Pub Date : 2019-08-05DOI: 10.29122/jstmb.v14i1.3561
D. Melati
Land use land cover change and forestry play an important role in the global environmental change. Anthropogenic activities in changing the land have caused earth surface change. This change has a role to increase the change of global greenhouse gases in the atmosphere which also causes the increase greenhouse gases emission. Land cover change and forestry are sectors which cause high carbon emission. Therefore, a study in land cover change and estimation of carbon emission becomes important. This study took place in Jambi Province where deforestation has been in a high pace. In 2009 and 2011, the dominant area is dryland agriculture mixed with bush followed by secondary forest, i.e. 25% and 18.6%, respectively (in 2009); and 37.1% and 18.9%, respectively (in 2011). For the secondary forest, the gain was caused by the conversion of dryland agriculture mixed with bush and shrub into secondary forest. The loss of secondary forest is the highest among other forest cover at around 87,765 Ha due to the conversion into bare land and dryland agriculture mixed with bush. Due to land cover change in Jambi Province, the estimation of nett emission in the period of 2009-2011 is 4.8 Mt CO2-eq/year.
{"title":"CARBON EMISSION ESTIMATION DUE TO LAND COVER CHANGE IN THE TROPICAL FOREST LANDSCAPE IN JAMBI PROVINCE","authors":"D. Melati","doi":"10.29122/jstmb.v14i1.3561","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jstmb.v14i1.3561","url":null,"abstract":"Land use land cover change and forestry play an important role in the global environmental change. Anthropogenic activities in changing the land have caused earth surface change. This change has a role to increase the change of global greenhouse gases in the atmosphere which also causes the increase greenhouse gases emission. Land cover change and forestry are sectors which cause high carbon emission. Therefore, a study in land cover change and estimation of carbon emission becomes important. This study took place in Jambi Province where deforestation has been in a high pace. In 2009 and 2011, the dominant area is dryland agriculture mixed with bush followed by secondary forest, i.e. 25% and 18.6%, respectively (in 2009); and 37.1% and 18.9%, respectively (in 2011). For the secondary forest, the gain was caused by the conversion of dryland agriculture mixed with bush and shrub into secondary forest. The loss of secondary forest is the highest among other forest cover at around 87,765 Ha due to the conversion into bare land and dryland agriculture mixed with bush. Due to land cover change in Jambi Province, the estimation of nett emission in the period of 2009-2011 is 4.8 Mt CO2-eq/year.","PeriodicalId":410270,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana","volume":"57 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126287010","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-05DOI: 10.29122/jstmb.v11i2.3685
Ahmad Pratama Putra
Dalam indeks peta bahaya BNPB tahun 2011, Kabupaten Banggai Laut memiliki bahaya konflik sosial yang relatif rendah meskipun berstatus sebagai daerah tertinggal dan baru dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013. Kabupaten ini juga terletak di kawasan Teluk Tolo yang memiliki potensi sumber daya alam untuk pengembangan di Indonesia Timur. Oleh karena itu, konflik sosial mungkin terjadi sebagai akibat dari perencanaan pembangunan daerah yang tidak tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bahaya konflik sosial di Kabupaten Banggai Laut berdasarkan perencanaan pembangunan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Banggai Laut memiliki potensi konflik sosial yang tinggi yaitu pada daerah dimana akan terjadi pembebasan lahan dan pada daerah tanah sengketa sebagai akibat dari pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah. Pola spasial dari bahaya konflik sosial di Kabupaten Banggai Laut juga ternyata mengikuti rencana penataan ruang dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.
