Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana performa zeolit alam Lampung jika digunakan sebagai katalis pada reaksi esterifikasi reaksi antara gliserol dan asam asetat menjadi triacetin dengan perlakuan awal pada kondisi tertentu dan mengkolaborasikan faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi kimia seperti suhu reaksi, kecepatan pengadukan, serta ukuran partikel katalisator zeolit alam Lampung. Pengamatan dilakukan menggunakan reaktor bacth berupa labu leher tiga dengan perbandingan pereaksi 1:3 mol gliserol/mol asam asetat, pada variasi suhu reaksi 90-110oC, ukuran katalis zeolit alam Lampung 40-50 mesh, dan kecepatan pengadukan 600-700 rpm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi operasi terbaik dihasilkan pada suhu reaksi 110oC, kecepatan pengadukan 700 rpm, dan ukuran katalisr 50 mesh dengan konversi sebesar 27% dan selektivitas triacetin sebesar 2,03%.
{"title":"UJI COBA ZEOLIT ALAM KLINOPTILOLIT SEBAGAI KATALIS PADA PEMBUATAN BIOADITIF DARI GLISEROL DAN ASAM ASETAT","authors":"Nuryoto Nuryoto, Diana Alfi Jayanti, Erlin Findilina","doi":"10.31942/inteka.v7i1.5890","DOIUrl":"https://doi.org/10.31942/inteka.v7i1.5890","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana performa zeolit alam Lampung jika digunakan sebagai katalis pada reaksi esterifikasi reaksi antara gliserol dan asam asetat menjadi triacetin dengan perlakuan awal pada kondisi tertentu dan mengkolaborasikan faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi kimia seperti suhu reaksi, kecepatan pengadukan, serta ukuran partikel katalisator zeolit alam Lampung. Pengamatan dilakukan menggunakan reaktor bacth berupa labu leher tiga dengan perbandingan pereaksi 1:3 mol gliserol/mol asam asetat, pada variasi suhu reaksi 90-110oC, ukuran katalis zeolit alam Lampung 40-50 mesh, dan kecepatan pengadukan 600-700 rpm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi operasi terbaik dihasilkan pada suhu reaksi 110oC, kecepatan pengadukan 700 rpm, dan ukuran katalisr 50 mesh dengan konversi sebesar 27% dan selektivitas triacetin sebesar 2,03%.","PeriodicalId":133390,"journal":{"name":"Jurnal Inovasi Teknik Kimia","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123342138","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-29DOI: 10.31942/inteka.v7i1.4395
Zayyinul Mushthofa, Ian Yulianti, Upik Nurbaiti
{"title":"DAYA SERAP ADSORBEN AMPAS TEBU DAN SERBUK GERGAJI KAYU TERHADAP PENCEMARAN PELUMAS BEKAS DI AIR","authors":"Zayyinul Mushthofa, Ian Yulianti, Upik Nurbaiti","doi":"10.31942/inteka.v7i1.4395","DOIUrl":"https://doi.org/10.31942/inteka.v7i1.4395","url":null,"abstract":"","PeriodicalId":133390,"journal":{"name":"Jurnal Inovasi Teknik Kimia","volume":"39 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123358219","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-29DOI: 10.31942/inteka.v7i1.6483
R. D. Ratnani, Rosida dwi Ayuningtyas
Sigaret Kretek Tangan (SKT) merupakan salah satu karya kebudayaan Indonesia yang terbaik, unik, khas serta merupakan pondasi terbentuknya entitas rokok kretek. Industri SKT memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi di Indonesia dengan menyerap 85% dari total tenaga kerja Industri rokok. Namun disayangkan, produksi SKT mengalami penurunan karena kalah bersaing dengan rokok fiter Sigaret Kretek Mesin (SKM). Rokok SKT yang tidak menggunakan filter, menyebabkan potongan tembakau masuk ke mulut dan menganggu kenyamanan saat merokok rokok SKT. Mengingat pentingnya SKT sebagai warisan budaya dan peranan ekonominya, diperlukan solusi untuk meningkatkan kenyamanan saat merokoknya. Selongsong penahan isi rokok (BioVentTM), merupakan solusi untuk mendapatkan kenyamanan, dipasang pada ujung hisap untuk menahan isi rokok tidak masuk ke mulut tanpa proses filtrasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan BioVentTM (SKT- BioVentTM) dan filter (SKTF1) pada rokok SKT (SKTO). Parameter Total Partikulat Matter (TPM), Nikotin, Water, Tar Coresta, Tar SNI, Puff Number, Eugenol dan CO diuji menggunakan Smoking Machine Rotary dan Gas Chromatography (GC). Hasil menunjukkan komposisi kimia SKT- BioVentTM berbeda tidak nyata dengan SKTO, namun berbeda nyata dengan SKTF1. Simpulan penelitian ini, BioVentTM tidak memberikan fungsi filtrasi dan tidak merubah komposisi kimiawi dari rokok SKT sehingga SKT-BioVentTM dapat dikategorikan sebagai rokok SKT.
