Pub Date : 2023-12-28DOI: 10.36588/sundermann.v16i2.122
Yunelis Ndraha
Konteks warga Gereja BNKP Jemaat Siofabanua yang dihadapkan dengan persoalan kemiskinan menjadi pemicu pelayanan diakonia karitatif. Pelayanan dalam bentuk pemberian bantuan uang atau barang, kepada warga jemaat yang miskin, dilakukan sekali dalam empat bulan. Namun, diakonia karitatif belum menjadi solusi untuk mengentaskan kemiskinan warga jemaat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Gereja BNKP Jemaat Siofabanua telah menerapkan diakonia reformatif dalam upaya untuk mengentaskan kemiskinan warga jemaatnya. Dalam penelitian ini penulis memakai metode deskriptif dalam rangka menggambarkan dan menganalisa penerapan diakonia reformatif serta manfaatnya secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama ini, pelayanan diakonia bagi warga Gereja BNKP Jemaat Siofabanua adalah pelayanan diakonia karitatif. Pelayanan ini baik untuk menyelesaikan masalah yang bersifat insidentil dalam durasi waktu yang tidak lama atau dalam bahasa lain tanggap darurat, namun belum mampu mengentaskan kemiskinan warga jemaat. Mengingat bahwa pelayanan diakonia karitatif itu berupa uang dan barang yang habis terpakai dalam waktu singkat karena sangat dibutuhkan. Gereja BNKP Jemaat Siofabanua masih menerapkan pelayanan diakonia karitatif, belum diakonia reformatif yang dapat membangun kehidupan jemaat. Dengan kata lain, pelayanan diakonia yang tepat untuk mengentaskan kemiskinan warga jemaat ialah pelayanan diakonia reformatif, bukan karitatif. Sebab penerapan diakonia reformatif berimplikasi bagi pertumbuhan ekonomi warga jemaat.
{"title":"Mengembangkan Diakonia Reformatif bagi Orang Miskin di Jemaat Banua Niha Keriso Protestan Siofabanua","authors":"Yunelis Ndraha","doi":"10.36588/sundermann.v16i2.122","DOIUrl":"https://doi.org/10.36588/sundermann.v16i2.122","url":null,"abstract":"Konteks warga Gereja BNKP Jemaat Siofabanua yang dihadapkan dengan persoalan kemiskinan menjadi pemicu pelayanan diakonia karitatif. Pelayanan dalam bentuk pemberian bantuan uang atau barang, kepada warga jemaat yang miskin, dilakukan sekali dalam empat bulan. Namun, diakonia karitatif belum menjadi solusi untuk mengentaskan kemiskinan warga jemaat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Gereja BNKP Jemaat Siofabanua telah menerapkan diakonia reformatif dalam upaya untuk mengentaskan kemiskinan warga jemaatnya. Dalam penelitian ini penulis memakai metode deskriptif dalam rangka menggambarkan dan menganalisa penerapan diakonia reformatif serta manfaatnya secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama ini, pelayanan diakonia bagi warga Gereja BNKP Jemaat Siofabanua adalah pelayanan diakonia karitatif. Pelayanan ini baik untuk menyelesaikan masalah yang bersifat insidentil dalam durasi waktu yang tidak lama atau dalam bahasa lain tanggap darurat, namun belum mampu mengentaskan kemiskinan warga jemaat. Mengingat bahwa pelayanan diakonia karitatif itu berupa uang dan barang yang habis terpakai dalam waktu singkat karena sangat dibutuhkan. Gereja BNKP Jemaat Siofabanua masih menerapkan pelayanan diakonia karitatif, belum diakonia reformatif yang dapat membangun kehidupan jemaat. Dengan kata lain, pelayanan diakonia yang tepat untuk mengentaskan kemiskinan warga jemaat ialah pelayanan diakonia reformatif, bukan karitatif. Sebab penerapan diakonia reformatif berimplikasi bagi pertumbuhan ekonomi warga jemaat.","PeriodicalId":137555,"journal":{"name":"SUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan","volume":"49 9","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139150497","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-12-28DOI: 10.36588/sundermann.v16i2.124
Gustav Gabriel Harefa, Sozawato Telaumbanua
Khotbah adalah salah satu unsur terpenting dalam ibadah Kristen. Pentingnya khotbah karena disitulah pesan Tuhan disampaikan melalui hamba-Nya, dalam hal ini di gereja BNKP melalui para pengkhotbah, baik Pendeta, Vikar, Guru Jemaat, SNK (penetua Gereja yang ditugaskan untuk pelayanan ini. Namun, realita yang terjadi, khotbah cenderung kurang berkualitas sehubungan dengan kurangnya persiapan pelayan dalam mempersiapkan khotbah. Salah satu solusi penting yang dapat digunakan adalah sermon atau persiapan pelayan. Tulisan ini mencoba meneliti sejauh mana pelaksanaan sermon dalam mempersiapkan khotbah di gereja BNKP, sekaligus menganalisis faktor yang menyebabkan kurang aktifnya sermon pelayan di BNKP. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, peneliti melaksanakan sebaran kuisioner melalui google form kepada 80 orang Vikar I dan II yang sedang melayani di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka peneliti memberikan rumusan tentang teknik pelaksanaan sermon yang berguna bagi peningkatan kualitas khotbah para hamba Tuhan di gereja BNKP.
