Pub Date : 2018-12-30DOI: 10.32332/ISTINBATH.V15I2.1208
Muhammad Syahri Ramadhan
Abstract There are still many communities to occupy a region that are not be established a building, one of them is the green open space. It is equal to the happened to some locals the way of demang lebar daun and hulubalang I build the building on the green open space. This research in a research juridical empirical with the approach case study and observation. Basically a mechanism determine area of green open space are introduced and effected in accordance with Article 53 (1) of Law No. 5 of 1960 on Basic Provisions of Agrarian in status for land and building rights founded by residents demang hulubang i and the wide leaves is the right riding in. But, legally protection for the located in space could not be realised but of basic human and respect the rights of the community, if the land will be required the government will give a letter advance notice to the community to empty and even move their homes the fixed term.
{"title":"Status Hak Atas Tanah Dan Bangunan Yang Didirikan Di Atas Lahan Ruang Terbuka Hijau","authors":"Muhammad Syahri Ramadhan","doi":"10.32332/ISTINBATH.V15I2.1208","DOIUrl":"https://doi.org/10.32332/ISTINBATH.V15I2.1208","url":null,"abstract":"Abstract \u0000There are still many communities to occupy a region that are not be established a building, one of them is the green open space. It is equal to the happened to some locals the way of demang lebar daun and hulubalang I build the building on the green open space. This research in a research juridical empirical with the approach case study and observation. Basically a mechanism determine area of green open space are introduced and effected in accordance with Article 53 (1) of Law No. 5 of 1960 on Basic Provisions of Agrarian in status for land and building rights founded by residents demang hulubang i and the wide leaves is the right riding in. But, legally protection for the located in space could not be realised but of basic human and respect the rights of the community, if the land will be required the government will give a letter advance notice to the community to empty and even move their homes the fixed term. \u0000 ","PeriodicalId":222282,"journal":{"name":"Istinbath : Jurnal Hukum","volume":"43 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125666295","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-12-30DOI: 10.32332/ISTINBATH.V15I2.1209
Wahyudi Wahyudi
Society as users of health services organized by hospitals are entitled to receive services in plenary by not getting any difference of legal entity of hospital managers. The main goal of health care hospitals include the preventive, curative, rehabilitative and promotive to all levels of society in accordance with the socio-economic function that prioritizes social functioning compared with economic function. The legal entity of hospital management in the form of foundations, associations and limited liability companies. Research in this paper is a normative juridical research, which studied the approach of legislation (the statute approach) means that a problem will be seen from the legal aspect by studying the legislation. And also the method by way of literature study (library research). The research concludes that there are three (3) legal entity that manages private hospitals are more widely used by the public, namely foundations, associations and limited liability companies. Limited liability company that manages the hospital has the main purpose for profit or economic function takes precedence while legal entities of foundations and associations in managing hospitals prioritize socio-economic functions.
{"title":"Kedudukan Badan Hukum Rumah Sakit Privat Dihubungkan Dengan Fungsi Sosio Ekonomi","authors":"Wahyudi Wahyudi","doi":"10.32332/ISTINBATH.V15I2.1209","DOIUrl":"https://doi.org/10.32332/ISTINBATH.V15I2.1209","url":null,"abstract":"Society as users of health services organized by hospitals are entitled to receive services in plenary by not getting any difference of legal entity of hospital managers. The main goal of health care hospitals include the preventive, curative, rehabilitative and promotive to all levels of society in accordance with the socio-economic function that prioritizes social functioning compared with economic function. The legal entity of hospital management in the form of foundations, associations and limited liability companies. Research in this paper is a normative juridical research, which studied the approach of legislation (the statute approach) means that a problem will be seen from the legal aspect by studying the legislation. And also the method by way of literature study (library research). The research concludes that there are three (3) legal entity that manages private hospitals are more widely used by the public, namely foundations, associations and limited liability companies. Limited liability company that manages the hospital has the main purpose for profit or economic function takes precedence while legal entities of foundations and associations in managing hospitals prioritize socio-economic functions.","PeriodicalId":222282,"journal":{"name":"Istinbath : Jurnal Hukum","volume":"58 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133785006","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-12-30DOI: 10.32332/istinbath.v15i2.1245
Abdur Rahman Adi Saputera
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan Problematika Cerai Bagi Pegawai Negeri Sipil dengan melakukan Studi Pandangan Hakim di Pengadilan Agama Gorontalo dengan analisa dari sudut konsep keadilan, sedangkan Fokus Penelitian mencakup: (1). Mengapa hakim Pengadilan Agama Gorontalo memberikan putusan cerai bagi Pegawai Negeri Sipil yang tidak menyertai izin atasan, (2). Kendala-kendala apa saja yang terdapat dalam proses pelaksanaan pemberian putusan hakim terhadap perkara perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Gorontalo perspektif konsep keadilan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris, yang kemudian pendekatan kualitatif, dengan menggunakan sumber Data Primer yaitu para Hakim di Pengadilan Agama Gorontalo, dan diperkuat Data Sekunder berupa kajian teori yang relevan dengan konteks permasalahan. Hasil dari Penelitian ini dapat menunjukkan bahwa Alasan Hakim memberikan putusan bagi Pegawai Negeri Sipil yang bercerai tanpa izin Atasan karena: Prinsip Fungsi putusan Pengadilan adalah untuk melindungi dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Peradilan dilakukan demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Prinsip kemandirian hakim, bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka, Prinsip pengadilan tidak boleh menolak perkara, Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Bagi para pelaku perceraian baik dari pemohon yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil maupun Non Pegawai Negeri Sipil, di harapkan untuk benar-benar memahami dan mengetahui implikasi (akibat hukum), bagi tindak pelanggaran, berupa tidak memenuhi persyaratan dan prosedural perceraian, misalnya bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian dan tidak melampirkan izin dari atasannya.