{"title":"BAHAYA KONFLIK SOSIAL BERBASIS PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN BANGGAI LAUT","authors":"Ahmad Pratama Putra","doi":"10.29122/jstmb.v11i2.3685","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jstmb.v11i2.3685","url":null,"abstract":"Dalam indeks peta bahaya BNPB tahun 2011, Kabupaten Banggai Laut memiliki bahaya konflik sosial yang relatif rendah meskipun berstatus sebagai daerah tertinggal dan baru dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013. Kabupaten ini juga terletak di kawasan Teluk Tolo yang memiliki potensi sumber daya alam untuk pengembangan di Indonesia Timur. Oleh karena itu, konflik sosial mungkin terjadi sebagai akibat dari perencanaan pembangunan daerah yang tidak tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bahaya konflik sosial di Kabupaten Banggai Laut berdasarkan perencanaan pembangunan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Banggai Laut memiliki potensi konflik sosial yang tinggi yaitu pada daerah dimana akan terjadi pembebasan lahan dan pada daerah tanah sengketa sebagai akibat dari pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah. Pola spasial dari bahaya konflik sosial di Kabupaten Banggai Laut juga ternyata mengikuti rencana penataan ruang dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.","PeriodicalId":410270,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana","volume":"23 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126304416","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-05DOI: 10.29122/jstmb.v11i1.3680
D. Yuliana, I. G. Tejakusuma
Wilayah pesisir Kota Cilegon merupakan daerah rawan gempa dan tsunami, karena posisinya yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda yang memiliki bahaya gempa dan dekat dengan Gunung Anak Krakatau. Pada tahun 1883 pernah terjadi tsunami besar akibat letusan Gunung Krakatau yang telah memakan korban sekitar 36.000 jiwa. Risiko bencana tsunami akan sangat besar bagi Kota Cilegon karena terletak di wilayah pesisir dengan tingkat kepadatan penduduk dan aktivitas perekonomian yang cukup tinggi. Risiko bencana yang tinggi dapat diminimalisir jika suatu wilayah memiliki tingkat kemampuan penanganan atau kapasitas yang tinggi. Oleh karena itu kajian tentang kemampuan penanganan terhadap bencana tsunami di kota ini menjadi sangat penting. Penilaian kemampuan penanganan terhadap ancaman bencana tsunami ini dilakukan dengan menggunakan metode MCE (Multi Criteria Evaluation) dan teknik GIS (Geographical Information System). Kesehatan, kesiapsiagaan dan jumlah penduduk bekerja adalah tiga indikator penting yang digunakan dalam penilaian kemampuan penanganan di wilayah pesisir Kota Cilegon. Berdasarkan analisis MCE dan SIG diketahui bahwa Desa atau Kelurahan Randakari dan Kubangsari adalah desa atau kelurahan yang memiliki kemampuan penanganan terhadap bencana tsunami yang paling tinggi.
{"title":"KEMAMPUAN PENANGANAN TERHADAP ANCAMAN BENCANA TSUNAMI DI WILAYAH PESISIR KOTA CILEGON","authors":"D. Yuliana, I. G. Tejakusuma","doi":"10.29122/jstmb.v11i1.3680","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jstmb.v11i1.3680","url":null,"abstract":"Wilayah pesisir Kota Cilegon merupakan daerah rawan gempa dan tsunami, karena posisinya yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda yang memiliki bahaya gempa dan dekat dengan Gunung Anak Krakatau. Pada tahun 1883 pernah terjadi tsunami besar akibat letusan Gunung Krakatau yang telah memakan korban sekitar 36.000 jiwa. Risiko bencana tsunami akan sangat besar bagi Kota Cilegon karena terletak di wilayah pesisir dengan tingkat kepadatan penduduk dan aktivitas perekonomian yang cukup tinggi. Risiko bencana yang tinggi dapat diminimalisir jika suatu wilayah memiliki tingkat kemampuan penanganan atau kapasitas yang tinggi. Oleh karena itu kajian tentang kemampuan penanganan terhadap bencana tsunami di kota ini menjadi sangat penting. Penilaian kemampuan penanganan terhadap ancaman bencana tsunami ini dilakukan dengan menggunakan metode MCE (Multi Criteria Evaluation) dan teknik GIS (Geographical Information System). Kesehatan, kesiapsiagaan dan jumlah penduduk bekerja adalah tiga indikator penting yang digunakan dalam penilaian kemampuan penanganan di wilayah pesisir Kota Cilegon. Berdasarkan analisis MCE dan SIG diketahui bahwa Desa atau Kelurahan Randakari dan Kubangsari adalah desa atau kelurahan yang memiliki kemampuan penanganan terhadap bencana tsunami yang paling tinggi.","PeriodicalId":410270,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126392602","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-05DOI: 10.29122/jstmb.v11i1.3681
Taty Hernaningsih
Musim kemarau yang berkepanjangan di tahun 2015 ini berimplikasi pada bencana kekeringan di sejumlah wilayah di Indonesia. Kekeringan itu juga melanda propinsi Riau dan kondisi daerahnya dari tahun ke tahun semakin parah karena kemarau panjang. Musim kemarau di bulan Juli 2015, sebanyak 17 kecamatan yang tersebar di enam kabupaten dan kota di tengah Pulau Sumatera itu tidak mengalami hujan selama lebih dari 30 hari. Keadaan ini menyebabkan bencana kekeringan danberdampak terhadap krisis air di lokasi tersebut serta daerah sekitarnya seperti di kabupaten Pelalawan. Penelitian dilakukan terhadap bencana kekeringan yang terjadi dan mitigasi yang dilakukan untuk mengatasi bencana tersebut yang dapat diterapkan di kabupaten Pelalawan, Riau. Bencana kekeringan yang termasuk klasifikasi kekeringan sosio-ekonomi telah terjadi di kabupaten Pelalawan berupa kekurangan sumber air, kekeringan sumber air sungai dan kekeringan di lahan gambut. Mitigasi untuk mengatasi bencana kekeringan dapat dilakukan dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Mitigasi jangka pendek di kawasan Teknopolitan Pelalawan yaitu dengan pembuatan sumur air tanah dalam dengan kedalaman sampai 110 meter. Sedangkan mitigasi jangka panjang di kabupaten tersebut dengan pembangunan sekat kanal. Rekayasa teknologi yang lebih tinggi hingga saat ini belum ada yang bisa diterapkan untuk skala nasional.
