首页 > 最新文献

Naditira Widya最新文献

英文 中文
JEJAK HUNIAN GUA DUDUMUNIR DI PULAU ARGUNI, DI WILAYAH FAKFAK, PAPUA BARAT 西巴布亚法克法克地区阿尔古尼岛上的杜杜穆尼尔洞穴遗址
Pub Date : 2023-12-31 DOI: 10.24832/nw.v17i2.525
Bau Mene
Gua Dudumunir memiliki keunikan, karena keletakannya yang berada tidak jauh dari garis Pantai di Pulau Arguni. Telah beberapa kali dilakukan survei di Gua Dudumunir, tetapi belum dilakukan penelitian arkeologis yang intensif yang berkaitan dengan penghunian gua. Survei tahun 2015 menunjukkan bahwa permukaan lantai aktual gua dipenuhi oleh cangkang moluska, tulang binatang, dan fragmen gerabah. Oleh karena itu, pada tahun 2018 dilakukan penelitian dengan tujuan memahami karakteristik penghunian Gua Dudumunir pada masa lampau berdasarkan tinggalan arkeologisnya. Dengan demikian, sasarn penelitian ini adalah i) temuan arkeologis di situs Gua Dudumunir yang menggambarkan gua tersebut sebagai tempat bermukim pada masa lampau, termasuk fungsi artefak-artefaknya; dan ii) pola pemanfaatan gua tersebut. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik, dan diawali dengan pengumpulan data melalui studi pustaka, survei, dan ekskavasi. Ekskavasi dilakukan dengan membuka dua kotak ekskavasi, yaitu U1B1/KT1 dan DDM/FF/KT2. Dari hasil pembukaan dua kotak ekskavasi diketahui keragaman tinggalan arkeologis yang terdiri atas i) alat batu; ii) alat dan perhiasan tulang; iii) sisa-sisa fauna vertebrata dan invertebrate, serta tulang manusia; iv) gerabah, v) sisa-sisa arang; vi) bongkahan lepas batu kuarsa, rijang, dan oker, serta vii) tinggalan perang dunia berupa koin mata uang. Keragaman temuan berikut konteksnya mendukung kesimpulan bahwa Gua Dudumunir adalah multicomponent site sebagai tempat hunian pada masa prasejarah, tempat penguburan, dan tempat persembunyian. Gua Dudumunir is unique because it is located not far from the coastline on Arguni Island. Several surveys have been conducted at Gua Dudumunir, but no intensive archaeological research has been carried out relating to cave-dwelling. A 2015 survey showed that the cave floor was littered with mollusc shells, animal bones, and potsherds. Therefore, in 2018 research was carried out to understand the characteristics of cave-dwelling at Gua Dudumunir in the past based on archaeological remains. Thus, the targets of this research are i) archaeological items that may illustrate the type of activities within the cave, including the function of the artifacts; and ii) the pattern of cave usage. This research is descriptive-analytic and begins with data collection through literature studies, surveys, and excavations. The excavation was carried out by opening two excavation trenches i.e., U1B1/KT1 and DDM/FF/KT2. The two excavation trenches yielded a diversity of archaeological remains consisting of i) stone tools; ii) bone tools and adornment; iii) remains of vertebrate and invertebrate fauna, as well as human bones; iv) pottery, v) charcoal remains; vi) chunks of quartz, chert and ochre, and vii) currency coins from the world war period. The diversity of findings and their context support the conclusion that Gua Dudumunir is a multi-component site as a prehistoric dwelling place, burial place, and hiding place.
杜杜穆尼尔洞穴的独特之处在于它距离阿尔古尼岛的海岸线不远。杜杜穆尼尔洞穴已进行过多次调查,但尚未进行过与洞穴占用有关的深入考古研究。2015 年的调查显示,洞穴的实际地面上布满了软体动物贝壳、动物骨骼和陶器碎片。因此,2018 年开展了研究,目的是根据考古遗迹了解杜杜莫尼尔洞穴过去被占领的特征。因此,本研究的目标是:i)在杜杜穆尼尔洞穴遗址的考古发现,描述洞穴作为过去生活场所的情况,包括文物的功能;ii)洞穴的使用模式。本研究采用描述分析法,首先通过文献研究、调查和发掘收集数据。发掘工作通过打开两个发掘箱进行,即 U1B1/KT1 和 DDM/FF/KT2。两个发掘箱的发掘结果显示了考古遗物的多样性,包括 i) 石器;ii) 骨器和首饰;iii) 脊椎动物和无脊椎动物的动物遗骸以及人骨;iv) 陶器;v) 木炭遗骸;vi) 松散的石英石、白垩石和赭石块;vii) 以货币硬币为形式的世界大战遗物。这些发现的多样性及其背景支持了这样的结论,即杜杜穆尼尔洞穴是一个由史前居住地、埋葬地和藏身地等多部分组成的遗址。 杜杜穆尼尔洞穴之所以独特,是因为它距离阿尔古尼岛的海岸线不远。在 Gua Dudumunir 已进行过多次调查,但尚未开展过与洞穴居住有关的深入考古研究。2015 年的一项调查显示,洞穴地面上遍布软体动物贝壳、动物骨骼和陶器碎片。因此,2018 年开展了研究,以考古遗存为基础了解杜杜莫尼尔洞穴过去的穴居特征。因此,本研究的目标是:i)可说明洞穴内活动类型的考古物品,包括文物的功能;ii)洞穴使用模式。本研究采用描述分析法,首先通过文献研究、调查和发掘收集数据。发掘工作通过两条发掘沟进行,即 U1B1/KT1 和 DDM/FF/KT2。这两条发掘坑道出土了大量考古遗物,包括 i) 石器;ii) 骨器和装饰品;iii) 脊椎动物和无脊椎动物遗骸以及人骨;iv) 陶器;v) 木炭;vi) 大块石英、石灰石和赭石;vii) 世界大战时期的货币硬币。这些发现的多样性及其背景支持这样的结论,即杜杜穆尼尔洞穴是一个由史前居住地、埋葬地和藏身地等多部分组成的遗址。
{"title":"JEJAK HUNIAN GUA DUDUMUNIR DI PULAU ARGUNI, DI WILAYAH FAKFAK, PAPUA BARAT","authors":"Bau Mene","doi":"10.24832/nw.v17i2.525","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/nw.v17i2.525","url":null,"abstract":"Gua Dudumunir memiliki keunikan, karena keletakannya yang berada tidak jauh dari garis Pantai di Pulau Arguni. Telah beberapa kali dilakukan survei di Gua Dudumunir, tetapi belum dilakukan penelitian arkeologis yang intensif yang berkaitan dengan penghunian gua. Survei tahun 2015 menunjukkan bahwa permukaan lantai aktual gua dipenuhi oleh cangkang moluska, tulang binatang, dan fragmen gerabah. Oleh karena itu, pada tahun 2018 dilakukan penelitian dengan tujuan memahami karakteristik penghunian Gua Dudumunir pada masa lampau berdasarkan tinggalan arkeologisnya. Dengan demikian, sasarn penelitian ini adalah i) temuan arkeologis di situs Gua Dudumunir yang menggambarkan gua tersebut sebagai tempat bermukim pada masa lampau, termasuk fungsi artefak-artefaknya; dan ii) pola pemanfaatan gua tersebut. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik, dan diawali dengan pengumpulan data melalui studi pustaka, survei, dan ekskavasi. Ekskavasi dilakukan dengan membuka dua kotak ekskavasi, yaitu U1B1/KT1 dan DDM/FF/KT2. Dari hasil pembukaan dua kotak ekskavasi diketahui keragaman tinggalan arkeologis yang terdiri atas i) alat batu; ii) alat dan perhiasan tulang; iii) sisa-sisa fauna vertebrata dan invertebrate, serta tulang manusia; iv) gerabah, v) sisa-sisa arang; vi) bongkahan lepas batu kuarsa, rijang, dan oker, serta vii) tinggalan perang dunia berupa koin mata uang. Keragaman temuan berikut konteksnya mendukung kesimpulan bahwa Gua Dudumunir adalah multicomponent site sebagai tempat hunian pada masa prasejarah, tempat penguburan, dan tempat persembunyian. Gua Dudumunir is unique because it is located not far from the coastline on Arguni Island. Several surveys have been conducted at Gua Dudumunir, but no intensive archaeological research has been carried out relating to cave-dwelling. A 2015 survey showed that the cave floor was littered with mollusc shells, animal bones, and potsherds. Therefore, in 2018 research was carried out to understand the characteristics of cave-dwelling at Gua Dudumunir in the past based on archaeological remains. Thus, the targets of this research are i) archaeological items that may illustrate the type of activities within the cave, including the function of the artifacts; and ii) the pattern of cave usage. This research is descriptive-analytic and begins with data collection through literature studies, surveys, and excavations. The excavation was carried out by opening two excavation trenches i.e., U1B1/KT1 and DDM/FF/KT2. The two excavation trenches yielded a diversity of archaeological remains consisting of i) stone tools; ii) bone tools and adornment; iii) remains of vertebrate and invertebrate fauna, as well as human bones; iv) pottery, v) charcoal remains; vi) chunks of quartz, chert and ochre, and vii) currency coins from the world war period. The diversity of findings and their context support the conclusion that Gua Dudumunir is a multi-component site as a prehistoric dwelling place, burial place, and hiding place.","PeriodicalId":259009,"journal":{"name":"Naditira Widya","volume":"79 11","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139130481","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
PERBANDINGAN KUBUR TEBING TORAUT DAN TORAJA DI PULAU SULAWESI 苏拉威西岛托罗特崖墓和托拉贾崖墓的比较
Pub Date : 2023-12-31 DOI: 10.24832/nw.v17i2.530
Nasrullah Azis, Sriwigati, D. Indah, Asikin Nurani
Penguburan atau menempatkan mayat pada suatu tempat yang lebih tinggi adalah bentuk penghormatan serta salah satu kepercayaan akan adanya kehidupan setelah mati. Di pulau Sulawesi terdapat tradisi menempatkan mayat pada tebing-tebing alam yang dipahat menjadi rongga-rongga berbentuk persegi. Tradisi penempatan mayat yang disebut kubur tebing ditemukan di dua kawasan yang berjauhan lokasinya, yaitu di Toraut di Sulawesi bagian utara dan di Toraja di Sulawesi bagian selatan. Berdasarkan observasi lapangan dan informasi penduduk setempat, diketahui bahwa tinggalan kubur tebing di Toraut sudah tidak digunakan lagi. Masyarakat setempat di Toraut sekarang tidak mengenal lagi penguburan jenazah di tebing-tebing. Berbeda halnya pada masyarakat di Toraja, yang sampai sekarang masih melangsungkan tradisi penguburan di tebing-tebing. Tujuan penelitian ini adalah memahami pemilihan lokasi tebing, bentuk rongga pahatan, dan cara penguburan di tebing di Toraut dan Toraja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif- analitis. Data dikumpulkan melalui tinjauan pustaka terkait kubur tebing di Toraut dan Toraja, identifikasi secara langsung pada rongga-rongga pahatan di tebing, dan melakukan wawancara dengan penduduk di sekitar kubur tebing di Toraut dan Toraja. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaaan pada pemilihan lokasi tebing untuk penguburan, pada bentuk rongga pahatan, dan cara meletakkan mayat dalam rongga-rongga pahatan di kubur tebing di Toraut dan Toraja.   Burial or placing a cadaver on higher ground is a form of respect and a belief in the existence of life after death. On the island of Sulawesi (Celebes), there is a tradition of placing cadavers on natural cliffs carved into square-shaped cavities. Such cliff niches are called cliff tombs and they can be found on two opposite regions of the island, in Toraut in northern Sulawesi and Toraja in southern Sulawesi. Based on field observations and information from residents, it is known that the cliff tombs in Toraut are no longer used. Local people in Toraut today no longer recognize the tradition of cadaver burials on cliffs. This is different for the people in Toraja, who still carry out the tradition of burial on cliffs. This research aims to understand the choice of cliff location, the shape of the carving cavity, and the method of burial on cliffs in Toraut and Toraja. The method used in this research is descriptive-analytic. Data was collected through a literature review regarding cliff graves in Toraut and Toraja, direct identification of carved cavities in cliffs, and conducting interviews with residents around cliff graves in Toraut and Toraja. The results of the research show that there are differences in the choice of cliff locations for burial, in the shape of the carving cavities, and in the way, the body is placed in the carving cavities in cliff graves in Toraut and Toraja.