{"title":"Konsep Keadilan Pada Kasus Cerai Bagi Pegawai Negeri Sipil","authors":"Abdur Rahman Adi Saputera","doi":"10.32332/istinbath.v15i2.1245","DOIUrl":"https://doi.org/10.32332/istinbath.v15i2.1245","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan Problematika Cerai Bagi Pegawai Negeri Sipil dengan melakukan Studi Pandangan Hakim di Pengadilan Agama Gorontalo dengan analisa dari sudut konsep keadilan, sedangkan Fokus Penelitian mencakup: (1). Mengapa hakim Pengadilan Agama Gorontalo memberikan putusan cerai bagi Pegawai Negeri Sipil yang tidak menyertai izin atasan, (2). Kendala-kendala apa saja yang terdapat dalam proses pelaksanaan pemberian putusan hakim terhadap perkara perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Gorontalo perspektif konsep keadilan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris, yang kemudian pendekatan kualitatif, dengan menggunakan sumber Data Primer yaitu para Hakim di Pengadilan Agama Gorontalo, dan diperkuat Data Sekunder berupa kajian teori yang relevan dengan konteks permasalahan. \u0000Hasil dari Penelitian ini dapat menunjukkan bahwa Alasan Hakim memberikan putusan bagi Pegawai Negeri Sipil yang bercerai tanpa izin Atasan karena: Prinsip Fungsi putusan Pengadilan adalah untuk melindungi dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Peradilan dilakukan demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Prinsip kemandirian hakim, bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka, Prinsip pengadilan tidak boleh menolak perkara, Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. \u0000Bagi para pelaku perceraian baik dari pemohon yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil maupun Non Pegawai Negeri Sipil, di harapkan untuk benar-benar memahami dan mengetahui implikasi (akibat hukum), bagi tindak pelanggaran, berupa tidak memenuhi persyaratan dan prosedural perceraian, misalnya bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian dan tidak melampirkan izin dari atasannya.","PeriodicalId":222282,"journal":{"name":"Istinbath : Jurnal Hukum","volume":"68 2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130785199","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-12-30DOI: 10.32332/ISTINBATH.V15I2.1212
Desi Wahyuni
CSR saat ini tidak lagi ditujukan untuk membayar hutang sosial, melainkan sudah menjadi sebuah tanggung jawab yang mutlak yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam menjaga dan menjalin komunikasi sosialnya terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Perihal CSR ini diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional, Khususnya undang-undang yang membahas tentang korporasi, termasuk korporasi perbankan. Penelitian ini bertujuan untuk untuk memberikan masukan bagi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) khususnya Bank Syariah untuk lebih baik dalam menerapkan Tanggung Jawab Sosial (CSR) bagi kepentingan stakeholder sehingga dapat bermanfaat terhadap pengambil kebijakan Bank Syariah sebagai lembaga keuangan yang dapat mensejahterakan masyarakat. Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan, yang menggunakan beberapa metode yaitu metode wawancara dan dokumentasi dalam pengumpulan data.Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pelaksanaan program CSR tersebut dapat mensejahterakan mayarakat sekitar sesuai dengan etika bisnis Islam.