{"title":"Peningkatan Kualitas Sermon Pelayan dan Signifikansinya pada Pemberitaan Firman dalam Ibadah di BNKP","authors":"Gustav Gabriel Harefa, Sozawato Telaumbanua","doi":"10.36588/sundermann.v16i2.124","DOIUrl":"https://doi.org/10.36588/sundermann.v16i2.124","url":null,"abstract":"Khotbah adalah salah satu unsur terpenting dalam ibadah Kristen. Pentingnya khotbah karena disitulah pesan Tuhan disampaikan melalui hamba-Nya, dalam hal ini di gereja BNKP melalui para pengkhotbah, baik Pendeta, Vikar, Guru Jemaat, SNK (penetua Gereja yang ditugaskan untuk pelayanan ini. Namun, realita yang terjadi, khotbah cenderung kurang berkualitas sehubungan dengan kurangnya persiapan pelayan dalam mempersiapkan khotbah. Salah satu solusi penting yang dapat digunakan adalah sermon atau persiapan pelayan. Tulisan ini mencoba meneliti sejauh mana pelaksanaan sermon dalam mempersiapkan khotbah di gereja BNKP, sekaligus menganalisis faktor yang menyebabkan kurang aktifnya sermon pelayan di BNKP. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, peneliti melaksanakan sebaran kuisioner melalui google form kepada 80 orang Vikar I dan II yang sedang melayani di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka peneliti memberikan rumusan tentang teknik pelaksanaan sermon yang berguna bagi peningkatan kualitas khotbah para hamba Tuhan di gereja BNKP.","PeriodicalId":137555,"journal":{"name":"SUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan","volume":"15 S1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139152285","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-12-28DOI: 10.36588/sundermann.v16i2.116
Alviyatun Endah Saputri, Titik Mutiah
Bullying merupakan perilaku sosial yang seringkali terjadi di sekolah. Bullying juga bisa melibatkan siswa sebagai seorang pelaku dan korban. Perilaku bullying juga memberikan beberapa dampak negatif, baik untuk korban maupun untuk pelaku sendiri. Maka peran seorang guru sangat dibutuhkan supaya guru mampu untuk mengenali, mengidentifikasi, dan menanganinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran guru dalam mengatasi perilaku bullying pada peserta didik di SD Negeri Sambiroto 1 Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman, Untuk mencapai tujuan di atas, Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian study kasus (case study). Sumber data yang dapat diambil melalui subjek wali kelas, partisipan pelaku, teman dekat dari pelaku, teman dekat dari korban, dan kepala sekolah. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara. Data dianalisis dengan cara mereduksi data yang tidak relevan, memaparkan data dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, peran guru dalam mengatasi perilaku bullying pada peserta didik SD Negeri Sambiroto 1 Kalasan yaitu ketika ada permasalahan wali kelas memanggil siswa yang bersangkutan, siswa yang memiliki permasalahan di panggil satu-satu, mencari tahu masalah yang terjadi, mengklarifikasi terlebih dahulu permasalahannya, guru menemukan masalah yang terjadi, siswa yang melakukan kesalahan dipanggil dan dipertemukan, siswa yang melakukan permasalahan ditanya satu-persatu “benar melakukan atau tidak?”, kedua pihak di damaikan, dibuat kesepakatan supaya tidak mengulangi perbuatannya lagi, apabila masih belum bisa terselesaikan maka panggilan orang tua atau dialih tangan ke kepala sekolah/wakilnya.
