkotaan. Konsep ini dinilai dapat meningkatkan kualitas hidup manusia, dan terciptanya sebuah kota yang inklusi. Namun ada hal yang acapkali terlupakan dalam mewujudkan kota yang inklusi, yakni hadirnya isu gender terkait implementasi smart city. Oleh karena itu, pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini ialah; apa definisi smart city dan bagaimana implementasinya di Indonesia? apakah implementasi smart city sudah responsif terhadap isu gender? dan apa yang harus dilakukan agar implementasi smart city menjadi inklusi gender? Penelitian ini menggunakan metode systematic literature review berdasarkan Prefered Reporting for Systematic Reviews and Meta Analysis (PRISMA). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi smart city terus didorong dan diterapkan di berbagai kabupaten dan/atau kota di Indonesia sesuai dengan kebijakan pemerintah mengenai program menuju 100 smart city. Konsep smart city di Indonesia pada umumnya memiliki tujuh indikator, tapi setiap kota atau kabupaten menerapkan konsep smart city yang berbeda berdasarkan pada potensi, kekhasan, tantangan dari masing-masing daerah. Implementasi smart city di Indonesia masih belum mengakomodir perspektif gender untuk menciptakan kota yang inklusi. Dalam mewujudkan kota yang inklusi gender di Indonesia, maka perlu mengadopsi pengarusutamaan gender pada setiap kebijakan yang terkait dengan implementasi smart city.
{"title":"Implementasi Smart City di Indonesia Dalam Perspektif Gender","authors":"Yelly Elanda, Ruslan Wahyudi, Azizah Alie","doi":"10.29303/resiprokal.v4i2.209","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/resiprokal.v4i2.209","url":null,"abstract":"Konsep smart city di Indonesia diperkenalkan sejak tahun, 2005. Istilah ini kemudian semakin sering dibahas sejak Surabaya, Jakarta dan Bandung mendapatkan penghargaan terkait konsep smart city. Sejak pandemi Covid-19, penggunaan teknologi menjadi semakin masif dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada masyarakat perkotaan. Hal ini tentu dapat mendorong implementasi smart city di berbagai kota di Indonesia. Smart city merupakan konsep yang diharapkan dapat menjadi solusi atas berbagai masalah perkotaan. Konsep ini dinilai dapat meningkatkan kualitas hidup manusia, dan terciptanya sebuah kota yang inklusi. Namun ada hal yang acapkali terlupakan dalam mewujudkan kota yang inklusi, yakni hadirnya isu gender terkait implementasi smart city. Oleh karena itu, pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini ialah; apa definisi smart city dan bagaimana implementasinya di Indonesia? apakah implementasi smart city sudah responsif terhadap isu gender? dan apa yang harus dilakukan agar implementasi smart city menjadi inklusi gender? Penelitian ini menggunakan metode systematic literature review berdasarkan Prefered Reporting for Systematic Reviews and Meta Analysis (PRISMA). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi smart city terus didorong dan diterapkan di berbagai kabupaten dan/atau kota di Indonesia sesuai dengan kebijakan pemerintah mengenai program menuju 100 smart city. Konsep smart city di Indonesia pada umumnya memiliki tujuh indikator, tapi setiap kota atau kabupaten menerapkan konsep smart city yang berbeda berdasarkan pada potensi, kekhasan, tantangan dari masing-masing daerah. Implementasi smart city di Indonesia masih belum mengakomodir perspektif gender untuk menciptakan kota yang inklusi. Dalam mewujudkan kota yang inklusi gender di Indonesia, maka perlu mengadopsi pengarusutamaan gender pada setiap kebijakan yang terkait dengan implementasi smart city. ","PeriodicalId":306534,"journal":{"name":"RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133962130","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-10DOI: 10.29303/resiprokal.v4i1.135
Khairur Rizki, Kurnia Zulhandayani Rizki, YA. Wahyuddin
The phenomenon of street children exists in all cities in Indonesia, as well as in the city of Mataram. In this study, authors examine the fulfillment and protection of the human rights of street children in the city of Mataram. The point of view used in this research is using the concept of the International Regime to see the fulfillment and protection of children's rights through the United Nations Convention on the Rights of the Child (UNCRC). The research method uses a qualitative approach and the source of the data obtained is secondary data from literature study by collecting reading sources that are related to the issue. The result of this research is the phenomenon of street children occurs due to economic, educational, social and cultural factors. In addition, the lack of knowledge of laws and regulations also affects the exploitation of children. Other findings also indicate that there are forms of exploitation by certain elements of street children in Mataram. The impact of child exploitation can be in the form of psychological pressure and physical violence that children receive.
