Pub Date : 2019-09-30DOI: 10.26740/JRBA.V1N2.P54-63
M. M. Mubarrok, R. Ambarwati
Kawasan hutan Mangrove Banyuurip Ujungpangkah Gresik memiliki potensi dalam mendukung keanekaragaman burung, namun terjadi penurunan dan alih fungsi lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis burung, menganalisis keanekaragaman dan kemelimpahan burung serta mendeskripsikan daya dukung lingkungan terhadap keanekaragaman burung di kawasan hutan mangrove Banyuurip. Sampling menggunakan pendekatan birdwatching dengan metode jelajah dengan berjalan sesuai jalur transek yang telah ditentukan sepanjang ± 150 meter yang terbagi menjadi tiga titik pengamatan. Keanekaragaman dianalisis menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, kemelimpahan dianalisis berdasarkan kemelimpahan relatif, dan daya dukung lingkungan dianalisis berdasarkan vegetasi dan faktor fisik lingkungan yang meliputi suhu dan kelembapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di kawasan Hutan Mangrove Banyuurip terdapat 35 jenis burung yang termasuk 20 famili dan delapan ordo, yaitu Anseriformes, Apodiformes, Charadriiformes, Ciconiiformes, Columbiformes, Coraciiformes, Passeriformes, dan Piciformes dengan nilai indeks keanekaragaman sebesar 2,3 yang termasuk dalam kategori sedang. Jenis burung yang paling melimpah adalah kuntul kecil (Egretta garzetta) sebesar 39,25%, blekok sawah (Ardeola speciosa) sebesar 14%, dan walet linci (Collocalia linchi) sebesar 7,8%. Selain itu, diketahui tujuh jenis vegetasi yang dominan dimanfaatkan dan mendukung keberadaan burung, yaitu Avicennia marina, Azadirachata indica, Rhizophora apiculata, R. mucronata, Calotropis gigantea, Morinda citrifolia, dan Pluchea indica. Kawasan hutan mangrove Banyuurip dapat mendukung kehidupan burung, bahkan di kawasan ini ditemukan enam jenis burung dalam status dilindungi.
{"title":"Keanekaragaman Burung di Kawasan Hutan Mangrove Banyuurip Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik","authors":"M. M. Mubarrok, R. Ambarwati","doi":"10.26740/JRBA.V1N2.P54-63","DOIUrl":"https://doi.org/10.26740/JRBA.V1N2.P54-63","url":null,"abstract":"Kawasan hutan Mangrove Banyuurip Ujungpangkah Gresik memiliki potensi dalam mendukung keanekaragaman burung, namun terjadi penurunan dan alih fungsi lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis burung, menganalisis keanekaragaman dan kemelimpahan burung serta mendeskripsikan daya dukung lingkungan terhadap keanekaragaman burung di kawasan hutan mangrove Banyuurip. Sampling menggunakan pendekatan birdwatching dengan metode jelajah dengan berjalan sesuai jalur transek yang telah ditentukan sepanjang ± 150 meter yang terbagi menjadi tiga titik pengamatan. Keanekaragaman dianalisis menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, kemelimpahan dianalisis berdasarkan kemelimpahan relatif, dan daya dukung lingkungan dianalisis berdasarkan vegetasi dan faktor fisik lingkungan yang meliputi suhu dan kelembapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di kawasan Hutan Mangrove Banyuurip terdapat 35 jenis burung yang termasuk 20 famili dan delapan ordo, yaitu Anseriformes, Apodiformes, Charadriiformes, Ciconiiformes, Columbiformes, Coraciiformes, Passeriformes, dan Piciformes dengan nilai indeks keanekaragaman sebesar 2,3 yang termasuk dalam kategori sedang. Jenis burung yang paling melimpah adalah kuntul kecil (Egretta garzetta) sebesar 39,25%, blekok sawah (Ardeola speciosa) sebesar 14%, dan walet linci (Collocalia linchi) sebesar 7,8%. Selain itu, diketahui tujuh jenis vegetasi yang dominan dimanfaatkan dan mendukung keberadaan burung, yaitu Avicennia marina, Azadirachata indica, Rhizophora apiculata, R. mucronata, Calotropis gigantea, Morinda citrifolia, dan Pluchea indica. Kawasan hutan mangrove Banyuurip dapat mendukung kehidupan burung, bahkan di kawasan ini ditemukan enam jenis burung dalam status dilindungi.","PeriodicalId":17741,"journal":{"name":"Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya","volume":"21 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90373574","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-09-30DOI: 10.26740/jrba.v1n2.p47-53
Muhammad Rifqi Hariri, Arifin Surya Dwipa Irsyam
Agroekosistem perkebunan tebu tidak akan pernah lepas dari kehadiran gulma sebagaimana telah dipaparkan oleh Backer dalam Atlas of 220 weeds of sugarcane fields in Java pada tahun 1973. Hingga saat ini, informasi mengenai gulma-gulma di perkebunan tebu belum terhimpun secara utuh sedangkan kehadiran gulma-gulma terkini semakin banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk inventarisasi jenis-jenis gulma perkebunan tebu di lima desa yang terletak di Kecamatan Asembagus dilakukan menggunakan metode jelajah. Sebanyak 97 jenis gulma kebun tebu yang termasuk ke dalam 27 suku ditemukan di Kecamatan Asembagus. Sepuluh jenis di antaranya belum dicatat oleh Backer sebagai gulma pada kebun tebu.