将尸体埋葬或放置在较高的地方是一种尊重,也是对死后生命存在的一种信仰。在苏拉威西岛上,有一种将尸体安放在雕刻成方形洞穴的天然悬崖上的传统。苏拉威西岛北部的 Toraut 和苏拉威西岛南部的 Toraja 这两个相距甚远的地区都有放置尸体的传统,称为 kubur tebing。根据实地观察和当地人提供的信息,可以得知托劳特的崖葬遗迹已不再使用。托劳特的当地社区现在不再承认悬崖葬尸。与此不同的是,托拉贾人至今仍保留着在悬崖上埋葬的传统。本研究的目的是了解 Toraut 和 Toraja 地区悬崖地点的选择、雕刻洞穴的形状以及悬崖埋葬的方式。本研究采用的方法是描述分析法。通过查阅与 Toraut 和 Toraja 的崖葬相关的文献、直接识别崖壁上的雕刻洞穴以及与 Toraut 和 Toraja 崖葬周围的居民进行访谈来收集数据。结果表明,在 Toraut 和 Toraja 的崖墓中,崖葬地点的选择、刻穴的形状以及将尸体放入刻穴的方式都存在差异。 将尸体埋葬或放置在地势较高的地方是一种尊重,也是对死后生命存在的一种信仰。在苏拉威西岛(西里伯斯),有一种将尸体安放在雕刻成方形洞穴的天然悬崖上的传统。这种悬崖壁龛被称为崖墓,在苏拉威西岛北部的 Toraut 和南部的 Toraja 这两个相对的地区都能找到。根据实地观察和居民提供的信息,托劳特的崖墓已不再使用。如今,托劳特的当地人不再承认在悬崖上埋葬尸体的传统。而托拉贾人则不同,他们仍然保留着在悬崖上埋葬尸体的传统。本研究旨在了解 Toraut 和 Toraja 地区悬崖地点的选择、雕刻洞穴的形状以及悬崖埋葬的方法。本研究采用描述分析法。通过查阅有关托劳特和托拉贾崖墓的文献、直接识别悬崖上的雕刻洞穴以及与托劳特和托拉贾崖墓周围的居民进行访谈来收集数据。研究结果表明,在 Toraut 和 Toraja 的崖墓中,对埋葬地点的选择、雕刻洞穴的形状以及尸体放入雕刻洞穴的方式都存在差异。
{"title":"PERBANDINGAN KUBUR TEBING TORAUT DAN TORAJA DI PULAU SULAWESI","authors":"Nasrullah Azis, Sriwigati, D. Indah, Asikin Nurani","doi":"10.24832/nw.v17i2.530","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/nw.v17i2.530","url":null,"abstract":"Penguburan atau menempatkan mayat pada suatu tempat yang lebih tinggi adalah bentuk penghormatan serta salah satu kepercayaan akan adanya kehidupan setelah mati. Di pulau Sulawesi terdapat tradisi menempatkan mayat pada tebing-tebing alam yang dipahat menjadi rongga-rongga berbentuk persegi. Tradisi penempatan mayat yang disebut kubur tebing ditemukan di dua kawasan yang berjauhan lokasinya, yaitu di Toraut di Sulawesi bagian utara dan di Toraja di Sulawesi bagian selatan. Berdasarkan observasi lapangan dan informasi penduduk setempat, diketahui bahwa tinggalan kubur tebing di Toraut sudah tidak digunakan lagi. Masyarakat setempat di Toraut sekarang tidak mengenal lagi penguburan jenazah di tebing-tebing. Berbeda halnya pada masyarakat di Toraja, yang sampai sekarang masih melangsungkan tradisi penguburan di tebing-tebing. Tujuan penelitian ini adalah memahami pemilihan lokasi tebing, bentuk rongga pahatan, dan cara penguburan di tebing di Toraut dan Toraja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif- analitis. Data dikumpulkan melalui tinjauan pustaka terkait kubur tebing di Toraut dan Toraja, identifikasi secara langsung pada rongga-rongga pahatan di tebing, dan melakukan wawancara dengan penduduk di sekitar kubur tebing di Toraut dan Toraja. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaaan pada pemilihan lokasi tebing untuk penguburan, pada bentuk rongga pahatan, dan cara meletakkan mayat dalam rongga-rongga pahatan di kubur tebing di Toraut dan Toraja.   Burial or placing a cadaver on higher ground is a form of respect and a belief in the existence of life after death. On the island of Sulawesi (Celebes), there is a tradition of placing cadavers on natural cliffs carved into square-shaped cavities. Such cliff niches are called cliff tombs and they can be found on two opposite regions of the island, in Toraut in northern Sulawesi and Toraja in southern Sulawesi. Based on field observations and information from residents, it is known that the cliff tombs in Toraut are no longer used. Local people in Toraut today no longer recognize the tradition of cadaver burials on cliffs. This is different for the people in Toraja, who still carry out the tradition of burial on cliffs. This research aims to understand the choice of cliff location, the shape of the carving cavity, and the method of burial on cliffs in Toraut and Toraja. The method used in this research is descriptive-analytic. Data was collected through a literature review regarding cliff graves in Toraut and Toraja, direct identification of carved cavities in cliffs, and conducting interviews with residents around cliff graves in Toraut and Toraja. The results of the research show that there are differences in the choice of cliff locations for burial, in the shape of the carving cavities, and in the way, the body is placed in the carving cavities in cliff graves in Toraut and Toraja.","PeriodicalId":259009,"journal":{"name":"Naditira Widya","volume":" 5","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139136012","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
BATU PUN: ARKEOLOGI DAN MITOS DAYAK LUNDAYEH DI LEMBAH KURID DI KRAYAN, NUNUKAN BATU PUN: arkeologi dan mitos dayak lundayeh di lembah kurid di krayan, nunukan
Pub Date : 2023-12-28 DOI: 10.24832/nw.v17i2.531
Ulce Oktrivia, S.S, Imam Hindarto, R. A. Bawono, E. Herwanto
Tradisi megalitik di kawasan Krayan telah berkembang seiring dengan perubahan zaman. Salah satunya adalah Batu Pun yang berada di lembah Kurid, di Nunukan. Tampaknya masyarakat Lundayeh yang bermukim di lembah Kurid belum memahami sepenuhnya arti keberadaan situs megalitik. Menurut mereka situs Batu Pun sudah ada jauh sebelum mereka memasuki kawasan ini. Pengetahuan umum yang diwariskan secara turun-menurun adalah mitos bahwa Batu Pun merupakan batu-batu megalitik yang terbentuk akibat mesab atau kutukan. Novelty dari penelitian ini adalah belum adanya kajian mitos yang berkaitan dengan tinggalan megalitik. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah memahami tinggalan megalitik di lembah Kurid dalam perspektif arkeologi dan mitologi. Pengumpulan data dilakukan dengan pembukaan test pit, kajian pustaka, dan studi etnografi dengan wawancara mendalam secara partisipatoris tentang Batu Pun. Analisis dilakukan dengan cara komparasi dengan temuan serupa di kawasan yang sama untuk memahami konteks budaya yang terkait dengan Batu Pun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Batu Pun merupakan salah satu tinggalan budaya megalitik perupun berupa struktur batu yang membukit dengan beberapa menhir di bagian atasnya. Pada konteks arkeologis dan etnohistoris, perupun difungsikan sebagai media kubur, dan tidak berkorelasi dengan mitos masyarakat Lundayeh tentang mesab ”menjadi batu.” Hal tersebut membuktikan bahwa rentang waktu yang memisahkan antara masa pembangunan Batu Pun dengan masa kehidupan msyarakat Lundayeh yang hidup sekarang di Lembah Kurid telah mempengaruhi pemaknaan Batu Pun. Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan gagasan tentang khazanah identitas budaya di kawasan perbatasan, serta menjadi salah satu bahan rujukan awal untuk kepurbakalaan di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Provinsi Kalimantan Utara.   The Lundayeh people believe that the megalithic of Batu Pun in the Kurid Valley was formed due to a mesab or a curse.. The novelty of this research is that no study of myths related to the megalithic of Batu Pun has been carried out. Based on this, the present research aims to understand the megalithic remains in the Kurid Valley from an archaeological and mythological perspective. Data collection was carried out by excavating a test pit, literature reviews, and an ethnographic study with participatory in-depth interviews about Batu Pun. The analysis was carried out by comparing similar findings in the area to understand the cultural context of Batu Pun. Research results show that Batu Pun is a perupun or grave that is formed as a mound-structure of stone with several menhirs on top. In archaeological and ethnohistorical contexts, the perupun does not correlate with the Lundayeh people's myth about mesab of petrification. This proves that the time that separates the construction period of Batu Pun and the present-day Lundayeh people who live in the Kurid Valley has influenced the transformation of the meaning of Batu Pun.