{"title":"Tanggung Jawab Sosial (CSR) Perusahaan Perbankan","authors":"Desi Wahyuni","doi":"10.32332/ISTINBATH.V15I2.1212","DOIUrl":"https://doi.org/10.32332/ISTINBATH.V15I2.1212","url":null,"abstract":"CSR saat ini tidak lagi ditujukan untuk membayar hutang sosial, melainkan sudah menjadi sebuah tanggung jawab yang mutlak yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam menjaga dan menjalin komunikasi sosialnya terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Perihal CSR ini diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional, Khususnya undang-undang yang membahas tentang korporasi, termasuk korporasi perbankan. Penelitian ini bertujuan untuk untuk memberikan masukan bagi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) khususnya Bank Syariah untuk lebih baik dalam menerapkan Tanggung Jawab Sosial (CSR) bagi kepentingan stakeholder sehingga dapat bermanfaat terhadap pengambil kebijakan Bank Syariah sebagai lembaga keuangan yang dapat mensejahterakan masyarakat. Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan, yang menggunakan beberapa metode yaitu metode wawancara dan dokumentasi dalam pengumpulan data.Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pelaksanaan program CSR tersebut dapat mensejahterakan mayarakat sekitar sesuai dengan etika bisnis Islam.","PeriodicalId":222282,"journal":{"name":"Istinbath : Jurnal Hukum","volume":"2016 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127483209","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-11-28DOI: 10.32332/ISTINBATH.V15I2.1218
I. Susanto
Money politics atau risywah dalam hukum Islam dalam pemilu adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Money politics umumnya dilakukan simpatisan, kader bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Money politics dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako seperti beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai atau calon legislatif (caleg) yang bersangkutan. Melihat kenyataan bahwa praktek money politics telah telah melekat dalam kehidupan masyarakat, mulai dari tingkat bawah sampai atas. Tentunya bukan pekerjaan mudah untuk menghapus praktek tersebut, minimal melakukan proses penyadaran masyarakat melalui pengetahuan dan pemahaman yang merupakan tanggung jawab bersama, dan salah satunya melalui artikel ini. Artikel ini menyimpulkan bahwa money politics masih tetap berlangsung disebabkan karena masyarakat masih belum siap untuk hidup berdemokrasi secara utuh, serta masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menegakkan hukum di Indonesia. Hukum Islam dan hukum positif memiliki pandangan yang sama bahwa money politics merupakan tindakan yang dilarang karena akibat yang ditimbulkan berdampak luas terhadap masyarakat dan perekonomian.
{"title":"Analisis Hukum Islam Dan Hukum Positif Terhadap Money Politics Pada Pemilu","authors":"I. Susanto","doi":"10.32332/ISTINBATH.V15I2.1218","DOIUrl":"https://doi.org/10.32332/ISTINBATH.V15I2.1218","url":null,"abstract":"Money politics atau risywah dalam hukum Islam dalam pemilu adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Money politics umumnya dilakukan simpatisan, kader bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Money politics dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako seperti beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai atau calon legislatif (caleg) yang bersangkutan. Melihat kenyataan bahwa praktek money politics telah telah melekat dalam kehidupan masyarakat, mulai dari tingkat bawah sampai atas. Tentunya bukan pekerjaan mudah untuk menghapus praktek tersebut, minimal melakukan proses penyadaran masyarakat melalui pengetahuan dan pemahaman yang merupakan tanggung jawab bersama, dan salah satunya melalui artikel ini. Artikel ini menyimpulkan bahwa money politics masih tetap berlangsung disebabkan karena masyarakat masih belum siap untuk hidup berdemokrasi secara utuh, serta masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menegakkan hukum di Indonesia. Hukum Islam dan hukum positif memiliki pandangan yang sama bahwa money politics merupakan tindakan yang dilarang karena akibat yang ditimbulkan berdampak luas terhadap masyarakat dan perekonomian.","PeriodicalId":222282,"journal":{"name":"Istinbath : Jurnal Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125527689","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-07-09DOI: 10.32332/istinbath.v15i1.1093
M. Bahruddin
