Peran alat bukti yang sah sangat penting dalam proses pembuktian untuk menghukum pelaku tindak pidana pornografi siber. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuktian cyber pornography melalui media sosial berdasarkan hukum positif Indonesia, serta mengetahui upaya preventif dan represif dalam menanggulangi cyber pornography yang dilakukan melalui media sosial di Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, dengan data kualitatif, yang menitikberatkan pada data sekunder dan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembuktian dengan menggunakan sistem elektronik harus diperkuat dengan keterangan terdakwa dan keterangan ahli untuk dapat memperkuat alat bukti elektronik, agar dapat meyakinkan hakim untuk dapat memperkuat alat bukti elektronik. Upaya preventif berupa take down konten pornografi, mematikan jaringan internet agar penyebaran konten pornografi menjadi sulit. Upaya represif berupa penyelidikan dan penyidikan patroli siber, mencari barang bukti, melacak tersangka, dan menjatuhkan hukuman pidana.
{"title":"Tinjauan Yuridis Dalam Proses Pembuktian Cyber Pornography Yang Dilakukan Melalui Media Sosial Berdasarkan Hukum Positif Indonesia","authors":"Andrew Christian Banjarnahor, Hana Faridah","doi":"10.38043/jah.v6i1.3998","DOIUrl":"https://doi.org/10.38043/jah.v6i1.3998","url":null,"abstract":"Peran alat bukti yang sah sangat penting dalam proses pembuktian untuk menghukum pelaku tindak pidana pornografi siber. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuktian cyber pornography melalui media sosial berdasarkan hukum positif Indonesia, serta mengetahui upaya preventif dan represif dalam menanggulangi cyber pornography yang dilakukan melalui media sosial di Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, dengan data kualitatif, yang menitikberatkan pada data sekunder dan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembuktian dengan menggunakan sistem elektronik harus diperkuat dengan keterangan terdakwa dan keterangan ahli untuk dapat memperkuat alat bukti elektronik, agar dapat meyakinkan hakim untuk dapat memperkuat alat bukti elektronik. Upaya preventif berupa take down konten pornografi, mematikan jaringan internet agar penyebaran konten pornografi menjadi sulit. Upaya represif berupa penyelidikan dan penyidikan patroli siber, mencari barang bukti, melacak tersangka, dan menjatuhkan hukuman pidana.","PeriodicalId":269797,"journal":{"name":"Jurnal Analisis Hukum","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134068993","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Artikel ini menganalisa dan mengkaji atas kedudukan pihak ketiga pemegang hak tanggungan atas vonis Mahkamah Konstitusi terkait perjanjian pernikahan yang awalnya perjanjian prenuptial menjadi perjanjian postnuptial, khususnya pada pasangan kawin campur. Bank sebagai pemegang hak tanggungan terhadap suatu perjanjian kredit jaminan, selain memiliki dasar prinsip kehati-hatian dalam pemberian kreditnya, diharapkan pula dapat memiliki kepastian hukum dan keadilan dalam kaitannya terhadap perjanjian kredit hak tanggungan yang dibuat sebelum perjanjian perkawinan dibuat oleh pasangan kawin campur. Bank selaku pemberi kredit dalam pembuatan persyaratan kreditnya harus berdasarkan Undang Undang Perbankan dan Peraturan dari Lembaga Pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bank dalam memberikan kreditnya, juga melihat kredibiltas si calon kreditur. Sehingga pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan dapat diberikan kepada beberapa pasangan perkawinan campur. Berdasarkan penelitian ini perjanjian kredit dengan hak tanggungan maupun perjanjian perkawinan memiliki prinsip dasar dari perjanjian kontraktual, yang berlaku bagi para pihak sehingga memiliki kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak. Itikad baik melahirkan keadilan dan kepastian hukum. Tata cara pembuatan dan pendaftaran kedua jenis perjanjian ini selama dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat pula melahirkan prestasi dari tiap perjanjian tersebut, akan tetapi dalam prakteknya posisi bank selaku pemberi kredit tidak didukung oleh perundang-undangan yang mengaturnya
