Pub Date : 2023-05-12DOI: 10.14421/thaq.2022.21203
M. Azis
Kawasan Minahasa, dalam kajian Islamisasi, seringkali dilewatkan karena dianggap sebagai salah satu kawasan yang mengalami kesuksesan dalam kristenisasi. Padahal apabila kita melihat lebih jeli, justru Islam di kawasan Minahasa dianggap lebih dahulu mengalami kontak dengan para pembawa ajaran Islam dari berbagai daerah di Nusantara. Jejak Islamisasi dapat ditemukan melalui hubungan dan interaksi masyarakat yang terus berkembang. Artikel ini merupakan tulisan yang menggunakan metode sejarah dengan pendekatan ilmu sosial yang bersifat deskriptif-analisis. Minahasa menjadi salah satu kawasan dengan warisan peradaban Islam yang cukup unik dibandingkan dengan kawasan lainnya di Nusantara. Pertemuan Islam dan Kristen menjadi wadah tersendiri bagi masyarakat Minahasa dalam menumbuhkan rasa toleransi, pluralitas, dan multietnis hingga masa sekarang ini.
{"title":"Minahasa: Islamisasi dan Warisan Peradaban Islam di Sulawesi","authors":"M. Azis","doi":"10.14421/thaq.2022.21203","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/thaq.2022.21203","url":null,"abstract":"Kawasan Minahasa, dalam kajian Islamisasi, seringkali dilewatkan karena dianggap sebagai salah satu kawasan yang mengalami kesuksesan dalam kristenisasi. Padahal apabila kita melihat lebih jeli, justru Islam di kawasan Minahasa dianggap lebih dahulu mengalami kontak dengan para pembawa ajaran Islam dari berbagai daerah di Nusantara. Jejak Islamisasi dapat ditemukan melalui hubungan dan interaksi masyarakat yang terus berkembang. Artikel ini merupakan tulisan yang menggunakan metode sejarah dengan pendekatan ilmu sosial yang bersifat deskriptif-analisis. Minahasa menjadi salah satu kawasan dengan warisan peradaban Islam yang cukup unik dibandingkan dengan kawasan lainnya di Nusantara. Pertemuan Islam dan Kristen menjadi wadah tersendiri bagi masyarakat Minahasa dalam menumbuhkan rasa toleransi, pluralitas, dan multietnis hingga masa sekarang ini.","PeriodicalId":131048,"journal":{"name":"Thaqafiyyat : Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi Islam","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131210059","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-12DOI: 10.14421/thaq.2022.21201
Muhammad Habiburrohman
Keberadaan orang-orang Tionghoa di Indonesia hingga kini masih dianggap sebagai orang asing, meskipun beberapa generasi sebelum mereka sudah terlahir di negeri ini. Berbagai strategi dilakukan untuk mendorong pembauran sosial, salah satunya melalui konversi agama dan amalgamasi. Namun, strategi tersebut tidak sepenuhnya berhasil, mereka kerap kali tetap menerima tindakan rasis yang mendorong terjadinya konflik. Di wilayah Tangerang terdapat Cina Benteng, sebutan bagi mereka, untuk membedakan mereka dari masyarakat Tionghoa lain di Indonesia. Cina Benteng cenderung integratif terhadap budaya pribumi sehingga mereka dianggap berhasil membaur. Melalui kajian antropologi-historis, penelitian ini bertujuan menjelaskan identitas dan keagamaan dalam tubuh masyarakat Muslim Cina Benteng di Tangerang. Dengan analisis teori identitas sosial dan konsep diri, penelitian ini menemukan fakta-fakta; 1). Pembentukan identitas Muslim Cina Benteng berjalan melalui proses amalgamasi, mereka membentuk satu identitas baru di tengah realitas sosial masyarakat di Tangerang, 2). Identitas Muslim Cina Benteng tumbuh menjadi dua kelompok yakni, sebagai Islam mualaf dan Islam peranakan (second-generation), 3). Ekspresi identitas dan tipologi keagamaan Muslim Cina Benteng sangat beragam dan kompleks tergantung setting tempat di mana mereka bersinggungan dengan lingkungannya.