ABSTRAK Di antara terma ilmu ushul fikih yang signifikan untuk dikaji dan dikritisi adalah ijmak. Teori ijmak bertitik tolak dari kristalisasi ajaran dasar Islam tentang permusyawaratan dan persatuan umat serta mengakui infalibilitas konsensus ulama. Terdapat sejumlah persoalan terkait teori ijmak klasik dan dihubungkan dengan legal drafting di Indonesia. Setelah melalui proses pembahasan dan analisis, diketahui bahwa validitas ijmak tidaklah meniscayakan totalitas pendapat ulama dan otoritasnya bersifat nisbi. Pilar utama dari Teori ijma’ adalah spirit syura secara demokratis dan independen, serta mengakui infalibilitas konsensus ulama. Apabila dikomparasikan antara teori dan prosedur ijmak dengan pembuatan hukum Islam yang di Indonesia dari segi institusi, prosedur, dan mekanisme-nya, tampak adanya sisi persamaan dan perbedaan. Prinsip demokrasi, kodifikasi, dan unifikasi hukum melekat pada teori ijmak dan legislasi. Perbedaannya terletak pada mekanismenya. Ijmak berjalan secara alamiah, sedangkan pembuatan hukum Islam di Indonesia telah ada regulasi yang mengaturnya. Karenanya, produk pembuatan hukum Islam di Indonesia masuk dalam kriteria ijmak. Kata Kunci: Ijmak, Legislasi, Hukum Islam ABSTRACT Among the terms of ushul fiqh the most significant term to lear and criticized is ijmak. The ijmak theory starts from the crystallization of the basic tenets of Islam on the consent and unity of the peoplere, also recognizing the infallibility of the ulama consensus. There are a number of issues related to the classical ijmak theory and associated with legal drafting in Indonesia. After going through the process of discussion and analysis the validity of ijmak it is known that the ultimate opinion of the ulama is not required and its authority is relative. The main pillar of ijma' Theory is a democratic and independent shura spirit, and recognizes the infallibility of the ulama consensus. When the theory and procedure of ijmak compiled with the Indonesian Islamic law regulating in terms of institutions, procedures, and mechanisms, it appears the side of similarities and differences. The democracy, codification, and legal unification princip are embedded in the theory of ijmak and legislation. The difference found in the mechanism. Ijmak runs naturally, while the Islamic law regulating in Indonesia has its own rule. Therefore, the Islamic law regulating in Indonesia is included as a part of ijma. Keywords: Ijmak, Legislation, Islamic Law
{"title":"TEORI IJMA' KONTEMPORER DAN RELEVANSINYA DENGAN LEGISLASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA","authors":"M. Bahruddin","doi":"10.32332/istinbath.v15i1.1093","DOIUrl":"https://doi.org/10.32332/istinbath.v15i1.1093","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000 \u0000Di antara terma ilmu ushul fikih yang signifikan untuk dikaji dan dikritisi adalah ijmak. Teori ijmak bertitik tolak dari kristalisasi ajaran dasar Islam tentang permusyawaratan dan persatuan umat serta mengakui infalibilitas konsensus ulama. Terdapat sejumlah persoalan terkait teori ijmak klasik dan dihubungkan dengan legal drafting di Indonesia. Setelah melalui proses pembahasan dan analisis, diketahui bahwa validitas ijmak tidaklah meniscayakan totalitas pendapat ulama dan otoritasnya bersifat nisbi. Pilar utama dari Teori ijma’ adalah spirit syura secara demokratis dan independen, serta mengakui infalibilitas konsensus ulama. Apabila dikomparasikan antara teori dan prosedur ijmak dengan pembuatan hukum Islam yang di Indonesia dari segi institusi, prosedur, dan mekanisme-nya, tampak adanya sisi persamaan dan perbedaan. Prinsip demokrasi, kodifikasi, dan unifikasi hukum melekat pada teori ijmak dan legislasi. Perbedaannya terletak pada mekanismenya. Ijmak berjalan secara alamiah, sedangkan pembuatan hukum Islam di Indonesia telah ada regulasi yang mengaturnya. Karenanya, produk pembuatan hukum Islam di Indonesia masuk dalam kriteria ijmak. \u0000 \u0000Kata Kunci: Ijmak, Legislasi, Hukum Islam \u0000 \u0000ABSTRACT \u0000 \u0000Among the terms of ushul fiqh the most significant term to lear and criticized is ijmak. The ijmak theory starts from the crystallization of the basic tenets of Islam on the consent and unity of the peoplere, also recognizing the infallibility of the ulama consensus. There are a number of issues related to the classical ijmak theory and associated with legal drafting in Indonesia. After going through the process of discussion and analysis the validity of ijmak it is known that the ultimate opinion of the ulama is not required and its authority is relative. The main pillar of ijma' Theory is a democratic and independent shura spirit, and recognizes the infallibility