{"title":"Akibat Hukum Untuk Pemegang Hak Tanggungan Atas Vonis Mahkamah Konstitusi Nomor. 69/ PUU-XIII/ 2015 Tentang Perjanjian Pernikahan","authors":"AAA. Ngurah Sri Rahayu Gorda","doi":"10.38043/jah.v6i1.4234","DOIUrl":"https://doi.org/10.38043/jah.v6i1.4234","url":null,"abstract":"Artikel ini menganalisa dan mengkaji atas kedudukan pihak ketiga pemegang hak tanggungan atas vonis Mahkamah Konstitusi terkait perjanjian pernikahan yang awalnya perjanjian prenuptial menjadi perjanjian postnuptial, khususnya pada pasangan kawin campur. Bank sebagai pemegang hak tanggungan terhadap suatu perjanjian kredit jaminan, selain memiliki dasar prinsip kehati-hatian dalam pemberian kreditnya, diharapkan pula dapat memiliki kepastian hukum dan keadilan dalam kaitannya terhadap perjanjian kredit hak tanggungan yang dibuat sebelum perjanjian perkawinan dibuat oleh pasangan kawin campur. Bank selaku pemberi kredit dalam pembuatan persyaratan kreditnya harus berdasarkan Undang Undang Perbankan dan Peraturan dari Lembaga Pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bank dalam memberikan kreditnya, juga melihat kredibiltas si calon kreditur. Sehingga pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan dapat diberikan kepada beberapa pasangan perkawinan campur. Berdasarkan penelitian ini perjanjian kredit dengan hak tanggungan maupun perjanjian perkawinan memiliki prinsip dasar dari perjanjian kontraktual, yang berlaku bagi para pihak sehingga memiliki kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak. Itikad baik melahirkan keadilan dan kepastian hukum. Tata cara pembuatan dan pendaftaran kedua jenis perjanjian ini selama dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat pula melahirkan prestasi dari tiap perjanjian tersebut, akan tetapi dalam prakteknya posisi bank selaku pemberi kredit tidak didukung oleh perundang-undangan yang mengaturnya","PeriodicalId":269797,"journal":{"name":"Jurnal Analisis Hukum","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132090306","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan dan mengkaji faktor-faktor disfungsi hukum terkait sejauh mana terpenuhinya asas resiprokalitas yang berdampak pada kinerja PDAM Tobelo. Selaras dengan tujuan tersebut, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat menjadi masukan untuk penyesuaian dan penegakan hukum guna tercapainya keseimbangan pemenuhan hak dan kewajiban dalam rangka meningkatkan kinerja PDAM dan kepuasan pelanggan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode deskriptif kualitatif yang secara holistik mengkaji budaya hukum terkait partisipasi kedua belah pihak dalam hubungan perikatan yang sudah terjalin. Kesadaran dan kepatuhan masing-masing pihak dalam memenuhi kewajiban adalah penentu berjalannya asas resiprokalitas dalam hubungan perikatan PDAM Tobelo dengan pelanggannya. Disfungsi hukum yang menyebabkan tidak terpenuhinya asas resiprokalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor berawal dari tidak tersosialisasikannya kaidah hukum yang berdampak pada ketidakpatuhan dalam pemenuhan kewajiban. Inkonsistensi penegakan dan penerapan sanksi terhadap pemenuhan kewajiban berpengaruh pada kewibawaan dan budaya hukum yang menyebabkan terhambatnya capaian kinerja PDAM Tobelo dan kepuasan pemenuhan layanan bagi pelanggannya. Keseimbangan pemenuhan kewajiban menjadi syarat utama dalam pemenuhan asas resiprokalitas yang mendasari hukum perikatan yang disepakati kedua belah pihak dalam capaian prestasi layanan yang optimal, dan harmonisasi hubungan timbal balik oleh karena adanya keselarasan pemenuhan hak dan kewajiban.
