Pub Date : 2019-04-01DOI: 10.17969/JTIPI.V11I1.12970
A. Widyasanti, Asep Slamet Septianur, S. Rosalinda
Sabun cair adalah sabun berbentuk cairan, memiliki keunggulan seperti mudah dibawa berpergian dan lebih higienis. Sabun dibuat dengan mereaksikan minyak/lemak bersama alkali. Pada penelitian ini sabun dibuat dari bahan utama yaitu minyak jarak yang sebelumnya ditambahkan teh putih menggunakan metode heat infusions, KOH dan beberapa bahan pendukung lainnya. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan analisis deskriptif dan analisis korelasi-regresi yang bertujuan untuk mengetahui mutu sabun cair yang dihasilkan. Perlakuan pada penelitian ini yaitu perbandingan antara minyak jarak dengan teh putih pada pembuatan infused oil, perlakuan A = 400:0 (b/b), B = 400:12,5 (b/b), C = 400:16,6 (b/b), D = 400:25 (b/b), dan E = 400:50 (b/b). Pengujian sampel sabun dilakukan terhadap bobot jenis, pH, Angka Lempeng Total sesuai dengan SNI sabun cair 06-4085-1996, uji organoleptik dan aktivitas antibakteri. Menurut analisis, sabun cair yang dihasilkan dari semua perlakuan sudah sesuai dengan syarat mutu SNI sabun cair 06-4085-1996. Menurut analisis uji organoleptik, dari total 30 panelis sebanyak 37% panelis menempatkan sabun perlakuan E pada peringkat 1. Sabun terbaik menurut aktivitas antibakteri adalah sabun perlakuan E dengan diamater daya hambat sebesar 16,92 mm yang memiliki nilai bobot jenis sebesar 1,0245; nilai Angka Lempeng Total sebesar 0,525 × 105 dan nilai pH sebesar 9,63.
{"title":"Pembuatan Sabun Cair dengan Menggunakan Bahan Baku Minyak Jarak (Castor Oil) dengan Variasi Konsentrasi Infused Oil Teh Putih (Camellia sinensis)","authors":"A. Widyasanti, Asep Slamet Septianur, S. Rosalinda","doi":"10.17969/JTIPI.V11I1.12970","DOIUrl":"https://doi.org/10.17969/JTIPI.V11I1.12970","url":null,"abstract":"Sabun cair adalah sabun berbentuk cairan, memiliki keunggulan seperti mudah dibawa berpergian dan lebih higienis. Sabun dibuat dengan mereaksikan minyak/lemak bersama alkali. Pada penelitian ini sabun dibuat dari bahan utama yaitu minyak jarak yang sebelumnya ditambahkan teh putih menggunakan metode heat infusions, KOH dan beberapa bahan pendukung lainnya. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan analisis deskriptif dan analisis korelasi-regresi yang bertujuan untuk mengetahui mutu sabun cair yang dihasilkan. Perlakuan pada penelitian ini yaitu perbandingan antara minyak jarak dengan teh putih pada pembuatan infused oil, perlakuan A = 400:0 (b/b), B = 400:12,5 (b/b), C = 400:16,6 (b/b), D = 400:25 (b/b), dan E = 400:50 (b/b). Pengujian sampel sabun dilakukan terhadap bobot jenis, pH, Angka Lempeng Total sesuai dengan SNI sabun cair 06-4085-1996, uji organoleptik dan aktivitas antibakteri. Menurut analisis, sabun cair yang dihasilkan dari semua perlakuan sudah sesuai dengan syarat mutu SNI sabun cair 06-4085-1996. Menurut analisis uji organoleptik, dari total 30 panelis sebanyak 37% panelis menempatkan sabun perlakuan E pada peringkat 1. Sabun terbaik menurut aktivitas antibakteri adalah sabun perlakuan E dengan diamater daya hambat sebesar 16,92 mm yang memiliki nilai bobot jenis sebesar 1,0245; nilai Angka Lempeng Total sebesar 0,525 × 105 dan nilai pH sebesar 9,63.","PeriodicalId":31317,"journal":{"name":"Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47792322","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-01DOI: 10.17969/JTIPI.V10I2.11937
Yanti Meldasari Lubis, M. Sulaiman, Masrura Hayati
Indonesia termasuk negara pengkonsumsi mi terbesar di dunia. Selma ini, mi diproduksi dari tepung gandum. Namun untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor gandum, perlu dicari alternatif lain sebagai bahan baku mi. Penggunaan tepung jagung dalam pembuatan mi dapat dijadikan sebagai alternatif serta kandungan betakarotennya juga bermanfaat bagi bagi kesehatan. Tidak seperti gandum yang mengandung gluten sehingga adonan mudah dibentuk, pembuatan mi jagung pelu ditambahkan zat tambahan yang dapat menggantikan sifat gluten. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hidrokoloid yang dapat digunakan untuk memperbaiki karakteristik mi jagung. Mi yang dihasilkan selanjutnya dianalisis kadar air, kadar abu, cooking loss,uji putus, uji hedonik. Dari hasil analisis ini didapatkan sampel terbaik yang dilanjutkan analisis kadar serat kasar, kadar protein dan kadar betakaroten. Sampel terbaik yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah perlakuan xanthan gum 2% dengan hasil uji putus 2.50 cm, kadar air 40.19%, kadar abu 1.05%, cooking loss 2.21%, kadar protein sebesar 3.98%, kadar serat kasar 4.16% , kadar betakaroten 12.71 mg/L dan hasil dari uji hedonic mi jagung yaitu warna 3.36 (netral), aroma 3.24 (netral), rasa 3.00 (netral) dan tekstur 2.73 (netral).Abstract: Indonesia belongs to the country with the highest consumtion of noodle in the world. Noodle is made from imported wheat flour. However, there is a need to reduce the dependency of wheat flour by finding new sources to make noodle. Corn flour can be used as alternative besides its high content of betacarotene has health benefit for the human. Different from wheat flour which is contained gluten for dough formation, production of corn noodle need to be added with additive for replacing the function of gluten. This paper aimed to study hydrocolloids usedto improve corn noodle characteristics. The result noodle is then analyzed water content, ash content, cooking loss, breaking test, hedonic test. From the results of this analysis obtained the best sample by analysis of crude fiber content, protein content and beta-carotene content. The best samples obtained from this research are xanthan gum 2% treatment with 2.50 cm breaking test, moisture content 40.19%, 1.05% ash content, 2.21% cooking loss, 3.98% protein content, 4.16% crude fiber content, beta-carotene content 12.71 mg / L and hedonic test obtained colors , aromas, flavors and textures are all neutral.
{"title":"Karakteristik Mi Jagung dengan Penambahan Jenis Hidrokoloid (Guar Gum dan Xanthan Gum) pada Berbagai Konsentrasi","authors":"Yanti Meldasari Lubis, M. Sulaiman, Masrura Hayati","doi":"10.17969/JTIPI.V10I2.11937","DOIUrl":"https://doi.org/10.17969/JTIPI.V10I2.11937","url":null,"abstract":"Indonesia termasuk negara pengkonsumsi mi terbesar di dunia. Selma ini, mi diproduksi dari tepung gandum. Namun untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor gandum, perlu dicari alternatif lain sebagai bahan baku mi. Penggunaan tepung jagung dalam pembuatan mi dapat dijadikan sebagai alternatif serta kandungan betakarotennya juga bermanfaat bagi bagi kesehatan. Tidak seperti gandum yang mengandung gluten sehingga adonan mudah dibentuk, pembuatan mi jagung pelu ditambahkan zat tambahan yang dapat menggantikan sifat gluten. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hidrokoloid yang dapat digunakan untuk memperbaiki karakteristik mi jagung. Mi yang dihasilkan selanjutnya dianalisis kadar air, kadar abu, cooking loss,uji putus, uji hedonik. Dari hasil analisis ini didapatkan sampel terbaik yang dilanjutkan analisis kadar serat kasar, kadar protein dan kadar betakaroten. Sampel terbaik yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah perlakuan xanthan gum 2% dengan hasil uji putus 2.50 cm, kadar air 40.19%, kadar abu 1.05%, cooking loss 2.21%, kadar protein sebesar 3.98%, kadar serat kasar 4.16% , kadar betakaroten 12.71 mg/L dan hasil dari uji hedonic mi jagung yaitu warna 3.36 (netral), aroma 3.24 (netral), rasa 3.00 (netral) dan tekstur 2.73 (netral).Abstract: Indonesia belongs to the country with the highest consumtion of noodle in the world. Noodle is made from imported wheat flour. However, there is a need to reduce the dependency of wheat flour by finding new sources to make noodle. Corn flour can be used as alternative besides its high content of betacarotene has health benefit for the human. Different from wheat flour which is contained gluten for dough formation, production of corn noodle need to be added with additive for replacing the function of gluten. This paper aimed to study hydrocolloids usedto improve corn noodle characteristics. The result noodle is then analyzed water content, ash content, cooking loss, breaking test, hedonic test. From the results of this analysis obtained the best sample by analysis of crude fiber content, protein content and beta-carotene content. The best samples obtained from this research are xanthan gum 2% treatment with 2.50 cm breaking test, moisture content 40.19%, 1.05% ash content, 2.21% cooking loss, 3.98% protein content, 4.16% crude fiber content, beta-carotene content 12.71 mg / L and hedonic test obtained colors , aromas, flavors and textures are all neutral.","PeriodicalId":31317,"journal":{"name":"Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45258211","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-01DOI: 10.17969/jtipi.v10i2.11046