of the ulama consensus. When the theory and procedure of ijmak compiled with the Indonesian Islamic law regulating in terms of institutions, procedures, and mechanisms, it appears the side of similarities and differences. The democracy, codification, and legal unification princip are embedded in the theory of ijmak and legislation. The difference found in the mechanism. Ijmak runs naturally, while the Islamic law regulating in Indonesia has its own rule. Therefore, the Islamic law regulating in Indonesia is included as a part of ijma. \u0000 \u0000Keywords: Ijmak, Legislation, Islamic Law","PeriodicalId":222282,"journal":{"name":"Istinbath : Jurnal Hukum","volume":"64 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130303579","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-07-09DOI: 10.32332/ISTINBATH.V15I1.1123
R. Hidayat
ABSTRAK Perceraian merupakan perkara halal yang dibenci Allah SWT. Jika terjadi perceraian maka akan ada masa tunggu/iddah. Imam madzahib sepakat bahwa perempuan yang diceraikan dengan talak raj’i berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal selama masa iddah. Sedangkan untuk talak ba’in, mereka berbeda pendapat, Imam Abu Hanifah berpendapat istri itu tetap berhak atas nafkah dan tempat tinggal, Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa istri hanya berhak atas tempat tinggal saja, sedangkan Imam Ahmad ibn Hanbal berpendapat bahwa istri tidak mendapatkan hak nafkah dan tempat tinggal. Pendapat Imam Ahmad ini, memiliki persamaan dengan peraturan perkawinan di Indonesia, tepatnya pasal 149 b Kompilasi Hukum Islam, yang menyatakan bahwa, suami wajib memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada istri yang ditalak raj’i dan tidak untuk istri yang ditalak ba’in. Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), dan berdasarkan studi ini perlu dipertimbangkan lagi hak istri pada dua jenis talak tersebut, Sehingga istri tetap bisa mendapatkan nafkah dan tempat tinggal selama masa iddah apapun jenis talak yang dijatuhkan. Keyword : Perceraian, Iddah, Imam Madzhab, KHI
{"title":"PENDAPAT IMAM MAZHAB TENTANG HAK ISTRI PADA MASA IDDAH TALAK BA’IN DAN RELEVANSINYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DI INDONESIA","authors":"R. Hidayat","doi":"10.32332/ISTINBATH.V15I1.1123","DOIUrl":"https://doi.org/10.32332/ISTINBATH.V15I1.1123","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Perceraian merupakan perkara halal yang dibenci Allah SWT. Jika terjadi perceraian maka akan ada masa tunggu/iddah. Imam madzahib sepakat bahwa perempuan yang diceraikan dengan talak raj’i berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal selama masa iddah. Sedangkan untuk talak ba’in, mereka berbeda pendapat, Imam Abu Hanifah berpendapat istri itu tetap berhak atas nafkah dan tempat tinggal, Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa istri hanya berhak atas tempat tinggal saja, sedangkan Imam Ahmad ibn Hanbal berpendapat bahwa istri tidak mendapatkan hak nafkah dan tempat tinggal. Pendapat Imam Ahmad ini, memiliki persamaan dengan peraturan perkawinan di Indonesia, tepatnya pasal 149 b Kompilasi Hukum Islam, yang menyatakan bahwa, suami wajib memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada istri yang ditalak raj’i dan tidak untuk istri yang ditalak ba’in. Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), dan berdasarkan studi ini perlu dipertimbangkan lagi hak istri pada dua jenis talak tersebut, Sehingga istri tetap bisa mendapatkan nafkah dan tempat tinggal selama masa iddah apapun jenis talak yang dijatuhkan. \u0000Keyword : Perceraian, Iddah, Imam Madzhab, KHI","PeriodicalId":222282,"journal":{"name":"Istinbath : Jurnal Hukum","volume":"164 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128813358","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-07-09DOI: 10.32332/ISTINBATH.V15I1.1095
Benny Abidin
Pembangunan adalah amanat undang-undang. Ia menjadi tanggung jawab negara. Tetapi bagaimana jika pembangunan direspon secara negatif oleh warganya? Ini yang terjadi di Batang, Jawa Tengah. Mayoritas warga menolak pembangunan PLTU Batang. Padahal pembangunan ini ditujukan untuk memenuhi kecukupan pasokan listrik se-Jawa. Artikel ini bertujuan menggali mengapa responwarga sangat negatif dengan menggunakan sosiologi hukum sebagai alat bacanya. Hasilnya, proyek ini disusun ternyata tanpa melibatkan masyarakat sebagai bagian dari pembangunan. Produk hukum yang seharusnya menjadi bagian dari instrumen rekayasa masyarakat tidak berjalan dengan baik. Hukum tidak responsif terhadap warganya.