{"title":"PENGARUH PENGGUNAAN SELONGSONG PENAHAN ISI ROKOK “BIOVENT™” TERHADAP KOMPOSISI KIMIAWI SIGARET KRETEK TANGAN","authors":"R. D. Ratnani, Rosida dwi Ayuningtyas","doi":"10.31942/inteka.v7i1.6483","DOIUrl":"https://doi.org/10.31942/inteka.v7i1.6483","url":null,"abstract":"Sigaret Kretek Tangan (SKT) merupakan salah satu karya kebudayaan Indonesia yang terbaik, unik, khas serta merupakan pondasi terbentuknya entitas rokok kretek. Industri SKT memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi di Indonesia dengan menyerap 85% dari total tenaga kerja Industri rokok. Namun disayangkan, produksi SKT mengalami penurunan karena kalah bersaing dengan rokok fiter Sigaret Kretek Mesin (SKM). Rokok SKT yang tidak menggunakan filter, menyebabkan potongan tembakau masuk ke mulut dan menganggu kenyamanan saat merokok rokok SKT. Mengingat pentingnya SKT sebagai warisan budaya dan peranan ekonominya, diperlukan solusi untuk meningkatkan kenyamanan saat merokoknya. Selongsong penahan isi rokok (BioVentTM), merupakan solusi untuk mendapatkan kenyamanan, dipasang pada ujung hisap untuk menahan isi rokok tidak masuk ke mulut tanpa proses filtrasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan BioVentTM (SKT- BioVentTM) dan filter (SKTF1) pada rokok SKT (SKTO). Parameter Total Partikulat Matter (TPM), Nikotin, Water, Tar Coresta, Tar SNI, Puff Number, Eugenol dan CO diuji menggunakan Smoking Machine Rotary dan Gas Chromatography (GC). Hasil menunjukkan komposisi kimia SKT- BioVentTM berbeda tidak nyata dengan SKTO, namun berbeda nyata dengan SKTF1. Simpulan penelitian ini, BioVentTM tidak memberikan fungsi filtrasi dan tidak merubah komposisi kimiawi dari rokok SKT sehingga SKT-BioVentTM dapat dikategorikan sebagai rokok SKT. ","PeriodicalId":133390,"journal":{"name":"Jurnal Inovasi Teknik Kimia","volume":"12 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125560038","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-29DOI: 10.31942/inteka.v7i1.6045
A. Muarif, Rizka Mulyawan, Marisa Fitria
The products produced at the Primajasa Palm Oil Mill are Crude Palm Oil (CPO) and palm kernel (kernel). The palm oil processing process goes through several stations, including loading ramp station, sterilizing station, threshing stations, digesting and pressing station, clarification station, and kernel stations. In the palm oil processing industry, the main factors that can cause damage palm oil quality are high moisture content and free fatty acid (FFA) levels. This study aims to analyze the quality of CPO based on the performance of the vacuum dryer at the Primajasa Palm Oil Mill as seen from the free fatty acid (FFA) and moisture content. The average results obtained from the analysis of the moisture content of CPO before entering the vacuum dryer and after leaving the vacuum dryer were 0.57% and 0.27%. Meanwhile, the average results obtained from the analysis of FFA CPO levels before entering the vacuum dryer and after leaving the vacuum dryer were 3.63% and 3.57%. Based on these results, it is known that a vacuum dryer can reduce the value of moisture content and FFA levels contained in CPO. These results also indicate that the moisture content and free fatty acid (FFA) content in the sample are in accordance with the national quality standard of CPO.
{"title":"ANALYSIS OF CRUDE PALM OIL (CPO) QUALITY BASED ON VACUUM DRYER PERFORMANCE AT PRIMAJASA PALM OIL MILL","authors":"A. Muarif, Rizka Mulyawan, Marisa Fitria","doi":"10.31942/inteka.v7i1.6045","DOIUrl":"https://doi.org/10.31942/inteka.v7i1.6045","url":null,"abstract":"The products produced at the Primajasa Palm Oil Mill are Crude Palm Oil (CPO) and palm kernel (kernel). The palm oil processing process goes through several stations, including loading ramp station, sterilizing station, threshing stations, digesting and pressing station, clarification station, and kernel stations. In the palm oil processing industry, the main factors that can cause damage palm oil quality are high moisture content and free fatty acid (FFA) levels. This study aims to analyze the quality of CPO based on the performance of the vacuum dryer at the Primajasa Palm Oil Mill as seen from the free fatty acid (FFA) and moisture content. The average results obtained from the analysis of the moisture content of CPO before entering the vacuum dryer and after leaving the vacuum dryer were 0.57% and 0.27%. Meanwhile, the average results obtained from the analysis of FFA CPO levels before entering the vacuum dryer and after leaving the vacuum dryer were 3.63% and 3.57%. Based on these results, it is known that a vacuum dryer can reduce the value of moisture content and FFA levels contained in CPO. These results also indicate that the moisture content and free fatty acid (FFA) content in the sample are in accordance with the national quality standard of CPO.","PeriodicalId":133390,"journal":{"name":"Jurnal Inovasi Teknik Kimia","volume":"86 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115441851","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-04-29DOI: 10.31942/inteka.v7i1.6032