{"title":"MITIGASI BENCANA KEKERINGAN DI KABUPATEN PELALAWAN, RIAU","authors":"Taty Hernaningsih","doi":"10.29122/jstmb.v11i1.3681","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jstmb.v11i1.3681","url":null,"abstract":"Musim kemarau yang berkepanjangan di tahun 2015 ini berimplikasi pada bencana kekeringan di sejumlah wilayah di Indonesia. Kekeringan itu juga melanda propinsi Riau dan kondisi daerahnya dari tahun ke tahun semakin parah karena kemarau panjang. Musim kemarau di bulan Juli 2015, sebanyak 17 kecamatan yang tersebar di enam kabupaten dan kota di tengah Pulau Sumatera itu tidak mengalami hujan selama lebih dari 30 hari. Keadaan ini menyebabkan bencana kekeringan danberdampak terhadap krisis air di lokasi tersebut serta daerah sekitarnya seperti di kabupaten Pelalawan. Penelitian dilakukan terhadap bencana kekeringan yang terjadi dan mitigasi yang dilakukan untuk mengatasi bencana tersebut yang dapat diterapkan di kabupaten Pelalawan, Riau. Bencana kekeringan yang termasuk klasifikasi kekeringan sosio-ekonomi telah terjadi di kabupaten Pelalawan berupa kekurangan sumber air, kekeringan sumber air sungai dan kekeringan di lahan gambut. Mitigasi untuk mengatasi bencana kekeringan dapat dilakukan dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Mitigasi jangka pendek di kawasan Teknopolitan Pelalawan yaitu dengan pembuatan sumur air tanah dalam dengan kedalaman sampai 110 meter. Sedangkan mitigasi jangka panjang di kabupaten tersebut dengan pembangunan sekat kanal. Rekayasa teknologi yang lebih tinggi hingga saat ini belum ada yang bisa diterapkan untuk skala nasional.","PeriodicalId":410270,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127878262","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-05DOI: 10.29122/jstmb.v14i1.3559
A. P. Putra
The newest finding in 2016 about Baribis thrust, if it is pulled straight from Cibatu to Tangerang, it is roughly found that this fault passes through several sub-districts in Jakarta. Meanwhile, Center of Jakarta as the capital city, many governmental, economic, and business activities are conducted in this area. And also Geographic Information System (GIS) techniques are commonly used for monitoring and damage assessment for many natural and geological hazards. The present study, GIS techniques have been used to generate various thematic layers to assess earthquake hazard with a suitable numerical ranking scheme, mesh processing, and spatial data integration. The results also show that the proposed model provides reasonable earthquake potential index (EPI) from elevation, slope, magnitude, active fault, and epicentre parameters compared to the peak ground acceleration (PGA) in Center of Jakarta. The result of the EPI map explained just a little area in Center of Jakarta has very high EPI. Very high EPI area mostly in southeastern part in the study area, exactly in Menteng sub-district. And also illustrated, spatially in the more northward area indicate the smaller of the EPI in the study area. EPI resulted from the calculation of surface parameter have the same indication or same trend with PGA.