{"title":"PENOLAKAN WARGA TERHADAP PROYEK PLTU BATANG: TELAAH SOSIOLOGI HUKUM","authors":"Benny Abidin","doi":"10.32332/ISTINBATH.V15I1.1095","DOIUrl":"https://doi.org/10.32332/ISTINBATH.V15I1.1095","url":null,"abstract":"Pembangunan adalah amanat undang-undang. Ia menjadi tanggung jawab negara. Tetapi bagaimana jika pembangunan direspon secara negatif oleh warganya? Ini yang terjadi di Batang, Jawa Tengah. Mayoritas warga menolak pembangunan PLTU Batang. Padahal pembangunan ini ditujukan untuk memenuhi kecukupan pasokan listrik se-Jawa. Artikel ini bertujuan menggali mengapa responwarga sangat negatif dengan menggunakan sosiologi hukum sebagai alat bacanya. Hasilnya, proyek ini disusun ternyata tanpa melibatkan masyarakat sebagai bagian dari pembangunan. Produk hukum yang seharusnya menjadi bagian dari instrumen rekayasa masyarakat tidak berjalan dengan baik. Hukum tidak responsif terhadap warganya.","PeriodicalId":222282,"journal":{"name":"Istinbath : Jurnal Hukum","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127923488","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-07-09DOI: 10.32332/ISTINBATH.V15I1.1125
Hendra Irawan, Nurma destiana
Abstract Pawn sharia (rahn) is one of the terms property (rahin) as goods (marhun) on debt / loan (marhun bih) it receives. Marhun has an economic value. Auction as an execution of goods is also done in Sharia Pawnshop. Auction is the last attempt made by the Sharia Branch Office that has money that is default. This study aims to describe the perspective of Islamic Economic Law on the sale of lien in the sharia pawnshops Metro City. This research is an attempt to enrich the scientific khilafah related to the problems related to the projects, and can be used as information for sharia pawnshops and the community or parties who want to know the procedure of selling pawn goods. This research is a field research that collects qualitative data with interview and documentation data collection techniques, then qualitative analysis through inductive approach. Based on the results of the research, the acquisition of the sale of Gadai goods in the existing Shariah City Pawnshops in accordance with Shariah Economic Law, and no one does not. Keyword : Pawnshop, Sales, Pawn, Shariah Economic Law. Abstrak Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas utang/pinjaman (marhun bih) yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Lelang sebagai upaya eksekusi terhadap barang jaminan juga dilakukan di Pegadaian Syariah. Lelang merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh Kantor Cabang Syariah apabila ada nasabahnya yang wanprestasi. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan perspektif Hukum Ekonomi Syariah terhadap pelaksanaan penjualan barang gadai di Pegadaian syariah Kota Metro. Penelitian ini merupakan upaya untuk memperkaya khazanah keilmuan terkait masalah konsep penjualan barang gadai, dan dapat berguna sebagai informasi bagi pegadaian syariah dan masyarakat atau pihak-pihak yang ingin mengetahui prosedur penjualan barang gadai. Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menghimpun data kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara dan dokumentasi, kemudian dianalisis secara kualitatif melalui pendekatan induktif. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Pelaksanaan penjualan barang gadai di Pegadaian Syariah Kota Metro ada yang sesuai dengan Hukum Ekonomi Syari’ah, dan dan ada yang tidak. Kata kunci : Pegadaian, Penjualan, Barang Gadai, Hukum Ekonomi Syari’ah
典当法(Pawn sharia, rahn)是一种将财产(rahin)作为货物(marhun)作为债务或贷款(marhun bih)的术语。马洪具有经济价值。拍卖作为一种货物的执行也在伊斯兰典当行进行。拍卖是伊斯兰教法分支机构的最后一次尝试,该分支机构拥有违约的资金。本研究旨在描述伊斯兰经济法视角下的都市伊斯兰典当行留置权买卖。本研究试图丰富与项目相关问题的科学知识,并可作为伊斯兰典当行和想要了解典当品销售程序的社区或各方的信息。本研究采用实地调研的方式,采用访谈法和文献资料收集法收集定性数据,然后采用归纳法进行定性分析。根据研究结果,在现有的伊斯兰城市典当行中收购销售加代商品是否符合伊斯兰经济法,并没有一家不符合。关键词:典当行,买卖,典当,伊斯兰经济法摘要:Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas utang/pinjaman (marhun bih) yang diterimanya。Marhun tersebut memoriliki nilai经济学。我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿。我想说的是,我想说的是,我想说的是,我想说的是,我想说的是,我想说的是,我想说的是,我想说的是,我想说的是,我想说的是,我想说的是。槟城首席检察官为槟城首席检察官,为槟城首席检察官,为槟城首席检察官,为槟城首席检察官,为槟城首席检察官。Penelitian ini adalah Penelitian lapangan yang menghimpun,数据质量,dengan技术,数据质量,数据质量,数据质量,数据质量,数据质量,数据质量,数据质量。Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Pelaksanaan penjualan barang gadai di Pegadaian Syariah Kota Metro ada yang sesuai dengan Hukum Ekonomi Syariah, dan dan ada yang tidak。Kata kunci: Pegadaian, Penjualan, Barang Gadai, Hukum Ekonomi Syari 'ah