{"title":"Pembentukan Identitas Etnis dan Keagamaan Masyarakat Muslim Cina Benteng di Tangerang Banten","authors":"Muhammad Habiburrohman","doi":"10.14421/thaq.2022.21201","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/thaq.2022.21201","url":null,"abstract":"Keberadaan orang-orang Tionghoa di Indonesia hingga kini masih dianggap sebagai orang asing, meskipun beberapa generasi sebelum mereka sudah terlahir di negeri ini. Berbagai strategi dilakukan untuk mendorong pembauran sosial, salah satunya melalui konversi agama dan amalgamasi. Namun, strategi tersebut tidak sepenuhnya berhasil, mereka kerap kali tetap menerima tindakan rasis yang mendorong terjadinya konflik. Di wilayah Tangerang terdapat Cina Benteng, sebutan bagi mereka, untuk membedakan mereka dari masyarakat Tionghoa lain di Indonesia. Cina Benteng cenderung integratif terhadap budaya pribumi sehingga mereka dianggap berhasil membaur. Melalui kajian antropologi-historis, penelitian ini bertujuan menjelaskan identitas dan keagamaan dalam tubuh masyarakat Muslim Cina Benteng di Tangerang. Dengan analisis teori identitas sosial dan konsep diri, penelitian ini menemukan fakta-fakta; 1). Pembentukan identitas Muslim Cina Benteng berjalan melalui proses amalgamasi, mereka membentuk satu identitas baru di tengah realitas sosial masyarakat di Tangerang, 2). Identitas Muslim Cina Benteng tumbuh menjadi dua kelompok yakni, sebagai Islam mualaf dan Islam peranakan (second-generation), 3). Ekspresi identitas dan tipologi keagamaan Muslim Cina Benteng sangat beragam dan kompleks tergantung setting tempat di mana mereka bersinggungan dengan lingkungannya.","PeriodicalId":131048,"journal":{"name":"Thaqafiyyat : Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi Islam","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126817805","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-12DOI: 10.14421/thaq.2022.21204
Wahyu Setyaningsih
Women's label as konco wingking, the second sex, demonstrates an intensely patriarchal culture. The national movement period was involved in realizing their independence. This article explains the role of educated women during the national movement. This study is historical research with a political and psychological approach to comprehend how educated women could gain hegemony and power to create their social identity both in the domestic and public spheres. This study found that during the national movement, the social identity of educated women was gaining an existence as subjects who carried out various roles and got equal rights with men, both in the domestic and public spheres. Being educated subjects, women are aware of their identity as independent individuals, human rights that should be respected, and an equal position with men.
{"title":"Educated Women: Shaping Social Identity during the National Movement","authors":"Wahyu Setyaningsih","doi":"10.14421/thaq.2022.21204","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/thaq.2022.21204","url":null,"abstract":"Women's label as konco wingking, the second sex, demonstrates an intensely patriarchal culture. The national movement period was involved in realizing their independence. This article explains the role of educated women during the national movement. This study is historical research with a political and psychological approach to comprehend how educated women could gain hegemony and power to create their social identity both in the domestic and public spheres. This study found that during the national movement, the social identity of educated women was gaining an existence as subjects who carried out various roles and got equal rights with men, both in the domestic and public spheres. Being educated subjects, women are aware of their identity as independent individuals, human rights that should be respected, and an equal position with men.","PeriodicalId":131048,"journal":{"name":"Thaqafiyyat : Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi Islam","volume":"141 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116316174","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-12DOI: 10.14421/thaq.2022.21202
N. Fitriansyah
The aspect of the beauty of language ('ijaz lughawi) is one of the first miracles that emerged from the Qur'an. This aligns with the audience to whom the Qur'an was revealed around 14 centuries ago: people who are very close to the literary tradition. Interestingly, scholars of the Qur'an, from classical to contemporary, see this as an opportunity for studies and still developing and producing various monumental works. Through this paper, the author tries to trace chronologically how the Al-Qur'an and literature meet to become an approach in interpreting the Al-Qur'an. The research in this paper is carried out through essential matters by looking at how the Qur'an was revealed in Arab society, the interpretation practices carried out by the Prophet and his companions, to the contact of the Qur'an with modern literature. This study uses a socio-historical approach by looking at the macro-cultural context of early Arab society and the process of interpretation of the earlier era carried out by the Prophet, companions and tabi'in. This study argues that the emergence of a model of literary interpretation of the Qur'an is closely related to the traditions and culture of Arab society, which are close to literary traditions. Furthermore, this research contributes to the history of interpretation, especially in tracking the various approaches that appear in the study of the Quran.