{"title":"Persoalan Disfungsi Asas Resiprokalitas Dalam Hubungan Perikatan di PDAM Tobelo","authors":"Tri Arso","doi":"10.38043/jah.v6i1.4177","DOIUrl":"https://doi.org/10.38043/jah.v6i1.4177","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan dan mengkaji faktor-faktor disfungsi hukum terkait sejauh mana terpenuhinya asas resiprokalitas yang berdampak pada kinerja PDAM Tobelo. Selaras dengan tujuan tersebut, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat menjadi masukan untuk penyesuaian dan penegakan hukum guna tercapainya keseimbangan pemenuhan hak dan kewajiban dalam rangka meningkatkan kinerja PDAM dan kepuasan pelanggan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode deskriptif kualitatif yang secara holistik mengkaji budaya hukum terkait partisipasi kedua belah pihak dalam hubungan perikatan yang sudah terjalin. Kesadaran dan kepatuhan masing-masing pihak dalam memenuhi kewajiban adalah penentu berjalannya asas resiprokalitas dalam hubungan perikatan PDAM Tobelo dengan pelanggannya. Disfungsi hukum yang menyebabkan tidak terpenuhinya asas resiprokalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor berawal dari tidak tersosialisasikannya kaidah hukum yang berdampak pada ketidakpatuhan dalam pemenuhan kewajiban. Inkonsistensi penegakan dan penerapan sanksi terhadap pemenuhan kewajiban berpengaruh pada kewibawaan dan budaya hukum yang menyebabkan terhambatnya capaian kinerja PDAM Tobelo dan kepuasan pemenuhan layanan bagi pelanggannya. Keseimbangan pemenuhan kewajiban menjadi syarat utama dalam pemenuhan asas resiprokalitas yang mendasari hukum perikatan yang disepakati kedua belah pihak dalam capaian prestasi layanan yang optimal, dan harmonisasi hubungan timbal balik oleh karena adanya keselarasan pemenuhan hak dan kewajiban. ","PeriodicalId":269797,"journal":{"name":"Jurnal Analisis Hukum","volume":"423 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116713609","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kadek Rima Anggen, Suari, I. Sarjana, Info Artikel, Kadek Rima, A. Suari
Data pribadi mencakup setiap informasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi atau menghubungi individu tertentu, baik informasi tersebut dikumpulkan secara langsung atau tidak langsung melalui metode elektronik dan/atau non-elektronik. UUD 1945 Republik Indonesia menetapkan hak atas privasi sebagai hak dasar warga negara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari lebih lanjut tentang perlindungan legislatif Indonesia terhadap data pribadi sebagai hak atas privasi, termasuk sifat dan implementasinya. Melalui pendekatan konseptual, metodologi penelitian yuridis normatif diterapkan. Karena kurangnya undang-undang dan peraturan yang memberikan kerangka hukum untuk perlindungan data pribadi dan menetapkan standar yang mengikat, Indonesia tidak dapat memberikan perlindungan data pribadi tingkat tertinggi kepada warga negaranya. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang perlindungan data pribadi, namun sudah memiliki RUU Perlindungan Data Pribadi sebagai sarana pelaksanaan tugas pemerintah untuk melindungi hak konstitusional warga negara Indonesia sebagaimana diatur dalam UUD 1945. UUDNRI, khususnya dalam Pasal 28 huruf G ayat (1). UU PDP memiliki kekurangan, antara lain cara penanganan privasi data anak dan penyandang disabilitas yang diatur secara khusus. Namun, ada kecenderungan semua informasi tentang anak dan penyandang disabilitas disalahgunakan.