欺凌是一种经常发生在学校的社会行为。学生既可能是施暴者,也可能是受害者。欺凌行为也会给受害者和施暴者本身带来一些负面影响。因此,需要教师发挥作用,以便教师能够识别、辨别和处理欺凌行为。本研究的目的是确定教师在克服斯莱曼县卡拉桑区 SD Negeri Sambiroto 1 学生欺凌行为中的作用。数据来源包括班主任、肇事者的参与者、肇事者的密友、受害者的密友和校长。采用的数据收集技术是观察和访谈。通过减少无关数据、展示数据和得出结论来分析数据。结果表明,教师在克服 SD Negeri Sambiroto 1 Kalasan 学生欺凌行为中的作用,即当出现问题时,班主任会召集相关学生,逐个召集出现问题的学生,找出出现的问题,先澄清问题,教师找到出现的问题,召集犯错的学生并将其召集到一起,逐个询问做错事的学生 "你做了还是没做?",双方和解。"如果仍无法解决,则召集家长或将问题移交给校长/其代表。
{"title":"Peran Guru dalam Mengatasi Perilaku Bullying pada Siswa SD Negeri Sambiroto 1","authors":"Alviyatun Endah Saputri, Titik Mutiah","doi":"10.36588/sundermann.v16i2.116","DOIUrl":"https://doi.org/10.36588/sundermann.v16i2.116","url":null,"abstract":"Bullying merupakan perilaku sosial yang seringkali terjadi di sekolah. Bullying juga bisa melibatkan siswa sebagai seorang pelaku dan korban. Perilaku bullying juga memberikan beberapa dampak negatif, baik untuk korban maupun untuk pelaku sendiri. Maka peran seorang guru sangat dibutuhkan supaya guru mampu untuk mengenali, mengidentifikasi, dan menanganinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran guru dalam mengatasi perilaku bullying pada peserta didik di SD Negeri Sambiroto 1 Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman, Untuk mencapai tujuan di atas, Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian study kasus (case study). Sumber data yang dapat diambil melalui subjek wali kelas, partisipan pelaku, teman dekat dari pelaku, teman dekat dari korban, dan kepala sekolah. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara. Data dianalisis dengan cara mereduksi data yang tidak relevan, memaparkan data dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, peran guru dalam mengatasi perilaku bullying pada peserta didik SD Negeri Sambiroto 1 Kalasan yaitu ketika ada permasalahan wali kelas memanggil siswa yang bersangkutan, siswa yang memiliki permasalahan di panggil satu-satu, mencari tahu masalah yang terjadi, mengklarifikasi terlebih dahulu permasalahannya, guru menemukan masalah yang terjadi, siswa yang melakukan kesalahan dipanggil dan dipertemukan, siswa yang melakukan permasalahan ditanya satu-persatu “benar melakukan atau tidak?”, kedua pihak di damaikan, dibuat kesepakatan supaya tidak mengulangi perbuatannya lagi, apabila masih belum bisa terselesaikan maka panggilan orang tua atau dialih tangan ke kepala sekolah/wakilnya.","PeriodicalId":137555,"journal":{"name":"SUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan","volume":"51 22","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139150901","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-12-28DOI: 10.36588/sundermann.v16i2.119
Magel Haens Sianipar
This article aims to explain how private property rights are framed in a social dimension. Property rights here are given by God as a means to protect human life as well as those of others around them. This research was carried out using qualitative methods by reviewing Christian theological literature and developing topics related to private property rights within the framework of the social dimension. First, the author explains how property rights are defined, the social dimensions and what the Biblical view of this is. Then the author explains how Christianity views this by explaining how the significance of property ownership comes from God. Then explains the theological view regarding private property rights within the framework of the social dimension which directs each individual to a view that shows that each person's rights must also be seen as part of someone's property rights within them. Private ownership or personal rights have a moral obligation to see other groups in society as having a part in it. With this understanding, private ownership must also be in a good and correct flow. Private property rights must always be in order to fulfill needs, while protecting personal sustainability and the lives of other people in need.