{"title":"Jenis-jenis Gulma Pada Kebun Tebu di Kecamatan Asembagus, Situbondo, Jawa Timur: Kelompok Eudikotiledon","authors":"Muhammad Rifqi Hariri, Arifin Surya Dwipa Irsyam","doi":"10.26740/jrba.v1n2.p47-53","DOIUrl":"https://doi.org/10.26740/jrba.v1n2.p47-53","url":null,"abstract":"Agroekosistem perkebunan tebu tidak akan pernah lepas dari kehadiran gulma sebagaimana telah dipaparkan oleh Backer dalam Atlas of 220 weeds of sugarcane fields in Java pada tahun 1973. Hingga saat ini, informasi mengenai gulma-gulma di perkebunan tebu belum terhimpun secara utuh sedangkan kehadiran gulma-gulma terkini semakin banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk inventarisasi jenis-jenis gulma perkebunan tebu di lima desa yang terletak di Kecamatan Asembagus dilakukan menggunakan metode jelajah. Sebanyak 97 jenis gulma kebun tebu yang termasuk ke dalam 27 suku ditemukan di Kecamatan Asembagus. Sepuluh jenis di antaranya belum dicatat oleh Backer sebagai gulma pada kebun tebu.","PeriodicalId":17741,"journal":{"name":"Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya","volume":"43 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"77406708","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-09-30DOI: 10.26740/jrba.v1n2.p80-86
Nisa Raudatul Auli, Rina Sri Kasiamdari
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kombinasi antara jenis inokulum Vesikular Arbuskular Mikoriza (VAM), kandungan NPK, dan umur tanaman yang paling efektif dalam produksi inokulum. Tanaman inang menggunakan Sorghum bicolor yang merupakan anggota dari famili Poaceae yang memiliki sistem perakaran yang luas, jumlah akar banyak, dan tumbuh dengan cepat sehingga berpotensi sebagai inang VAM yang kompatibel. Penelitian ini menggunakan analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktorial 2x2x2 meliputi jenis mikoriza yang digunakan yaitu Glomus aggregatum (G) dan campuran Glomus aggregatum dan Gigaspora margarita (C). Konsentrasi NPK, yaitu NPK grower 15-9-20 (P9) dan Growmore 20-20-20 (P20). Umur tanaman 6 minggu dan 9 minggu. Parameter pertumbuhan yang diukur meliputi tinggi tanaman, berat kering batang dan akar, persen kolonisasi dan jumlah spora VAM. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil, tanaman dengan inokulum campuran VAM dengan P20 menghasilkan tinggi tanaman dan berat kering batang dan akar tertinggi. Inokulum campuran mempunyai persen kolonisasi dengan nilai yang paling tinggi, sedangkan inokulum tunggal (Glomus aggregatum) dengan P rendah menghasilkan produksi spora paling tinggi. Inokulum campuran VAM dan P9 lebih baik dalam produksi inokulum, baik berupa akar terkolonisasi maupun spora.