克拉扬地区的巨石传统与时俱进。努努坎库尔德山谷的巴图蓬就是其中之一。居住在库尔德山谷的伦达耶人似乎并不完全理解巨石遗址存在的意义。据他们说,巴图蓬遗址早在他们进入该地区之前就已经存在了。代代相传的常识是,巴图蓬巨石遗址是一个因 "mesab "或 "诅咒 "而形成的神话。这项研究的新颖之处在于,目前还没有与巨石遗迹相关的神话研究。因此,本研究的目的是从考古学和神话学的角度了解库尔德山谷的巨石遗迹。数据收集工作是通过开放试坑、文献综述和人种学研究以及有关巴图蓬的参与式深度访谈进行的。通过与同一地区的类似发现进行比较分析,以了解与巴图蓬相关的文化背景。结果表明,巴图蓬是佩鲁蓬巨石文化遗迹之一,其形式为丘陵石结构,顶部有几个石门。在考古和人种史背景下,perupun 起着墓葬媒介的作用,与 Lundayeh 社区关于 mesab "变成石头 "的神话并不相关。这证明,巴图蓬的建造与今天生活在库尔德山谷的伦达耶人的生活之间的时间跨度影响了巴图蓬的含义。这项研究有望为边境地区的文化认同宝藏提供思路,并成为北加里曼丹省印尼-马来西亚边境地区考古学的初步参考资料之一。 隆达耶人认为,库里德山谷巴图蓬巨石的形成是由于 "mesab "或 "诅咒"。本研究的新颖之处在于,尚未开展过与巴图蓬巨石相关的神话研究。基于此,本研究旨在从考古学和神话学的角度了解库里德山谷的巨石遗迹。数据收集工作是通过发掘一个试坑、查阅文献以及对巴图蓬进行参与式深度访谈的人种学研究来完成的。通过比较该地区的类似发现进行分析,以了解巴图蓬的文化背景。研究结果表明,Batu Pun 是一个由石头堆砌而成的土墩或坟墓,上面有几个墓穴。从考古学和人种史的角度来看,perupun 与伦达耶人关于石化介壳的神话并不相关。这证明,巴图蓬的建造时期与现今居住在库尔德山谷的伦达耶人之间的时间差影响了巴图蓬含义的转变。
{"title":"BATU PUN: ARKEOLOGI DAN MITOS DAYAK LUNDAYEH DI LEMBAH KURID DI KRAYAN, NUNUKAN","authors":"Ulce Oktrivia, S.S, Imam Hindarto, R. A. Bawono, E. Herwanto","doi":"10.24832/nw.v17i2.531","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/nw.v17i2.531","url":null,"abstract":"Tradisi megalitik di kawasan Krayan telah berkembang seiring dengan perubahan zaman. Salah satunya adalah Batu Pun yang berada di lembah Kurid, di Nunukan. Tampaknya masyarakat Lundayeh yang bermukim di lembah Kurid belum memahami sepenuhnya arti keberadaan situs megalitik. Menurut mereka situs Batu Pun sudah ada jauh sebelum mereka memasuki kawasan ini. Pengetahuan umum yang diwariskan secara turun-menurun adalah mitos bahwa Batu Pun merupakan batu-batu megalitik yang terbentuk akibat mesab atau kutukan. Novelty dari penelitian ini adalah belum adanya kajian mitos yang berkaitan dengan tinggalan megalitik. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah memahami tinggalan megalitik di lembah Kurid dalam perspektif arkeologi dan mitologi. Pengumpulan data dilakukan dengan pembukaan test pit, kajian pustaka, dan studi etnografi dengan wawancara mendalam secara partisipatoris tentang Batu Pun. Analisis dilakukan dengan cara komparasi dengan temuan serupa di kawasan yang sama untuk memahami konteks budaya yang terkait dengan Batu Pun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Batu Pun merupakan salah satu tinggalan budaya megalitik perupun berupa struktur batu yang membukit dengan beberapa menhir di bagian atasnya. Pada konteks arkeologis dan etnohistoris, perupun difungsikan sebagai media kubur, dan tidak berkorelasi dengan mitos masyarakat Lundayeh tentang mesab ”menjadi batu.” Hal tersebut membuktikan bahwa rentang waktu yang memisahkan antara masa pembangunan Batu Pun dengan masa kehidupan msyarakat Lundayeh yang hidup sekarang di Lembah Kurid telah mempengaruhi pemaknaan Batu Pun. Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan gagasan tentang khazanah identitas budaya di kawasan perbatasan, serta menjadi salah satu bahan rujukan awal untuk kepurbakalaan di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Provinsi Kalimantan Utara.   The Lundayeh people believe that the megalithic of Batu Pun in the Kurid Valley was formed due to a mesab or a curse.. The novelty of this research is that no study of myths related to the megalithic of Batu Pun has been carried out. Based on this, the present research aims to understand the megalithic remains in the Kurid Valley from an archaeological and mythological perspective. Data collection was carried out by excavating a test pit, literature reviews, and an ethnographic study with participatory in-depth interviews about Batu Pun. The analysis was carried out by comparing similar findings in the area to understand the cultural context of Batu Pun. Research results show that Batu Pun is a perupun or grave that is formed as a mound-structure of stone with several menhirs on top. In archaeological and ethnohistorical contexts, the perupun does not correlate with the Lundayeh people's myth about mesab of petrification. This proves that the time that separates the construction period of Batu Pun and the present-day Lundayeh people who live in the Kurid Valley has influenced the transformation of the meaning of Batu Pun.","PeriodicalId":259009,"journal":{"name":"Naditira Widya","volume":"291 7","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139152642","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
DOMESTIKASI TUMBUHAN BERDASARKAN TEMUAN MIKROBOTANI DI SITUS NEOLITIK: STUDI KASUS SITUS KENDENGLEMBU 基于新石器时代遗址微生物学发现的植物驯化:肯登勒姆布遗址案例研究
Pub Date : 2023-12-19 DOI: 10.24832/nw.v17i2.521
Priyatno Hadi, dan Muasomah, Domestikasi Tumbuhan, Berdasarkan Temuan, Mikrobotani di, Situs Neolitik, Studi Kasus, Situs Kendenglembu-Priyatno, Hadi Sulistyarto
Situs Kendenglembu di Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu situs budaya neolitik yang karakteristik artefaknya tidak bercampur dengan tradisi litik sebelumnya. Kehidupan pada situs ini didukung oleh populasi penutur bahasa Austronesia yang bermigrasi dari kawasan Cina Selatan, kemudian datang dan menghuni kawasan situs Kendenglembu. Kehadiran populasi penutur bahasa Austronesia tersebut membawa budaya neolitik yang dicirikan dengan berbagai kemampuan antara lain bertani, membuat peralatan tembikar, membuat kapak batu, mengembangkan teknologi kemaritiman, melakukan domestikasi binatang, dan berkehidupan menetap. Novelty (kebaruan) dari penelitian ini adalah belum ada studi mendalam tentang domestikasi tumbuhan di situs Kendenglembu. Tujuan penelitian ini adalah memahami adanya domestikasi tumbuhan yang berkaitan dengan pemanfaatan tumbuhan di situs Kendenglembu. Data yang digunakan merupakan hasil ekskavasi tahun 2008, serta data tahun 2011 berupa Oryza sativa sp. dan data tentang kilap silika yang berasal dari sisa tumbuhan yang mengindikasikan pemanfaatn tumbuhan. Analisis kali ini difokuskan pada data mikrobotani menggunakan protokol Piperno dengan mikroskop polarisasi XP-213 dengan perbesaran 400x. Hasil penelitian menunjukkan sebaran situs arkeologi dengan sumber bahan batuan melimpah yang merupakan lokasi perbengkelan alat-alat batu, lokasi permukiman yang berada di puncak-puncak bukit yang landai, serta lokasi bercocok tanam di dekat aliran sungai. Studi domestikasi tumbuhan ini diharapkan dapat menjadi acuan penelitian lanjutan berkaitan dengan aspek-aspek domestikasi tumbuhan yang terjadi di situs-situs arkeologi.It is suggested that the neolithic open site of Kendenglembu in Banyuwangi Regency has been occupied by a population of Austronesian speakers who are associated with farming. The novelty of this research is that there has been no in-depth study of plant domestication at the Kendenglembu site. Thus, this research aims to understand whether plant domestication occurred which relates to plant use at the Kendenglembu site. The data used was recovered from the 2008 excavations, and 2011 analysis of plant proxies i.e., the Oryza sativa sp. and silica luster from plant remains which indicates plant use. The analysis of the present research focuses on microbotanical remains employing the Piperno protocol with an XP-213 polarizing microscope using 400x magnification. Results show the distribution of archaeological sites with abundant sources of rock materials, which are locations of stone tool workshops, settlement areas on sloping hilltops, and farming locations near river flows.