{"title":"Literary Discourse on Quranic Studies: A Historical Study on The Model of Literary Interpretation to The Quran","authors":"N. Fitriansyah","doi":"10.14421/thaq.2022.21202","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/thaq.2022.21202","url":null,"abstract":"The aspect of the beauty of language ('ijaz lughawi) is one of the first miracles that emerged from the Qur'an. This aligns with the audience to whom the Qur'an was revealed around 14 centuries ago: people who are very close to the literary tradition. Interestingly, scholars of the Qur'an, from classical to contemporary, see this as an opportunity for studies and still developing and producing various monumental works. Through this paper, the author tries to trace chronologically how the Al-Qur'an and literature meet to become an approach in interpreting the Al-Qur'an. The research in this paper is carried out through essential matters by looking at how the Qur'an was revealed in Arab society, the interpretation practices carried out by the Prophet and his companions, to the contact of the Qur'an with modern literature. This study uses a socio-historical approach by looking at the macro-cultural context of early Arab society and the process of interpretation of the earlier era carried out by the Prophet, companions and tabi'in. This study argues that the emergence of a model of literary interpretation of the Qur'an is closely related to the traditions and culture of Arab society, which are close to literary traditions. Furthermore, this research contributes to the history of interpretation, especially in tracking the various approaches that appear in the study of the Quran.","PeriodicalId":131048,"journal":{"name":"Thaqafiyyat : Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi Islam","volume":"61 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126588387","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-12DOI: 10.14421/thaq.2022.21205
Lola Hervina H, Nofa Isman
Penggunaan minyak atsiri sebagai aromaterapi membawa banyak pengaruh positif dalam bidang kesehatan, baik mental maupun fisik, ternyata pelopornya adalah seorang ilmuwan muslim yaitu Ibnu Sina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dan siapa perintis pertama penyulingan minyak atsiri, bagaimana metode penyulingan dan tumbuhan pertama yang disuling untuk aromaterapi, serta bagaimana karya Ibnu Sina menjadi rujukan selama berabad-abad. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Avicenna (381-428 H/980-1037 M) adalah ilmuwan pertama yang menemukan alat penyulingan, dengan metode yang ditemukan adalah penyulingan uap yang masih digunakan sampai sekarang untuk memperoleh minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan. Juga tanaman pertama yang disuling adalah bunga mawar yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan atras dan industri, terakhir adalah kitab al-Qānūn fī at-Ṭibb yang menjadi rujukan selama berabad-abad hingga abad ke-18, yang diterjemahkan oleh Gerard of Cremona dan dijadikan referensi utama dalam bidang kedokteran di perguruan tinggi.
{"title":"Ilmuwan Muslim: Ibnu Sina Pelopor Aromaterapi dan Destilasi Essential Oil","authors":"Lola Hervina H, Nofa Isman","doi":"10.14421/thaq.2022.21205","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/thaq.2022.21205","url":null,"abstract":"Penggunaan minyak atsiri sebagai aromaterapi membawa banyak pengaruh positif dalam bidang kesehatan, baik mental maupun fisik, ternyata pelopornya adalah seorang ilmuwan muslim yaitu Ibnu Sina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dan siapa perintis pertama penyulingan minyak atsiri, bagaimana metode penyulingan dan tumbuhan pertama yang disuling untuk aromaterapi, serta bagaimana karya Ibnu Sina menjadi rujukan selama berabad-abad. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Avicenna (381-428 H/980-1037 M) adalah ilmuwan pertama yang menemukan alat penyulingan, dengan metode yang ditemukan adalah penyulingan uap yang masih digunakan sampai sekarang untuk memperoleh minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan. Juga tanaman pertama yang disuling adalah bunga mawar yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan atras dan industri, terakhir adalah kitab al-Qānūn fī at-Ṭibb yang menjadi rujukan selama berabad-abad hingga abad ke-18, yang diterjemahkan oleh Gerard of Cremona dan dijadikan referensi utama dalam bidang kedokteran di perguruan tinggi.","PeriodicalId":131048,"journal":{"name":"Thaqafiyyat : Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi Islam","volume":"81 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128270245","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-12DOI: 10.14421/thaq.2022.21206
Khoiro Ummatin
Islam and local tradition cannot be separated when delivering da'wah. It is crucial to understand and respect local traditions while promoting Islamic values to achieve effective and meaningful delivery of the message of Islam. While the advancement of technology offers a variety of media in Islamic teaching, a few communities still take advantage of the local tradition to deliver da’wah. This research focuses on Syi’iran Tradition in Bintaran Wetan, Srimulyo, Piyungan, Bantul where the community in that area deliver da’wah through syi’ir. This study employs qualitative analysis, where the primary data is collected through documentation and in-depth interviews with the leaders and activists of syi'ir. This paper argues that the syi’iran tradition proves that local tradition and Islam can be merged to convey Islamic teaching harmoniously and preserve the local tradition simultaneously.