{"title":"Menjaga Privasi di Era Digital: Perlindungan Data Pribadi di Indonesia","authors":"Kadek Rima Anggen, Suari, I. Sarjana, Info Artikel, Kadek Rima, A. Suari","doi":"10.38043/jah.v6i1.4484","DOIUrl":"https://doi.org/10.38043/jah.v6i1.4484","url":null,"abstract":"Data pribadi mencakup setiap informasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi atau menghubungi individu tertentu, baik informasi tersebut dikumpulkan secara langsung atau tidak langsung melalui metode elektronik dan/atau non-elektronik. UUD 1945 Republik Indonesia menetapkan hak atas privasi sebagai hak dasar warga negara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari lebih lanjut tentang perlindungan legislatif Indonesia terhadap data pribadi sebagai hak atas privasi, termasuk sifat dan implementasinya. Melalui pendekatan konseptual, metodologi penelitian yuridis normatif diterapkan. Karena kurangnya undang-undang dan peraturan yang memberikan kerangka hukum untuk perlindungan data pribadi dan menetapkan standar yang mengikat, Indonesia tidak dapat memberikan perlindungan data pribadi tingkat tertinggi kepada warga negaranya. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang perlindungan data pribadi, namun sudah memiliki RUU Perlindungan Data Pribadi sebagai sarana pelaksanaan tugas pemerintah untuk melindungi hak konstitusional warga negara Indonesia sebagaimana diatur dalam UUD 1945. UUDNRI, khususnya dalam Pasal 28 huruf G ayat (1). UU PDP memiliki kekurangan, antara lain cara penanganan privasi data anak dan penyandang disabilitas yang diatur secara khusus. Namun, ada kecenderungan semua informasi tentang anak dan penyandang disabilitas disalahgunakan.","PeriodicalId":269797,"journal":{"name":"Jurnal Analisis Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129476372","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kekerasan yang terjadi dalam keluarga sering disebut dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat terwujud dalam berbagai bentuk; baik kekerasan fisik atau penganiayaan, eksploitasi, penelantaran, ancaman, hingga kekerasan seksual yang dialami istri/suami, anak-anak atau pekerja rumah tangga (PRT). Banyaknya kasus KDRT baik yang dilaporkan maupun tidak sebenarnya sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan UUD Tahun 1945 terkait dengan membentuk keluarga yang harmonis dituangkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Hal yang unik dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga yaitu dalam Pasal 55 diatur mengenai alat bukti keterangan saksi korban yang mana cukup dengan 1 saksi saja sebagai alat bukti keterangan saksi. Secara umum keterangan saksi yang menjadi alat bukti persidangan paling tidak minimal 2 orang, meskipun ada pengecualian yang diatur dalam Pasal 185 ayat 3 KUHAP. Pengecualian yang diatur dalam Pasal 185 ayat 3 KUHAP implementasinya menurut peneliti terletak dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Permasalahannya terletak pada seberapa kuat kedudukan saksi korban yang tidak memiliki alat bukti sah lainnya terkait dengan kekerasan secara psikis yang notabenenya kekerasan yang tidak dapat dilihat secara langsung.
