Pembelajaran secara daring menuntut guru berinovasi dalam melakukan pembelajaran, hal ini menjadi salah satu solusi agar pembelajaran tetap berjalan dan siswa mampu mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu guru menggunakan metode pembelajaran E-Learning yang memanfaatkan teknologi dan komunikasi. Di masa pademic Covid-19 ini dengan menggunakan pembelajaran jarak jauh dan memanfaatkan kemajuan teknologi seperti ini, disiplin ilmu sangat penting dan berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan, karena disiplin ilmu mengambarkan suatu perkembangan dalam peserta didik. Sebagaimana dikemukakan oleh Peter Senge (1992) bahwa untuk menjadi organisasi pembelajar, organiasi dapat mengaplikasikan lima disipin ilmu yang sering dikenal dengan The Fifth Discipline, yaitu penguasaan pribadi, membagi visi, model mental, berfikir sitem, dan pembelajaran kelompok. Kelima dimensi dari Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
{"title":"Penerapan The Fifth Discipline pada Pendidikan di Indonesia Saat Pandemi Covid-19","authors":"Lestari Moerdijat","doi":"10.32533/04201","DOIUrl":"https://doi.org/10.32533/04201","url":null,"abstract":"Pembelajaran secara daring menuntut guru berinovasi dalam melakukan pembelajaran, hal ini menjadi salah satu solusi agar pembelajaran tetap berjalan dan siswa mampu mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu guru menggunakan metode pembelajaran E-Learning yang memanfaatkan teknologi dan komunikasi. Di masa pademic Covid-19 ini dengan menggunakan pembelajaran jarak jauh dan memanfaatkan kemajuan teknologi seperti ini, disiplin ilmu sangat penting dan berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan, karena disiplin ilmu mengambarkan suatu perkembangan dalam peserta didik. Sebagaimana dikemukakan oleh Peter Senge (1992) bahwa untuk menjadi organisasi pembelajar, organiasi dapat mengaplikasikan lima disipin ilmu yang sering dikenal dengan The Fifth Discipline, yaitu penguasaan pribadi, membagi visi, model mental, berfikir sitem, dan pembelajaran kelompok. Kelima dimensi dari Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.","PeriodicalId":32919,"journal":{"name":"Sukma Jurnal Pendidikan","volume":"80 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86848794","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kebangkitan Nasional yang dimulai dengan berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, berlanjut pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah sebuah kesadaran dari kaum muda terdidik yang bangkit dengan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme, serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Kemerdekaan tersebut saat ini diisi oleh generasi muda melalui peran sertanya dalam pembangunan. Mencintai negara bangsa dan daerahnya dengam melakukan pembangunan melalui nilai-nilai budaya lokal sebagai wujud dari kesadaran bela negara. Pendidikan kewirausahaan menjadi salah satu upaya pemuda untuk dapat mengembangkan dirinya sesuai minat, bakat dan potensi untuk menjadi pemuda yang mandiri secara ekonomi. Kesadaran bela negara melalui kewirausahaan dengan mengutamakan nilai -nilai budaya lokal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan konsep Dynamic Governance (thinking ahead, thinking again dan thinking across) yang oleh Ki Hadjar Dewantara direpresentasikan dalam berkarya yang produktif melalui cara Niteni, Niroke dan Nambahi. Keberhasilan Pendidikan kewirausahaan sebagai bagian dari belanegara merupakan perwujudan dari sila ke lima Pancasila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
{"title":"Kebijakan Pendidikan Kewirausahaan dalam Menumbuhkan Kesadaran Bela Negara bagi Generasi Muda","authors":"Susetya Herawati","doi":"10.32533/%X","DOIUrl":"https://doi.org/10.32533/%X","url":null,"abstract":"Kebangkitan Nasional yang dimulai dengan berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, berlanjut pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah sebuah kesadaran dari kaum muda terdidik yang bangkit dengan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme, serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Kemerdekaan tersebut saat ini diisi oleh generasi muda melalui peran sertanya dalam pembangunan. Mencintai negara bangsa dan daerahnya dengam melakukan