{"title":"TINJAUAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH TERHADAP PELAKSANAAN PENJUALAN BARANG GADAI","authors":"Hendra Irawan, Nurma destiana","doi":"10.32332/ISTINBATH.V15I1.1125","DOIUrl":"https://doi.org/10.32332/ISTINBATH.V15I1.1125","url":null,"abstract":"Abstract \u0000Pawn sharia (rahn) is one of the terms property (rahin) as goods (marhun) on debt / loan (marhun bih) it receives. Marhun has an economic value. Auction as an execution of goods is also done in Sharia Pawnshop. Auction is the last attempt made by the Sharia Branch Office that has money that is default. This study aims to describe the perspective of Islamic Economic Law on the sale of lien in the sharia pawnshops Metro City. This research is an attempt to enrich the scientific khilafah related to the problems related to the projects, and can be used as information for sharia pawnshops and the community or parties who want to know the procedure of selling pawn goods. This research is a field research that collects qualitative data with interview and documentation data collection techniques, then qualitative analysis through inductive approach. Based on the results of the research, the acquisition of the sale of Gadai goods in the existing Shariah City Pawnshops in accordance with Shariah Economic Law, and no one does not. \u0000 \u0000Keyword : Pawnshop, Sales, Pawn, Shariah Economic Law. \u0000Abstrak \u0000Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas utang/pinjaman (marhun bih) yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Lelang sebagai upaya eksekusi terhadap barang jaminan juga dilakukan di Pegadaian Syariah. Lelang merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh Kantor Cabang Syariah apabila ada nasabahnya yang wanprestasi. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan perspektif Hukum Ekonomi Syariah terhadap pelaksanaan penjualan barang gadai di Pegadaian syariah Kota Metro. Penelitian ini merupakan upaya untuk memperkaya khazanah keilmuan terkait masalah konsep penjualan barang gadai, dan dapat berguna sebagai informasi bagi pegadaian syariah dan masyarakat atau pihak-pihak yang ingin mengetahui prosedur penjualan barang gadai. Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menghimpun data kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara dan dokumentasi, kemudian dianalisis secara kualitatif melalui pendekatan induktif. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Pelaksanaan penjualan barang gadai di Pegadaian Syariah Kota Metro ada yang sesuai dengan Hukum Ekonomi Syari’ah, dan dan ada yang tidak. \u0000 \u0000Kata kunci : Pegadaian, Penjualan, Barang Gadai, Hukum Ekonomi Syari’ah","PeriodicalId":222282,"journal":{"name":"Istinbath : Jurnal Hukum","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126437368","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2018-07-09DOI: 10.32332/ISTINBATH.V15I1.1094
Chamim Tohari
ABSTRAK Penelitian ini berawal dari adanya kontraversi di kalangan para ulama apakah pembagian harta waris secara kekeluargaan (bilateral) bertentangan dengan hukum Islam atau tidak. Karena itu penelitian ini menitikberatkan pada pemikiran Hazairin tentang konsep kewarisan bilateral, dimana konsep tersebut akan dilihat dari perspektif teori hukum Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis comparative-inductive. Adapun poin permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana konsep kewarisan bilateral sebagaimana yang digagas oleh Hazairin?; Kedua, bagaimana pandangan para ulama tentang pembagian kewarisan secara kekeluargaan (bilateral)?; dan Ketiga, bagaimana pandangan hukum Islam tentang konsep kewarisan bilateral tersebut? Hasil penelitian ini adalah: Pertama, konsep kewarisan bilateral menurut Hazairin adalah suatu konsep pembagian harta waris secara kekeluargaan dengan penentuan ahli warisnya dengan cara menarik garis keturunannya melalui dua jalur keturunan, yakni keturunan ayah maupun melalui keturunan ibunya. Kedua, para ulama berbeda pendapat tentang hukum pembagian kewarisan secara kekeluargaan (bilateral), kelompok yang satu menolak dan kelompok lainnya membolehkan. Dan ketiga, pembagian harta waris secara bilateral dalam pandangan penulis tidak bertentangan dengan Hukum Islam. ABSTRAC The beginning of this research is a presence of the controversy between muslim scholars about the question as is the heritance distribution held in a family atmosphere (bilaterally) abrogated by Islamic law or accepted? Depart from this problem the research focused to the Hazairin’s thought about the concept of bilateral inheritance law, the concept will be analyzed based on theory of Islamic law afterwards. The method used in this research a comparative-inductive analysis method. The main problems which will be investigated in this research are about: First, how is the concept of the bilaterally inheritance law in the Hazairin’s thought?; Second, how is opinions of the muslim scholars about it?; and Third, how is perspective of Islamic law about