{"title":"Syi’iran Tradition in Bantul: Merging Islam and Local Tradition","authors":"Khoiro Ummatin","doi":"10.14421/thaq.2022.21206","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/thaq.2022.21206","url":null,"abstract":"Islam and local tradition cannot be separated when delivering da'wah. It is crucial to understand and respect local traditions while promoting Islamic values to achieve effective and meaningful delivery of the message of Islam. While the advancement of technology offers a variety of media in Islamic teaching, a few communities still take advantage of the local tradition to deliver da’wah. This research focuses on Syi’iran Tradition in Bintaran Wetan, Srimulyo, Piyungan, Bantul where the community in that area deliver da’wah through syi’ir. This study employs qualitative analysis, where the primary data is collected through documentation and in-depth interviews with the leaders and activists of syi'ir. This paper argues that the syi’iran tradition proves that local tradition and Islam can be merged to convey Islamic teaching harmoniously and preserve the local tradition simultaneously.","PeriodicalId":131048,"journal":{"name":"Thaqafiyyat : Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi Islam","volume":"238 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116680703","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-10DOI: 10.14421/thaq.2022.21104
Johan Septian Putra
Perkembangan dan kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam pada Abad Pertengahan di Nusantara adalah isu penting. Kelautan dan perdagangan yang dikuasai Kesultanan Aceh Darussalam menjadikan kesultanan ini kaya akan hasil tambang alam dan hasil bumi dari Selat Malaka hingga pantai barat Sumatera sebagai basis pendapatan kesultanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi Kesultanan Aceh Darussalam terhadap kemajuan maritim dan perdagangan di Nusantara pada abad XVI-XVII. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang meliputi empat tahapan yaitu heuristik berupa pengumpulan bahan/sumber; kritik sumber berupa kritik internal-eksternal; penafsiran; dan historiografi. Hasil dari penelitian ini adalah: Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan yang berdiri sejak jatuhnya Kesultanan Malaka akibat serangan dari Kolonial Portugis. Kesultanan Aceh Darussalam hadir sebagai penguasa baru di wilayah Aceh karena menentang tindakan monopoli dan upaya menjajah wilayah Portugis di Sumatera, khususnya di bagian utara pulau Sumatera. Kemudian, politik maritim Kesultanan Aceh Darussalam menjadi sangat kuat pada pertengahan abad ke-16. Kekuatan tersebut diperoleh dari kemajuan Kesultanan Aceh Darussalam dalam bidang militer atau angkatan bersenjata. Terakhir, perekonomian perdagangan Kesultanan Aceh Darussalam terus mengalami kemajuan melalui peningkatan perdagangan dari kawasan-kawasan strategis perdagangan maritim, khususnya di wilayah Sumatera bagian dan Selat Malaka.