{"title":"Re-Interpretasi Hak Milik Pribadi Dalam Bingkai Dimensi Sosial","authors":"Magel Haens Sianipar","doi":"10.36588/sundermann.v16i2.119","DOIUrl":"https://doi.org/10.36588/sundermann.v16i2.119","url":null,"abstract":"This article aims to explain how private property rights are framed in a social dimension. Property rights here are given by God as a means to protect human life as well as those of others around them. This research was carried out using qualitative methods by reviewing Christian theological literature and developing topics related to private property rights within the framework of the social dimension. First, the author explains how property rights are defined, the social dimensions and what the Biblical view of this is. Then the author explains how Christianity views this by explaining how the significance of property ownership comes from God. Then explains the theological view regarding private property rights within the framework of the social dimension which directs each individual to a view that shows that each person's rights must also be seen as part of someone's property rights within them. Private ownership or personal rights have a moral obligation to see other groups in society as having a part in it. With this understanding, private ownership must also be in a good and correct flow. Private property rights must always be in order to fulfill needs, while protecting personal sustainability and the lives of other people in need.","PeriodicalId":137555,"journal":{"name":"SUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan","volume":"273 33‐36","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139152727","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-12-28DOI: 10.36588/sundermann.v16i2.121
Diorestu Lamas Christofandi, J. K. Pudjibudojo
Upacara undhuh-undhuh dalam Gereja Kristen Jawi Wetan memiliki makna sebagai bentuk rasa syukur. Upacara ini merupakan akulturasi dari dua budaya yaitu budaya Jawa dan ajaran kristiani. Undhuh-undhuh memiliki makna selain sebagai ungkapan rasa syukur, juga terkandung nilai toleransi. Tujuan dari studi ini adalah Menganalisa tentang budaya undhuhundhuh dari sudut tinjauan gratitude. Metode yang digunakan dalam studi ini yaitu studi literatur dengan konsep psikologi budaya. Budaya undhuh-undhuh adalah salah satu budaya yang masih dilestarikan oleh umat GKJW. Akulturasi pada budaya ini terletak pada kegiatan penduduk sekitar yang berprofesi sebagai petani. Undhuh-undhuh itu sendiri dengan ajaran kristen protestan sebagai kepercayaan penduduknya mengandung nilai gratitude yang berupa rasa terimakasih yang dipicu oleh penerimaan manfaat dari Tuhan. Gratitude sangat berdampak pada kehidupan manusia dalam hal kepuasan, kebahagiaan, prososial, mengurangi rasa iri dan materialisme, meningkatkan kualitas hubungan dengan orang lain, serta meningkatkan wellbeing dan pshysical health yang lebih baik. Undhuh-undhuh juga memiliki nilai toleransi yang merupakan cerminan juga dari gratitude. Gratitude membuat orang lebih memahami kekurangan dirinya dan dapat menumbuhkan rasa sosial terhadap orang lain. Dari hasil kajian, pengkaji merekomendasikan agar upacara undhuh-undhuh tetap dilestarikan oleh umat GKJW dan masyarakat setempat, karena selain dapat dilaksanakan sebagai event tahunan yang dapat mendatangkan investasi daerah, juga memiliki fungsi sebagai nilai toleransi antar umat beragama yang merupakan akulturasi dua budaya yaitu budaya setempat dan ajaran kristiani.