{"title":"Produksi Inokulum Vesikular Arbuskular Mikoriza pada Inang Sorghum bicolor (L.) Moench dengan Variasi Jenis Inokulum dan Pupuk NPK","authors":"Nisa Raudatul Auli, Rina Sri Kasiamdari","doi":"10.26740/jrba.v1n2.p80-86","DOIUrl":"https://doi.org/10.26740/jrba.v1n2.p80-86","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kombinasi antara jenis inokulum Vesikular Arbuskular Mikoriza (VAM), kandungan NPK, dan umur tanaman yang paling efektif dalam produksi inokulum. Tanaman inang menggunakan Sorghum bicolor yang merupakan anggota dari famili Poaceae yang memiliki sistem perakaran yang luas, jumlah akar banyak, dan tumbuh dengan cepat sehingga berpotensi sebagai inang VAM yang kompatibel. Penelitian ini menggunakan analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktorial 2x2x2 meliputi jenis mikoriza yang digunakan yaitu Glomus aggregatum (G) dan campuran Glomus aggregatum dan Gigaspora margarita (C). Konsentrasi NPK, yaitu NPK grower 15-9-20 (P9) dan Growmore 20-20-20 (P20). Umur tanaman 6 minggu dan 9 minggu. Parameter pertumbuhan yang diukur meliputi tinggi tanaman, berat kering batang dan akar, persen kolonisasi dan jumlah spora VAM. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil, tanaman dengan inokulum campuran VAM dengan P20 menghasilkan tinggi tanaman dan berat kering batang dan akar tertinggi. Inokulum campuran mempunyai persen kolonisasi dengan nilai yang paling tinggi, sedangkan inokulum tunggal (Glomus aggregatum) dengan P rendah menghasilkan produksi spora paling tinggi. Inokulum campuran VAM dan P9 lebih baik dalam produksi inokulum, baik berupa akar terkolonisasi maupun spora.","PeriodicalId":17741,"journal":{"name":"Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83100327","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-09-30DOI: 10.26740/JRBA.V1N2.P64-70
Karina Karina, Imam Rosadi, S. Sobariah, I. Rosliana, K. A. Wahyuningsih, Tias Widyastuti, Irsyah Afini
Salah satu terapi luka pada diabetes melitus tipe 2 adalah terapi sel punca. Lingkungan mikro bagi sel termasuk sel punca, dapat rusak akibat komplikasi dari diabetes. Lingkungan mikro yang rusak tersebut dapat menyebabkan penuaan (senescent) dini pada sel punca. Studi ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh morfologi adipose-derived stem cells (ADSCs) dari donor diabetes mellitus tipe 2 dalam medium yang mengandung platelet-rich plasma (PRP). Tahapan studi yang dilakukan yaitu menghitung variasi densitas awal ADSCs. Densitas awal untuk kultur ADSCs adalah 5,000; 10,000; dan 20,000 sel pada setiap kelompok. Hasilnya menunjukkan bahwa morfologi ADSCs dalam medium PRP umumnya lebih kecil dibandingkan morfologi ADSCs dalam medium FBS pada berbagai jumlah densitas awal ADSCs yang dikultur. Morfologi ADSCs kelompok PRP didapatkan semakin kecil luas morfologinya pada densitas kultur awal sel yang besar (20,000 = 0,014 mm2; 10,000 = 0,016 mm2; 5,000 = 0,018 mm2) begitu juga kelompok FBS (20,000 = 0,032 mm2; 10,000 = 0,032 mm2; 5,000 = 0,036 mm2). Luas ukuran ADSCs yang dikultur menggunakan FBS jauh lebih besar dibandingkan PRP dan berbeda bermakna pada densitas jumlah sel awal yang dikultur sebanyak 20,000 sel (p <0,05). Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa morfologi ADSCs yang dikultur dengan kerapatan densitas 20,000 sel dalam medium PRP memiliki ukuran sel yang lebih kecil secara signifikan dibandingkan medium FBS.