Paramita Setyaningrum
Isu mengenai beredarnya produk daging sapi yang dicampur daging babi celeng semakin marak akhir ini. Pemicu utama adalah ketidakmampuan pedagang membeli harga daging sapi yang mahal sehingga mendatangkan keuntungan yang sedikit. Isu ini tentunya cukup meresahkan bagi konsumen karena kandungan yang ada pada babi celeng membahayakan bagi kesehatan dan menurut aturan Islam produk daging babi celeng haram hukumnya. Penelitian ini membahas tentang pemodelan sistem penelusuran (traceability system) daging sapi potong menggunakan Unified Modeling Language dengan tujuan agar mampu mengidentifikasi kecurangan yang dilakukan oleh para pedagang daging sapi. Keluaran dari penelitian ini adalah dasar model sistem informasi yang akan digunakan untuk menerapkan sistem penelusuran daging sapi potong. Manfaat dari penelitian ini adalah mampu mengidentifikasi kecurangan yang dilakukan oleh penjual dan produsen mampu menyediakan produk yang sehat dan halal bagi konsumen.
{"title":"Pemodelan Sistem Penelusuran Daging Sapi Potong Menggunakan Metode Unified Modeling Language","authors":"Paramita Setyaningrum","doi":"10.17969/jtipi.v10i2.11046","DOIUrl":"https://doi.org/10.17969/jtipi.v10i2.11046","url":null,"abstract":"Isu mengenai beredarnya produk daging sapi yang dicampur daging babi celeng semakin marak akhir ini. Pemicu utama adalah ketidakmampuan pedagang membeli harga daging sapi yang mahal sehingga mendatangkan keuntungan yang sedikit. Isu ini tentunya cukup meresahkan bagi konsumen karena kandungan yang ada pada babi celeng membahayakan bagi kesehatan dan menurut aturan Islam produk daging babi celeng haram hukumnya. Penelitian ini membahas tentang pemodelan sistem penelusuran (traceability system) daging sapi potong menggunakan Unified Modeling Language dengan tujuan agar mampu mengidentifikasi kecurangan yang dilakukan oleh para pedagang daging sapi. Keluaran dari penelitian ini adalah dasar model sistem informasi yang akan digunakan untuk menerapkan sistem penelusuran daging sapi potong. Manfaat dari penelitian ini adalah mampu mengidentifikasi kecurangan yang dilakukan oleh penjual dan produsen mampu menyediakan produk yang sehat dan halal bagi konsumen.","PeriodicalId":31317,"journal":{"name":"Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42291757","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-01DOI: 10.17969/JTIPI.V10I2.9683
Irvan Adhin Cholilie
Potensi tanaman cincau hitam atau janggelan di Indonesia sangat prospektif. Tanaman ini banyak tumbuh di daerah Jawa Timur seperti Malang, Magetan, Ponorogo, dan Pacitan. Pada tahun 2010 hasil produksi cincau hitam kering (janggelan) sebesar 568 ton dengan produktivitas total sebesar 8,6 ton/tahun. Selain itu, tanaman ini juga dapat selalu tersedia sepanjang tahun karena bermitra dengan para petani. Aspek finansial merupakan bagian terpenting yang harus diperhatikan dalam studi kelayakan bisnis. Analisa terhadap aspek finansial dari suatu studi kelayakan proyek bertujuan untuk menentukan rencana investasi berdasarkan perhitungan biaya dan manfaat yang di harapkan. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal awal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus. Dari hasil perhitungan analisis finansial diperoleh bahwa pendirian pabrik bubuk cincau hitam dengan beberapa kriteria kelayakan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dengan menggunakan daun cincau hitam kering dapat menghasilkan nilai B/C ratio sebesar 2,01. Dengan umur proyek selama 20 tahun, dibutuhkan total modal investasi sebesar Rp 72.641.348.806,03 dan biaya produksi pada tahun pertama sebesar Rp 25.644.493.112,79. Dari hasil perhitungan didapatkan harga pokok produksi sebesar Rp 1.043,48/sachet kemudian produk dijual dengan harga senilai Rp 2.000,- termasuk PPN 10%. Besarnya modal investasi pendirian pabrik dapat ditutupi dalam masa pengembalian selama 3 tahun 5 bulan. Total pendapatan yang diperoleh perusahaan mencapai Rp 49.152.000.000,- dengan nilai Net Present Value (NPV) sebesar Rp 124.948.645.377,15; Internal Rate of Return (IRR) sebesar 44%; dan Profitability Index sebesar 3,54. BEP dicapai pada tingkat produksi bubuk cincau hitam sebesar 849.831 sachet atau senilai Rp 1.699.661.968,36. Berdasarkan keseluruhan kriteria-kriteria kelayakan tersebut, maka unit agroindustri bubuk cincau hitam ini dapat dikatakan layak untuk direalisasikan.