{"title":"Gratitude dalam Budaya Undhuh-Undhuh di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) di Jawa","authors":"Diorestu Lamas Christofandi, J. K. Pudjibudojo","doi":"10.36588/sundermann.v16i2.121","DOIUrl":"https://doi.org/10.36588/sundermann.v16i2.121","url":null,"abstract":"Upacara undhuh-undhuh dalam Gereja Kristen Jawi Wetan memiliki makna sebagai bentuk rasa syukur. Upacara ini merupakan akulturasi dari dua budaya yaitu budaya Jawa dan ajaran kristiani. Undhuh-undhuh memiliki makna selain sebagai ungkapan rasa syukur, juga terkandung nilai toleransi. Tujuan dari studi ini adalah Menganalisa tentang budaya undhuhundhuh dari sudut tinjauan gratitude. Metode yang digunakan dalam studi ini yaitu studi literatur dengan konsep psikologi budaya. Budaya undhuh-undhuh adalah salah satu budaya yang masih dilestarikan oleh umat GKJW. Akulturasi pada budaya ini terletak pada kegiatan penduduk sekitar yang berprofesi sebagai petani. Undhuh-undhuh itu sendiri dengan ajaran kristen protestan sebagai kepercayaan penduduknya mengandung nilai gratitude yang berupa rasa terimakasih yang dipicu oleh penerimaan manfaat dari Tuhan. Gratitude sangat berdampak pada kehidupan manusia dalam hal kepuasan, kebahagiaan, prososial, mengurangi rasa iri dan materialisme, meningkatkan kualitas hubungan dengan orang lain, serta meningkatkan wellbeing dan pshysical health yang lebih baik. Undhuh-undhuh juga memiliki nilai toleransi yang merupakan cerminan juga dari gratitude. Gratitude membuat orang lebih memahami kekurangan dirinya dan dapat menumbuhkan rasa sosial terhadap orang lain. Dari hasil kajian, pengkaji merekomendasikan agar upacara undhuh-undhuh tetap dilestarikan oleh umat GKJW dan masyarakat setempat, karena selain dapat dilaksanakan sebagai event tahunan yang dapat mendatangkan investasi daerah, juga memiliki fungsi sebagai nilai toleransi antar umat beragama yang merupakan akulturasi dua budaya yaitu budaya setempat dan ajaran kristiani.","PeriodicalId":137555,"journal":{"name":"SUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan","volume":"12 17","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139148359","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.36588/sundermann.v16i1.115
Rospita Siahaan
Tulisan ini bertujuan untuk mempresentasikan karakteristik Injil Matius dalam menggambarkan Yesus sebagai Mesias Penyembuh yang membedakan Yesus dari magician pada zamanNya. Penyembuhan yang dilakukan Yesus adalah untuk menggenapi nubuatan Perjanjian Lama tentang kedatangan Mesias. Penulis menggunakan metode tafsir kritik redaksi dalam menganalisa susunan Injil Matius serta dua perikop terkait mujizat penyembuhan. Untuk mencapai tujuan ini, pertama-tama penulis memaparkan kesatuan antara pengajaran dan penyembuhan Yesus dalam Injil Matius dimana hal ini tidak ditemukan dalam praktek penyembuhan di dunia Yunani Romawi. Selanjutnya, penulis menganalisa penyembuhan perempuan yang pendarahan dua belas tahun dalam Matius 9:20-22 dan penyembuhan anak perempuan Kanaan dalam Matius 15:21-28. Dalam kedua narasi tersebut Matius meredaksi materi yang diperolehnya dari Markus dengan mengurangi unsur-unsur magisnya untuk menghadirkan Yesus sebagai Mesias.
{"title":"Yesus adalah Mesias Penyembuh dalam Injil Matius","authors":"Rospita Siahaan","doi":"10.36588/sundermann.v16i1.115","DOIUrl":"https://doi.org/10.36588/sundermann.v16i1.115","url":null,"abstract":"Tulisan ini bertujuan untuk mempresentasikan karakteristik Injil Matius dalam menggambarkan Yesus sebagai Mesias Penyembuh yang membedakan Yesus dari magician pada zamanNya. Penyembuhan yang dilakukan Yesus adalah untuk menggenapi nubuatan Perjanjian Lama tentang kedatangan Mesias. Penulis menggunakan metode tafsir kritik redaksi dalam menganalisa susunan Injil Matius serta dua perikop terkait mujizat penyembuhan. Untuk mencapai tujuan ini, pertama-tama penulis memaparkan kesatuan antara pengajaran dan penyembuhan Yesus dalam Injil Matius dimana hal ini tidak ditemukan dalam praktek penyembuhan di dunia Yunani Romawi. Selanjutnya, penulis menganalisa penyembuhan perempuan yang pendarahan dua belas tahun dalam Matius 9:20-22 dan penyembuhan anak perempuan Kanaan dalam Matius 15:21-28. Dalam kedua narasi tersebut Matius meredaksi materi yang diperolehnya dari Markus dengan mengurangi unsur-unsur magisnya untuk menghadirkan Yesus sebagai Mesias.","PeriodicalId":137555,"journal":{"name":"SUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan","volume":"52 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130496253","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.36588/sundermann.v16i1.117