{"title":"Perbandingan Morfologi Adipose-Derived Stem Cells asal Donor Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Medium Mengandung Platelet-Rich Plasma dan Fetal Bovine Serum","authors":"Karina Karina, Imam Rosadi, S. Sobariah, I. Rosliana, K. A. Wahyuningsih, Tias Widyastuti, Irsyah Afini","doi":"10.26740/JRBA.V1N2.P64-70","DOIUrl":"https://doi.org/10.26740/JRBA.V1N2.P64-70","url":null,"abstract":"Salah satu terapi luka pada diabetes melitus tipe 2 adalah terapi sel punca. Lingkungan mikro bagi sel termasuk sel punca, dapat rusak akibat komplikasi dari diabetes. Lingkungan mikro yang rusak tersebut dapat menyebabkan penuaan (senescent) dini pada sel punca. Studi ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh morfologi adipose-derived stem cells (ADSCs) dari donor diabetes mellitus tipe 2 dalam medium yang mengandung platelet-rich plasma (PRP). Tahapan studi yang dilakukan yaitu menghitung variasi densitas awal ADSCs. Densitas awal untuk kultur ADSCs adalah 5,000; 10,000; dan 20,000 sel pada setiap kelompok. Hasilnya menunjukkan bahwa morfologi ADSCs dalam medium PRP umumnya lebih kecil dibandingkan morfologi ADSCs dalam medium FBS pada berbagai jumlah densitas awal ADSCs yang dikultur. Morfologi ADSCs kelompok PRP didapatkan semakin kecil luas morfologinya pada densitas kultur awal sel yang besar (20,000 = 0,014 mm2; 10,000 = 0,016 mm2; 5,000 = 0,018 mm2) begitu juga kelompok FBS (20,000 = 0,032 mm2; 10,000 = 0,032 mm2; 5,000 = 0,036 mm2). Luas ukuran ADSCs yang dikultur menggunakan FBS jauh lebih besar dibandingkan PRP dan berbeda bermakna pada densitas jumlah sel awal yang dikultur sebanyak 20,000 sel (p <0,05). Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa morfologi ADSCs yang dikultur dengan kerapatan densitas 20,000 sel dalam medium PRP memiliki ukuran sel yang lebih kecil secara signifikan dibandingkan medium FBS.","PeriodicalId":17741,"journal":{"name":"Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78987440","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-09-30DOI: 10.26740/JRBA.V1N2.P87-91
Apriyono Rahadiantoro, Nita Dwi Indahsari
Kebun Raya Purwodadi sebagai lembaga konservasi exsitu yang mengoleksi berbagai jenis tumbuhan terutama dataran rendah kering kembali mengirimkan tim eksplorasi di beberapa kawasan hutan di Indonesia. Tanaman hasil eksplorasi tersebut sebelum menjadi tanaman koleksi membutuhkan proses adaptasi terhadap kondisi lingkungan baru yang dikenal dengan istilah aklimatisasi tanaman. Proses tersebut dapat berlangsung lama dan menjadi salah satu tahapan yang kritis dalam konservasi tumbuhan dikarenakan adanya tingkat kelangsungan hidup tanaman. Tujuan penelitian ini adalah menentukan tingkat ketinggian hidup tanaman dari Tahura R. Soerjo dan Pulau Yamdena serta mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kelangsungan hidup tanaman di kedua lokasi tersebut berbeda. Tanaman Tahura R. Soerjo memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan Pulau Yamdena. Berdasarkan analisis, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup tanaman pada kedua lokasi tersebut lebih dikarenakan oleh kondisi iklim mikro lokasi asal dibandingkan zona ketinggiannya. Sedangkan untuk jenis material tanaman masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
普沃达迪植物园(Purwodadi garden)是一个收集各种植物的自然保护机构,主要是干旱的低地。这些勘探植物在成为集合植物之前,需要适应被称为“植物适应”的新环境条件。由于植物的存活率,这一过程可能会持续很长时间,并成为保护植物的关键阶段之一。这项研究的目的是确定thra R. Soerjo和Yamdena岛的植物生命水平,并研究影响它们的因素。研究发现,这两个地点的植物存活率是不同的。豆腐R. Soerjo的存活率比Yamdena岛高。根据分析,影响这两个地点植物存活率的因素更多的是由于微气候条件的原产地,而不是高纬度。而这种植物材料仍然需要进一步的研究。
{"title":"Aklimatisasi Tanaman Hasil Eksplorasi Tahura R. Soerjo dan Pulau Yamdena di Kebun Raya Purwodadi","authors":"Apriyono Rahadiantoro, Nita Dwi Indahsari","doi":"10.26740/JRBA.V1N2.P87-91","DOIUrl":"https://doi.org/10.26740/JRBA.V1N2.P87-91","url":null,"abstract":"Kebun Raya Purwodadi sebagai lembaga konservasi exsitu yang mengoleksi berbagai jenis tumbuhan terutama dataran rendah kering kembali mengirimkan tim eksplorasi di beberapa kawasan hutan di Indonesia. Tanaman hasil eksplorasi tersebut sebelum menjadi tanaman koleksi membutuhkan proses adaptasi terhadap kondisi lingkungan baru yang dikenal dengan istilah aklimatisasi tanaman. Proses tersebut dapat berlangsung lama dan menjadi salah satu tahapan yang kritis dalam konservasi tumbuhan dikarenakan adanya tingkat kelangsungan hidup tanaman. Tujuan penelitian ini adalah menentukan tingkat ketinggian hidup tanaman dari Tahura R. Soerjo dan Pulau Yamdena serta mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kelangsungan hidup tanaman di kedua lokasi tersebut berbeda. Tanaman Tahura R. Soerjo memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan Pulau Yamdena. Berdasarkan analisis, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup tanaman pada kedua lokasi tersebut lebih dikarenakan oleh kondisi iklim mikro lokasi asal dibandingkan zona ketinggiannya. Sedangkan untuk jenis material tanaman masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut.","PeriodicalId":17741,"journal":{"name":"Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya","volume":"41 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"81586163","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang banyak diminati di Indonesia dan terjadi peningkatan produksinya setiap tahun. Untuk itu, terus dipacu peningkatan produksi ikan lele. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi ikan lele yaitu melalui pemberian EM4 (Effective microorganism 4) pada pakan. EM4 yang digunakan berisi Lactobacillus casei dan Saccharomyces cerevisiae. EM4 dikultur dalam media yang dibuat dari molase, bekatul, susu sapi, buah nanas, kunyit putih, temulawak, jahe merah dan air kelapa. EM4 hasil kultur dalam media disebut sebagai fermentor. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian EM4 hasil kultur dalam media yang berbeda pada pakan terhadap laju pertumbuhan spesifik/spesific growth rate (SGR), rasio konversi pakan/feed conversion ratio (FCR) dan tingkat kelangsungan hidup/survival rate (SR) benih ikan lele. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri atas A (pakan komersial), B (pakan+10% EM4), C (pakan+10% fermentor 1), D (pakan+10% fermentor 2) dan E (pakan+10% fermentor 3), setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali. Pakan difermentasi selama 1-3 hari sebelum pakan diberikan kepada benih ikan lele ukuran panjang 7-9 cm. Data dianalisis menggunakan ANAVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EM4 hasil kultur dalam media yang berbeda pada pakan berpengaruh secara signifikan terhadap SGR, FCR dan SR benih ikan lele (P<0,05). Perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan E (pakan+10% fermentor 3) dengan nilai SGR sebesar 5,91±0,04%, FCR sebesar 0,88±0,045 dan SR sebesar 73,50±1,91%.
{"title":"Pemberian EM4 (Effective Microorganisme 4) Hasil Kultur dalam Media yang Berbeda pada Pakan untuk Budi daya Lele (Clarias sp.)","authors":"Mohhamad Yunus Anis, Dyah Hariani","doi":"10.26740/jrba.v1n1.p1-8","DOIUrl":"https://doi.org/10.26740/jrba.v1n1.p1-8","url":null,"abstract":"Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang banyak diminati di Indonesia dan terjadi peningkatan produksinya setiap tahun. Untuk itu, terus dipacu peningkatan produksi ikan lele. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi ikan lele yaitu melalui pemberian EM4 (Effective microorganism 4) pada pakan. EM4 yang digunakan berisi Lactobacillus casei dan Saccharomyces cerevisiae. EM4 dikultur dalam media yang dibuat dari molase, bekatul, susu sapi, buah nanas, kunyit putih, temulawak, jahe merah dan air kelapa. EM4 hasil kultur dalam media disebut sebagai fermentor. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian EM4 hasil kultur dalam media yang berbeda pada pakan terhadap laju pertumbuhan spesifik/spesific growth rate (SGR), rasio konversi pakan/feed conversion ratio (FCR) dan tingkat kelangsungan hidup/survival rate (SR) benih ikan lele. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri atas A (pakan komersial), B (pakan+10% EM4), C (pakan+10% fermentor 1), D (pakan+10% fermentor 2) dan E (pakan+10% fermentor 3), setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali. Pakan difermentasi selama 1-3 hari sebelum pakan diberikan kepada benih ikan lele ukuran panjang 7-9 cm. Data dianalisis menggunakan ANAVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EM4 hasil kultur dalam media yang berbeda pada pakan berpengaruh secara signifikan terhadap SGR, FCR dan SR benih ikan lele (P<0,05). Perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan E (pakan+10% fermentor 3) dengan nilai SGR sebesar 5,91±0,04%, FCR sebesar 0,88±0,045 dan SR sebesar 73,50±1,91%.","PeriodicalId":17741,"journal":{"name":"Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya","volume":"176 5 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91541721","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-01-28DOI: 10.26740/JRBA.V1N1.P40-46
Fida Rahmadiarti, S. Kuntjoro, W. Budijastuti