{"title":"Analisis Kelayakan Finansial Agroindustri Bubuk Cincau Hitam (Mesona palustris)","authors":"Irvan Adhin Cholilie","doi":"10.17969/JTIPI.V10I2.9683","DOIUrl":"https://doi.org/10.17969/JTIPI.V10I2.9683","url":null,"abstract":"Potensi tanaman cincau hitam atau janggelan di Indonesia sangat prospektif. Tanaman ini banyak tumbuh di daerah Jawa Timur seperti Malang, Magetan, Ponorogo, dan Pacitan. Pada tahun 2010 hasil produksi cincau hitam kering (janggelan) sebesar 568 ton dengan produktivitas total sebesar 8,6 ton/tahun. Selain itu, tanaman ini juga dapat selalu tersedia sepanjang tahun karena bermitra dengan para petani. Aspek finansial merupakan bagian terpenting yang harus diperhatikan dalam studi kelayakan bisnis. Analisa terhadap aspek finansial dari suatu studi kelayakan proyek bertujuan untuk menentukan rencana investasi berdasarkan perhitungan biaya dan manfaat yang di harapkan. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal awal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus. Dari hasil perhitungan analisis finansial diperoleh bahwa pendirian pabrik bubuk cincau hitam dengan beberapa kriteria kelayakan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dengan menggunakan daun cincau hitam kering dapat menghasilkan nilai B/C ratio sebesar 2,01. Dengan umur proyek selama 20 tahun, dibutuhkan total modal investasi sebesar Rp 72.641.348.806,03 dan biaya produksi pada tahun pertama sebesar Rp 25.644.493.112,79. Dari hasil perhitungan didapatkan harga pokok produksi sebesar Rp 1.043,48/sachet kemudian produk dijual dengan harga senilai Rp 2.000,- termasuk PPN 10%. Besarnya modal investasi pendirian pabrik dapat ditutupi dalam masa pengembalian selama 3 tahun 5 bulan. Total pendapatan yang diperoleh perusahaan mencapai Rp 49.152.000.000,- dengan nilai Net Present Value (NPV) sebesar Rp 124.948.645.377,15; Internal Rate of Return (IRR) sebesar 44%; dan Profitability Index sebesar 3,54. BEP dicapai pada tingkat produksi bubuk cincau hitam sebesar 849.831 sachet atau senilai Rp 1.699.661.968,36. Berdasarkan keseluruhan kriteria-kriteria kelayakan tersebut, maka unit agroindustri bubuk cincau hitam ini dapat dikatakan layak untuk direalisasikan.","PeriodicalId":31317,"journal":{"name":"Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43590712","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Limbah pulp merah kopi (Coffea sp.) mengandung kafein, senyawa fenolik dan antioksidan alami seperti antosianin, betakaroten, polifenol, dan vitamin C. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis jeruk, konsentrasi jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan lemon (Citrus limon) serta penambahan gula terhadap mutu minuman sari pulp kopi arabika (Coffea arabika L.). Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial digunakan dalam penelitian ini. Faktor 1 jenis jeruk yaitu (J) yaitu J1 = jeruk nipis dan J2 = lemon. Faktor 2, konsentrasi sari jeruk (S) yaitu S1 = 20%, S2 = 30% dan S3 = 40%, serta faktor 3, konsentrasi gula (K) yaitu K1 = 20% dan K2 = 30% dari berat sari pulp kopi. Proses pengolahan dan pemanasan sari pulp kopi dengan penambahan jeruk nipis atau lemon menjadi minuman sari pulp kopi menyebabkan penurunan kandungan vitamin C dan pH. Perlakuan terbaik dalam pembuatan minuman sari pulp kopi yaitu menggunakan jeruk nipis dengan konsentrasi 20% dan gula 30% yang menghasilkan minuman sari pulp kopi dengan nilai sensori hedonik yang lebih baik, dan aktivitas antioksidan (DPPH) 74,9 %, vitamin C 17,6 mg/100g, gula reduksi 19,4 mg/ml, pH 3,40.