班佑万吉地区的肯登勒姆布遗址是新石器时代文化遗址之一,其文物特征与以前的石器传统并不混杂。支持该遗址生活的是一群讲南岛语的人,他们从华南地区迁徙过来,然后居住在肯登勒姆布遗址地区。讲南岛语的人口的出现带来了新石器时代文化,其特点是具有耕作、制作陶器、制作石斧、发展航海技术、驯养动物和定居生活等多种能力。这项研究的新颖之处在于尚未对肯登格伦布遗址的植物驯化进行深入研究。本研究的目的是了解肯登格伦布遗址是否存在与植物利用相关的植物驯化。所使用的数据是 2008 年的发掘结果,以及 2011 年以 Oryza sativa sp.为形式的数据和从植物残留物中提取的硅光泽数据,这些数据表明了植物利用情况。该分析侧重于使用 Piperno 协议和 XP-213 偏光显微镜(放大 400 倍)获得的微型植物学数据。结果表明,考古遗址分布有丰富的岩石材料来源,包括石器作坊所在地、位于斜坡山顶的聚落所在地以及靠近溪流的农耕所在地。研究结果表明,班尤万吉行政区的肯登勒姆布新石器时代开放遗址曾被与农耕相关的讲南岛语的人群所占据。本研究的新颖之处在于尚未对肯登伦布遗址的植物驯化进行深入研究。因此,本研究旨在了解 Kendenglembu 遗址是否发生了与植物使用相关的植物驯化。所使用的数据来自 2008 年的发掘和 2011 年的植物代用物分析,即表明植物用途的黑麦草和植物遗骸中的硅光泽。本研究的分析重点是采用 Piperno 方案和 XP-213 偏光显微镜(放大 400 倍)对微型植物遗存进行分析。结果表明,考古遗址的分布具有丰富的岩石材料来源,这些考古遗址是石器作坊所在地、山顶斜坡上的聚落区以及河流附近的农耕地点。
{"title":"DOMESTIKASI TUMBUHAN BERDASARKAN TEMUAN MIKROBOTANI DI SITUS NEOLITIK: STUDI KASUS SITUS KENDENGLEMBU","authors":"Priyatno Hadi, dan Muasomah, Domestikasi Tumbuhan, Berdasarkan Temuan, Mikrobotani di, Situs Neolitik, Studi Kasus, Situs Kendenglembu-Priyatno, Hadi Sulistyarto","doi":"10.24832/nw.v17i2.521","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/nw.v17i2.521","url":null,"abstract":"Situs Kendenglembu di Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu situs budaya neolitik yang karakteristik artefaknya tidak bercampur dengan tradisi litik sebelumnya. Kehidupan pada situs ini didukung oleh populasi penutur bahasa Austronesia yang bermigrasi dari kawasan Cina Selatan, kemudian datang dan menghuni kawasan situs Kendenglembu. Kehadiran populasi penutur bahasa Austronesia tersebut membawa budaya neolitik yang dicirikan dengan berbagai kemampuan antara lain bertani, membuat peralatan tembikar, membuat kapak batu, mengembangkan teknologi kemaritiman, melakukan domestikasi binatang, dan berkehidupan menetap. Novelty (kebaruan) dari penelitian ini adalah belum ada studi mendalam tentang domestikasi tumbuhan di situs Kendenglembu. Tujuan penelitian ini adalah memahami adanya domestikasi tumbuhan yang berkaitan dengan pemanfaatan tumbuhan di situs Kendenglembu. Data yang digunakan merupakan hasil ekskavasi tahun 2008, serta data tahun 2011 berupa Oryza sativa sp. dan data tentang kilap silika yang berasal dari sisa tumbuhan yang mengindikasikan pemanfaatn tumbuhan. Analisis kali ini difokuskan pada data mikrobotani menggunakan protokol Piperno dengan mikroskop polarisasi XP-213 dengan perbesaran 400x. Hasil penelitian menunjukkan sebaran situs arkeologi dengan sumber bahan batuan melimpah yang merupakan lokasi perbengkelan alat-alat batu, lokasi permukiman yang berada di puncak-puncak bukit yang landai, serta lokasi bercocok tanam di dekat aliran sungai. Studi domestikasi tumbuhan ini diharapkan dapat menjadi acuan penelitian lanjutan berkaitan dengan aspek-aspek domestikasi tumbuhan yang terjadi di situs-situs arkeologi.It is suggested that the neolithic open site of Kendenglembu in Banyuwangi Regency has been occupied by a population of Austronesian speakers who are associated with farming. The novelty of this research is that there has been no in-depth study of plant domestication at the Kendenglembu site. Thus, this research aims to understand whether plant domestication occurred which relates to plant use at the Kendenglembu site. The data used was recovered from the 2008 excavations, and 2011 analysis of plant proxies i.e., the Oryza sativa sp. and silica luster from plant remains which indicates plant use. The analysis of the present research focuses on microbotanical remains employing the Piperno protocol with an XP-213 polarizing microscope using 400x magnification. Results show the distribution of archaeological sites with abundant sources of rock materials, which are locations of stone tool workshops, settlement areas on sloping hilltops, and farming locations near river flows.","PeriodicalId":259009,"journal":{"name":"Naditira Widya","volume":"32 2","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139171139","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
BUKTI AWAL PERSEBARAN BUDAYA AUSTRONESIA DI SESE, SULAWESI BARAT: TINJAUAN BERDASARKAN DATA ARKEOLOGI 奥斯特罗尼西亚文化在西苏拉威西岛塞西岛传播的早期证据:基于考古数据的综述
Pub Date : 2023-12-19 DOI: 10.24832/nw.v17i2.532
Nani Somba, Chalid As, Hasrianti, A. Yusuf, Ersa Dwi Saputra, Syahruddin Mansyur
Penelitian terhadap sebaran situs-situs dengan indikasi tinggalan arkeologis dari bangsa penutur bahasa Austronesia di Mamuju selama ini fokusnya di sepanjang daerah aliran sungai Karama. Sejumlah situs di daerah aliran Sungai Simboro juga mengandung data arkeologi semacam, tetapi belum ada penelitian arkeologi yang dilakukan di sini. Penelitian ini bertujuan untuk memahami persebaran budaya Austronesia di daerah aliran Sungai Simboro, terutama di kawasan Sese. Pengumpulan data primer dilakukan dengan survei arkeologi di lima situs terbuka yaitu, Gattungan, Demmanapa, Koronganak, Talopi, dan Kayu Colo, serta perekaman koordinat situs-situs memakai global positioning system. Selanjutnya, titik-titik koordinat diolah untuk membuat peta sebaran situs menggunakan software pemetaan geographic information system. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi pustaka dan arsip, serta wawancara terbuka terhadap tokoh-tokoh masyarakat lokal. Analisis data survei dilakukan secara makroskopis, serta perbandingan analogis dengan data etnografi dan kajian sumber sejarah. Hasil survei di kelima situs terbuka tersebut adalah data arkeologis berupa fragmen gerabah, fragmen keramik, beliung, batu ike (bark-cloth beater), lumpang batu, manik-manik, artefak logam, dan cangkang kerang. Fragmen gerabah ditemukan di kelima situs di Sese. Fragmen keramik ditemukan di empat situs, kecuali situs Koronganak. Alat batu ditemukan di situs-situs Gattungan, Demmanapa, dan Kayu Colo. Perhiasan berupa manik-manik ditemukan di situs-situs Gattungan dan Kayu Colo. Peralatan logam dan cangkang kerang ditemukan di situs-situs Gattungan dan Kayu Colo. Variabilitas data arkeologi dan etnografi menunjukkan karakter budaya neolitik dari masa prasejarah berlanjut hingga ke masa sejarah di kawasan Sese, dan merupakan bukti signifikan kehadiran bangsa penutur bahasa Austronesia di daerah aliran sungai Simboro.Many sites in the Simboro River basin provide potential archaeological remains of the Austronesian-speaking peoples, but no research has been carried out there. This research aims to understand the spread of Austronesian culture in the Simboro River basin, specifically in the Sese region. Primary data collection was carried out by archaeological surveys at five open sites i.e., Gattungan, Demmanapa, Koronganak, Talopi, and Kayu Colo. Secondary data was collected through library and archive studies, and open interviews with local community figures. Archaeological data was analysed macroscopically, supported by analogical comparisons with ethnographic data and historical source studies. The survey yielded potsherds, stone tools including hand adzes, bark-cloth beaters, stone mortars, beads, metal artifacts, and shells. The variability of archaeological and ethnographic data shows that the neolithic cultural characteristics from the prehistoric period continued into the historical period in the Sese area and is significant evidence of the presence of Austronesian-language speakers i
迄今为止,对马木朱地区有奥斯特罗尼西亚语系民族考古遗迹的遗址分布情况的研究主要集中在卡拉马河流域。辛波罗河流域的一些遗址也包含此类考古数据,但这里尚未开展考古研究。本研究旨在了解辛堡罗河流域,特别是塞塞地区的南岛民族文化分布情况。通过对五个开放遗址(即加通干、德马纳帕、科龙加纳克、塔罗皮和卡尤科洛)进行考古调查,并使用全球定位系统记录遗址坐标,从而收集了原始数据。此外,还使用地理信息系统制图软件对坐标点进行处理,以绘制遗址分布图。通过文献和档案研究以及与当地社区领袖的公开访谈收集了二手数据。对调查数据进行了宏观分析,并与人种学数据和历史资料研究进行了类比。五个开放遗址的调查成果是以陶器碎片、陶瓷碎片、镐、ike 石(树皮布拍打器)、石臼、珠子、金属工艺品和贝壳为形式的考古数据。在塞塞的所有五个遗址都发现了陶器碎片。除 Koronganak 遗址外,其他四个遗址都发现了陶瓷碎片。在 Gattungan、Demmanapa 和 Kayu Colo 遗址发现了石器。在 Gattungan 和 Kayu Colo 遗址发现了珠饰。在 Gattungan 和 Kayu Colo 遗址发现了金属工具和贝壳。考古学和人种学数据的差异性表明,塞塞地区史前时期的新石器时代文化特征一直延续到历史时期,是辛波罗河流域存在讲南岛语民族的重要证据。本研究旨在了解南岛语族文化在辛伯劳河流域,特别是塞塞地区的传播情况。通过在五个开放遗址(即加通干、德马纳帕、科龙加纳克、塔罗皮和卡尤科洛)进行考古调查,收集了原始数据。通过图书馆和档案研究以及与当地社区人士的公开访谈收集了二手资料。对考古数据进行了宏观分析,并与人种学数据和历史资料研究进行了类比。调查发现了陶器、石器(包括手锛)、树皮布捶、石臼、珠子、金属制品和贝壳。考古和人种学数据的差异性表明,塞塞地区史前时期的新石器文化特征一直延续到历史时期,这也是辛波罗河流域存在讲南岛语的人的重要证据。
{"title":"BUKTI AWAL PERSEBARAN BUDAYA AUSTRONESIA DI SESE, SULAWESI BARAT: TINJAUAN BERDASARKAN DATA ARKEOLOGI","authors":"Nani Somba, Chalid As, Hasrianti, A. Yusuf, Ersa Dwi Saputra, Syahruddin Mansyur","doi":"10.24832/nw.v17i2.532","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/nw.v17i2.532","url":null,"abstract":"Penelitian terhadap sebaran situs-situs dengan indikasi tinggalan arkeologis dari bangsa penutur bahasa Austronesia di Mamuju selama ini fokusnya di sepanjang daerah aliran sungai Karama. Sejumlah situs di daerah aliran Sungai Simboro juga mengandung data arkeologi semacam, tetapi belum ada penelitian arkeologi yang dilakukan di sini. Penelitian ini bertujuan untuk memahami persebaran budaya Austronesia di daerah aliran Sungai Simboro, terutama di kawasan Sese. Pengumpulan data primer dilakukan dengan survei arkeologi di lima situs terbuka yaitu, Gattungan, Demmanapa, Koronganak, Talopi, dan Kayu Colo, serta perekaman koordinat situs-situs memakai global positioning system. Selanjutnya, titik-titik koordinat diolah untuk membuat peta sebaran situs menggunakan software pemetaan geographic information system. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi pustaka dan arsip, serta wawancara terbuka terhadap tokoh-tokoh masyarakat lokal. Analisis data survei dilakukan secara makroskopis, serta perbandingan analogis dengan data etnografi dan kajian sumber sejarah. Hasil survei di kelima situs terbuka tersebut adalah data arkeologis berupa fragmen gerabah, fragmen keramik, beliung, batu ike (bark-cloth beater), lumpang batu, manik-manik, artefak logam, dan cangkang kerang. Fragmen gerabah ditemukan di kelima situs di Sese. Fragmen keramik ditemukan di empat situs, kecuali situs Koronganak. Alat batu ditemukan di situs-situs Gattungan, Demmanapa, dan Kayu Colo. Perhiasan berupa manik-manik ditemukan di situs-situs Gattungan dan Kayu Colo. Peralatan logam dan cangkang kerang ditemukan di situs-situs Gattungan dan Kayu Colo. Variabilitas data arkeologi dan etnografi menunjukkan karakter budaya neolitik dari masa prasejarah berlanjut hingga ke masa sejarah di kawasan Sese, dan merupakan bukti signifikan kehadiran bangsa penutur bahasa Austronesia di daerah aliran sungai Simboro.Many sites in the Simboro River basin provide potential archaeological remains of the Austronesian-speaking peoples, but no research has been carried out there. This research aims to understand the spread of Austronesian culture in the Simboro River basin, specifically in the Sese region. Primary data collection was carried out by archaeological surveys at five open sites i.e., Gattungan, Demmanapa, Koronganak, Talopi, and Kayu Colo. Secondary data was collected through library and archive studies, and open interviews with local community figures. Archaeological data was analysed macroscopically, supported by analogical comparisons with ethnographic data and historical source studies. The survey yielded potsherds, stone tools including hand adzes, bark-cloth beaters, stone mortars, beads, metal artifacts, and shells. The variability of archaeological and ethnographic data shows that the neolithic cultural characteristics from the prehistoric period continued into the historical period in the Sese area and is significant evidence of the presence of Austronesian-language speakers i","PeriodicalId":259009,"journal":{"name":"Naditira Widya","volume":"26 3","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139171307","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