{"title":"Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi Korban Kekerasan Psikis Dalam Pengaturan Kekerasan Dalam Rumah Tangga","authors":"Putu Sekarwangi Saraswati, I. N. Susrama","doi":"10.38043/jah.v6i1.4197","DOIUrl":"https://doi.org/10.38043/jah.v6i1.4197","url":null,"abstract":"Kekerasan yang terjadi dalam keluarga sering disebut dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat terwujud dalam berbagai bentuk; baik kekerasan fisik atau penganiayaan, eksploitasi, penelantaran, ancaman, hingga kekerasan seksual yang dialami istri/suami, anak-anak atau pekerja rumah tangga (PRT). Banyaknya kasus KDRT baik yang dilaporkan maupun tidak sebenarnya sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan UUD Tahun 1945 terkait dengan membentuk keluarga yang harmonis dituangkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Hal yang unik dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga yaitu dalam Pasal 55 diatur mengenai alat bukti keterangan saksi korban yang mana cukup dengan 1 saksi saja sebagai alat bukti keterangan saksi. Secara umum keterangan saksi yang menjadi alat bukti persidangan paling tidak minimal 2 orang, meskipun ada pengecualian yang diatur dalam Pasal 185 ayat 3 KUHAP. Pengecualian yang diatur dalam Pasal 185 ayat 3 KUHAP implementasinya menurut peneliti terletak dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Permasalahannya terletak pada seberapa kuat kedudukan saksi korban yang tidak memiliki alat bukti sah lainnya terkait dengan kekerasan secara psikis yang notabenenya kekerasan yang tidak dapat dilihat secara langsung.","PeriodicalId":269797,"journal":{"name":"Jurnal Analisis Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126889229","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Provinsi Riau merupakan salah satu penyumbang konflik agraria terbanyak di Indonesia khususnya di Kabupaten Kampar. Konflik agraria di Kabupaten Kampar secara umum disebabkan oleh sengketa atas tanah ulayat masyarakat adat dengan perusahaan pemegang HTI dan HGU. Penyelesaian sengketa lahan atau resolusi konflik atas tanah ulayat masyarakat adat di Kabupaten Kampar dapat ditempuh dengan jalan negosiasi, mediasi ataupun upaya hukum. Pada penelitian ini, akan dilihat sejauh mana efektivitas resolusi konflik sengketa lahan tanah ulayat masyarakat adat di Kabupaten Kampar melalui upaya hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur dan wawancara. Sedangkan untuk menganalisis kasus, peneliti menggunakan teori dan konsep yaitu konsep Hak Tanah Ulayat, konsep masyarakat hukum adat, teori Hukum Adat, dan konsep keamanan nasional. Resolusi konflik atas sengketa lahan tanah ulayat di kabupaten Kampar melalui upaya hukum memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan cara negosiasi dan mediasi. Upaya hukum atas sengketa tanah ulayat di Kabupaten Kampar dapat digunakan sebagai salah satu alternatif resolusi konflik yang melibatkan masyarakat adat demi untuk menjaga keamanan nasional.
{"title":"Upaya Hukum Terhadap Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat di Kabupaten Kampar Guna Menjaga Keamanan Nasional","authors":"Ayu Meiranda, Syamsunasir Syamsunasir, Achmed Sukendro, Pujo Widodo","doi":"10.38043/jah.v6i1.4232","DOIUrl":"https://doi.org/10.38043/jah.v6i1.4232","url":null,"abstract":"Provinsi Riau merupakan salah satu penyumbang konflik agraria terbanyak di Indonesia khususnya di Kabupaten Kampar. Konflik agraria di Kabupaten Kampar secara umum disebabkan oleh sengketa atas tanah ulayat masyarakat adat dengan perusahaan pemegang HTI dan HGU. Penyelesaian sengketa lahan atau resolusi konflik atas tanah ulayat masyarakat adat di Kabupaten Kampar dapat ditempuh dengan jalan negosiasi, mediasi ataupun upaya hukum. Pada penelitian ini, akan dilihat sejauh mana efektivitas resolusi konflik sengketa lahan tanah ulayat masyarakat adat di Kabupaten Kampar melalui upaya hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur dan wawancara. Sedangkan untuk menganalisis kasus, peneliti menggunakan teori dan konsep yaitu konsep Hak Tanah Ulayat, konsep