pembangunan melalui nilai-nilai budaya lokal sebagai wujud dari kesadaran bela negara. Pendidikan kewirausahaan menjadi salah satu upaya pemuda untuk dapat mengembangkan dirinya sesuai minat, bakat dan potensi untuk menjadi pemuda yang mandiri secara ekonomi. Kesadaran bela negara melalui kewirausahaan dengan mengutamakan nilai -nilai budaya lokal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan konsep Dynamic Governance (thinking ahead, thinking again dan thinking across) yang oleh Ki Hadjar Dewantara direpresentasikan dalam berkarya yang produktif melalui cara Niteni, Niroke dan Nambahi. Keberhasilan Pendidikan kewirausahaan sebagai bagian dari belanegara merupakan perwujudan dari sila ke lima Pancasila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.","PeriodicalId":32919,"journal":{"name":"Sukma Jurnal Pendidikan","volume":"28 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83592229","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Organisasi sebenarnya dapat dipandang sebagai makhluk hidup (organism) yang keberadaannya sangat ditentukan oleh kemauan dan kemampuannya untuk bertahan (survive) dalam menghadapi persaingan dengan para pesaingnya. Dalam konteks ini, sekolah sebagai sebuah entitas organisasi sejatinya senantiasa harus belajar, dalam rangka mempertahankan eksistensinya di tengah perubahan zaman yang begitu cepat. Sekolah perlu mendorong terbentuknya komunitas pembelajar (learning community) di dalamnya yang secara sukarela memiliki kemauan untuk terus belajar dan berkembang meningkatkan kapasitas yang muaranya adalah kolektifivitas tim dalam mewujudkan sebuah organisasi pembelajar (learning organization). Upaya dalam memanifestasikan organisasi pembelajar dapat ditempuh dengan menginternalisasikan 5 Pilar: Personal Mastery, Shared Vision, Mental Model, Team Learning, dan System Thinking. Thinking as a whole, berpikir dan memandang bahwa entitas sekolah adalah sebuah perangkat jejaring yang saling terkait dan terhubung antara satu elemen dan lainnya merupakan modal utama sebuah sekolah untuk membangun komunitas pembelajar di dalamnya.
{"title":"Learning Organization Membangun Komunitas Pembelajar Di Sekolah: Pengalaman Sekolah Sukma Bangsa","authors":"Marthunis Marthunis","doi":"10.32533/04203","DOIUrl":"https://doi.org/10.32533/04203","url":null,"abstract":"Organisasi sebenarnya dapat dipandang sebagai makhluk hidup (organism) yang keberadaannya sangat ditentukan oleh kemauan dan kemampuannya untuk bertahan (survive) dalam menghadapi persaingan dengan para pesaingnya. Dalam konteks ini, sekolah sebagai sebuah entitas organisasi sejatinya senantiasa harus belajar, dalam rangka mempertahankan eksistensinya di tengah perubahan zaman yang begitu cepat. Sekolah perlu mendorong terbentuknya komunitas pembelajar (learning community) di dalamnya yang secara sukarela memiliki kemauan untuk terus belajar dan berkembang meningkatkan kapasitas yang muaranya adalah kolektifivitas tim dalam mewujudkan sebuah organisasi pembelajar (learning organization). Upaya dalam memanifestasikan organisasi pembelajar dapat ditempuh dengan menginternalisasikan 5 Pilar: Personal Mastery, Shared Vision, Mental Model, Team Learning, dan System Thinking. Thinking as a whole, berpikir dan memandang bahwa entitas sekolah adalah sebuah perangkat jejaring yang saling terkait dan terhubung antara satu elemen dan lainnya merupakan modal utama sebuah sekolah untuk membangun komunitas pembelajar di dalamnya.","PeriodicalId":32919,"journal":{"name":"Sukma Jurnal Pendidikan","volume":"28 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80044241","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis untuk membenrtuk sebuah karakter generasi selanjutnya. Sastra tidak hanya bertujuan sebagai bacaan yang sekadar dinikmati namun juga berusaha menyampaikan nilai-nilai di dalamnya, juga salah satunya adalah nilai-nilai pendidikan karakter. Pada saat ini telah terjadi penurunan kualitas karakter yang terjadi pada peserta didik di berbagai jenjang pendidikan. Tujuan dari penelitian ini adalah menguraikan pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Sunset Bersama Rosie karya Tere Liye. Hasil penelitian menunjukkan bahwa novel tersebut memiliki dua belas nilai karakter yang dapat digunakan sebagai rujukan pembelajaran sastra.