NAMA DESA BERBAHASA BANJAR DALAM LANSKAP LINGUISTIK DI KALIMANTAN SELATAN 南加里曼丹语言景观中的班扎语村名
Pub Date : 2023-12-19 DOI: 10.24832/nw.v17i2.529
Ida Komalasari, Akhmad Humaidi
Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur akan memberikan dampak kepada kawasan di sekitarnya, termasuk Kalimantan Selatan yang diarahkan sebagai penyangga ibu kota negara. Dampaknya, bahasa Banjar selaku bahasa lokal akan menghadapi tantangan pergeseran hingga kepunahan bahasa, karena pemindahan tersebut. Salah satu sarana pelindungan bahasa Banjar agar dapat terus bertahan adalah penamaan desa. Novelty (kebaruan) penelitian ini adalah rendahnya pemahaman masyarakat akan latar histori dan filosofis desanya, dan belum pernah ada penelitian tentang penamaan tempat dari struktur kebahasaan dan makna nama suatu desa. Tujuan penelitian ini adalah memahami struktur kebahasaan dan makna nama desa berbahasa Banjar dalam lanskap linguistik di Kalimantan Selatan. Lanskap linguistik secara teoretis cocok mengkaji hierarki linguistik di ruang publik. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan struktur kebahasaan bentuk kata dasar nama desa cenderung menggunakan nomina daripada jenis lain. Selanjutnya, afiksasi terhadap kata dasar juga memperkaya pemaknaan masyarakat. Selain itu, kata majemuk berupa gabungan nomina + adjektiva dan nomina + nomina adalah bentuk yang paling sering muncul. Di lain pihak, makna nama desa di Kalimantan Selatan menggambarkan kecenderungan pada simbol sejarah, cerita rakyat, flora, fauna, tokoh, perilaku, alat, benda alam, rupa bumi, dan wujud air. Nama desa memiliki kelebihan karena cenderung tidak berubah sehingga nilai bahasa, filosofis, dan historis di dalamnya dapat terus diwariskan ke generasi selanjutnya. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap makna yang terkandung dalam nama desa, sehingga pengaruh bahasa lain dan pergeseran bahasa dapat dikurangi. The move of the national capital from Jakarta to East Kalimantan Province will affect the shift of local languages, including the Banjarese language in South Kalimantan. A means to protect and sustain the Banjarese language is by naming a village. This research aims to understand the linguistic structure and meaning of the Banjarese village names in the linguistic landscape in South Kalimantan. Data was collected by observation and interviews. Research results show that the linguistic structure of the form of basic words of a village name uses nouns. The use of affixes also enriches the meaning of village names. Besides, compound words appear often and form as a combination of noun + adjective and noun + noun. The meaning of village names in South Kalimantan reflects historical symbols, folklore, flora, fauna, characters, behaviour, tools, natural objects, earth, and water. Village names tend not to change, so their linguistic, philosophical, and historical values can be passed on to the next generation.
国家首都从雅加达迁至东加里曼丹省将对周边地区产生影响,包括作为国家首都缓冲地带的南加里曼丹省。因此,作为当地语言的班扎语将面临语言迁移和语言消亡的挑战。保护班雅尔语使其能够继续生存下去的手段之一就是村庄命名。本研究的新颖之处在于,当地社区对其村庄的历史和哲学背景知之甚少,也从未有过从村庄名称的语言结构和含义出发进行地名命名的研究。本研究的目的是了解南加里曼丹语言景观中班贾尔语村名的语言结构和含义。语言景观在理论上适用于研究公共领域的语言等级。数据收集采用了观察和访谈技术。结果显示,村名基词形式的语言结构倾向于使用名词,而非其他类型。此外,基词的词缀也丰富了社区的含义。此外,名词+形容词和名词+名词组合形式的复合词也是最常见的形式。另一方面,南加里曼丹的村名含义倾向于历史符号、民间传说、植物、动物、人物、行为、工具、自然物、土形和水形。村名的优点是倾向于保持不变,因此其中的语言、哲学和历史价值可以继续传承给下一代。因此,必须提高人们对村名含义的理解,以减少其他语言的影响和语言的转换。 国家首都从雅加达迁往东加里曼丹省将影响当地语言的迁移,包括南加里曼丹的班雅尔塞语。保护和延续班雅尔塞语的一种方法是命名一个村庄。本研究旨在了解南加里曼丹语言景观中班雅雷塞语村名的语言结构和含义。通过观察和访谈收集数据。研究结果表明,村名基本词汇形式的语言结构使用名词。词缀的使用也丰富了村名的含义。此外,复合词经常出现,以名词+形容词和名词+名词的组合形式出现。南加里曼丹村庄名称的含义反映了历史符号、民间传说、植物、动物、人物、行为、工具、自然物、土和水。村名往往不会改变,因此其语言、哲学和历史价值可以传承给下一代。
{"title":"NAMA DESA BERBAHASA BANJAR DALAM LANSKAP LINGUISTIK DI KALIMANTAN SELATAN","authors":"Ida Komalasari, Akhmad Humaidi","doi":"10.24832/nw.v17i2.529","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/nw.v17i2.529","url":null,"abstract":"Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur akan memberikan dampak kepada kawasan di sekitarnya, termasuk Kalimantan Selatan yang diarahkan sebagai penyangga ibu kota negara. Dampaknya, bahasa Banjar selaku bahasa lokal akan menghadapi tantangan pergeseran hingga kepunahan bahasa, karena pemindahan tersebut. Salah satu sarana pelindungan bahasa Banjar agar dapat terus bertahan adalah penamaan desa. Novelty (kebaruan) penelitian ini adalah rendahnya pemahaman masyarakat akan latar histori dan filosofis desanya, dan belum pernah ada penelitian tentang penamaan tempat dari struktur kebahasaan dan makna nama suatu desa. Tujuan penelitian ini adalah memahami struktur kebahasaan dan makna nama desa berbahasa Banjar dalam lanskap linguistik di Kalimantan Selatan. Lanskap linguistik secara teoretis cocok mengkaji hierarki linguistik di ruang publik. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan struktur kebahasaan bentuk kata dasar nama desa cenderung menggunakan nomina daripada jenis lain. Selanjutnya, afiksasi terhadap kata dasar juga memperkaya pemaknaan masyarakat. Selain itu, kata majemuk berupa gabungan nomina + adjektiva dan nomina + nomina adalah bentuk yang paling sering muncul. Di lain pihak, makna nama desa di Kalimantan Selatan menggambarkan kecenderungan pada simbol sejarah, cerita rakyat, flora, fauna, tokoh, perilaku, alat, benda alam, rupa bumi, dan wujud air. Nama desa memiliki kelebihan karena cenderung tidak berubah sehingga nilai bahasa, filosofis, dan historis di dalamnya dapat terus diwariskan ke generasi selanjutnya. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap makna yang terkandung dalam nama desa, sehingga pengaruh bahasa lain dan pergeseran bahasa dapat dikurangi. The move of the national capital from Jakarta to East Kalimantan Province will affect the shift of local languages, including the Banjarese language in South Kalimantan. A means to protect and sustain the Banjarese language is by naming a village. This research aims to understand the linguistic structure and meaning of the Banjarese village names in the linguistic landscape in South Kalimantan. Data was collected by observation and interviews. Research results show that the linguistic structure of the form of basic words of a village name uses nouns. The use of affixes also enriches the meaning of village names. Besides, compound words appear often and form as a combination of noun + adjective and noun + noun. The meaning of village names in South Kalimantan reflects historical symbols, folklore, flora, fauna, characters, behaviour, tools, natural objects, earth, and water. Village names tend not to change, so their linguistic, philosophical, and historical values can be passed on to the next generation.","PeriodicalId":259009,"journal":{"name":"Naditira Widya","volume":"218 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139172157","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
BUDAYA SAGU DI PAPUA DARI MASA PRASEJARAH HINGGA MASA KINI 从史前到现代的巴布亚西米文化
Pub Date : 2023-11-06 DOI: 10.24832/nw.v17i1.526
Hari Suroto, Rini Maryone, Marlyn Salhuteru
Sagu merupakan bahan makanan pokok masyarakat Papua dan banyak ditemukan di lingkungan sekitar permukiman mereka. Aktivitas mengolah sagu tidak memerlukan pengeluaran yang banyak, baik tenaga, biaya, dan waktu serta resikonya kecil, dibandingkan dengan aktivitas berburu atau menangkap ikan. Oleh karena itu, tanaman sagu menjadi salah satu karakteristik kebudayaan Papua sekarang, yaitu sebagai penanda identitas, batas wilayah, bahkan memiliki fungsi dalam aktivitas adat. Sejumlah ahli arkeologi telah membahas tentang eksistensi sagu yang berkaitan dengan wadah-wadah tanah liat. Tujuan penelitian ini adalah memahami perkembangan budaya sagu di Papua sejak masa prasejarah hingga masa kini. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka, observasi, wawancara dan pendekatan etnoarkeologi. Hasil penelitian menunjukan bahwa sagu merupakan tanaman penting orang Papua. Kebudayaan yang berkaitan dengan sagu di Papua sudah dikenal sejak sekitar 30.000 tahun yang lalu. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya asosiasi antara fragmen forna atau tungku pemanggang, serta fragmen periuk dan tempayan dan pengolahan sagu di situs-situs hunian prasejarah. Budaya sagu juga masih berlangsung hingga saat ini di Papua, hal ini terlihat pada tradisi menokok sagu, rumah gaba-gaba, peralatan sehari-hari berbahan pohon sagu, kuliner sagu, serta ritual yang berkaitan dengan sagu.. The environment around the Papuan settlements provides abundant sago for their staple food. Therefore, sago has become one of the characteristics of Papuan culture today, whether as an identity marker and territorial boundaries or a means of traditional activities. This research aims to understand the development of sago culture in Papua from prehistoric periods to the present. This research uses literature study, observation, interviews, and an ethnoarchaeological approach. Research results suggest that the Papuan people have known culture related to sago in Papua since around 30,000 years ago. Archaeologically, this is evident from fragments of ‘forna’ or roasting stoves and sherds of pots and jars found at prehistoric settlement sites. The sago culture continues today in Papua, which can be seen in the tradition of sago felling, ‘gaba-gaba’ houses, daily utensils, sago culinary delights, and rituals related to sago.