masyarakat hukum adat, teori Hukum Adat, dan konsep keamanan nasional. Resolusi konflik atas sengketa lahan tanah ulayat di kabupaten Kampar melalui upaya hukum memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan cara negosiasi dan mediasi. Upaya hukum atas sengketa tanah ulayat di Kabupaten Kampar dapat digunakan sebagai salah satu alternatif resolusi konflik yang melibatkan masyarakat adat demi untuk menjaga keamanan nasional.","PeriodicalId":269797,"journal":{"name":"Jurnal Analisis Hukum","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122222784","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Putu Aras Samsithawrati, Ni Ketut Supasti Dharmawan, Putri Triari Dwijayanthi, Anak Agung Istri Eka Krisnayanti, Dewa Ayu Dian Sawitri
Abstract This article aims to analyze the categorization of the food plating art as art in the context of copyright protection and the protection of photography and video works upon the food presentation. This article uses normative research method with conceptual, statutory and comparative approaches. The results show that the food plating art cannot be categorized as a work of art that is protected under copyright because the elements of copyright protection that are interrelated to each other have not been fully fulfilled, such as the fixation requirement which is not successfully fulfilled. The food plating art is impermanent because it is easily destroyed and will not exist after being eaten (perishable in nature) because the art is meant to be eaten. Thus, the element of “should be embodied in real form” are very difficult to fulfill. The food plating art cannot yet be considered copyrighted art. However, derivatives of the food plating art in the form of photographic and cinematographic works on the food plating art can be copyrighted as works of Food Art Photography and Food Art Cinematography. Therefore, the creator has exclusive rights in the form of moral rights and economic rights, while the copyright holder can enjoy exclusive rights in the form of economic rights over the photographic and cinematographic works. Keywords: Food plating art, Copyright, Derivative Work, Technology Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pengkategorian seni menghidangkan makanan sebagai seni dalam konteks perlindungan Hak Cipta serta perlindungannya terhadap karya fotografi dan video terhadap keberadaan hidangan makanan. Tulisan ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan konseptual, perundang-undangan dan perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seni menghidangkan makanan tidak dapat dikategoritisasikan sebagai karya seni yang dilindungi Hak Cipta karena belum terpenuhinya secara utuh unsur-unsur perlindungan hak cipta yang saling berkaitan satu sama lain, seperti syarat fixation yang tidak terpenuhi. Karya seni menghidangkan makanan sifatnya memang tidak permanen karena mudah dihancurkan dan akan tidak eksis setelah dimakan, karena sifat seni penyajiannya memang untuk dimakan. Dengan demikian, unsur diwujudkan dalam bentuk nyata sangat sulit dipenuhi. Seni menghidangkan makanan belum dapat dianggap sebagai seni yang dilindungi hak cipta. Namun demikian, turunan dari seni menghidangkan makanan tersebut dalam wujud karya fotografi dan sinematografi atas seni menghidangkan makanan dapat dilindungi hak cipta sebagai karya Food Art Photography dan Food art cinematography, sehingga penciptanya memiliki hak ekslusif berupa hak moral dan hak ekonomi, sedangkan pemegang hak cipta dapat menikmati hak eksklusif berupa hak ekonomi atas karya fotografi dan sinematografi tersebut. Kata kunci: Seni menghidangkan makanan, Hak Cipta, Karya Turunan, Teknologi