{"title":"Pendidikan Karakter Dalam Novel Sunset Bersama Rosie Karya Tere Liye: Kajian Sosiologi Sastra","authors":"N. Husna","doi":"10.32533/04205","DOIUrl":"https://doi.org/10.32533/04205","url":null,"abstract":"Pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis untuk membenrtuk sebuah karakter generasi selanjutnya. Sastra tidak hanya bertujuan sebagai bacaan yang sekadar dinikmati namun juga berusaha menyampaikan nilai-nilai di dalamnya, juga salah satunya adalah nilai-nilai pendidikan karakter. Pada saat ini telah terjadi penurunan kualitas karakter yang terjadi pada peserta didik di berbagai jenjang pendidikan. Tujuan dari penelitian ini adalah menguraikan pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Sunset Bersama Rosie karya Tere Liye. Hasil penelitian menunjukkan bahwa novel tersebut memiliki dua belas nilai karakter yang dapat digunakan sebagai rujukan pembelajaran sastra.","PeriodicalId":32919,"journal":{"name":"Sukma Jurnal Pendidikan","volume":"14 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83485972","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kondisi krisis nilai-nilai kebajikan Bangsa Indonesia pasca-reformasi menunjukkan capaian karakter cerdas yang diproses melalui pendidikan belum menghasilkan individu-individu dengan karakter cerdas yang terintegrasi dengan nilai-nilai kebajikan. Hilangnya nilai-nilai kebajikan pada masyarakat Indonesia tercerminkan dengan banyaknya fenomena yang terjadi seperti korupsi, intoleransi, tindakan kriminal, kerusakan lingkungan, ketidakadilan hukum, dan pelanggaran HAM yang dimana sebagian fenomena-fenomena tersebut dilakukan oleh individu yang tergolong cerdas dan berpendidikan. Fenomena dan fakta tersebut menyebabkan banyak pihak yang menyimpulkan bahwa Bangsa Indonesia bukan kekurangan individu cerdas, melainkan kekurangan individu cerdas yang terintegrasi dengan nilai-nilai kebajikan, sehingga tidak hanya cerdas dalam konteks intelektual kognitif melainkan cerdas dan berkarakter. Karakter cerdas seorang individu dapat dilihat dari prilakunya, bentuknya berupa pribadi utuh yang cerdas secara intelektual, emosional, sosial dan spiritual serta selalu mengamalkan kecerdasannya kepada nilai-nilai kebajikan untuk kemaslahatan banyak orang dan Negaranya.
{"title":"Cerdas Berkarakter Sebagai Nilai Kebajikan Warganegara","authors":"I. Gunawan, Ayu Vinlandari Wahyudi","doi":"10.32533/04202","DOIUrl":"https://doi.org/10.32533/04202","url":null,"abstract":"Kondisi krisis nilai-nilai kebajikan Bangsa Indonesia pasca-reformasi menunjukkan capaian karakter cerdas yang diproses melalui pendidikan belum menghasilkan individu-individu dengan karakter cerdas yang terintegrasi dengan nilai-nilai kebajikan. Hilangnya nilai-nilai kebajikan pada masyarakat Indonesia tercerminkan dengan banyaknya fenomena yang terjadi seperti korupsi, intoleransi, tindakan kriminal, kerusakan lingkungan, ketidakadilan hukum, dan pelanggaran HAM yang dimana sebagian fenomena-fenomena tersebut dilakukan oleh individu yang tergolong cerdas dan berpendidikan. Fenomena dan fakta tersebut menyebabkan banyak pihak yang menyimpulkan bahwa Bangsa Indonesia bukan kekurangan individu cerdas, melainkan kekurangan individu cerdas yang terintegrasi dengan nilai-nilai kebajikan, sehingga tidak hanya cerdas dalam konteks intelektual kognitif melainkan cerdas dan berkarakter. Karakter cerdas seorang individu dapat dilihat dari prilakunya, bentuknya berupa pribadi utuh yang cerdas secara intelektual, emosional, sosial dan spiritual serta selalu mengamalkan kecerdasannya kepada nilai-nilai kebajikan untuk kemaslahatan banyak orang dan Negaranya.","PeriodicalId":32919,"journal":{"name":"Sukma Jurnal Pendidikan","volume":"75 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87271436","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Arus global memberi pengaruh kuat terhadap kebijakan, praktik, dan kelembagaan pendidikan. Pendidikan dihadapkan kepada tuntutan fleksibilitas dan adaptasiuntuk menyahuti tuntutan dan kesempatan dunia kerja. Kegiatan kelas (pembelajaran) hendaknya memberi peserta didik bekal yang diperlukan untuk hidup berdampingan dengan mereka yang berlatarbelakang sosio-kultural, politik, ideologi dan agama yang beragam. Daya Kreatif (creatrive