The core competences of Environmental Sciences are to communicate and to understand the concepts of natural resources and environment, to solve related problems, and to have an environmental awareness. An effective effort is needed to train the environmental awareness. The purposes of this research were to evaluate how to train the attitudes of biology education study program students in the second semester who were taking the environment knowledge lecture. This research was quantitative and qualitative interpretation research by observing the learning process of Biology education students through lesson study. The research stages consisted of plan, do, and see in two cycles. The collected data included the results of observation on the learning process by the observer, the lecturers’ assessment related to the skills and attitudes during the learning process, and the students’ self-assessment on their attitudes. The data were analyzed descriptively. The research revealed that the students learned actively, they cooperated within groups, the class cleanliness was an indicator of attitude to environmental awareness because the lecturers always reminded the students related to the indicators of keeping the environment clean and treating garbage, the learning resources used challenged the students to work and discuss. The students’ attitudes towards environmental awareness are categorized as good-very good, the results of the lecturers’ assessment of the attitudes are categorized as good, and results of the students’ presentation skills are categorized as good-very good.
{"title":"Training Students’ Attitudes in Environmental Science Course Through Lesson Study","authors":"Fida Rahmadiarti, S. Kuntjoro, W. Budijastuti","doi":"10.26740/JRBA.V1N1.P40-46","DOIUrl":"https://doi.org/10.26740/JRBA.V1N1.P40-46","url":null,"abstract":"The core competences of Environmental Sciences are to communicate and to understand the concepts of natural resources and environment, to solve related problems, and to have an environmental awareness. An effective effort is needed to train the environmental awareness. The purposes of this research were to evaluate how to train the attitudes of biology education study program students in the second semester who were taking the environment knowledge lecture. This research was quantitative and qualitative interpretation research by observing the learning process of Biology education students through lesson study. The research stages consisted of plan, do, and see in two cycles. The collected data included the results of observation on the learning process by the observer, the lecturers’ assessment related to the skills and attitudes during the learning process, and the students’ self-assessment on their attitudes. The data were analyzed descriptively. The research revealed that the students learned actively, they cooperated within groups, the class cleanliness was an indicator of attitude to environmental awareness because the lecturers always reminded the students related to the indicators of keeping the environment clean and treating garbage, the learning resources used challenged the students to work and discuss. The students’ attitudes towards environmental awareness are categorized as good-very good, the results of the lecturers’ assessment of the attitudes are categorized as good, and results of the students’ presentation skills are categorized as good-very good.","PeriodicalId":17741,"journal":{"name":"Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya","volume":"4 12","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"72610284","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-01-28DOI: 10.26740/jrba.v1n1.p18-25
E. Wulandari, Sunu Kuntjoro
Cagar Alam Besowo Gadungan yang terletak di Kabupaten Kediri merupakan salah satu dari delapan belas wilayah cagar alam yang ada di provinsi Jawa Timur. Cagar alam ini termasuk dalam kawasan konservasi dengan tipe ekosistem hutan hujan tropis daratan rendah. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi tingkat keanekaragaman, menganalisis kelimpahan jenis burung dan mengevaluasi daya dukung lingkungan di kawasan Cagar Alam Besowo Gadungan dan sekitarnya. Metode yang digunakan adalah jalur transek dengan menentukan lima stasiun pengamatan. Pengambilan data dilakukan enam kali pada bulan Maret 2018 serta dua kali pengamatan yaitu pagi dan sore pukul 07.00-10.00 WIB dan 14.00-17.00 WIB. Burung yang dijumpai diidenitifikasi berdasarkan ciri morfologi dan jumlah. Berdasarkan ciri dan jumlah akan dihitung menggunakan indeks keanekragaman Shannon-Wienner dan kelimpahan relatif. Hasil penelitian menunjukkan kawasan Cagar Alam Besowo Gadungan terdapat 38 jenis burung dengan indeks keanekeragaman 2,64 kategori sedang. Jenis yang paling melimpah adalah Collocalia linchi (38,20%), Pycnonotus aurigaster (10,11%) dan Pericrocotus cinnamomeus (5,62%). Vegetasi yang mendukung keberadaan burung pada kawasan ini adalah Albizia chinensis, Aleurites moluccanus, Alstonia scholaris, Altingia excelsa, Coffea arabica, Hopea odorata, Ficus annulata, Ficus benjamina dan Pinus merkusii. Faktor fisik yang mendukung kehadiran burung pada pagi hari hingga sore hari suhu rata-rata 25,9-28,9ºC; kecerahan sebesar 1833,77-2279,68 Lux dan kelembaban udara 56,23-60,97%.