西米是巴布亚人的主食,在他们定居点周围的居民区很常见。与狩猎或捕鱼活动相比,加工西米不需要花费大量的劳动力、成本和时间,风险也很小。因此,西米植物是当今巴布亚文化的特征之一,即作为身份、领土边界的标志,甚至在传统活动中发挥作用。一些考古学家讨论了西米的存在与粘土容器的关系。本研究的目的是了解巴布亚从史前时代至今的西米文化发展。本研究采用了文献研究、观察、访谈和民族考古学方法。结果显示,西米是巴布亚人的重要植物。巴布亚与西米有关的文化早在约 3 万年前就已存在。史前居住遗址中的灶台或烤炉碎片、锅和罐碎片与西米加工之间的联系证明了这一点。西米文化在巴布亚至今仍在延续,这可以从熏制西米的传统、嘎巴嘎巴屋、用西米树制作的日常用具、西米美食以及与西米有关的仪式中看出。巴布亚人定居点周围的环境提供了丰富的西米作为主食。因此,西米已成为当今巴布亚文化的特征之一,无论是作为身份标志和领土边界,还是作为传统活动的一种手段。本研究旨在了解巴布亚从史前时期至今的西米文化发展。本研究采用文献研究、观察、访谈和民族考古学方法。研究结果表明,巴布亚人早在约 3 万年前就了解与西米有关的文化。从考古学角度来看,在史前聚落遗址发现的 "forna "或烤炉碎片以及锅和罐的碎片都证明了这一点。西米文化在巴布亚延续至今,这可以从砍伐西米的传统、"gaba-gaba "房屋、日常用具、西米美食以及与西米有关的仪式中看出。
{"title":"BUDAYA SAGU DI PAPUA DARI MASA PRASEJARAH HINGGA MASA KINI","authors":"Hari Suroto, Rini Maryone, Marlyn Salhuteru","doi":"10.24832/nw.v17i1.526","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/nw.v17i1.526","url":null,"abstract":"Sagu merupakan bahan makanan pokok masyarakat Papua dan banyak ditemukan di lingkungan sekitar permukiman mereka. Aktivitas mengolah sagu tidak memerlukan pengeluaran yang banyak, baik tenaga, biaya, dan waktu serta resikonya kecil, dibandingkan dengan aktivitas berburu atau menangkap ikan. Oleh karena itu, tanaman sagu menjadi salah satu karakteristik kebudayaan Papua sekarang, yaitu sebagai penanda identitas, batas wilayah, bahkan memiliki fungsi dalam aktivitas adat. Sejumlah ahli arkeologi telah membahas tentang eksistensi sagu yang berkaitan dengan wadah-wadah tanah liat. Tujuan penelitian ini adalah memahami perkembangan budaya sagu di Papua sejak masa prasejarah hingga masa kini. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka, observasi, wawancara dan pendekatan etnoarkeologi. Hasil penelitian menunjukan bahwa sagu merupakan tanaman penting orang Papua. Kebudayaan yang berkaitan dengan sagu di Papua sudah dikenal sejak sekitar 30.000 tahun yang lalu. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya asosiasi antara fragmen forna atau tungku pemanggang, serta fragmen periuk dan tempayan dan pengolahan sagu di situs-situs hunian prasejarah. Budaya sagu juga masih berlangsung hingga saat ini di Papua, hal ini terlihat pada tradisi menokok sagu, rumah gaba-gaba, peralatan sehari-hari berbahan pohon sagu, kuliner sagu, serta ritual yang berkaitan dengan sagu.. The environment around the Papuan settlements provides abundant sago for their staple food. Therefore, sago has become one of the characteristics of Papuan culture today, whether as an identity marker and territorial boundaries or a means of traditional activities. This research aims to understand the development of sago culture in Papua from prehistoric periods to the present. This research uses literature study, observation, interviews, and an ethnoarchaeological approach. Research results suggest that the Papuan people have known culture related to sago in Papua since around 30,000 years ago. Archaeologically, this is evident from fragments of ‘forna’ or roasting stoves and sherds of pots and jars found at prehistoric settlement sites. The sago culture continues today in Papua, which can be seen in the tradition of sago felling, ‘gaba-gaba’ houses, daily utensils, sago culinary delights, and rituals related to sago.","PeriodicalId":259009,"journal":{"name":"Naditira Widya","volume":"51 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-11-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139287974","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
KAJIAN GAYA EKLEKTIK PADA INTERIOR RUMAH TJONG A FIE kajian gaya eklektik pada interior rumah tjong a fie
Pub Date : 2023-09-18 DOI: 10.24832/nw.v17i1.518
A. Purnomo, Anisah Maulidya Hasibuan
Gaya eklektik merupakan gaya dalam bidang seni rupa dan desain yang berkembang pada pertengahan abad ke-19 Masehi, dan muncul kembali pada akhir abad ke-20-an. Gaya tersebut menggunakan motif dari berbagai periode gaya yang digabungkan dengan gaya lainnya. Salah satu bangunan cagar budaya di Medan yakni rumah Tjong A Fie menerapkan gaya eklektik. Beragam gaya pada rumah Tjong A Fie menjadi unsur penting dalam gaya eklektik sehingga menjadi bangunan yang unik. Tujuan penelitian ini untuk memahami penerapan gaya eklektik pada interior bangunan cagar budaya, termasuk mebel sebagai pelengkap interior. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data yang diperoleh kemudian dianalisis terkait penerapan ambience dan gaya interior bangunannya. Nama rumah Tjong A Fie diambil dari nama pemiliknya. Beliau adalah seorang mayor etnis Tionghoa dan pengusaha yang dermawan yang beretnis Tionghoa. Gaya eklektik diterapkan pada pengolahan dinding, lantai, langit-langit, mebel, dan perlengkapan interior lainnya. Beberapa gaya dihadirkan dalam interior yang berbeda tema dan ambience. Hal ini menjadi suatu keunikan yang ada pada rumah Tjong A Fie. Gaya eklektik rumah Tjong A Fie merefleksikan pemiliknya yang menghargai keberagaman dan berwawasan luas. Rumah Tjong A Fie sebagai bangunan cagar budaya perlu adaptif terhadap tuntutan jaman, dan gaya eklektik menjadi alternatif untuk pengembangan desain interiornya.    The eclectic style is a fashion in art and design that flourished in the mid-19th century and resurged in the late 20th century. The Tjong A Fie mansion is a cultural heritage building in Medan that implemented such a style which made it unique. This research aimed to understand the eclectic style application to the interior of cultural heritage buildings. This research used a qualitative method with a descriptive approach. The discussion was concerned with the ambience and interior design of the Tjong A Fie mansion. Results show that elements of styles of different themes and ambience were recognized and applied to walls, floors, ceilings, interior fittings, and complementing furniture. The eclectic style of Tjong A Fie mansion reflected the owner's appreciation of diversity and broad outlook on arts. Such style may also be an alternative solution in redesigning the interior of a revived cultural heritage building with altered functions.