{"title":"EARTHQUAKE HAZARD ASSESSMENT IN CENTER OF JAKARTA BASED ON SEISMICITY DATA, DEM, SLOPE, FAULT, AND GIS","authors":"A. P. Putra","doi":"10.29122/jstmb.v14i1.3559","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jstmb.v14i1.3559","url":null,"abstract":"The newest finding in 2016 about Baribis thrust, if it is pulled straight from Cibatu to Tangerang, it is roughly found that this fault passes through several sub-districts in Jakarta. Meanwhile, Center of Jakarta as the capital city, many governmental, economic, and business activities are conducted in this area. And also Geographic Information System (GIS) techniques are commonly used for monitoring and damage assessment for many natural and geological hazards. The present study, GIS techniques have been used to generate various thematic layers to assess earthquake hazard with a suitable numerical ranking scheme, mesh processing, and spatial data integration. The results also show that the proposed model provides reasonable earthquake potential index (EPI) from elevation, slope, magnitude, active fault, and epicentre parameters compared to the peak ground acceleration (PGA) in Center of Jakarta. The result of the EPI map explained just a little area in Center of Jakarta has very high EPI. Very high EPI area mostly in southeastern part in the study area, exactly in Menteng sub-district. And also illustrated, spatially in the more northward area indicate the smaller of the EPI in the study area. EPI resulted from the calculation of surface parameter have the same indication or same trend with PGA.","PeriodicalId":410270,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116195262","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-05DOI: 10.29122/jstmb.v14i1.3557
Akhmadi Puguh Raharjo
Non-structural elements of multi-story buildings need to be taken into account in the mitigation of earthquake in order to ensure the safety of the occupants. The purpose of this study is to obtain information related to the hazard management of multi-story buildings’ non-structural elements from the authorities, namely FEMA and SPRINT-Lab. This study is a qualitative study focused on reviewing the information that is relevant for future adaptation in Indonesia. The collected literature was then analyzed descriptively. The results of this review underlined the three most important stages that became the focus of hazard management from multi-story buildings’ non-structural elements, namely: the process of identification, the process of prioritization and the process of determining mitigation actions that need to be taken. Future research should be focused on developing a methodology that can be used to calculate the risk level of building occupants by considering the number of occupants and the level of danger of each object present with the occupant's mobility pattern in a certain area and time.
{"title":"HAZARD MANAGEMENT OF MULTI-STORY BUILDINGS’ NON-STRUCTURAL ELEMENTS IN THE FACE OF EARTHQUAKE: A LITERATURE REVIEW","authors":"Akhmadi Puguh Raharjo","doi":"10.29122/jstmb.v14i1.3557","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jstmb.v14i1.3557","url":null,"abstract":"Non-structural elements of multi-story buildings need to be taken into account in the mitigation of earthquake in order to ensure the safety of the occupants. The purpose of this study is to obtain information related to the hazard management of multi-story buildings’ non-structural elements from the authorities, namely FEMA and SPRINT-Lab. This study is a qualitative study focused on reviewing the information that is relevant for future adaptation in Indonesia. The collected literature was then analyzed descriptively. The results of this review underlined the three most important stages that became the focus of hazard management from multi-story buildings’ non-structural elements, namely: the process of identification, the process of prioritization and the process of determining mitigation actions that need to be taken. Future research should be focused on developing a methodology that can be used to calculate the risk level of building occupants by considering the number of occupants and the level of danger of each object present with the occupant's mobility pattern in a certain area and time.","PeriodicalId":410270,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115311802","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-05DOI: 10.29122/jstmb.v14i1.3558
Prihartanto