Haniif Prasetiawan, R. D. Kusumaningtyas, B. Triwibowo, Dhoni Hartanto, Muhammad Fikri Al Ghifari, S. Karimah
Pelarut atau solvent merupakan salah satu komponen penting dalam proses kimia pada industri kimia. Salah satu jenis pelarut yang sering digunakan pada industri cat dan pelapis yaitu pelarut berbasis hidrokarbon yang terdiri dari campuran cairan kompleks yang beragam dan mengandung unsur alifatik, alisiklik dan aromatik (C5-C8). Aromatik hidrokarbon merupakan polutan lingkungan yang terkenal bersifat toksik, karsinogenik dan mutagenik sehingga dibutuhkan pelarut berbasis hidrokarbon dengan kandungan aromatik dibawah 1%. Metode pemisahan yang tepat untuk memisahkan komponen aromatik dan nonaromatik yang memiliki titik didih berdekatan adalah distilasi ekstraktif dengan entrainer sulfolana. Pada penelitian ini, sistem distilasi dengan entrainer sulfolana dijalankan menggunakan process simulation software Aspen Plus V.10 dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah sulfolana, feed stage dan jumlah stage terhadap sifat fisis pelarut berbasis hidrokarbon serta analisis energi dan ekonominya. Simulasi ini difokuskan pada variasi rasio sulfolana:crude feed ( 7:1, 7,5:1, 8:1, 8,5:1), variasi feed stage (stage ke-10 sampai ke-35) dan variasi jumlah stage (70,75,80). Hasil penelitian didapatkan kondisi optimum yaitu menggunakan rasio sulfolana:crude feed 8,5:1, feed stage ke-25 dan jumlah stage 80.
{"title":"REKAYASA PROSES DISTILASI EKSTRAKTIF PADA PEMBUATAN PELARUT BERBASIS HIDROKARBON DENGAN MENGGUNAKAN ENTRAINER SULFOLANA","authors":"Haniif Prasetiawan, R. D. Kusumaningtyas, B. Triwibowo, Dhoni Hartanto, Muhammad Fikri Al Ghifari, S. Karimah","doi":"10.31942/inteka.v7i1.6032","DOIUrl":"https://doi.org/10.31942/inteka.v7i1.6032","url":null,"abstract":"Pelarut atau solvent merupakan salah satu komponen penting dalam proses kimia pada industri kimia. Salah satu jenis pelarut yang sering digunakan pada industri cat dan pelapis yaitu pelarut berbasis hidrokarbon yang terdiri dari campuran cairan kompleks yang beragam dan mengandung unsur alifatik, alisiklik dan aromatik (C5-C8). Aromatik hidrokarbon merupakan polutan lingkungan yang terkenal bersifat toksik, karsinogenik dan mutagenik sehingga dibutuhkan pelarut berbasis hidrokarbon dengan kandungan aromatik dibawah 1%. Metode pemisahan yang tepat untuk memisahkan komponen aromatik dan nonaromatik yang memiliki titik didih berdekatan adalah distilasi ekstraktif dengan entrainer sulfolana. Pada penelitian ini, sistem distilasi dengan entrainer sulfolana dijalankan menggunakan process simulation software Aspen Plus V.10 dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah sulfolana, feed stage dan jumlah stage terhadap sifat fisis pelarut berbasis hidrokarbon serta analisis energi dan ekonominya. Simulasi ini difokuskan pada variasi rasio sulfolana:crude feed ( 7:1, 7,5:1, 8:1, 8,5:1), variasi feed stage (stage ke-10 sampai ke-35) dan variasi jumlah stage (70,75,80). Hasil penelitian didapatkan kondisi optimum yaitu menggunakan rasio sulfolana:crude feed 8,5:1, feed stage ke-25 dan jumlah stage 80. ","PeriodicalId":133390,"journal":{"name":"Jurnal Inovasi Teknik Kimia","volume":"54 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128938195","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kersen (Muntinga calabura L) adalah pohon yang memiliki buah kecil dan manis. Tumbuhan ini dimanfaatkan antara lain sebagai obat penurun panas, mengobati pembengkakan kelenjar prostat dan mengobati penyakit asam urat, selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai antiseptic, antioksidan, antimikroba, dan anti inflamasi. Berbagai macam metode ekstraksi telah dikembangkan dari yang konvensional ke metode modern, dimana salah satunya yaitu Microwave Assisted Extraction (MAE) dan Ultrasound Assisted Extraction (UAE). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh metode ekstraksi yang dilakukan terhadap rendemen, menganalisa pengaruh rasio solid berbanding liquid serta waktu terhadap rendemen, dan menguji kadar flavonoid yang dihasilkan dari kedua metode tersebut. Percobaan dilakukan dengan variabel rasio-pelarut 1:5 – 1:25, sedangkan variabel waktu 5 menit – 25 menit. Hasil percobaan menunjukan bahwa ke dua variabel berpengaruh terhadap konsentrasi flavonoid hasil ekstraksi. Secara umum meningkat seiring kenaikan variabel sampai maksimum di titik tertentu, kemudian turun. Konsentrasi maksimum diperoleh pada variabel umpan-pelarut MAE sebesar 1:25 dengan kadar flavonoid 132,41 mg/ml dan rendemen sebesar 39%. Adapun waktu terbaik adalah 5 menit dengan kadar flavonoid 91,669 mg/ml dan rendemen sebesar 22,7%. Sedangkan pada proses UAE (Ultrasonic Assisted Extraction) dengan rasio umpan-pelarut maksimal sebesar 