{"title":"Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kopi Arabika (Coffea arabika L.) Menjadi Minuman Sari Pulp Kopi dengan Penambahan Sari Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) dan Lemon (Citrus limon)","authors":"Normalina Arpi, Rasdiansyah Rasdiansyah, Heru Prono Widayat, Ramadhana Fajri Foenna","doi":"10.17969/JTIPI.V10I2.12593","DOIUrl":"https://doi.org/10.17969/JTIPI.V10I2.12593","url":null,"abstract":"Limbah pulp merah kopi (Coffea sp.) mengandung kafein, senyawa fenolik dan antioksidan alami seperti antosianin, betakaroten, polifenol, dan vitamin C. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis jeruk, konsentrasi jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan lemon (Citrus limon) serta penambahan gula terhadap mutu minuman sari pulp kopi arabika (Coffea arabika L.). Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial digunakan dalam penelitian ini. Faktor 1 jenis jeruk yaitu (J) yaitu J1 = jeruk nipis dan J2 = lemon. Faktor 2, konsentrasi sari jeruk (S) yaitu S1 = 20%, S2 = 30% dan S3 = 40%, serta faktor 3, konsentrasi gula (K) yaitu K1 = 20% dan K2 = 30% dari berat sari pulp kopi. Proses pengolahan dan pemanasan sari pulp kopi dengan penambahan jeruk nipis atau lemon menjadi minuman sari pulp kopi menyebabkan penurunan kandungan vitamin C dan pH. Perlakuan terbaik dalam pembuatan minuman sari pulp kopi yaitu menggunakan jeruk nipis dengan konsentrasi 20% dan gula 30% yang menghasilkan minuman sari pulp kopi dengan nilai sensori hedonik yang lebih baik, dan aktivitas antioksidan (DPPH) 74,9 %, vitamin C 17,6 mg/100g, gula reduksi 19,4 mg/ml, pH 3,40.","PeriodicalId":31317,"journal":{"name":"Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43450891","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-01DOI: 10.17969/jtipi.v10i2.11100
S. Sunardi, Vonny Setiaries Johan, Y. Zalfiatri
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan perumusan terbaik betung rebung dan ikan toman dalam membuat bakso. Penelitian ini menggunakan acak lengkap desain terdiri dari lima perawatan dan setiap perlakuan diulang tiga kali. Perawatan yang dilakukan adalah RT1 (betung rebung dan ikan toman 10:90), RT2 (betung rebung dan ikan toman 20:80), RT3 (betung rebung dan ikan toman 30:70), RT4 (betung rebung dan toman ikan 40: 60), RT5 (betung rebung dan toman ikan 50: 50). Data dianalisis statistik menggunakan Anova, diikuti oleh darichristin baru beberapa berbagai tes (DNMRT) pada tingkat 5%. Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah RT1 (betung rebung dan ikan toman 10:90) dengan kelembaban konten 63.72%, ash content 1,53%, protein content 11.65%, lemak konten 3.66%, serat kasar content 0,98%.