it? Among the result of this research are: First, the concept of the bilaterally inheritance law in the Hazairin’s thought is a law which it arrange about distribution of inheritance held in a family atmosphere (bilaterally) with taking some legal heir from two generation strip, it is generation strip from his/her father and mother without making a distinction among them; Second, the muslim scholars have been difference in opinion about tle law of bilaterally inheritance, one side reject it and other side o them accept it; and Third, the distribution of inheritance bilaterally have a base theoretically in the Islamic law based on researcher’s opinion. Keywords: Hukum Kewarisan Islam, Bilateral, Hukum Islam, Hak Makhluk
这项研究的起因是神职人员之间的矛盾,他们是否将遗产分割视为违反伊斯兰法律。因此,这项研究强调了哈泽林对双边遗产概念的思考,从伊斯兰法律理论的角度来看,这一概念将成为焦点。本研究采用的方法是比较慈悲分析的方法。至于这项研究的问题所在:首先,哈泽林提出的双边遗产概念是什么?第二,神职人员对遗产分割的看法是什么?第三,伊斯兰法律如何看待双边遗产的概念?这项研究的结果是:首先,根据《哈泽林》,双边遗产的概念是一种家族遗产的概念,通过通过父亲的血统和母亲的血统来确定继承人的血统。第二,神职人员对遗产分割法存在分歧,一方反对,另一方允许。第三,在作者看来,遗产的双边分割并不违反伊斯兰法律。这项研究的开始是穆斯林学者之间有争议的问题,而这个问题是由伊斯兰法或接受的家庭关系搁置的吗?在这个研究中,针对Hazairin的考虑考虑了法律附带的考虑,考虑将基于伊斯兰法律的理论对其进行分析。这种方法在这个研究中使用了一种比较宽容分析方法。这项研究中所调查的问题的主要问题是:首先,如何看待危险思想中两种固有的法律?第二,穆斯林学者对此有何看法?第三,伊斯兰法是如何看待它的?研究》《这个论点是:第一,bilaterally理念》《Hazairin inheritance法律思想是一个法律无关紧要它照顾好关于distribution of inheritance牵着in a family大气层(bilaterally)和一些合法继承人的应试两个脱衣舞一代,这一代脱衣舞从他/她父亲和母亲没有让a distinction》他们;第二,穆斯林学者对两种内在的法律有不同的看法,一种是接受它,另一种是接受它;第三,基于researcher观点的伊斯兰法律的基础是本质上的基地。基言:伊斯兰遗产法,双边法,伊斯兰法律,生物权利
{"title":"SISTEM KEWARISAN BILATERAL DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM","authors":"Chamim Tohari","doi":"10.32332/ISTINBATH.V15I1.1094","DOIUrl":"https://doi.org/10.32332/ISTINBATH.V15I1.1094","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Penelitian ini berawal dari adanya kontraversi di kalangan para ulama apakah pembagian harta waris secara kekeluargaan (bilateral) bertentangan dengan hukum Islam atau tidak. Karena itu penelitian ini menitikberatkan pada pemikiran Hazairin tentang konsep kewarisan bilateral, dimana konsep tersebut akan dilihat dari perspektif teori hukum Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis comparative-inductive. Adapun poin permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana konsep kewarisan bilateral sebagaimana yang digagas oleh Hazairin?; Kedua, bagaimana pandangan para ulama tentang pembagian kewarisan secara kekeluargaan (bilateral)?; dan Ketiga, bagaimana pandangan hukum Islam tentang konsep kewarisan bilateral tersebut? Hasil penelitian ini adalah: Pertama, konsep kewarisan bilateral menurut Hazairin adalah suatu konsep pembagian harta waris secara kekeluargaan dengan penentuan ahli warisnya dengan cara menarik garis keturunannya melalui dua jalur keturunan, yakni keturunan ayah maupun melalui keturunan ibunya. Kedua, para ulama berbeda pendapat tentang hukum pembagian kewarisan secara kekeluargaan (bilateral), kelompok yang satu menolak dan kelompok lainnya membolehkan. Dan ketiga, pembagian harta waris secara bilateral dalam pandangan penulis tidak bertentangan dengan Hukum Islam. \u0000 \u0000ABSTRAC \u0000The beginning of this research is a presence of the controversy between muslim scholars about the question as is the heritance distribution held in a family atmosphere (bilaterally) abrogated by Islamic law or accepted? Depart from this problem the research focused to the Hazairin’s thought about the concept of bilateral inheritance law, the concept will be analyzed based on theory of Islamic law afterwards. The method used in this research a comparative-inductive analysis method. The main problems which will be investigated in this research are about: First, how is the concept of the bilaterally inheritance law in the Hazairin’s thought?; Second, how is opinions of the muslim scholars about it?; and Third, how is perspective of Islamic law about it? Among the result of this research are: First, the concept of the bilaterally inheritance law in the Hazairin’s thought is a law which it arrange about distribution of inheritance held in a family atmosphere (bilaterally) with taking some legal heir from two generation strip, it is generation strip from his/her father and mother without making a distinction among them; Second, the muslim scholars have been difference in opinion about tle law of bilaterally inheritance, one side reject it and other side o them accept it; and Third, the distribution of inheritance bilaterally have a base theoretically in the Islamic law based on researcher’s opinion. \u0000 \u0000Keywords: Hukum Kewarisan Islam, Bilateral, Hukum Islam, Hak Makhluk","PeriodicalId":222282,"journal":{"name":"Istinbath : Jurnal Hukum","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125410463","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}