{"title":"Pandangan UNCRC Pada Fenomena Anak Jalanan di Kota Mataram","authors":"Khairur Rizki, Kurnia Zulhandayani Rizki, YA. Wahyuddin","doi":"10.29303/resiprokal.v4i1.135","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/resiprokal.v4i1.135","url":null,"abstract":"The phenomenon of street children exists in all cities in Indonesia, as well as in the city of Mataram. In this study, authors examine the fulfillment and protection of the human rights of street children in the city of Mataram. The point of view used in this research is using the concept of the International Regime to see the fulfillment and protection of children's rights through the United Nations Convention on the Rights of the Child (UNCRC). The research method uses a qualitative approach and the source of the data obtained is secondary data from literature study by collecting reading sources that are related to the issue. The result of this research is the phenomenon of street children occurs due to economic, educational, social and cultural factors. In addition, the lack of knowledge of laws and regulations also affects the exploitation of children. Other findings also indicate that there are forms of exploitation by certain elements of street children in Mataram. The impact of child exploitation can be in the form of psychological pressure and physical violence that children receive.","PeriodicalId":306534,"journal":{"name":"RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual","volume":"62 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126949707","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-10DOI: 10.29303/resiprokal.v4i1.118
Khabib Asnawi, Evi Elisanti, A. Santoso, Aas Rohmat
The Covid-19 pandemic has changed many sectors of human life, including the impact on the social, cultural, economic and health sectors, an example of the cultural sector is the prohibition of the sadranan tradition. The purpose of this article is to provide an overview to the public how a noble sanctity of culture can become extinct due to the influence of the COVID-19 pandemic. This research method is a literature review approach, with secondary data collection sourced from information, research results and also observations. The results of this study indicate that to anticipate that the sadranan tradition does not become extinct are: Building people's awareness that the sadranan tradition is an ancestral heritage that needs to be preserved. Making the sadranan tradition as a community identity and studying the history of sadranan.
{"title":"Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Budaya Sadranan Di Dukuh Prigi Desa Tanduk","authors":"Khabib Asnawi, Evi Elisanti, A. Santoso, Aas Rohmat","doi":"10.29303/resiprokal.v4i1.118","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/resiprokal.v4i1.118","url":null,"abstract":"The Covid-19 pandemic has changed many sectors of human life, including the impact on the social, cultural, economic and health sectors, an example of the cultural sector is the prohibition of the sadranan tradition. The purpose of this article is to provide an overview to the public how a noble sanctity of culture can become extinct due to the influence of the COVID-19 pandemic. This research method is a literature review approach, with secondary data collection sourced from information, research results and also observations. The results of this study indicate that to anticipate that the sadranan tradition does not become extinct are: Building people's awareness that the sadranan tradition is an ancestral heritage that needs to be preserved. Making the sadranan tradition as a community identity and studying the history of sadranan.","PeriodicalId":306534,"journal":{"name":"RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115299893","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-07-10DOI: 10.29303/resiprokal.v4i1.130
Pristiana Safitri, S. Syarifuddin, Khalifatul Syuhada
Village of Karang Pule has the highest number of people who do not have latrines in City of Mataram. Whereas family latrine facilities are one of the success references in Clean and Healthy Life Behavior (PHBS) in household settings. The purpose of this study was to determine the behavior of clean and healthy living in people who do not have family latrines in Karang Pule, Mataram viewed from the knowledge, attitudes, and actions of the community as well as the factors that influence this behavior. This research was used a qualitative method with a verstehen approach. The results showed that of the ten household PHBS indicators, all informants indicated good knowledge, attitudes, and actions simultaneously on only five PHBS indicators. Environmental aspects are the factors that most influence the implementation of PHBS in the community at home. The conclusions of this study all informants already have the awareness to practice five of the ten PHBS indicators, namely carrying out deliveries by health workers, exclusive breastfeeding, children under five years being weighed every month, doing physical activity every day, and not smoking at home while five indicators. Meanwhile, the other five indicators, namely, using clean water, washing hands with clean water and soap, using latrines, eradicating mosquito larvae, and eating vegetables and fruit every day are still not implemented in households. The factors that influence the implementation of PHBS in the community include social, economic, cultural, and environmental aspects
{"title":"Realitas Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pada Masyarakat Yang Tidak Memiliki Jamban Keluarga di Karang Pule, Mataram","authors":"Pristiana Safitri, S. Syarifuddin, Khalifatul Syuhada","doi":"10.29303/resiprokal.v4i1.130","DOIUrl":"https://doi.org/10.29303/resiprokal.v4i1.130","url":null,"abstract":"Village of Karang Pule has the highest number of people who do not have latrines in City of Mataram. Whereas family latrine facilities are one of the success references in Clean and Healthy Life Behavior (PHBS) in household settings. The purpose of this study was to determine the behavior of clean and healthy living in people who do not have family latrines in Karang Pule, Mataram viewed from the knowledge, attitudes, and actions of the community as well as the factors that influence this behavior. This research was used a qualitative method with a verstehen approach. The results showed that of the ten household PHBS indicators, all informants indicated good knowledge, attitudes, and actions simultaneously on only five PHBS indicators. Environmental aspects are the factors that most influence the implementation of PHBS in the community at home. The conclusions of this study all informants already have the awareness to practice five of the ten PHBS indicators, namely carrying out deliveries by health workers, exclusive breastfeeding, children under five years being weighed every month, doing physical activity every day, and not smoking at home while five indicators. Meanwhile, the other five indicators, namely, using clean water, washing hands with clean water and soap, using latrines, eradicating mosquito larvae, and eating vegetables and fruit every day are still not implemented in households. The factors that influence the implementation of PHBS in the community include social, economic, cultural, and environmental aspects","PeriodicalId":306534,"journal":{"name":"RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual","volume":"193 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116495962","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}