折衷主义风格是公元 19 世纪中期发展起来的一种艺术和设计风格,在 20 世纪末重新兴起。这种风格将不同时期的图案与其他风格相结合。棉兰的文化遗产建筑之一 Tjong A Fie 房子就采用了折衷主义风格。Tjong A Fie 家的各种风格是折衷主义风格的重要元素,因此它成为了一座独特的建筑。本研究的目的是了解折衷主义风格在文化遗产建筑内部的应用,包括作为内部装饰补充的家具。采用的研究方法是描述性的定性方法。然后对获得的数据进行分析,这些数据与建筑氛围和室内风格的应用有关。Tjong A Fie 房子的名字取自房主的名字。他是一位华裔少校,也是一位慷慨的华裔商人。在墙壁、地板、天花板、家具和其他室内设施的处理上,采用了折衷主义风格。室内呈现出几种风格,主题和氛围各不相同。这是 Tjong A Fie 家的独特之处。Tjong A Fie 家不拘一格的风格反映了主人欣赏多样性和宽广的胸怀。Tjong A Fie 故居作为文化遗产建筑需要适应时代的要求,折衷主义风格是其室内设计发展的另一种选择。 折衷主义风格是一种艺术和设计时尚,兴起于 19 世纪中叶,20 世纪末再次兴起。Tjong A Fie 大宅是棉兰的一座文化遗产建筑,它采用了折衷主义风格,使其独树一帜。本研究旨在了解折衷主义风格在文化遗产建筑内部的应用。本研究采用了描述性的定性方法。讨论涉及 Tjong A Fie 大宅的氛围和室内设计。结果表明,不同主题和氛围的风格元素得到了认可,并被应用于墙壁、地板、天花板、室内装置和配套家具。Tjong A Fie 大宅的折衷主义风格反映了主人对多样性的欣赏和广阔的艺术视野。这种风格也可以作为一种替代方案,用于重新设计功能有所改变的文物建筑的内部装饰。
{"title":"KAJIAN GAYA EKLEKTIK PADA INTERIOR RUMAH TJONG A FIE","authors":"A. Purnomo, Anisah Maulidya Hasibuan","doi":"10.24832/nw.v17i1.518","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/nw.v17i1.518","url":null,"abstract":"Gaya eklektik merupakan gaya dalam bidang seni rupa dan desain yang berkembang pada pertengahan abad ke-19 Masehi, dan muncul kembali pada akhir abad ke-20-an. Gaya tersebut menggunakan motif dari berbagai periode gaya yang digabungkan dengan gaya lainnya. Salah satu bangunan cagar budaya di Medan yakni rumah Tjong A Fie menerapkan gaya eklektik. Beragam gaya pada rumah Tjong A Fie menjadi unsur penting dalam gaya eklektik sehingga menjadi bangunan yang unik. Tujuan penelitian ini untuk memahami penerapan gaya eklektik pada interior bangunan cagar budaya, termasuk mebel sebagai pelengkap interior. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data yang diperoleh kemudian dianalisis terkait penerapan ambience dan gaya interior bangunannya. Nama rumah Tjong A Fie diambil dari nama pemiliknya. Beliau adalah seorang mayor etnis Tionghoa dan pengusaha yang dermawan yang beretnis Tionghoa. Gaya eklektik diterapkan pada pengolahan dinding, lantai, langit-langit, mebel, dan perlengkapan interior lainnya. Beberapa gaya dihadirkan dalam interior yang berbeda tema dan ambience. Hal ini menjadi suatu keunikan yang ada pada rumah Tjong A Fie. Gaya eklektik rumah Tjong A Fie merefleksikan pemiliknya yang menghargai keberagaman dan berwawasan luas. Rumah Tjong A Fie sebagai bangunan cagar budaya perlu adaptif terhadap tuntutan jaman, dan gaya eklektik menjadi alternatif untuk pengembangan desain interiornya.    The eclectic style is a fashion in art and design that flourished in the mid-19th century and resurged in the late 20th century. The Tjong A Fie mansion is a cultural heritage building in Medan that implemented such a style which made it unique. This research aimed to understand the eclectic style application to the interior of cultural heritage buildings. This research used a qualitative method with a descriptive approach. The discussion was concerned with the ambience and interior design of the Tjong A Fie mansion. Results show that elements of styles of different themes and ambience were recognized and applied to walls, floors, ceilings, interior fittings, and complementing furniture. The eclectic style of Tjong A Fie mansion reflected the owner's appreciation of diversity and broad outlook on arts. Such style may also be an alternative solution in redesigning the interior of a revived cultural heritage building with altered functions.","PeriodicalId":259009,"journal":{"name":"Naditira Widya","volume":"35 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139338974","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
JEJAK BUDAYA SAGU DAN TRADISI PENGELOLAAN HUTAN SAGU DI KAWASAN DANAU SENTANI, PAPUA 巴布亚森塔尼湖地区的西米文化痕迹和西米森林管理传统
Pub Date : 2023-09-18 DOI: 10.24832/nw.v17i1.522
Amurwani Putri, Hari Suroto
Hutan sagu dijumpai di kawasan Danau Sentani, di Papua. Tanaman sagu ini sudah ada sejak nenek moyang etnis Sentani tiba pertama kali di kawasan danau ini, dan pengelolaan hutan sagu merupakan identitas masyarakat Sentani. Selain sebagai sumber pangan, sagu juga memiliki nilai filosofis dari segi kearifan lokal yang harus dijaga karena mengandung aspek lingkungan dan budaya. Saat ini, hutan sagu ditantang oleh modernisasi. Persoalan mendasar dari tantangan tersebut adalah bagaimana masyarakat Sentani mampu mempertahankan tradisi pengelolaan hutan sagu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan budaya sagu dan tradisi pengelolaan hutan sagu oleh etnis Sentani di kawasan Danau Sentani. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan etnoarkeologi yang berupaya untuk mengkaji perilaku masyarakat Sentani dalam mendukung kearifan lokal dalam pengelolaan sagu dan menjawab permasalahan modernisasi yang terjadi di kawasan Danau Sentani. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka, wawancara, survei arkeologi, dan observasi lapangan. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa pemanfaatan sagu sebagai bahan makanan sudah ada sejak zaman prasejarah. Artefak terkait sagu yang ditemukan dari situs-situs di kawasan Danau Sentani adalah pecahan tembikar dan alat tokok sagu. Pembangunan infrastruktur modern akhir-akhir ini mulai merusak hutan sagu. Kondisi tersebut makin diperparah dengan penggunaan mesin pengolah sagu modern yang lebih efisien, tetapi tidak mempertimbangkan laju pertumbuhan pohon sagu sehingga menyebabkan cepatnya kepunahan tanaman sagu. Tanaman sagu sangat bermanfaat bagi masyarakat Sentani, oleh karena itu perlu dilakukan pelestarian hutan sagu yang berbasis kearifan lokal. Sago forests grow in the Sentani Lake region, in Papua, and the management of sago forests is known as the identity of the Sentani people. Sago conveys a philosophical value of local wisdom concerning environmental and cultural aspects. This research aimed to understand the sago culture and the sago forest management tradition of the Sentani people. An ethnoarchaeological approach and data obtainment was performed through literature study, interviews, archaeological surveys, and field observations. Results show that people have regarded sago as a constituent food since prehistoric periods. Sago-related artifacts recovered from the Sentani sites were potsherds and sago felling tools. Today, the development of modern infrastructure and the use of modern machines have begun to destroy sago forests. Such circumstance causes the rapid extinction of sago plants. Sago plants are beneficial to the people of Sentani. Therefore, it is necessary to preserve sago forests based on local wisdom.
西米森林位于巴布亚的森塔尼湖地区。自从森塔尼族的祖先来到湖区,西米植物就已经存在了,西米森林的管理是森塔尼人的一个特征。除了作为食物来源,西米还具有当地智慧的哲学价值,必须加以保护,因为它包含环境和文化方面的内容。如今,西米森林面临着现代化的挑战。挑战的根本问题是森塔尼社区如何能够保持西米森林管理的传统。本研究的目的是确定森塔尼湖地区森塔尼族群是否存在西米文化和西米森林管理传统。本研究采用民族考古学方法进行描述性研究,旨在考察森塔尼人在支持当地西米管理智慧方面的行为,并回答森塔尼湖地区出现的现代化问题。研究方法包括文献研究、访谈、考古调查和实地观察。考古证据表明,使用西米作为食物的历史可以追溯到史前时代。在森塔尼湖地区的遗址中发现的与西米相关的手工艺品有陶器碎片和西米陶器。现代基础设施的发展最近开始破坏西米森林。现代西米加工机器的使用进一步加剧了这一状况,这些机器效率更高,但不考虑西米树的生长速度,导致西米植物迅速灭绝。西米植物对森塔尼社区非常有用,因此有必要根据当地智慧保护西米森林。 西米林生长在巴布亚的森塔尼湖地区,管理西米林被称为森塔尼人的特征。西米在环境和文化方面传递着当地智慧的哲学价值。本研究旨在了解森塔尼人的西米文化和西米森林管理传统。研究采用民族考古学方法,通过文献研究、访谈、考古调查和实地观察获取数据。结果表明,自史前时期起,人们就将西米视为一种食物成分。从森塔尼遗址中发现的与西米相关的手工艺品有陶器和西米砍伐工具。如今,现代基础设施的发展和现代机器的使用已经开始破坏西米森林。这种情况导致西米植物迅速灭绝。西米植物对森塔尼人有益。因此,有必要根据当地人的智慧保护西米林。
{"title":"JEJAK BUDAYA SAGU DAN TRADISI PENGELOLAAN HUTAN SAGU DI KAWASAN DANAU SENTANI, PAPUA","authors":"Amurwani Putri, Hari Suroto","doi":"10.24832/nw.v17i1.522","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/nw.v17i1.522","url":null,"abstract":"Hutan sagu dijumpai di kawasan Danau Sentani, di Papua. Tanaman sagu ini sudah ada sejak nenek moyang etnis Sentani tiba pertama kali di kawasan danau ini, dan pengelolaan hutan sagu merupakan identitas masyarakat Sentani. Selain sebagai sumber pangan, sagu juga memiliki nilai filosofis dari segi kearifan lokal yang harus dijaga karena mengandung aspek lingkungan dan budaya. Saat ini, hutan sagu ditantang oleh modernisasi. Persoalan mendasar dari tantangan tersebut adalah bagaimana masyarakat Sentani mampu mempertahankan tradisi pengelolaan hutan sagu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan budaya sagu dan tradisi pengelolaan hutan sagu oleh etnis Sentani di kawasan Danau Sentani. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan etnoarkeologi yang berupaya untuk mengkaji perilaku masyarakat Sentani dalam mendukung kearifan lokal dalam pengelolaan sagu dan menjawab permasalahan modernisasi yang terjadi di kawasan Danau Sentani. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka, wawancara, survei arkeologi, dan observasi lapangan. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa pemanfaatan sagu sebagai bahan makanan sudah ada sejak zaman prasejarah. Artefak terkait sagu yang ditemukan dari situs-situs di kawasan Danau Sentani adalah pecahan tembikar dan alat tokok sagu. Pembangunan infrastruktur modern akhir-akhir ini mulai merusak hutan sagu. Kondisi tersebut makin diperparah dengan penggunaan mesin pengolah sagu modern yang lebih efisien, tetapi tidak mempertimbangkan laju pertumbuhan pohon sagu sehingga menyebabkan cepatnya kepunahan tanaman sagu. Tanaman sagu sangat bermanfaat bagi masyarakat Sentani, oleh karena itu perlu dilakukan pelestarian hutan sagu yang berbasis kearifan lokal. Sago forests grow in the Sentani Lake region, in Papua, and the management of sago forests is known as the identity of the Sentani people. Sago conveys a philosophical value of local wisdom concerning environmental and cultural aspects. This research aimed to understand the sago culture and the sago forest management tradition of the Sentani people. An ethnoarchaeological approach and data obtainment was performed through literature study, interviews, archaeological surveys, and field observations. Results show that people have regarded sago as a constituent food since prehistoric periods. Sago-related artifacts recovered from the Sentani sites were potsherds and sago felling tools. Today, the development of modern infrastructure and the use of modern machines have begun to destroy sago forests. Such circumstance causes the rapid extinction of sago plants. Sago plants are beneficial to the people of Sentani. Therefore, it is necessary to preserve sago forests based on local wisdom.","PeriodicalId":259009,"journal":{"name":"Naditira Widya","volume":"188 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139338970","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
KOMPLEKS PERCANDIAN BATUJAYA: POTENSI WISATA PASCA PANDEMI DI KARAWANG BATUJAYA 寺庙建筑群:卡拉旺大流行病后的旅游潜力
Pub Date : 2023-09-18 DOI: 10.24832/nw.v17i1.496
Soni Sadono, C. Nugroho, Topik Mulyana
Tulisan ini dibuat dengan dasar keunikan yang terdapat pada candi yang ada di Karawang, Jawa Barat. Kawasan candi yang saat ini menjadi destinasi wisata memiliki daya tarik yang unggul di wilayah Karawang. Meskipun demikian, selama pandemi seluruh aktivitas dibatasi begitu pula dalam ranah pariwisata. Hal ini juga mempengaruhi jumlah kunjungan ke Kompleks Percandian Batujaya, Karawang. Sementara candi peninggalan masa Kerajaan Tarumanegara ini berpotensi untuk memajukan pariwisata di Karawang karena keunikan bangunannya yang tidak kalah menarik dibandingkan dengan bangunan candi yang berada di wilayah Jawa lainnya. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji potensi wisata pada Kompleks Percandian Batujaya sehingga dapat meningkatkan kembali minat pengunjung pada objek candi ini. Metode menggunakan pendekatan sejarah dan arkeologis dengan metode kualitatif. Aspek yang dibahas mengenai sejarah singkat dari Kompleks Percandian Batujaya, tempat wisata Kompleks Percandian Batujaya selama masa pandemi dan pascapandemi, dan bagaimana potensi yang dapat dikembangkan di area kompleks percandian agar dapat menarik minat pengunjung. Hasil dari penelitian menjelaskan adanya dampak yang terjadi selama pandemi menuju pasca-pandemi dalam pariwisata yang ada di Kompleks Percandian Batujaya, baik dari segi fasilitas, infrastruktur maupun peraturan saat mengunjungi area percandian bagi para wisatawan. The uniqueness of the Batujaya Temples has the potential to increase the attractiveness of the Karawang area as an excellent tourist destination. However, the impact of the pandemic which has caused restrictions on activities, including tourism, has affected the number of visits to the Batujaya Temples. This research aimed an in-depth understanding of the tourism potential of the Batujaya Temples to increase the number of visitors. A historical and archaeological approach was used and discussion was focused on the brief history of the Batujaya Temples, the condition of the Batujaya Temple during the pandemic and post-pandemic period, as well as the cultural potential that can be developed further. The results of the research show that the impact of the pandemic and post-pandemic conditions at the tourist location of the Batujaya Temples was the improvement of public facilities and infrastructure, as well as adjusting tourist visit regulations to post-pandemic conditions.