Andar Gomos Pasaribu
One of the most important dimensions of the economy is the creation of justice and common prosperity for all people in the world. The economy is both rules and norms forming a unified global society. Therefore, conversations and all systems that govern the economy must answer the most important question of the economy, namely whether the system formed and compiled by humans is able to bring social justice and shalom to all mankind. The biggest problem in addressing global poverty is the injustice of the economic system which makes the owners of capital richer, while the workers and the people are getting impoverished even though they have worked hard. This structured poverty has also resulted in a series of negative impacts of social life such as terrorism, environmental damage, racism and global discrimination. This article questions the role of the church in the phenomenon of economic injustice that has often been discussed in the global ecumenical community, for it seems the churches have not done much or even grasped the reality of this injustice. The true church is a church that is able to balance ecclesiocentricity and oikocentricity, meaning that the spiritual life of the church must be felt by members of the congregation socially and politically with social justice. Ecclesiology can only be understood if the church joins hands ecumenically, across religions and across nations in demanding an end to the injustice of the economic system while seeking equitable economic alternatives by absorbing the values of local wisdom.
{"title":"Transformasi Gereja Bagi Keadilan Ekonomi","authors":"Andar Gomos Pasaribu","doi":"10.36588/sundermann.v16i1.117","DOIUrl":"https://doi.org/10.36588/sundermann.v16i1.117","url":null,"abstract":"One of the most important dimensions of the economy is the creation of justice and common prosperity for all people in the world. The economy is both rules and norms forming a unified global society. Therefore, conversations and all systems that govern the economy must answer the most important question of the economy, namely whether the system formed and compiled by humans is able to bring social justice and shalom to all mankind. The biggest problem in addressing global poverty is the injustice of the economic system which makes the owners of capital richer, while the workers and the people are getting impoverished even though they have worked hard. This structured poverty has also resulted in a series of negative impacts of social life such as terrorism, environmental damage, racism and global discrimination. This article questions the role of the church in the phenomenon of economic injustice that has often been discussed in the global ecumenical community, for it seems the churches have not done much or even grasped the reality of this injustice. The true church is a church that is able to balance ecclesiocentricity and oikocentricity, meaning that the spiritual life of the church must be felt by members of the congregation socially and politically with social justice. Ecclesiology can only be understood if the church joins hands ecumenically, across religions and across nations in demanding an end to the injustice of the economic system while seeking equitable economic alternatives by absorbing the values of local wisdom.","PeriodicalId":137555,"journal":{"name":"SUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan","volume":"67 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115501341","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.36588/sundermann.v16i1.111
Ricky Pramono Hasibuan
This article seeks to understand the relationship between the Word and the Holy Communion in Sunday Worship. First, this article will do a historical study from the early church era to the Middle Ages. Furthermore, there will be a particular study on the order of Sunday Worship written by Martin Luther, the Formula Missae et Communiones and the Deustsche Messe. Furthermore, this article will look at the theological relationship between the Word and the Holy Communion at Sunday Worship, especially from the Luther and Lutheran perspective. As an implication, this article will elaborate on HKBP Sunday Worship in conjunction with the Lutheran liturgy and the Prussian Agenda.