{"title":"Kontribusi Kesultanan Aceh Darussalam terhadap Kemajuan Kemaritiman dan Perdagangan di Nusantara Abad XVI-XVII M","authors":"Johan Septian Putra","doi":"10.14421/thaq.2022.21104","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/thaq.2022.21104","url":null,"abstract":"Perkembangan dan kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam pada Abad Pertengahan di Nusantara adalah isu penting. Kelautan dan perdagangan yang dikuasai Kesultanan Aceh Darussalam menjadikan kesultanan ini kaya akan hasil tambang alam dan hasil bumi dari Selat Malaka hingga pantai barat Sumatera sebagai basis pendapatan kesultanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi Kesultanan Aceh Darussalam terhadap kemajuan maritim dan perdagangan di Nusantara pada abad XVI-XVII. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang meliputi empat tahapan yaitu heuristik berupa pengumpulan bahan/sumber; kritik sumber berupa kritik internal-eksternal; penafsiran; dan historiografi. Hasil dari penelitian ini adalah: Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan yang berdiri sejak jatuhnya Kesultanan Malaka akibat serangan dari Kolonial Portugis. Kesultanan Aceh Darussalam hadir sebagai penguasa baru di wilayah Aceh karena menentang tindakan monopoli dan upaya menjajah wilayah Portugis di Sumatera, khususnya di bagian utara pulau Sumatera. Kemudian, politik maritim Kesultanan Aceh Darussalam menjadi sangat kuat pada pertengahan abad ke-16. Kekuatan tersebut diperoleh dari kemajuan Kesultanan Aceh Darussalam dalam bidang militer atau angkatan bersenjata. Terakhir, perekonomian perdagangan Kesultanan Aceh Darussalam terus mengalami kemajuan melalui peningkatan perdagangan dari kawasan-kawasan strategis perdagangan maritim, khususnya di wilayah Sumatera bagian dan Selat Malaka.","PeriodicalId":131048,"journal":{"name":"Thaqafiyyat : Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi Islam","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130475561","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-10DOI: 10.14421/thaq.2022.21103
M. ., Danar Widiyanta
Kemerdekaan Indonesia sudah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, tetapi kemerdekaan itu diusik kembali oleh Belanda. Perjuangan bangsa ini masih harus dilanjutkan untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan mengangkat senjata melawan bangsa Belanda yang ingin meneruskan penjajahannya kembali. Kajian ini akan melihat peran ulama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan melihat kasus Hisbullah di Surabaya dan Angkatan Perang Sabil di Yogyakarta. Ulama dalam konteks ini tidak hanya berfatwa saja, tetapi mereka memberi contoh memimpin di garis depan untuk melakukan perlawanan terhadap bangsa Belanda yang ingin menjajah Indonesia kembali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Surabaya dan Yogyakarta, bergabungnya para ulama dalam pertempuran melawan Sekutu, membuat semangat para anggota Hizbullah semakin berkobar dikarenakan para ulama ikut terjun langsung dalam medan peperangan. Dengan tampilnya ulama di garis depan disertai fatwa perang jihād fī sabīlillāh dan semboyan hidup merdeka atau mati syahid sangat efektif dalam memobilisasi para santri dan pemuda untuk mengangkat senjata melawan Belanda. APS (Angkatan Perang Sabil), yang ditugaskan untuk membantu mempertahankan wilayah di perbatasan antara daerah Kedu dan Semarang dari serangan Belanda dan dikirim ke Kebumen untuk menghadang kedatangan Belanda, juga atas peran ulama. Terbentuknya Markas Ulama Angkatan Perang Sabil (MUAPS) dan pasukan bersenjatanya yang bernama Angkatan Perang Sabil (APS) adalah berkat hasil musyawarah para ulama untuk ikut mempertahankan Indonesia.