1:10 dengan kadar flavonoid 47,5899 mg/ml dan rendemen 26%. Sedangkan waktu terbaik 10 menit dengan kadar flavonoid 56,7769 mg/ml dan rendemen sebesar 19,65%. AbstracKersen (Muntinga calabura L) is a tree with small and sweet fruit. The fruit is used, among others, as a febrifuge, treating swelling of the prostate gland and treating gout. Besides the fruit, its leaves also has potential as an antiseptic, antioxidant, antimicrobial, and anti-inflammatory. Various extraction methods have been developed from conventional to modern methods, one of which is Microwave Assisted Extraction (MAE) and Ultrasound Assisted Extraction (UAE). The research will extract the kersen leaves and aim to analyze the effect of the extraction method on the yield, the effect of the solid to liquid ratio and time on the yield, and the flavonoid content produced by both methods. The experiment was carried out with a solvent-ratio variable of 1:5 – 1:25, while the time variable was 5 – 25 minutes. The results of the experiment showed that the two variables had an effect on the concentration of flavonoids extracted. In general, it increases as the variables increase to a maximum point, then decreases. The maximum concentration obtained in the feed-solvent variable MAE was 1:25 with a flavonoid content of 132.41 mg/ml, with a yield of 39% and the best time was 5 minutes with a flavonoid content of 91.669 mg/ml, with a yield of 22.7%. While in the UAE Ultrasonic Assisted Extraction process with a maximum feed-solvent ratio of 1:10 with a flavonoid content 47.5899 mg/ml and
{"title":"EKSTRAKSI FLAVONOID DARI DAUN KERSEN (Muntinga calabura L) MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL DENGAN METODE MAE (Microwave Assisted Extraction) DAN UAE (Ultrasonic Assisted Extraction)","authors":"Siti Indana Isdiyanti, Laeli Kurniasari, Farikha Maharani","doi":"10.31942/inteka.v6i2.5513","DOIUrl":"https://doi.org/10.31942/inteka.v6i2.5513","url":null,"abstract":"Kersen (Muntinga calabura L) adalah pohon yang memiliki buah kecil dan manis. Tumbuhan ini dimanfaatkan antara lain sebagai obat penurun panas, mengobati pembengkakan kelenjar prostat dan mengobati penyakit asam urat, selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai antiseptic, antioksidan, antimikroba, dan anti inflamasi. Berbagai macam metode ekstraksi telah dikembangkan dari yang konvensional ke metode modern, dimana salah satunya yaitu Microwave Assisted Extraction (MAE) dan Ultrasound Assisted Extraction (UAE). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh metode ekstraksi yang dilakukan terhadap rendemen, menganalisa pengaruh rasio solid berbanding liquid serta waktu terhadap rendemen, dan menguji kadar flavonoid yang dihasilkan dari kedua metode tersebut. Percobaan dilakukan dengan variabel rasio-pelarut 1:5 – 1:25, sedangkan variabel waktu 5 menit – 25 menit. Hasil percobaan menunjukan bahwa ke dua variabel berpengaruh terhadap konsentrasi flavonoid hasil ekstraksi. Secara umum meningkat seiring kenaikan variabel sampai maksimum di titik tertentu, kemudian turun. Konsentrasi maksimum diperoleh pada variabel umpan-pelarut MAE sebesar 1:25 dengan kadar flavonoid 132,41 mg/ml dan rendemen sebesar 39%. Adapun waktu terbaik adalah 5 menit dengan kadar flavonoid 91,669 mg/ml dan rendemen sebesar 22,7%. Sedangkan pada proses UAE (Ultrasonic Assisted Extraction) dengan rasio umpan-pelarut maksimal sebesar 1:10 dengan kadar flavonoid 47,5899 mg/ml dan rendemen 26%. Sedangkan waktu terbaik 10 menit dengan kadar flavonoid 56,7769 mg/ml dan rendemen sebesar 19,65%. AbstracKersen (Muntinga calabura L) is a tree with small and sweet fruit. The fruit is used, among others, as a febrifuge, treating swelling of the prostate gland and treating gout. Besides the fruit, its leaves also has potential as an antiseptic, antioxidant, antimicrobial, and anti-inflammatory. Various extraction methods have been developed from conventional to modern methods, one of which is Microwave Assisted Extraction (MAE) and Ultrasound Assisted Extraction (UAE). The research will extract the kersen leaves and aim to analyze the effect of the extraction method on the yield, the effect of the solid to liquid ratio and time on the yield, and the flavonoid content produced by both methods. The experiment was carried out with a solvent-ratio variable of 1:5 – 1:25, while the time variable was 5 – 25 minutes. The results of the experiment showed that the two variables had an effect on the concentration of flavonoids extracted. In general, it increases as the variables increase to a maximum point, then decreases. The maximum concentration obtained in the feed-solvent variable MAE was 1:25 with a flavonoid content of 132.41 mg/ml, with a yield of 39% and the best time was 5 minutes with a flavonoid content of 91.669 mg/ml, with a yield of 22.7%. While in the UAE Ultrasonic Assisted Extraction process with a maximum feed-solvent ratio of 1:10 with a flavonoid content 47.5899 mg/ml and","PeriodicalId":133390,"journal":{"name":"Jurnal Inovasi Teknik Kimia","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126675913","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-29DOI: 10.31942/inteka.v6i2.4888