{"title":"Pemanfaatan Rebung Betung dalam Pembuatan Bakso Ikan Toman","authors":"S. Sunardi, Vonny Setiaries Johan, Y. Zalfiatri","doi":"10.17969/jtipi.v10i2.11100","DOIUrl":"https://doi.org/10.17969/jtipi.v10i2.11100","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan perumusan terbaik betung rebung dan ikan toman dalam membuat bakso. Penelitian ini menggunakan acak lengkap desain terdiri dari lima perawatan dan setiap perlakuan diulang tiga kali. Perawatan yang dilakukan adalah RT1 (betung rebung dan ikan toman 10:90), RT2 (betung rebung dan ikan toman 20:80), RT3 (betung rebung dan ikan toman 30:70), RT4 (betung rebung dan toman ikan 40: 60), RT5 (betung rebung dan toman ikan 50: 50). Data dianalisis statistik menggunakan Anova, diikuti oleh darichristin baru beberapa berbagai tes (DNMRT) pada tingkat 5%. Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah RT1 (betung rebung dan ikan toman 10:90) dengan kelembaban konten 63.72%, ash content 1,53%, protein content 11.65%, lemak konten 3.66%, serat kasar content 0,98%.","PeriodicalId":31317,"journal":{"name":"Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44122531","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-01DOI: 10.17969/JTIPI.V10I2.6123
Murna Muzaifa, Ryan Moulana, Yuliani Aisyah, Z. Zainuddin, Faidha Rahmi
Jruek drien is one of traditional fermented food of Aceh. This product made from flash of durio that fermented without starter addition. Explorative research has been conducted to examine the change of chemical and microbiological characteristics of jruek drien during fermentation. This study used completely randomized design with single factor (length of fermentation: 1,3,5 and 7 days). The parameters analyzed were water content, pH, total acid, total sugars, total lactic acid bacteria and yeast. The results showed that water content and acid total were increased while pH and sugar content were decreased. The highest total of lactic acid bacteria was found on day 3. Yeast detected only on early fermentation and no detected on 7th day.
{"title":"Perubahan Karakteristik Kimia dan Mikrobiologis Jruek Drien (Durian Fermentasi Khas Aceh) selama Fermentasi","authors":"Murna Muzaifa, Ryan Moulana, Yuliani Aisyah, Z. Zainuddin, Faidha Rahmi","doi":"10.17969/JTIPI.V10I2.6123","DOIUrl":"https://doi.org/10.17969/JTIPI.V10I2.6123","url":null,"abstract":"Jruek drien is one of traditional fermented food of Aceh. This product made from flash of durio that fermented without starter addition. Explorative research has been conducted to examine the change of chemical and microbiological characteristics of jruek drien during fermentation. This study used completely randomized design with single factor (length of fermentation: 1,3,5 and 7 days). The parameters analyzed were water content, pH, total acid, total sugars, total lactic acid bacteria and yeast. The results showed that water content and acid total were increased while pH and sugar content were decreased. The highest total of lactic acid bacteria was found on day 3. Yeast detected only on early fermentation and no detected on 7th day.","PeriodicalId":31317,"journal":{"name":"Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48254800","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-10-01DOI: 10.17969/JTIPI.V10I2.10577
A. Yulanda, Lisna Wahyuni, Rahmi Safitri, A. Bakar, M. D. Supardan
ABSTRAK. Transesterifikasi merupakan salah satu proses dalam pembuatan biodiesel. Metode transesterifikasi secara konvesional tanpa penambahan adsorben memiliki kekurangan pada rendemen dan mutu biodiesel sehingga dikembangkan metode transesterifikasi menggunakan adsorben secara simultan. Penelitian ini bertujuan untuk pemanfaatan bentonit sebagai penyerap air untuk meningkatkan rendemen biodiesel pada proses transesterifikasi minyak jelantah. Pertama dilakukan pengecilan ukuran bentonit menjadi 100 hingga 120 mesh dan dilanjutkan dengan aktivasi bentonit menggunakan asam sulfat 98% pada suhu 80oC. Hasil analisis Scanning Electron Microscope menunjukkan bentonit aktivasi memiliki permukaan yang lebih halus dan bersih dibandingkan dengan bentonit tanpa aktivasi. Selanjutnya, bentonit digunakan pada proses transesterifikasi minyak jelantah dengan variasi massa adsorben (1, 2, 3 dan 4 %-berat minyak) dan kadar air minyak jelantah (2, 3, 5 dan 6 %-berat minyak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bentonit teraktivasi menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan bentonit tanpa aktivasi dan proses tanpa menggunakan bentonit. Hasil penelitian terbaik diperoleh pada massa adsorben 3% dan kadar air 2% yaitu rendemen biodiesel sebesar 81%, massa jenis 865 kg/m3, viskositas 2,90 mm2/s, angka asam 0,1675 mg KOH/gram dan kadar air 0,70%.ABSTRACT.Transesterification is one of process in production of biodiesel. Conventional transterification method without adding adsorbent has deficiency in the yield and quality of biodiesel, therefore transesterification using adsorbent simultaneously is developed. The purpose of this research is to utilize bentonit as the adsorbent of water to increase yield of biodiesel in the waste cooking oil transesterication process. The first step to do in this research was bentonite crushing to the size of 100 to 120 mesh and then bentonite activation using sulfuric acid 98% at 80 oC. The result of SEM analysis showed that activated bentonite surface was smoother and more clean than bentonite without activation. Bentonite is used to transesterification process by varying mass of adsorben (1, 2, 3 and 4 %-wt. of waste cooking oil) and water content (2, 3, 5 and 6 %-wt. of waste cooking oil). The result of this research showed that activated bentonite has better yield than without adsorbent and activation. The best result from this research is at adsorbent mass 3% and water content 2% with biodiesel yield 81%. The biodiesel produced have density of 865 kg/m3, viscosity of 2.90 mm2/s, acid number of 0.1675 mg KOH/gram and water content of 0.7%.