{"title":"Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Burung di Kawasan Cagar Alam Besowo Gadungan dan sekitarnya Kabupaten Kediri Jawa Timur","authors":"E. Wulandari, Sunu Kuntjoro","doi":"10.26740/jrba.v1n1.p18-25","DOIUrl":"https://doi.org/10.26740/jrba.v1n1.p18-25","url":null,"abstract":"Cagar Alam Besowo Gadungan yang terletak di Kabupaten Kediri merupakan salah satu dari delapan belas wilayah cagar alam yang ada di provinsi Jawa Timur. Cagar alam ini termasuk dalam kawasan konservasi dengan tipe ekosistem hutan hujan tropis daratan rendah. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi tingkat keanekaragaman, menganalisis kelimpahan jenis burung dan mengevaluasi daya dukung lingkungan di kawasan Cagar Alam Besowo Gadungan dan sekitarnya. Metode yang digunakan adalah jalur transek dengan menentukan lima stasiun pengamatan. Pengambilan data dilakukan enam kali pada bulan Maret 2018 serta dua kali pengamatan yaitu pagi dan sore pukul 07.00-10.00 WIB dan 14.00-17.00 WIB. Burung yang dijumpai diidenitifikasi berdasarkan ciri morfologi dan jumlah. Berdasarkan ciri dan jumlah akan dihitung menggunakan indeks keanekragaman Shannon-Wienner dan kelimpahan relatif. Hasil penelitian menunjukkan kawasan Cagar Alam Besowo Gadungan terdapat 38 jenis burung dengan indeks keanekeragaman 2,64 kategori sedang. Jenis yang paling melimpah adalah Collocalia linchi (38,20%), Pycnonotus aurigaster (10,11%) dan Pericrocotus cinnamomeus (5,62%). Vegetasi yang mendukung keberadaan burung pada kawasan ini adalah Albizia chinensis, Aleurites moluccanus, Alstonia scholaris, Altingia excelsa, Coffea arabica, Hopea odorata, Ficus annulata, Ficus benjamina dan Pinus merkusii. Faktor fisik yang mendukung kehadiran burung pada pagi hari hingga sore hari suhu rata-rata 25,9-28,9ºC; kecerahan sebesar 1833,77-2279,68 Lux dan kelembaban udara 56,23-60,97%.","PeriodicalId":17741,"journal":{"name":"Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya","volume":"289 2 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73163652","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-01-28DOI: 10.26740/jrba.v1n1.p32-39
Indrie Dwi Andarwati, E. Susantini, Ahmad Basri
The objective of this research was to produce worksheet of fungi material based on Plus KWL’s strategy to train the metacognitive skills seen at the effectiveness. The type of this research was a development with a 3D research design that was shortened into define, design and development. The subjects of this study were students of class X MIA 1. Instruments used in this study was test. Based on the effectiveness of worksheet based on Plus KWL’s strategy was obtained from pre and posttest result which have been tested from the positive value sensitivity. This worksheet can be used to train the metacognitive skills by very good criteria that were determining the level of confidence and score. It can be concluded that the worksheet based Plus KWL ‘s is very effective to train metacognitive skills
{"title":"The Students Worksheet Development on Fungi Based on The Plus KWL’s Strategy to Train the Metacognitive Skills","authors":"Indrie Dwi Andarwati, E. Susantini, Ahmad Basri","doi":"10.26740/jrba.v1n1.p32-39","DOIUrl":"https://doi.org/10.26740/jrba.v1n1.p32-39","url":null,"abstract":"The objective of this research was to produce worksheet of fungi material based on Plus KWL’s strategy to train the metacognitive skills seen at the effectiveness. The type of this research was a development with a 3D research design that was shortened into define, design and development. The subjects of this study were students of class X MIA 1. Instruments used in this study was test. Based on the