摘要本文旨在分析在版权保护和摄影录像作品对食品呈现的保护的背景下,食品电镀艺术作为艺术的分类。本文采用规范性研究方法,结合概念法、成文法和比较法。结果表明,由于相互关联的版权保护要素没有得到充分的满足,例如没有成功地满足固定要求,因此不能将食品电镀艺术归类为受版权保护的艺术品。食品电镀艺术是无常的,因为它很容易被破坏,吃了之后就不存在了(本质上是易腐烂的),因为艺术就是用来吃的。因此,“应该以真实的形式体现”这一要素很难实现。菜菜艺术还不能被认为是有版权的艺术。但是,以摄影作品和电影作品的形式衍生出的食品电镀艺术作品可以作为食品艺术摄影作品和食品艺术电影作品享有著作权。因此,创作者以精神权利和经济权利的形式对摄影、电影作品享有专有权,而著作权人则以经济权利的形式对摄影、电影作品享有专有权。关键词:食品烹饪艺术,版权,衍生作品,技术摘要,tuisan ini bertujuan untuk menganalis pengkategorian seni menghidangkan makanan sebagai seni dalam konteks perlindungan Hak Cipta serta perlindunganya terhadap karya摄影,视频terhadap keberadaan hidangan makanan土里斯坦尼蒙古纳坎方法penpentitian normatinormatian pendekatan konseptutuan, perundang-undangan - perbandingan。Hasil penelitian menunjukkan bahi menghidangkan makanan tidak dapat dikategoritisasikan sebagai karya seni yang dilindungi Hak Cipta karena belum terpenuhinya secara uth unsur-unsur perlindungan Hak Cipta yang saling berkaitan satu sama lain, perti syarat fixing yang tidak terpenuhi。Karya seni menghidangkan makanan sifatnya memang tidak permanen karena mudah dihanurkan dan akan tidak eksis setelah dimakan, karena sifat seni penyajiannya memang untuk dimakan。邓干德米克,unsur diwujudkan dalam本图克nyata sangat suit dipenuhi。Seni menghidangkan makanan belum dapat dianggap sebagai Seni yang dilindungi hak cipta。Namun demikian, turunan dari seni menghidangkan makanan tersebut dalam wujud karya摄影和电影摄影,seni menghidangkan makanan dapat dilindungi haka cipta sebagai karya美食艺术摄影和美食艺术电影摄影,sedangkan pemegang haka cipiliki hak ekslusif berupa hak moral dan hak ekonomi, sedangkan pemegang haka menikmati hak eksklusif berupa hak ekonomi haas karya摄影和电影摄影。Kata kunci: Seni menghidangkan makanan, Hak Cipta, Karya Turunan, technologii
{"title":"Perlindungan Seni Menghidangkan Makanan dan Karya Turunannya Berbasis Teknologi: Perspektif Hak Cipta","authors":"Putu Aras Samsithawrati, Ni Ketut Supasti Dharmawan, Putri Triari Dwijayanthi, Anak Agung Istri Eka Krisnayanti, Dewa Ayu Dian Sawitri","doi":"10.38043/jah.v6i1.4159","DOIUrl":"https://doi.org/10.38043/jah.v6i1.4159","url":null,"abstract":"Abstract \u0000This article aims to analyze the categorization of the food plating art as art in the context of copyright protection and the protection of photography and video works upon the food presentation. This article uses normative research method with conceptual, statutory and comparative approaches. The results show that the food plating art cannot be categorized as a work of art that is protected under copyright because the elements of copyright protection that are interrelated to each other have not been fully fulfilled, such as the fixation requirement which is not successfully fulfilled. The food plating art is impermanent because it is easily destroyed and will not exist after being eaten (perishable in nature) because the art is meant to be eaten. Thus, the element of “should be embodied in real form” are very difficult to fulfill. The food plating art cannot yet be considered copyrighted art. However, derivatives of the food plating art in the form of photographic and cinematographic works on the food plating art can be copyrighted as works of Food Art Photography and Food Art Cinematography. Therefore, the creator has exclusive rights in the form of moral rights and economic rights, while the copyright holder can enjoy exclusive rights in the form of economic rights over the photographic and cinematographic works. \u0000Keywords: Food plating art, Copyright, Derivative Work, Technology \u0000 \u0000Abstrak \u0000Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pengkategorian seni menghidangkan makanan sebagai seni dalam konteks perlindungan Hak Cipta serta perlindungannya terhadap karya fotografi dan video terhadap keberadaan hidangan makanan. Tulisan ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan konseptual, perundang-undangan dan perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seni menghidangkan makanan tidak dapat dikategoritisasikan sebagai karya seni yang dilindungi Hak Cipta karena belum terpenuhinya secara utuh unsur-unsur perlindungan hak cipta yang saling berkaitan satu sama lain, seperti syarat fixation yang tidak terpenuhi. Karya seni menghidangkan makanan sifatnya memang tidak permanen karena mudah dihancurkan dan akan tidak eksis setelah dimakan, karena sifat seni penyajiannya memang untuk dimakan. Dengan demikian, unsur diwujudkan dalam bentuk nyata sangat sulit dipenuhi. Seni menghidangkan makanan