power) yang mencakup berpikir kreatif, sikap kreatif (creative behavior) dan amaliah kreatif merupakan anugrah Tuhan kepada setiap individu yang diperlukan dalam menghadapi kehidupan. Pengaktualan daya kreatif sangat dipengaruhi banyak faktor seperti pendekatan dan model pendidikan yang diberikan. Pengembangan kreatifitas dalam kelas (pembelajaran) akan menghasilkan peserta didik kreatif dan peserta didik kreatif pada umumnya memiliki kemampuan lebih tinggi dan tangguh dibanding peserta didik biasa [tidak kreatif]. Kemampuan berfikir kreatif sebagai komponen kreatif akan menghasilkan pembelajaran efektif atau lebih jauh mengembangkan daya nalar tinggi yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan pembelajaran. Pengembangan potensi kreatif peserta didik akan menghasilkan superior learning. Hal tersebut akan terwujud mankala (a) guru-pendidik dibekali dengan kompetensi mengajar kreatif, (b) Pemimpin sekolah memberi peluang atau kebebasan dan restu kepada warga masyarakat sekolah (guru, peserta didik, staf) mengekspresikan kreatifitasnya, (c) lingkugan fisik dan sosial dan fasilitas sarana yang mendukung terhadap penumbuhan daya kreatif peserta didik.
{"title":"Dunia Pendidikan dan Pengembangan Daya Kreatif","authors":"Fuad Fachruddin","doi":"10.32533/03104.2019","DOIUrl":"https://doi.org/10.32533/03104.2019","url":null,"abstract":"Arus global memberi pengaruh kuat terhadap kebijakan, praktik, dan kelembagaan pendidikan. Pendidikan dihadapkan kepada tuntutan fleksibilitas dan adaptasiuntuk menyahuti tuntutan dan kesempatan dunia kerja. Kegiatan kelas (pembelajaran) hendaknya memberi peserta didik bekal yang diperlukan untuk hidup berdampingan dengan mereka yang berlatarbelakang sosio-kultural, politik, ideologi dan agama yang beragam. Daya Kreatif (creatrive power) yang mencakup berpikir kreatif, sikap kreatif (creative behavior) dan amaliah kreatif merupakan anugrah Tuhan kepada setiap individu yang diperlukan dalam menghadapi kehidupan. Pengaktualan daya kreatif sangat dipengaruhi banyak faktor seperti pendekatan dan model pendidikan yang diberikan. Pengembangan kreatifitas dalam kelas (pembelajaran) akan menghasilkan peserta didik kreatif dan peserta didik kreatif pada umumnya memiliki kemampuan lebih tinggi dan tangguh dibanding peserta didik biasa [tidak kreatif]. Kemampuan berfikir kreatif sebagai komponen kreatif akan menghasilkan pembelajaran efektif atau lebih jauh mengembangkan daya nalar tinggi yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan pembelajaran. Pengembangan potensi kreatif peserta didik akan menghasilkan superior learning. Hal tersebut akan terwujud mankala (a) guru-pendidik dibekali dengan kompetensi mengajar kreatif, (b) Pemimpin sekolah memberi peluang atau kebebasan dan restu kepada warga masyarakat sekolah (guru, peserta didik, staf) mengekspresikan kreatifitasnya, (c) lingkugan fisik dan sosial dan fasilitas sarana yang mendukung terhadap penumbuhan daya kreatif peserta didik.","PeriodicalId":32919,"journal":{"name":"Sukma Jurnal Pendidikan","volume":"46 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85550121","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pendidikan merupakan unsur yang paling penting bagi kemajuan peradaban bangsa. Era Industri dan globalisasi membawa dampak terhadap proses pendidikan terutama di Indonesia. Di satu sisi, globalisasi memberi dampak positif, namun di sisi lain, dominasi teknologi membawa dampak negatif, yakni menimbulkan dehumanisasi dalam bentuk mentalitas yang terlalu mengagungkan teknologi di atas segalanya. Realitasnya, pendidikan di era globalisasi saat ini mengalami krisis nilai. Pendidikan hanya menghasilkan output-output yang pintar secara kognitif, menguasai teori dan teknologi tetapi kering dari nilai-nilai kemanusiaan dan sosial (dehumanisasi). Sebagai solusinya, pendidikan sebagai investasi haruslah mampu “memanusiakan manusia”; mengintegrasikan human being dan technobeing atau keterpaduan sains dan agama, dan reparadigmatisasi pendidikan dengan value approach, social cultural approach, cognitif skill approach dan political policy approach tentu saja sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dalam rangka membentuk generasi profesional, bermoral, bertanggung jawab dan bermartabat.