{"title":"Jihād fī Sabīlillāh Ulama dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia: dari Surabaya ke Yogyakarta","authors":"M. ., Danar Widiyanta","doi":"10.14421/thaq.2022.21103","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/thaq.2022.21103","url":null,"abstract":"Kemerdekaan Indonesia sudah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, tetapi kemerdekaan itu diusik kembali oleh Belanda. Perjuangan bangsa ini masih harus dilanjutkan untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan mengangkat senjata melawan bangsa Belanda yang ingin meneruskan penjajahannya kembali. Kajian ini akan melihat peran ulama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan melihat kasus Hisbullah di Surabaya dan Angkatan Perang Sabil di Yogyakarta. Ulama dalam konteks ini tidak hanya berfatwa saja, tetapi mereka memberi contoh memimpin di garis depan untuk melakukan perlawanan terhadap bangsa Belanda yang ingin menjajah Indonesia kembali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Surabaya dan Yogyakarta, bergabungnya para ulama dalam pertempuran melawan Sekutu, membuat semangat para anggota Hizbullah semakin berkobar dikarenakan para ulama ikut terjun langsung dalam medan peperangan. Dengan tampilnya ulama di garis depan disertai fatwa perang jihād fī sabīlillāh dan semboyan hidup merdeka atau mati syahid sangat efektif dalam memobilisasi para santri dan pemuda untuk mengangkat senjata melawan Belanda. APS (Angkatan Perang Sabil), yang ditugaskan untuk membantu mempertahankan wilayah di perbatasan antara daerah Kedu dan Semarang dari serangan Belanda dan dikirim ke Kebumen untuk menghadang kedatangan Belanda, juga atas peran ulama. Terbentuknya Markas Ulama Angkatan Perang Sabil (MUAPS) dan pasukan bersenjatanya yang bernama Angkatan Perang Sabil (APS) adalah berkat hasil musyawarah para ulama untuk ikut mempertahankan Indonesia.","PeriodicalId":131048,"journal":{"name":"Thaqafiyyat : Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi Islam","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129577883","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-10DOI: 10.14421/thaq.2022.21106
Ainol Yaqin
Tulisan ini bertujuan untuk memetakan tipologi ulama Indonesia di masa kontemporer dan menjelaskan dinamika pemikiran Islam Indonesia yang ada di balik pemetaan tersebut. Kajian ini dinilai penting disebabkan berbagai perubahan yang terjadi dan perkembangan yang sangat cepat telah berpengaruh luas terhadap cara berpikir dan sikap yang diambil oleh umat Islam. Peran dan posisi ulama sangat penting sebab mereka adalah pewaris para nabi yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengemban risalah kenabian. Alat analisis yang digunakan dalam tulisan ini adalah konsep tipologi dan dinamika. yakni melakukan klasifikasi atau pengelompokan berdasarkan jenis atau kategori ulama Indonesia kontemporer berdasarkan pada dinamika peristiwa dan pemikiran yang melingkupi perjalanan ulama Indonesia. Di samping itu juga berdasarkan pada metodologi yang digunakan dalam merefleksikan pemikiran keulamaannya. Adapun metode penelitiannya adalah metode sejarah yang berusaha untuk merekonstruksi peristiwa yang telah terjadi dengan cara mengumpulkan sumber, mengkritisi sumber atau melakukan verifikasi terhadap sumber yang telah didapatkan, melakukan penafsiran, dan menyajikan hasil penelitian sejarah dalam bentuk tulisan atau historiografi. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada lima tipologi ulama Indonesia yang sekaligus menggambarkan dinamikanya dalam pemikiran Islam Indonesia kontemporer. Tipologi tersebut adalah ulama tradisionalis, modernis, fundamentalis, moderat, dan ulama progresif. Kelimanya ada dalam irisan yang berkelindan, berkontestasi, dan menggambarkan pandangannya dalam memaknai Islam dan dalam merespon persoalan kontemporer. Ulama moderat dan ulama progresif yang juga berbasis dari NU (tradisionalis) dan Muhammadiyah (modernis) menggambarkan potret dinamika pemikiran Islam yang moderat dan progresif untuk masa depan Islam Indonesia.