Flood disaster that occur in the Kali Bekasi watershed often cause damage of property and casualties. The watershed is divided into two main parts namely upstream and downstream watersheds which are limited by Bekasi Dam. High rainfall in the upstream often causes flooding in Pondok Gede Permai Estate, Bekasi City. To improve community preparedness, a flood early warning system (FEWS) has been installed which consists of 5 monitoring stations along the Cileungsi and Cikeas Rivers in 2017. The main question that needs to be answered in this paper is how long the upstream flood peak will reach community settlements ? Based on the recorded data on the LEWS instrument, the flood peak travel time from the upstream station to the affected area can be calculated empirically. The results ofthe time calculation can be used by stakeholders to carry out evacuation after an early warning is given. The parameter used in this analysis are the river water level at several monitoring stations on the Cileungsi River, namely: Cibongas Irrigation Dam,WIKA Bridge and Pondok Gede Permai.Bencana banjir yang terjadi di DAS Bekasi sering menimbulkan kerugian harta benda maupun korban jiwa. DAS ini terbagi atas dua bagian utama yaitu DASbagian hulu dan bagian hilir yang dibatasi oleh Bendung Bekasi. Curah hujan yang tinggi di DAS bagian hulu sering menimbulkan banjir di Perumahan Pondok Gede Permai, Kota Bekasi. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat di perumahan tersebut, maka telah dipasang sistem peringatan dini banjir (Flood Early Warning System/LEWS) yang terdiri dari 5 stasiun pemantauan di sepanjang Sungai Cileungsi dan Cikeas pada tahun 2017. Pertanyaan utama yang perlu dijawab dalam makalah ini adalah berapa lama puncak banjir di bagianhulu akan mencapai permukiman masyarakat ? Berdasarkan basis data yang telah terekam pada instrument LEWS tersebut, waktu perjalanan puncak banjir dari stasiun hulu menunju area terdampak dapat dihitung secara empirik. Hasil perhitungan waktu tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan untuk melakukan evakuasi setelah peringatan dini diberikan. Parameter yang digunakan dalam analisis ini adalah tinggi muka air yang di beberapa stasiun pemantauan di Sungai Cileungsi yaitu : Dam Irigasi Cibongas, Jembatan WIKA dan Pondok Gede Permai.
发生在卡利贝卡西流域的洪水灾害经常造成财产损失和人员伤亡。该流域分为上游流域和下游流域两大部分,上游流域和下游流域受到别加斯大坝的限制。上游的高降雨量经常导致别加西市Pondok Gede Permai Estate发生洪水。为了提高社区的防范能力,2017年在赤陵西河和赤基斯河沿线安装了一个由5个监测站组成的洪水预警系统(FEWS)。本文需要回答的主要问题是,上游洪峰到达社区居民点需要多长时间?根据LEWS仪器的记录数据,可以经验地计算出上游站到受灾地区的洪峰行程时间。时间计算结果可供利益相关者在给出预警后进行疏散。本分析中使用的参数是赤陵寺河上几个监测站的水位,即:Cibongas灌溉大坝、WIKA桥和Pondok Gede Permai。本迦纳班吉尔杨特加迪迪DAS Bekasi服务menimbulkan kerugian harta本迦纳maupun korban jiwa。DAS ini terbagi ata dua bagian utama yitu DASbagian hulu danbagian hilir yang dibatasi oleh Bendung Bekasi。Curah hujan yang tinggi di DAS bagian hulu sering menimbulkan banjir di Perumahan Pondok Gede Permai,哥打别加西。Untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat di perumahan tersebut, maka telah dipasang System peringatan dini banjir(洪水预警系统/LEWS) yang terdiri dari 5 stasiun pemantauan di sepanjang Sungai cilingsi dan Cikeas pahnun, 2017。我是说,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿。Berdasarkan基础数据yang telah terekam padada仪器LEWS tersebut, waktu perjalanan puncak banjir dari stasion hulu menunju地区terdampak dapat dihitung secara经验。Hasil perhitungan waktu tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan untuk melakukan evakuasi setelah peringatan dini diberikan。参数yang digunakan dalam分析ini adalah tinggi muka空气yang di beberapa stasiun pemantauan di Sungai cilingsi yitu:大坝Irigasi Cibongas, Jembatan WIKA dan Pondok Gede Permai。
{"title":"PERKIRAAN WAKTU KEDATANGAN BANJIR BERDASARKAN ANALISIS EMPIRIK REKAMAN DATA SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR KOTA BEKASI","authors":"Prihartanto","doi":"10.29122/jstmb.v14i1.3558","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jstmb.v14i1.3558","url":null,"abstract":"Flood disaster that occur in the Kali Bekasi watershed often cause damage of property and casualties. The watershed is divided into two main parts namely upstream and downstream watersheds which are limited by Bekasi Dam. High rainfall in the upstream often causes flooding in Pondok Gede Permai Estate, Bekasi City. To improve community preparedness, a flood early warning system (FEWS) has been installed which consists of 5 monitoring stations along the Cileungsi and Cikeas Rivers in 2017. The main question that needs to be answered in this paper is how long the upstream flood peak will reach community settlements ? Based on the recorded data on the LEWS instrument, the flood peak travel time from the upstream station to the affected area can be calculated empirically. The results ofthe time calculation can be used by stakeholders to carry out evacuation after an early warning is given. The parameter used in this analysis are the river water level at several monitoring stations on the Cileungsi River, namely: Cibongas Irrigation Dam,WIKA Bridge and Pondok Gede Permai.Bencana banjir yang terjadi di DAS Bekasi sering menimbulkan kerugian harta benda maupun korban jiwa. DAS ini terbagi atas dua bagian utama yaitu DASbagian hulu dan bagian hilir yang dibatasi oleh Bendung Bekasi. Curah hujan yang tinggi di DAS bagian hulu sering menimbulkan banjir di Perumahan Pondok Gede Permai, Kota Bekasi. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat di perumahan tersebut, maka telah dipasang sistem peringatan dini banjir (Flood Early Warning System/LEWS) yang terdiri dari 5 stasiun pemantauan di sepanjang Sungai Cileungsi dan Cikeas pada tahun 2017. Pertanyaan utama yang perlu dijawab dalam makalah ini adalah berapa lama puncak banjir di bagianhulu akan mencapai permukiman masyarakat ? Berdasarkan basis data yang telah terekam pada instrument LEWS tersebut, waktu perjalanan puncak banjir dari stasiun hulu menunju area terdampak dapat dihitung secara empirik. Hasil perhitungan waktu tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan untuk melakukan evakuasi setelah peringatan dini diberikan. Parameter yang digunakan dalam analisis ini adalah tinggi muka air yang di beberapa stasiun pemantauan di Sungai Cileungsi yaitu : Dam Irigasi Cibongas, Jembatan WIKA dan Pondok Gede Permai.","PeriodicalId":410270,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114923779","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-05DOI: 10.29122/jstmb.v11i1.3679
Cb Herman Edyanto
Reklamasi sering diterjemahkan sebagai upaya proses pembuatan daratan baru dari dasar laut atau dasar sungai. Tanah yang direklamasi disebut tanah reklamasi atau landfill. Pada beberapa negara, hal ini telah lama dilakukan, seperti Singapura, Hongkong, Jepang dan Belanda. Kebutuhan lahan, merupakan permasalahan yang pokok pada saat meningkatnya kegiatan ekonomi dan sosial bagi masyarakat serta tuntutan perkembangan fisik kota yang naik secara signifikan dan tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan itu sendiri. Laut menjadi salah satu solusi yang menawarkan sedikit permasalahan namun banyak memberikan kemudahan, walau untuk merealisasikan rencana itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kini tujuan reklamasi berkembang ke arah upaya pengurangan risiko bencana, setelah berbagai daerah mengalami bencana seperti banjir dan rob. Reklamasi masih menjadi perdebatan berbagai kalangan, namun visi ke depan para pengambil keputusan menggambarkan sinkronisasi antara modernisasi perkembangan perkotaan dengan upaya pengurangan bencana. Untuk itu dibutuhkan analisis faktor faktor yang berpengaruh pada proses perencanaannya.
{"title":"FAKTOR - FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PROSES REKLAMASI UNTUK MENGANTISIPASI BENCANA DI LINGKUNGAN PANTAI","authors":"Cb Herman Edyanto","doi":"10.29122/jstmb.v11i1.3679","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jstmb.v11i1.3679","url":null,"abstract":"Reklamasi sering diterjemahkan sebagai upaya proses pembuatan daratan baru dari dasar laut atau dasar sungai. Tanah yang direklamasi disebut tanah reklamasi atau landfill. Pada beberapa negara, hal ini telah lama dilakukan, seperti Singapura, Hongkong, Jepang dan Belanda. Kebutuhan lahan, merupakan permasalahan yang pokok pada saat meningkatnya kegiatan ekonomi dan sosial bagi masyarakat serta tuntutan perkembangan fisik kota yang naik secara signifikan dan tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan itu sendiri. Laut menjadi salah satu solusi yang menawarkan sedikit permasalahan namun banyak memberikan kemudahan, walau untuk merealisasikan rencana itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kini tujuan reklamasi berkembang ke arah upaya pengurangan risiko bencana, setelah berbagai daerah mengalami bencana seperti banjir dan rob. Reklamasi masih menjadi perdebatan berbagai kalangan, namun visi ke depan para pengambil keputusan menggambarkan sinkronisasi antara modernisasi perkembangan perkotaan dengan upaya pengurangan bencana. Untuk itu dibutuhkan analisis faktor faktor yang berpengaruh pada proses perencanaannya.","PeriodicalId":410270,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125096022","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-05DOI: 10.29122/jstmb.v11i2.3689
Novian Andri Akhirianto
Gempabumi Samudera Hindia berkekuatan 7,8 Skala Richter yang terjadi pada tanggal 2 Maret 2016 di sekitar 682 km barat daya Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat, menimbulkan berbagai reaksi spontan dari masyarakat yang terdampak. Respons masyarakat berbeda-beda terhadap gempabumi, peringatan dini, dan pemberitaan media. Kaji cepat sudah dilakukan dengan survei menggunakan kuesioner ke masyarakat Pulau Pagai secara sampling. Hasil kaji cepat respons masyarakat harapannya dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dan evaluasi bagi pihak-pihak terkait, dengan harapan untuk meminimalisir adanya korban akibat gempabumi dan tsunami.