H. Hargono, Ika Nurcahyaningsih, Permana Dwi Candra
{"title":"PENGARUH SENYAWA DELIGNIFIKASI DAN HIDROLISIS ASAM DENGAN PENAMBAHAN FeSO4 PADA PRODUKSI GLUKOSA DARI SPIRODELA POLYRHIZA","authors":"H. Hargono, Ika Nurcahyaningsih, Permana Dwi Candra","doi":"10.31942/inteka.v6i2.4888","DOIUrl":"https://doi.org/10.31942/inteka.v6i2.4888","url":null,"abstract":"","PeriodicalId":133390,"journal":{"name":"Jurnal Inovasi Teknik Kimia","volume":"28 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128999911","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-29DOI: 10.31942/inteka.v6i2.5504
Retno Ambarwati Sigit Lestari
Indonesia memiliki banyak limbah pertanian yang selama ini hanya dibiarkan atau dibakar begitu saja. Limbah pertanian yang merupakan biomassa mengandung selulosa cukup tinggi dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan berupa briket. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik briket yang dibuat dari jerami padi, sampah daun dan kotoran sapi untuk dibandingkan dengan standar briket arang. Dalam penelitian ini dibuat briket dari bahan jerami padi, sampah daun dan kotoran sapi. Pembuatan briket biomassa dilakukan dengan teknik karbonisasi di dalam drum yang tertutup. Arang yang diperolah dihaluskan dan diayak 50 mesh selanjutnya ditambah bahan perekat berupa tapioka dengan perbandingan 7:1 dan sedikit air kemudian dicetak secara manual. Setelah dicetak, briket arang yang diperoleh dijemur dibawah sinar matahari selama 3 hari. Waktu terbentuknya arang dari berbagai jenis biomassa berbeda-beda, waktu optimum untuk bahan dari jerami padi 30 menit, sampah daun 60 menit dan 75 menit untuk kotoran sapi dengan rendemen masing-masing 24,39%, 29,03%, dan 26,26%. Briket yang dihasilkan dari biomassa jerami padi memiliki kadar air 5,9% kadar abu 8,02%, kadar zat mudah menguap 35,68%, kadar karbon terikat 37,48% dan nilai kalor 3000 kal/gr. Briket dari sampah daun memiliki kadar air 5,6%, kadar abu 8,02%, kadar zat mudah menguap 32,46%, kadar karbon terikat 40,55% dan nilai kalor 4600 kal/gr. Briket dari kotoran sapi memiliki kadar air 8,4%, kadar abu 8,32%, kadar zat mudah menguap 26,63%, kadar karbon terikat 50,66% dan nilai kalor 5200 kal/gr. Kata kunci: briket, jerami padi, kotoran sapi,nilai kalor, sampah daun. AbstractIndonesia has a lot of agricultural waste that has been left or burned. Agricultural waste containing high cellulose which to be used as a renewable energy source in the form of briquettes. This study aims to find out the characteristics of briquettes made from rice straw, leaf litter and cow dung to be compared to standard charcoal briquettes. In this study made briquettes from rice straw, leaf waste and cow dung. The manufacture of biomass briquettes was done by carbonization in a closed drum. The charcoal reduced in size in 50 mesh added tapioca adhesive in ratio of 7: 1 and a little water then formed to be briquettes manually. The charcoal briquettes obtained are dried in the sun for 3 days. The time for formation of charcoal from various types of biomass were varies, the optimum time for rice straw was 30 minutes, leaf waste was 60 minutes and 75 minutes for cow dung with yields of charcoal of rice straw was 24.39%, 29.03% for leaf waste and cow dung was 26.26%. Briquettes produced from biomass of rice straw have a water content of 5.9% ash content of 8.02%, a volatile substance content of 35.68%, a carbon-bound content of 37.48% and a heat value of 3000 cal/gr. Briquettes from leaf litter have a water content of 5.6%, ash content of 8.02%, a volatile substance content of 32.46%, a carbon-bound content of 40.55% an
{"title":"BRIKET BIOMASSA DARI JERAMI PADI, SAMPAH DAUN DAN KOTORAN SAPI","authors":"Retno Ambarwati Sigit Lestari","doi":"10.31942/inteka.v6i2.5504","DOIUrl":"https://doi.org/10.31942/inteka.v6i2.5504","url":null,"abstract":"Indonesia memiliki banyak limbah pertanian yang selama ini hanya dibiarkan atau dibakar begitu saja. Limbah pertanian yang merupakan biomassa mengandung selulosa cukup tinggi dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan berupa briket. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik briket yang dibuat dari jerami padi, sampah daun dan kotoran sapi untuk dibandingkan dengan standar briket arang. Dalam penelitian ini dibuat briket dari bahan jerami padi, sampah daun dan kotoran sapi. Pembuatan briket biomassa dilakukan dengan teknik karbonisasi di dalam drum yang tertutup. Arang yang diperolah dihaluskan dan diayak 50 mesh selanjutnya ditambah bahan perekat berupa tapioka dengan perbandingan 7:1 dan sedikit air kemudian dicetak secara manual. Setelah dicetak, briket arang yang diperoleh dijemur dibawah sinar matahari selama 3 hari. Waktu terbentuknya arang dari berbagai jenis biomassa berbeda-beda, waktu optimum untuk bahan dari jerami padi 30 menit, sampah daun 60 menit dan 75 menit untuk kotoran sapi dengan rendemen masing-masing 24,39%, 29,03%, dan 26,26%. Briket yang dihasilkan dari biomassa jerami padi memiliki kadar air 5,9% kadar abu 8,02%, kadar zat mudah menguap 35,68%, kadar karbon terikat 37,48% dan nilai kalor 3000 kal/gr. Briket dari sampah daun memiliki kadar air 5,6%, kadar abu 8,02%, kadar zat mudah menguap 32,46%, kadar karbon terikat 40,55% dan nilai kalor 4600 kal/gr. Briket dari kotoran sapi memiliki kadar air 8,4%, kadar abu 8,32%, kadar zat mudah menguap 26,63%, kadar karbon terikat 50,66% dan nilai kalor 5200 kal/gr. Kata kunci: briket, jerami padi, kotoran sapi,nilai kalor, sampah daun. AbstractIndonesia has a lot of agricultural waste that has been left or burned. Agricultural waste containing high cellulose which to be used as a renewable energy source in the form of briquettes. This study aims to find out the characteristics of briquettes made from rice straw, leaf litter and cow dung to be compared to standard charcoal briquettes. In this study made briquettes from rice straw, leaf waste and cow dung. The manufacture of biomass briquettes was done by carbonization in a closed drum. The charcoal reduced in size in 50 mesh added tapioca adhesive in ratio of 7: 1 and a little water then formed to be briquettes manually. The charcoal briquettes obtained are dried in the sun for 3 days. The time for formation of charcoal from various types of biomass were varies, the optimum time for rice straw was 30 minutes, leaf waste was 60 minutes and 75 minutes for cow dung with yields of charcoal of rice straw was 24.39%, 29.03% for leaf waste and cow dung was 26.26%. Briquettes produced from biomass of rice straw have a water content of 5.9% ash content of 8.02%, a volatile substance content of 35.68%, a carbon-bound content of 37.48% and a heat value of 3000 cal/gr. Briquettes from leaf litter have a water content of 5.6%, ash content of 8.02%, a volatile substance content of 32.46%, a carbon-bound content of 40.55% an","PeriodicalId":133390,"journal":{"name":"Jurnal Inovasi Teknik Kimia","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131300926","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-29DOI: 10.31942/inteka.v6i2.5507
R. Firyanto, Mf. Sri Mulyaningsih, Laura Nisa
Pestisida organik adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang bersifat mudah terurai di alam. Salah satu tumbuhan yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan pestisida organik adalah kulit jeruk nipis. Kulit jeruk dapat berpotensi menjadi repellent karena mengandung minyak atsiri dengan komponen limonene, mirsen, linalool, oktanal, decanal, sitronelol, neral, geraniol, valensen dan sinensial. Linalool, sitronelol dan geraniol termasuk senyawa yang bersifat repellent terhadap serangga (arthropoda). Pengunaan bahan alami dari ekstrak kulit jeruk diharapkan lebih aman jika dibandingkan dengan bahan kimia Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT). Proses pembuatan pestisida organik dilakukan dengan ekstraksi maserasi menggunakan ethanol sebagai pelarut. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel terhadap hasil pengujian pestisida organic terhadap jangkrik. Hasil penelitian menunjukkan pada konsentrasi pestisida organic 5% didapatkan prosentase kematian jangkrik 72%, pada konsentrasi 15% didapatkan prosen kematian jangkrik 80%, dan pada konsentrasi 25% didapatkan prosen kematian jangkrik 88%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh terhadap perbedaan konsentrasi pestisida organic terhadap kematian jangkrik. Kata kunci: jeruk nipis, maserasi, pestisida organik AbstractOrganic pesticides are pesticides whose basic ingredients come from plants that are easily biodegradable in nature. One of the plants that can be used as raw material for making organic pesticides is lime peel. Orange peel can potentially be a repellent because it contains essential oils with components of limonene, mirsen, linalool, octanal, decanal, citronellol, neral, geraniol, valensen and sinensial. Linalool, citronellol and geraniol are compounds that are repellent to insects (arthropoda). The use of natural ingredients from orange peel extract is expected to be safer when compared to the chemical Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT). The process of making organic pesticides is done by maceration extraction using ethanol as a solvent. This study aims to determine the effect of variables on the results of testing organic pesticides on crickets. The results showed that at 5% organic pesticide concentration, 72% of crickets died, at 15%, 80% of crickets died, and at 25%, 88% of crickets died. The results showed that there was an effect on differences in the concentration of organic pesticides on the mortality of crickets.. Keywords: lime, maceration, organic pesticide