{"title":"Potret Pendidikan di Era Globalisasi Teknosentrisme dan Proses Dehumanisasi","authors":"Eva Dewi","doi":"10.32533/03105.2019","DOIUrl":"https://doi.org/10.32533/03105.2019","url":null,"abstract":"Pendidikan merupakan unsur yang paling penting bagi kemajuan peradaban bangsa. Era Industri dan globalisasi membawa dampak terhadap proses pendidikan terutama di Indonesia. Di satu sisi, globalisasi memberi dampak positif, namun di sisi lain, dominasi teknologi membawa dampak negatif, yakni menimbulkan dehumanisasi dalam bentuk mentalitas yang terlalu mengagungkan teknologi di atas segalanya. Realitasnya, pendidikan di era globalisasi saat ini mengalami krisis nilai. Pendidikan hanya menghasilkan output-output yang pintar secara kognitif, menguasai teori dan teknologi tetapi kering dari nilai-nilai kemanusiaan dan sosial (dehumanisasi). Sebagai solusinya, pendidikan sebagai investasi haruslah mampu “memanusiakan manusia”; mengintegrasikan human being dan technobeing atau keterpaduan sains dan agama, dan reparadigmatisasi pendidikan dengan value approach, social cultural approach, cognitif skill approach dan political policy approach tentu saja sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dalam rangka membentuk generasi profesional, bermoral, bertanggung jawab dan bermartabat.","PeriodicalId":32919,"journal":{"name":"Sukma Jurnal Pendidikan","volume":"70 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85736266","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana jika wacana critical pedagogy di aktualisasikan dapat membentuk satu model pendidikan baru yang lebih inklusif sekaligus anti diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang sulit mendapat akses pendidikan karna keterbatasan biaya dan mereka yang memiliki kebutuhan khusus secara fisik. Penelitian ini merupakan penelitian literatur dengan mengumpulkan dan mengkaji sumber-sumber referensi buku dan tulisan-tulisan lain yang relevan terhadap penelitian ini. Dengan jalan menganalisis dan meyimpulkan antara teori dan temuan fakta di lapangan. Hasil penelitian ini meyimpulkan bahwa critical pedagogy adalah satu konsep kritis dalam pendidikan yang menginginkan semua unsur yang terlibat dalam institusi pendidikan dari mulai penyelenggara administrasi pendidikan, pendidik dan peserta didik dosen-mahasiswa, guru – murid harus memiliki pemahaman tentang critiqal pedagogy agar mampu membaca dan melihat fenomena-fenomen yang terjadi di dunia pendidikan kita pada hari ini, tidak hanya berdiam diri dan berpangku tangan terhadap masalah-masalah pendidikan saat ini, agar praktek-praktek eksklusi terhadap peserta didik bisa di tekan. Hasil dari rekomendasi pemahaman tersebut adalah kebijakan-kebijakan yang terukur terhadap mereka yang kekurangan biaya dan kelompok yang memiliki kebutuhan khsusus.