{"title":"KAJI CEPAT RESPONS MASYARAKAT PULAU PAGAI DI KEPULAUAN MENTAWAI TERHADAP GEMPABUMI SAMUDERA HINDIA 2 MARET 2016","authors":"Novian Andri Akhirianto","doi":"10.29122/jstmb.v11i2.3689","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jstmb.v11i2.3689","url":null,"abstract":"Gempabumi Samudera Hindia berkekuatan 7,8 Skala Richter yang terjadi pada tanggal 2 Maret 2016 di sekitar 682 km barat daya Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat, menimbulkan berbagai reaksi spontan dari masyarakat yang terdampak. Respons masyarakat berbeda-beda terhadap gempabumi, peringatan dini, dan pemberitaan media. Kaji cepat sudah dilakukan dengan survei menggunakan kuesioner ke masyarakat Pulau Pagai secara sampling. Hasil kaji cepat respons masyarakat harapannya dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dan evaluasi bagi pihak-pihak terkait, dengan harapan untuk meminimalisir adanya korban akibat gempabumi dan tsunami.","PeriodicalId":410270,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana","volume":"67 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116923905","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-08-05DOI: 10.29122/jstmb.v11i1.3683
Ahmad Pratama Putra, Wisyanto Wisyanto
Peta Indeks bahaya banjir yang dibuat oleh BNPB adalah berskala nasional. Ini merupakan tantangan bagi BPBD Kabupaten Banggai Laut untuk mengidentifikasi lebih detil daerah banjir dengan skala kabupaten berdasarkan keterbatasan data pendukung yang biasanya terjadi di daerah kepulauan ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi daerah-daerah potensi banjir di Kabupaten Banggai Laut dengan metode indeks kebasahan dan melakukan validasi keakuratan metode dengan observasi lapangan. Hasilnya, Kabupaten Banggai Laut tidak memiliki potensi bahaya banjir kelas tinggi. Metode indeks kebasahan untuk identifikasi daerah banjir cukup akurat untuk diterapkan di daerah dengan karakteristik fisik wilayah yang banyak keseragaman dan data ketersediaan sangat terbatas.
{"title":"IDENTIFIKASI BANJIR DENGAN METODE INDEKS KEBASAHAN DI KABUPATEN BANGGAI LAUT","authors":"Ahmad Pratama Putra, Wisyanto Wisyanto","doi":"10.29122/jstmb.v11i1.3683","DOIUrl":"https://doi.org/10.29122/jstmb.v11i1.3683","url":null,"abstract":"Peta Indeks bahaya banjir yang dibuat oleh BNPB adalah berskala nasional. Ini merupakan tantangan bagi BPBD Kabupaten Banggai Laut untuk mengidentifikasi lebih detil daerah banjir dengan skala kabupaten berdasarkan keterbatasan data pendukung yang biasanya terjadi di daerah kepulauan ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi daerah-daerah potensi banjir di Kabupaten Banggai Laut dengan metode indeks kebasahan dan melakukan validasi keakuratan metode dengan observasi lapangan. Hasilnya, Kabupaten Banggai Laut tidak memiliki potensi bahaya banjir kelas tinggi. Metode indeks kebasahan untuk identifikasi daerah banjir cukup akurat untuk diterapkan di daerah dengan karakteristik fisik wilayah yang banyak keseragaman dan data ketersediaan sangat terbatas.","PeriodicalId":410270,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana","volume":"77 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126179813","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}