{"title":"Pemanfaatan Bentonit sebagai Penyerap Air pada Proses Transesterifikasi Minyak Jelantah Menjadi Biodiesel","authors":"A. Yulanda, Lisna Wahyuni, Rahmi Safitri, A. Bakar, M. D. Supardan","doi":"10.17969/JTIPI.V10I2.10577","DOIUrl":"https://doi.org/10.17969/JTIPI.V10I2.10577","url":null,"abstract":"ABSTRAK. Transesterifikasi merupakan salah satu proses dalam pembuatan biodiesel. Metode transesterifikasi secara konvesional tanpa penambahan adsorben memiliki kekurangan pada rendemen dan mutu biodiesel sehingga dikembangkan metode transesterifikasi menggunakan adsorben secara simultan. Penelitian ini bertujuan untuk pemanfaatan bentonit sebagai penyerap air untuk meningkatkan rendemen biodiesel pada proses transesterifikasi minyak jelantah. Pertama dilakukan pengecilan ukuran bentonit menjadi 100 hingga 120 mesh dan dilanjutkan dengan aktivasi bentonit menggunakan asam sulfat 98% pada suhu 80oC. Hasil analisis Scanning Electron Microscope menunjukkan bentonit aktivasi memiliki permukaan yang lebih halus dan bersih dibandingkan dengan bentonit tanpa aktivasi. Selanjutnya, bentonit digunakan pada proses transesterifikasi minyak jelantah dengan variasi massa adsorben (1, 2, 3 dan 4 %-berat minyak) dan kadar air minyak jelantah (2, 3, 5 dan 6 %-berat minyak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bentonit teraktivasi menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan bentonit tanpa aktivasi dan proses tanpa menggunakan bentonit. Hasil penelitian terbaik diperoleh pada massa adsorben 3% dan kadar air 2% yaitu rendemen biodiesel sebesar 81%, massa jenis 865 kg/m3, viskositas 2,90 mm2/s, angka asam 0,1675 mg KOH/gram dan kadar air 0,70%.ABSTRACT.Transesterification is one of process in production of biodiesel. Conventional transterification method without adding adsorbent has deficiency in the yield and quality of biodiesel, therefore transesterification using adsorbent simultaneously is developed. The purpose of this research is to utilize bentonit as the adsorbent of water to increase yield of biodiesel in the waste cooking oil transesterication process. The first step to do in this research was bentonite crushing to the size of 100 to 120 mesh and then bentonite activation using sulfuric acid 98% at 80 oC. The result of SEM analysis showed that activated bentonite surface was smoother and more clean than bentonite without activation. Bentonite is used to transesterification process by varying mass of adsorben (1, 2, 3 and 4 %-wt. of waste cooking oil) and water content (2, 3, 5 and 6 %-wt. of waste cooking oil). The result of this research showed that activated bentonite has better yield than without adsorbent and activation. The best result from this research is at adsorbent mass 3% and water content 2% with biodiesel yield 81%. The biodiesel produced have density of 865 kg/m3, viscosity of 2.90 mm2/s, acid number of 0.1675 mg KOH/gram and water content of 0.7%.","PeriodicalId":31317,"journal":{"name":"Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41509602","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2017-12-20DOI: 10.30596/AGRINTECH.V1I1.1668
H. Rusmarilin, M. Siregar, Irfan Syukri Tbn
Research on the study of producing rich beta carotene natural fibers beverage has been done by completely randomized design (CRD) with two replicates. The first factor was the ratio of water spinach stem and melinjo seed skin (S1 = 100:0, S2 = 75:25, S3 = 50:50, S4 = 25:75, S5 = 0:100). The second factor was the addition of carrots juice (W1= 30%, W2= 40%, and W3 = 50%). The parameters observed were fiber content, β-carotene content, water absorption index, oil absorption index, hedonic value of color, flavor and aroma. The statistical analysis was showed that the ratio of water spinach stem and melinjo seed skin provide highly significant effect (P ≤ 0.05) on fiber content, beta carotene content, water absorption index, oil absorption index, hedonic of flavor and aroma as well as had no significant effect (P 0.05) to hedonic of color. The addition of carrot juice provides highly significant effect (P ≤ 0.05) on fiber content, beta-carotene content, water absorption index, oil absorption index, hedonic of aroma, color and flavor.