这篇文章试图理解主日敬拜中神的话语和圣餐之间的关系。首先,本文将做一个从早期教会时代到中世纪的历史研究。此外,将有一个特别的研究,星期日崇拜的顺序,由马丁·路德写的,公式Missae et communones和德国展览。此外,本文将探讨主日敬拜中神的话语和圣餐之间的神学关系,特别是从路德和路德宗的角度来看。作为一个暗示,这篇文章将详细阐述香港浸信会主日崇拜与路德教会礼仪和普鲁士议程。
{"title":"Mimbar dan Altar","authors":"Ricky Pramono Hasibuan","doi":"10.36588/sundermann.v16i1.111","DOIUrl":"https://doi.org/10.36588/sundermann.v16i1.111","url":null,"abstract":"This article seeks to understand the relationship between the Word and the Holy Communion in Sunday Worship. First, this article will do a historical study from the early church era to the Middle Ages. Furthermore, there will be a particular study on the order of Sunday Worship written by Martin Luther, the Formula Missae et Communiones and the Deustsche Messe. Furthermore, this article will look at the theological relationship between the Word and the Holy Communion at Sunday Worship, especially from the Luther and Lutheran perspective. As an implication, this article will elaborate on HKBP Sunday Worship in conjunction with the Lutheran liturgy and the Prussian Agenda.","PeriodicalId":137555,"journal":{"name":"SUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan","volume":"62 3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123235106","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.36588/sundermann.v16i1.110
Fotarisman Zaluchu
Stunting is a serious problem currently faced by Indonesia. About 20 out of 100 children under five years old suffer from stunting. The stunting condition is so severe that it has even occurred since the beginning of life, when a new child is born, characterized by a height and birth weight below the recommended minimum size. The church is an organic entity that should not only convey the truth of God's word, but also provide solutions to the problem of stunting. Jesus' command to the disciples in Mark 6:35-44 to feed the people is the basis for the discussion of this paper, which will open the paradigm of the church's involvement in handling stunting in the future. There are many things that the church can do, directly or indirectly, for pregnant women and mothers of under five children.
{"title":"Gereja dan Stunting: Integrasi Tanggung-Jawab","authors":"Fotarisman Zaluchu","doi":"10.36588/sundermann.v16i1.110","DOIUrl":"https://doi.org/10.36588/sundermann.v16i1.110","url":null,"abstract":"Stunting is a serious problem currently faced by Indonesia. About 20 out of 100 children under five years old suffer from stunting. The stunting condition is so severe that it has even occurred since the beginning of life, when a new child is born, characterized by a height and birth weight below the recommended minimum size. The church is an organic entity that should not only convey the truth of God's word, but also provide solutions to the problem of stunting. Jesus' command to the disciples in Mark 6:35-44 to feed the people is the basis for the discussion of this paper, which will open the paradigm of the church's involvement in handling stunting in the future. There are many things that the church can do, directly or indirectly, for pregnant women and mothers of under five children.","PeriodicalId":137555,"journal":{"name":"SUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125746071","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.36588/sundermann.v16i1.113
Jeremia J. Hutajulu, Helena Putri Sibarani, Jessi Manuella Hasugian, Icha Christian Silalahi
The behavior of God's people in interpreting words often results in misinterpretation, so that this causes mistakes in interpreting certain words in the Bible. However, this is only a misunderstanding, because the Bible is never wrong, but human thinking does not reach the contents of the Bible. This study aims to provide a deeper understanding so that readers can understand the meaning of words like man in Book 1 Kings 2:2, so as not to misinterpret these words. This study uses qualitative methods, namely interviews and literature. The informants in this interview were: 1. Erika Dame Simorangkir 2. Sondang Lubis 3. Bintahan Harianja, M.Th. 4. Bill Dubois 5. Tiorinta Siboro. Thus, the conclusion of this research is behave like a man in Book 1 Kings 2:2 is a figurative word for Solomon to act decisively as a leader
{"title":"Meaning Strengthen Your Heart And Behave Like A Man 1 Kings 2:2","authors":"Jeremia J. Hutajulu, Helena Putri Sibarani, Jessi Manuella Hasugian, Icha Christian Silalahi","doi":"10.36588/sundermann.v16i1.113","DOIUrl":"https://doi.org/10.36588/sundermann.v16i1.113","url":null,"abstract":"The behavior of God's people in interpreting words often results in misinterpretation, so that this causes mistakes in interpreting certain words in the Bible. However, this is only a misunderstanding, because the Bible is never wrong, but human thinking does not reach the contents of the Bible. This study aims to provide a deeper understanding so that readers can understand the meaning of words like man in Book 1 Kings 2:2, so as not to misinterpret these words. This study uses qualitative methods, namely interviews and literature. The informants in this interview were: 1. Erika Dame Simorangkir 2. Sondang Lubis 3. Bintahan Harianja, M.Th. 4. Bill Dubois 5. Tiorinta Siboro. Thus, the conclusion of this research is behave like a man in Book 1 Kings 2:2 is a figurative word for Solomon to act decisively as a leader","PeriodicalId":137555,"journal":{"name":"SUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125459171","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}