本文以西爪哇卡拉旺地区寺庙的独特性为基础。该寺庙区目前是一个旅游胜地,在卡拉旺地区具有优越的吸引力。然而,在大流行病期间,所有活动都受到限制,旅游领域也是如此。这也影响了前往卡拉旺 Batujaya 寺庙建筑群的人数。同时,这座可追溯到塔鲁曼加拉王国(Tarumanegara Kingdom)的寺庙具有推动卡拉旺旅游业发展的潜力,因为其建筑的独特性丝毫不逊于爪哇其他地区的寺庙建筑。本研究的目的是评估 Batujaya 寺庙建筑群的旅游潜力,从而提高游客对该寺庙的兴趣。研究方法采用历史学和考古学方法以及定性方法。讨论的方面包括巴杜迦耶寺建筑群的简史、大流行时期和后大流行时期巴杜迦耶寺建筑群的旅游景点,以及如何开发寺庙建筑群区域的潜力以吸引游客。研究结果解释了大流行病期间和大流行病后对峇都再也寺庙群旅游业的影响,包括设施、基础设施和游客参观寺庙区时的规定。 峇都再也寺庙群的独特性有可能增加卡拉旺地区作为优秀旅游目的地的吸引力。然而,由于大流行病的影响,包括旅游业在内的各种活动都受到了限制,从而影响了巴都乍耶寺的游客数量。本研究旨在深入了解峇都再也寺庙的旅游潜力,以增加游客数量。研究采用了历史和考古学的方法,重点讨论了峇都再也寺庙的简史、峇都再也寺庙在大流行病期间和大流行病后的状况,以及可进一步开发的文化潜力。研究结果表明,大流行病和大流行病后的状况对巴图雅寺旅游地的影响是改善公共设施和基础设施,以及根据大流行病后的状况调整游客参观规定。
{"title":"KOMPLEKS PERCANDIAN BATUJAYA: POTENSI WISATA PASCA PANDEMI DI KARAWANG","authors":"Soni Sadono, C. Nugroho, Topik Mulyana","doi":"10.24832/nw.v17i1.496","DOIUrl":"https://doi.org/10.24832/nw.v17i1.496","url":null,"abstract":"Tulisan ini dibuat dengan dasar keunikan yang terdapat pada candi yang ada di Karawang, Jawa Barat. Kawasan candi yang saat ini menjadi destinasi wisata memiliki daya tarik yang unggul di wilayah Karawang. Meskipun demikian, selama pandemi seluruh aktivitas dibatasi begitu pula dalam ranah pariwisata. Hal ini juga mempengaruhi jumlah kunjungan ke Kompleks Percandian Batujaya, Karawang. Sementara candi peninggalan masa Kerajaan Tarumanegara ini berpotensi untuk memajukan pariwisata di Karawang karena keunikan bangunannya yang tidak kalah menarik dibandingkan dengan bangunan candi yang berada di wilayah Jawa lainnya. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji potensi wisata pada Kompleks Percandian Batujaya sehingga dapat meningkatkan kembali minat pengunjung pada objek candi ini. Metode menggunakan pendekatan sejarah dan arkeologis dengan metode kualitatif. Aspek yang dibahas mengenai sejarah singkat dari Kompleks Percandian Batujaya, tempat wisata Kompleks Percandian Batujaya selama masa pandemi dan pascapandemi, dan bagaimana potensi yang dapat dikembangkan di area kompleks percandian agar dapat menarik minat pengunjung. Hasil dari penelitian menjelaskan adanya dampak yang terjadi selama pandemi menuju pasca-pandemi dalam pariwisata yang ada di Kompleks Percandian Batujaya, baik dari segi fasilitas, infrastruktur maupun peraturan saat mengunjungi area percandian bagi para wisatawan. The uniqueness of the Batujaya Temples has the potential to increase the attractiveness of the Karawang area as an excellent tourist destination. However, the impact of the pandemic which has caused restrictions on activities, including tourism, has affected the number of visits to the Batujaya Temples. This research aimed an in-depth understanding of the tourism potential of the Batujaya Temples to increase the number of visitors. A historical and archaeological approach was used and discussion was focused on the brief history of the Batujaya Temples, the condition of the Batujaya Temple during the pandemic and post-pandemic period, as well as the cultural potential that can be developed further. The results of the research show that the impact of the pandemic and post-pandemic conditions at the tourist location of the Batujaya Temples was the improvement of public facilities and infrastructure, as well as adjusting tourist visit regulations to post-pandemic conditions.","PeriodicalId":259009,"journal":{"name":"Naditira Widya","volume":"51 12 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139339299","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
期刊
Naditira Widya
全部 Acc. Chem. Res. ACS Applied Bio Materials ACS Appl. Electron. Mater. ACS Appl. Energy Mater. ACS Appl. Mater. Interfaces ACS Appl. Nano Mater. ACS Appl. Polym. Mater. ACS BIOMATER-SCI ENG ACS Catal. ACS Cent. Sci. ACS Chem. Biol. ACS Chemical Health & Safety ACS Chem. Neurosci. ACS Comb. Sci. ACS Earth Space Chem. ACS Energy Lett. ACS Infect. Dis. ACS Macro Lett. ACS Mater. Lett. ACS Med. Chem. Lett. ACS Nano ACS Omega ACS Photonics ACS Sens. ACS Sustainable Chem. Eng. ACS Synth. Biol. Anal. Chem. BIOCHEMISTRY-US Bioconjugate Chem. BIOMACROMOLECULES Chem. Res. Toxicol. Chem. Rev. Chem. Mater. CRYST GROWTH DES ENERG FUEL Environ. Sci. Technol. Environ. Sci. Technol. Lett. Eur. J. Inorg. Chem. IND ENG CHEM RES Inorg. Chem. J. Agric. Food. Chem. J. Chem. Eng. Data J. Chem. Educ. J. Chem. Inf. Model. J. Chem. Theory Comput. J. Med. Chem. J. Nat. Prod. J PROTEOME RES J. Am. Chem. Soc. LANGMUIR MACROMOLECULES Mol. Pharmaceutics Nano Lett. Org. Lett. ORG PROCESS RES DEV ORGANOMETALLICS J. Org. Chem. J. Phys. Chem. J. Phys. Chem. A J. Phys. Chem. B J. Phys. Chem. C J. Phys. Chem. Lett. Analyst Anal. Methods Biomater. Sci. Catal. Sci. Technol. Chem. Commun. Chem. Soc. Rev. CHEM EDUC RES PRACT CRYSTENGCOMM Dalton Trans. Energy Environ. Sci. ENVIRON SCI-NANO ENVIRON SCI-PROC IMP ENVIRON SCI-WAT RES Faraday Discuss. Food Funct. Green Chem. Inorg. Chem. Front. Integr. Biol. J. Anal. At. Spectrom. J. Mater. Chem. A J. Mater. Chem. B J. Mater. Chem. C Lab Chip Mater. Chem. Front. Mater. Horiz. MEDCHEMCOMM Metallomics Mol. Biosyst. Mol. Syst. Des. Eng. Nanoscale Nanoscale Horiz. Nat. Prod. Rep. New J. Chem. Org. Biomol. Chem. Org. Chem. Front. PHOTOCH PHOTOBIO SCI PCCP Polym. Chem.
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
0
微信
客服QQ
Book学术公众号 扫码关注我们
反馈
×
意见反馈
请填写您的意见或建议
请填写您的手机或邮箱
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
现在去查看 取消
×
提示
确定
Book学术官方微信
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术
文献互助 智能选刊 最新文献 互助须知 联系我们:info@booksci.cn
Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。
Copyright © 2023 Book学术 All rights reserved.
ghs 京公网安备 11010802042870号 京ICP备2023020795号-1