{"title":"Aktualisasi Wacana Critical Pedagogy Menuju Pendidikan Inklusif","authors":"Yadri Irwansyah","doi":"10.32533/03102.2019","DOIUrl":"https://doi.org/10.32533/03102.2019","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana jika wacana critical pedagogy di aktualisasikan dapat membentuk satu model pendidikan baru yang lebih inklusif sekaligus anti diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang sulit mendapat akses pendidikan karna keterbatasan biaya dan mereka yang memiliki kebutuhan khusus secara fisik. Penelitian ini merupakan penelitian literatur dengan mengumpulkan dan mengkaji sumber-sumber referensi buku dan tulisan-tulisan lain yang relevan terhadap penelitian ini. Dengan jalan menganalisis dan meyimpulkan antara teori dan temuan fakta di lapangan. Hasil penelitian ini meyimpulkan bahwa critical pedagogy adalah satu konsep kritis dalam pendidikan yang menginginkan semua unsur yang terlibat dalam institusi pendidikan dari mulai penyelenggara administrasi pendidikan, pendidik dan peserta didik dosen-mahasiswa, guru – murid harus memiliki pemahaman tentang critiqal pedagogy agar mampu membaca dan melihat fenomena-fenomen yang terjadi di dunia pendidikan kita pada hari ini, tidak hanya berdiam diri dan berpangku tangan terhadap masalah-masalah pendidikan saat ini, agar praktek-praktek eksklusi terhadap peserta didik bisa di tekan. Hasil dari rekomendasi pemahaman tersebut adalah kebijakan-kebijakan yang terukur terhadap mereka yang kekurangan biaya dan kelompok yang memiliki kebutuhan khsusus.","PeriodicalId":32919,"journal":{"name":"Sukma Jurnal Pendidikan","volume":"5 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85236093","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Motivasi dan penerapan metode belajar dalam pembelajaran dapat membantu banyak hal diantaranya berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Salah satu metode tersebut adalah metode kooperatif. Metode ini merupakan suatu metode yang menggunakan pendekatan komunikatif dalam bentuk kelompok-kelompok kecil, yang terdiri antara 4-5 orang dalam setiap kelompok. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menguji apakah ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar. Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa motivasi belajar dan pembelajaran kooperatif berperan positif terhadap prestasi belajar. Subjek penelitian adalah 38 siswa kelas IV di Sekolah Dasar Muhammadiyah Sokonandi Yogyakarta, yang terdiri dari 17 laki-laki dan 21 perempuan. Hasil penelitian berdasarkan analisis regresi 2 prediktor, nilai koefisien korelasi (R) dikonversi dalam nilai F sebesar 0.225 dengan p=0.799 (p>0.05), hasilnya menunjukkan bahwasannya tidak ada hubungan antara motivasi belajar dan pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar siswa. Sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi belajar tidak dapat diprediksi dari motivasi belajar dan metode pembelajaran kooperatif. Dengan kata lain, siswa yang mempunyai motivasi belajar dengan metode belajar kooperatif tidak dapat meningkatkan atau menurunkan prestasi belajar.
{"title":"Hubungan Antara Motivasi Belajar dan Cooperative Learning terhadap Prestasi Belajar di SD Muhammadiyah Sokonandi Yogyakarta","authors":"Wasito Wasito","doi":"10.32533/03103.2019","DOIUrl":"https://doi.org/10.32533/03103.2019","url":null,"abstract":"Motivasi dan penerapan metode belajar dalam pembelajaran dapat membantu banyak hal diantaranya berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Salah satu metode tersebut adalah metode kooperatif. Metode ini merupakan suatu metode yang menggunakan pendekatan komunikatif dalam bentuk kelompok-kelompok kecil, yang terdiri antara 4-5 orang dalam setiap kelompok. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menguji apakah ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar. Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa motivasi belajar dan pembelajaran kooperatif berperan positif terhadap prestasi belajar. Subjek penelitian adalah 38 siswa kelas IV di Sekolah Dasar Muhammadiyah Sokonandi Yogyakarta, yang terdiri dari 17 laki-laki dan 21 perempuan. Hasil penelitian berdasarkan analisis regresi 2 prediktor, nilai koefisien korelasi (R) dikonversi dalam nilai F sebesar 0.225 dengan p=0.799 (p>0.05), hasilnya menunjukkan bahwasannya tidak ada hubungan antara motivasi belajar dan pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar siswa. Sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi belajar tidak dapat diprediksi dari motivasi belajar dan metode pembelajaran kooperatif. Dengan kata lain, siswa yang mempunyai motivasi belajar dengan metode belajar kooperatif tidak dapat meningkatkan atau menurunkan prestasi belajar.","PeriodicalId":32919,"journal":{"name":"Sukma Jurnal Pendidikan","volume":"40 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"75108782","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}