{"title":"Dinamika dan Tipologi ‘Ulamā’ Indonesia Kontemporer","authors":"Ainol Yaqin","doi":"10.14421/thaq.2022.21106","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/thaq.2022.21106","url":null,"abstract":"Tulisan ini bertujuan untuk memetakan tipologi ulama Indonesia di masa kontemporer dan menjelaskan dinamika pemikiran Islam Indonesia yang ada di balik pemetaan tersebut. Kajian ini dinilai penting disebabkan berbagai perubahan yang terjadi dan perkembangan yang sangat cepat telah berpengaruh luas terhadap cara berpikir dan sikap yang diambil oleh umat Islam. Peran dan posisi ulama sangat penting sebab mereka adalah pewaris para nabi yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengemban risalah kenabian. Alat analisis yang digunakan dalam tulisan ini adalah konsep tipologi dan dinamika. yakni melakukan klasifikasi atau pengelompokan berdasarkan jenis atau kategori ulama Indonesia kontemporer berdasarkan pada dinamika peristiwa dan pemikiran yang melingkupi perjalanan ulama Indonesia. Di samping itu juga berdasarkan pada metodologi yang digunakan dalam merefleksikan pemikiran keulamaannya. Adapun metode penelitiannya adalah metode sejarah yang berusaha untuk merekonstruksi peristiwa yang telah terjadi dengan cara mengumpulkan sumber, mengkritisi sumber atau melakukan verifikasi terhadap sumber yang telah didapatkan, melakukan penafsiran, dan menyajikan hasil penelitian sejarah dalam bentuk tulisan atau historiografi. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada lima tipologi ulama Indonesia yang sekaligus menggambarkan dinamikanya dalam pemikiran Islam Indonesia kontemporer. Tipologi tersebut adalah ulama tradisionalis, modernis, fundamentalis, moderat, dan ulama progresif. Kelimanya ada dalam irisan yang berkelindan, berkontestasi, dan menggambarkan pandangannya dalam memaknai Islam dan dalam merespon persoalan kontemporer. Ulama moderat dan ulama progresif yang juga berbasis dari NU (tradisionalis) dan Muhammadiyah (modernis) menggambarkan potret dinamika pemikiran Islam yang moderat dan progresif untuk masa depan Islam Indonesia.","PeriodicalId":131048,"journal":{"name":"Thaqafiyyat : Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi Islam","volume":"12 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132626409","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-10DOI: 10.14421/thaq.2022.21101
Muhammad Safi’i
Riset ini mengkaji Naskah Hikayat Dipanegara (Rol. 17, No. 23) karya Pangeran Dipanegara. Dengan perspektif filologi, kajian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pemikiran Pangeran Dipanegara. Metode filologi meliputi: (1) Inventarisasi naskah; (2) Deskripsi naskah; (3) Review naskah; (4) penyuntingan dan kritik naskah; (5) Penerjemahan naskah. Langkah ini digunakan untuk memudahkan peneliti dalam mempelajari Naskah Hikayat Hikayat Dipanegara. Analisis yang digunakan adalah analisis isi (content analysis). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga topik utama yang didiskusikan pada manuskrip: (1) Upaya Pangeran Dipanegara untuk menjelaskan rukun Islam dan hukum fikih Islam menurut mazhab Imam Syafi'i yang bersumber dari kitab kuning seperti Fatḥul Qarīb dan Taqrīb; (2) Kedudukan atau fungsi naskah bagi Pasukan Pangeran Dipanegara; (3) Biografi singkat Pangeran Dipanegara.
{"title":"Pemikiran Pangeran Dipanegara tentang Rukun Islam: Sebuah Tinjauan Filologi terhadap Naskah Hikayat Dipanegara","authors":"Muhammad Safi’i","doi":"10.14421/thaq.2022.21101","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/thaq.2022.21101","url":null,"abstract":"Riset ini mengkaji Naskah Hikayat Dipanegara (Rol. 17, No. 23) karya Pangeran Dipanegara. Dengan perspektif filologi, kajian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pemikiran Pangeran Dipanegara. Metode filologi meliputi: (1) Inventarisasi naskah; (2) Deskripsi naskah; (3) Review naskah; (4) penyuntingan dan kritik naskah; (5) Penerjemahan naskah. Langkah ini digunakan untuk memudahkan peneliti dalam mempelajari Naskah Hikayat Hikayat Dipanegara. Analisis yang digunakan adalah analisis isi (content analysis). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga topik utama yang didiskusikan pada manuskrip: (1) Upaya Pangeran Dipanegara untuk menjelaskan rukun Islam dan hukum fikih Islam menurut mazhab Imam Syafi'i yang bersumber dari kitab kuning seperti Fatḥul Qarīb dan Taqrīb; (2) Kedudukan atau fungsi naskah bagi Pasukan Pangeran Dipanegara; (3) Biografi singkat Pangeran Dipanegara.","PeriodicalId":131048,"journal":{"name":"Thaqafiyyat : Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi Islam","volume":"43 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123169610","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}