有机杀虫剂是一种杀虫剂,其基本成分来自于容易降解的植物。有机杀虫剂产生的原料之一是柠檬皮。橙色皮肤可能具有重复性,因为它含有含有酶、mirsen、linalool、oktanal、decanal、sitronelol、neral、geraniol、valensen和singner成分的atsiri油。Linalool, sitronelol和geraniol都是一种对节肢动物的重复化合物。从橘子皮提取物中提取的天然成分的使用被认为比二氯苯甲酸三氯酸盐(DDT)更安全。有机杀虫剂的生产过程是用乙醇作为溶剂进行的。本研究旨在探讨中蟋蟀变量对有机农药对测试结果的影响。结果研究表明有机农药浓度5%的比例死亡浓度获得15% prosen蟋蟀72%,蟋蟀浓度25%获得80%,prosen蟋蟀88%的死亡。研究结果表明,对不同浓度的影响有机农药对死亡的蟋蟀。关键词:柠檬、maserasi有机农药AbstractOrganic pesticides pesticides是一个basic ingredients来自植物这是轻易可生物降解的在《自然》(nature)。raw一号《美国植物那可以成为过去为了让有机材料pesticides是lime皮尔。剥橘子可以潜在地成为一个repellent因为它contains essential oils components of limonene同在,mirsen linalool octanal、decanal citronellol neral、geraniol valensen和sinensial。Linalool, citronellol和geraniol英亩compounds那是repellent到昆虫(目无)。自然从橙色皮尔extract ingredients之用一点是to be安全当compared to The chemical Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT)。在美国,用乙醇作为溶剂的方法这个效应》study aims to个重大variables on the results of测试有机pesticides on jiminy。结果表明,5%的微生物感染集中,72%的板球死亡,15%,80%的板球死亡,25%,88%的板球死亡。结果表明,在板球死亡率上,鼠疫的集中程度上存在着不同的影响。柠檬,苹果,鼠疫
{"title":"EFEKTIVITAS PESTISIDA ORGANIK EKSTRAK KULIT JERUK NIPIS TERHADAP KEMATIAN JANGKRIK","authors":"R. Firyanto, Mf. Sri Mulyaningsih, Laura Nisa","doi":"10.31942/inteka.v6i2.5507","DOIUrl":"https://doi.org/10.31942/inteka.v6i2.5507","url":null,"abstract":"Pestisida organik adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang bersifat mudah terurai di alam. Salah satu tumbuhan yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan pestisida organik adalah kulit jeruk nipis. Kulit jeruk dapat berpotensi menjadi repellent karena mengandung minyak atsiri dengan komponen limonene, mirsen, linalool, oktanal, decanal, sitronelol, neral, geraniol, valensen dan sinensial. Linalool, sitronelol dan geraniol termasuk senyawa yang bersifat repellent terhadap serangga (arthropoda). Pengunaan bahan alami dari ekstrak kulit jeruk diharapkan lebih aman jika dibandingkan dengan bahan kimia Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT). Proses pembuatan pestisida organik dilakukan dengan ekstraksi maserasi menggunakan ethanol sebagai pelarut. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel terhadap hasil pengujian pestisida organic terhadap jangkrik. Hasil penelitian menunjukkan pada konsentrasi pestisida organic 5% didapatkan prosentase kematian jangkrik 72%, pada konsentrasi 15% didapatkan prosen kematian jangkrik 80%, dan pada konsentrasi 25% didapatkan prosen kematian jangkrik 88%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh terhadap perbedaan konsentrasi pestisida organic terhadap kematian jangkrik. Kata kunci: jeruk nipis, maserasi, pestisida organik AbstractOrganic pesticides are pesticides whose basic ingredients come from plants that are easily biodegradable in nature. One of the plants that can be used as raw material for making organic pesticides is lime peel. Orange peel can potentially be a repellent because it contains essential oils with components of limonene, mirsen, linalool, octanal, decanal, citronellol, neral, geraniol, valensen and sinensial. Linalool, citronellol and geraniol are compounds that are repellent to insects (arthropoda). The use of natural ingredients from orange peel extract is expected to be safer when compared to the chemical Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT). The process of making organic pesticides is done by maceration extraction using ethanol as a solvent. This study aims to determine the effect of variables on the results of testing organic pesticides on crickets. The results showed that at 5% organic pesticide concentration, 72% of crickets died, at 15%, 80% of crickets died, and at 25%, 88% of crickets died. The results showed that there was an effect on differences in the concentration of organic pesticides on the mortality of crickets.. Keywords: lime, maceration, organic pesticide","PeriodicalId":133390,"journal":{"name":"Jurnal Inovasi Teknik Kimia","volume":"191 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121620203","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-29DOI: 10.31942/inteka.v6i2.5508
N. Rokhati, A. Prasetyaningrum, Nur'Aini Hamada, Adi Lamda Cahyo Utomo, Hery Budiarto Kurniawan, Imam Husnan Nugroho