effectiveness of worksheet based on Plus KWL’s strategy was obtained from pre and posttest result which have been tested from the positive value sensitivity. This worksheet can be used to train the metacognitive skills by very good criteria that were determining the level of confidence and score. It can be concluded that the worksheet based Plus KWL ‘s is very effective to train metacognitive skills","PeriodicalId":17741,"journal":{"name":"Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya","volume":"14 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87962380","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-01-28DOI: 10.26740/jrba.v1n1.p26-31
I. Isnawati
Eceng gondok dan tongkol jagung tergolong bahan bersellulosa. Pada campuran kedua bahan itu terdapat mikroba indigenus. Tujuan pertama riset ini untuk mengetahui aktivitas sellulolitik fungi indigenus yang terdapat pada fermetoge, pakan fermentasi dari campuran eceng gondok dan tongkol jagung. Eceng gondok dipotong dan tongkol jagung dihancurkan sampai berukuran sekitar 1-2 cm, dikukus, dan difermentasi secara alamiah menggunakan mikroorganisme indigenus. Mikroorganisme tersebut diisolasi dari pakan tersebut setiap hari selama 15 hari selama fermentasi berlangsung. Selanjutnya,isolate yang diperoleh dimurnikan, dikarakterisasi, dan diidentifikasi. Terdapat 10 fungi indigenus dalam pakan. Berdasarkan observasi karakteristik mikroskopik dan makroskopik fungi-fungi tersebut meliputi Aspergillus sp1, Rhizopus sp1, Aspergillus terreus, Mucor sp1, Aspergillus sp2, Aspergillus niger, Trichoderma sp1, Aspergillus flavus, Aspergillus sp3, dan Penicillium sp1. Uji aktivitas sellulolitik pada medium spesifik CMC memaparkan bahwa Mucor Sp1, Rhizopus sp1 dan Trichoderma sp1 adalah tiga fungi dengan aktivitas sellulolitik tinggi, karena membentuk zona halo yang luas pada permukaan media setelah diwarnai dengan Congo red 2%.
{"title":"Aktivitas Sellulolitik Fungi Indigenus pada Fermetoge: Pakan Fermentasi Hewan Ruminansia Terbuat dari Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dan Tongkol Jagung (Zea mays)","authors":"I. Isnawati","doi":"10.26740/jrba.v1n1.p26-31","DOIUrl":"https://doi.org/10.26740/jrba.v1n1.p26-31","url":null,"abstract":"Eceng gondok dan tongkol jagung tergolong bahan bersellulosa. Pada campuran kedua bahan itu terdapat mikroba indigenus. Tujuan pertama riset ini untuk mengetahui aktivitas sellulolitik fungi indigenus yang terdapat pada fermetoge, pakan fermentasi dari campuran eceng gondok dan tongkol jagung. Eceng gondok dipotong dan tongkol jagung dihancurkan sampai berukuran sekitar 1-2 cm, dikukus, dan difermentasi secara alamiah menggunakan mikroorganisme indigenus. Mikroorganisme tersebut diisolasi dari pakan tersebut setiap hari selama 15 hari selama fermentasi berlangsung. Selanjutnya,isolate yang diperoleh dimurnikan, dikarakterisasi, dan diidentifikasi. Terdapat 10 fungi indigenus dalam pakan. Berdasarkan observasi karakteristik mikroskopik dan makroskopik fungi-fungi tersebut meliputi Aspergillus sp1, Rhizopus sp1, Aspergillus terreus, Mucor sp1, Aspergillus sp2, Aspergillus niger, Trichoderma sp1, Aspergillus flavus, Aspergillus sp3, dan Penicillium sp1. Uji aktivitas sellulolitik pada medium spesifik CMC memaparkan bahwa Mucor Sp1, Rhizopus sp1 dan Trichoderma sp1 adalah tiga fungi dengan aktivitas sellulolitik tinggi, karena membentuk zona halo yang luas pada permukaan media setelah diwarnai dengan Congo red 2%.","PeriodicalId":17741,"journal":{"name":"Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya","volume":"38 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"81969811","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}