{"title":"Studi Pembuatan Minuman Serat Alami yang Kaya β-Karoten","authors":"H. Rusmarilin, M. Siregar, Irfan Syukri Tbn","doi":"10.30596/AGRINTECH.V1I1.1668","DOIUrl":"https://doi.org/10.30596/AGRINTECH.V1I1.1668","url":null,"abstract":"Research on the study of producing rich beta carotene natural fibers beverage has been done by completely randomized design (CRD) with two replicates. The first factor was the ratio of water spinach stem and melinjo seed skin (S1 = 100:0, S2 = 75:25, S3 = 50:50, S4 = 25:75, S5 = 0:100). The second factor was the addition of carrots juice (W1= 30%, W2= 40%, and W3 = 50%). The parameters observed were fiber content, β-carotene content, water absorption index, oil absorption index, hedonic value of color, flavor and aroma. The statistical analysis was showed that the ratio of water spinach stem and melinjo seed skin provide highly significant effect (P ≤ 0.05) on fiber content, beta carotene content, water absorption index, oil absorption index, hedonic of flavor and aroma as well as had no significant effect (P 0.05) to hedonic of color. The addition of carrot juice provides highly significant effect (P ≤ 0.05) on fiber content, beta-carotene content, water absorption index, oil absorption index, hedonic of aroma, color and flavor.","PeriodicalId":31317,"journal":{"name":"Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46214115","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2017-10-01DOI: 10.17969/JTIPI.V9I1.5975
Murna Muzaifa, Yusya' Abubakar, Faitzal Haris
Fermentation process is the most crucial step in the formation of the flavor and aroma of the cocoa bean. Cocoa bean fermentation triggers an array of chemical changes within the bean.These chemical changes are vital to the development of the complex and much-loved flavour known as “chocolate”. Fermentation involves a number of specific microorganisms that play a role during fermentation. The aim of this research was to analized microorganism growth profil of Aceh cacao during fermentation. Fermentation was conducted on 6 days with different aerations (agitation every 24 and 48 hours). The result showed that growth profile of microorganism during fermentation relatively had similar trend. Yeast dominated on the early fermentation, lactid bacteria reached the higest population on day 3 and acetic acid bacteria on day 4. Better quality of fermented cacao was resulted on every 48 hours of agitation that reached 70,19% of full fermentation.
{"title":"Profil Pertumbuhan Mikroorganisme pada Fermentasi Biji Kakao Aceh","authors":"Murna Muzaifa, Yusya' Abubakar, Faitzal Haris","doi":"10.17969/JTIPI.V9I1.5975","DOIUrl":"https://doi.org/10.17969/JTIPI.V9I1.5975","url":null,"abstract":"Fermentation process is the most crucial step in the formation of the flavor and aroma of the cocoa bean. Cocoa bean fermentation triggers an array of chemical changes within the bean.These chemical changes are vital to the development of the complex and much-loved flavour known as “chocolate”. Fermentation involves a number of specific microorganisms that play a role during fermentation. The aim of this research was to analized microorganism growth profil of Aceh cacao during fermentation. Fermentation was conducted on 6 days with different aerations (agitation every 24 and 48 hours). The result showed that growth profile of microorganism during fermentation relatively had similar trend. Yeast dominated on the early fermentation, lactid bacteria reached the higest population on day 3 and acetic acid bacteria on day 4. Better quality of fermented cacao was resulted on every 48 hours of agitation that reached 70,19% of full fermentation.","PeriodicalId":31317,"journal":{"name":"Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-10-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45710470","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}