Logam berat adalah istilah untuk logam-logam seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb, dan Zn yang sering berhubungan dengan polusi dan toksisitas. Adsorpsi merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menghilangkan ion logam. Tongkol jagung berpotensi menjadi adsorben karena kadar selulosanya yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performa tongkol jagung sebagai adsorben ion Cr(VI) dan Cd(II). Penelitian dimulai dengan perlakuan awal adsorben dan dilanjutkan dengan proses adsorbsi. Kadar logam berat dihitung dengan metode spektrofotometri. Nilai efisiensi penyerapan Cd(II) meningkat dengan adanya perlakuan awal menggunakan suhu tinggi. Jumlah logam yang terserap semakin banyak seiring dengan lamanya waktu adsorpsi dengan efisiensi penyerapan sebesar 94,76% untuk Cr(VI) dan 83,96% untuk Cd(II). Penambahan jumlah adsorben tongkol jagung juga meningkatkan efisiensi penyerapan logam kromium hingga 82,33% dan kadmium sebesar 83,98%. Sedangkan jumlah ion Cr(VI) yang terserap tidak linear dengan penambahan kecepatan pengadukan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tongkol jagung berpotensi digunakan sebagai adsorben ion logam berat dengan efisiensi di atas 80%. Kata kunci: adsorpsi, kadmium, kromium, tongkol jagung AbstractHeavy metal is a term for metals such as Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb, and Zn, often associated with pollution and toxicity. Adsorption is the most commonly used method to remove metal ions. Corncob have the potential to be an adsorbent because of their high cellulose content. This study aimed to examine the performance of corncob as an adsorbent of Cr(VI) and Cd(II) ions. The study began with the pretreatment of the adsorbent and continued with the adsorption process. Heavy metal concentration was calculated by the spectrophotometric method. The value of the absorption efficiency of Cd(II) increased with the pretreatment using high temperature. The amount of metal adsorbed increased with the length of adsorption time with the absorption efficiency of 94.76% for Cr(VI) and 83.96% for Cd(II). The addition of corncob adsorbent also increased the efficiency of chromium metal absorption up to 82.33% and cadmium by 83.98%. Meanwhile, the amount of Cr(VI) ion adsorbed was not linear with increasing stirring speed. Based on the results, it can be concluded that corncob could be used as heavy metal ion adsorbents with an efficiency above 80%. Keywords: adsorption, cadmium, chromium, corn cob
{"title":"PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG SEBAGAI ADSORBEN LIMBAH LOGAM BERAT","authors":"N. Rokhati, A. Prasetyaningrum, Nur'Aini Hamada, Adi Lamda Cahyo Utomo, Hery Budiarto Kurniawan, Imam Husnan Nugroho","doi":"10.31942/inteka.v6i2.5508","DOIUrl":"https://doi.org/10.31942/inteka.v6i2.5508","url":null,"abstract":"Logam berat adalah istilah untuk logam-logam seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb, dan Zn yang sering berhubungan dengan polusi dan toksisitas. Adsorpsi merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menghilangkan ion logam. Tongkol jagung berpotensi menjadi adsorben karena kadar selulosanya yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performa tongkol jagung sebagai adsorben ion Cr(VI) dan Cd(II). Penelitian dimulai dengan perlakuan awal adsorben dan dilanjutkan dengan proses adsorbsi. Kadar logam berat dihitung dengan metode spektrofotometri. Nilai efisiensi penyerapan Cd(II) meningkat dengan adanya perlakuan awal menggunakan suhu tinggi. Jumlah logam yang terserap semakin banyak seiring dengan lamanya waktu adsorpsi dengan efisiensi penyerapan sebesar 94,76% untuk Cr(VI) dan 83,96% untuk Cd(II). Penambahan jumlah adsorben tongkol jagung juga meningkatkan efisiensi penyerapan logam kromium hingga 82,33% dan kadmium sebesar 83,98%. Sedangkan jumlah ion Cr(VI) yang terserap tidak linear dengan penambahan kecepatan pengadukan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tongkol jagung berpotensi digunakan sebagai adsorben ion logam berat dengan efisiensi di atas 80%. Kata kunci: adsorpsi, kadmium, kromium, tongkol jagung AbstractHeavy metal is a term for metals such as Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb, and Zn, often associated with pollution and toxicity. Adsorption is the most commonly used method to remove metal ions. Corncob have the potential to be an adsorbent because of their high cellulose content. This study aimed to examine the performance of corncob as an adsorbent of Cr(VI) and Cd(II) ions. The study began with the pretreatment of the adsorbent and continued with the adsorption process. Heavy metal concentration was calculated by the spectrophotometric method. The value of the absorption efficiency of Cd(II) increased with the pretreatment using high temperature. The amount of metal adsorbed increased with the length of adsorption time with the absorption efficiency of 94.76% for Cr(VI) and 83.96% for Cd(II). The addition of corncob adsorbent also increased the efficiency of chromium metal absorption up to 82.33% and cadmium by 83.98%. Meanwhile, the amount of Cr(VI) ion adsorbed was not linear with increasing stirring speed. Based on the results, it can be concluded that corncob could be used as heavy metal ion adsorbents with an efficiency above 80%. Keywords: adsorption, cadmium, chromium, corn cob","PeriodicalId":133390,"journal":{"name":"Jurnal Inovasi Teknik Kimia","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133875109","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}