belum dapat dianggap sebagai seni yang dilindungi hak cipta. Namun demikian, turunan dari seni menghidangkan makanan tersebut dalam wujud karya fotografi dan sinematografi atas seni menghidangkan makanan dapat dilindungi hak cipta sebagai karya Food Art Photography dan Food art cinematography, sehingga penciptanya memiliki hak ekslusif berupa hak moral dan hak ekonomi, sedangkan pemegang hak cipta dapat menikmati hak eksklusif berupa hak ekonomi atas karya fotografi dan sinematografi tersebut. \u0000Kata kunci: \u0000Seni menghidangkan makanan, Hak Cipta, Karya Turunan, Teknologi","PeriodicalId":269797,"journal":{"name":"Jurnal Analisis Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129278133","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Indonesia adalah negara yang termasuk golongan angka korupsi yang tinggi. Dalam upaya penegakan dan pemberantasan korupsi secara regulasi sudah sangat memadai. Dimulai dari komitemn negara pada UNCAC yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, menjadi pijakan awal ditetapkannya Undang-Undang Tipikor di Indonesia. Permasalahannya adalah integritas Lembaga Peradilan sebagai the last resort bagi para Justiabellen dalam mencari keadilan, mengalami situasi-situasi yang menempatkan lembaga ini kehilangan public trust. Selain itu, adanya unsur psikologis yang dikatakan dapat mempengaruhi putusan hakim dalam memutus suatu perkara dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi dan pengaruhnya bagi integritas Lembaga Peradilan Dan Apakah faktor-faktor di luar hukum tersebut dapat diajukan sebagai landasan pengajuan upaya hukum lanjutan dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi. Metode peneltian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan Teori Sistem Hukum. Hasil penelitian menyatakan bahwa faktor psikologis hakim memberi pengaruh pada ratio decidendi, yang menimbulkan adanya dicenting opinion. Kedua nya sah saja menurut proses penetapan putusan. Namun, faktor psikologis ini juga tidak luput dari intervensi politik yang memiliki energi lebih besar dibaliknya. Perilaku apriori sebagai faktor subjektif dan sikap perilaku emosional, adalah faktor internal yang berpengaruh pada hakim ditambah sikap kekuatan arogansi, yakni perihal kecongkakan akan kekuasaan hakim yang akan cenderung merasa dirinya berkuasa, yang merasa kepintarannya melebihi orang lain (jaksa, pengacara, apalagi terdakwa). Sikap moral hakim itu sebagai manusia pribadi yang berproses tidak jauh berbeda dengan manusia lainnya. Disparitas hakim yang terdistorsi justru berpotensi meningkatkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga ini. Riset ini dilakukan dengan harapan untuk menemukan solusi dalam upaya optimalisasi pemulihan integritas lembaga peradilan dan optimalisasi penegakkan dan pemberantasan korupsi di Indonesia sebagai suatu isu global. Solusi yang dapat ditawarkan dalam rangka membenahi public trust dan wibawa lembaga peradilan adalah memperketat protokol persidangan dan keamanannya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2020.
{"title":"Pengaruh Psikologis Hakim Terhadap Ratio Decidendi Dalam Perkara Korupsi","authors":"Putu Sumawan, Deli bunga Saravistha, Info Artikel","doi":"10.38043/jah.v6i1.4200","DOIUrl":"https://doi.org/10.38043/jah.v6i1.4200","url":null,"abstract":"Indonesia adalah negara yang termasuk golongan angka korupsi yang tinggi. Dalam upaya penegakan dan pemberantasan korupsi secara regulasi sudah sangat memadai. Dimulai dari komitemn negara pada UNCAC yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, menjadi pijakan awal ditetapkannya Undang-Undang Tipikor di Indonesia. Permasalahannya adalah integritas Lembaga Peradilan sebagai the last resort bagi para Justiabellen dalam mencari keadilan, mengalami situasi-situasi yang menempatkan lembaga ini kehilangan public trust. Selain itu, adanya unsur psikologis yang dikatakan dapat mempengaruhi putusan hakim dalam memutus suatu perkara dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi dan pengaruhnya bagi integritas Lembaga Peradilan Dan Apakah faktor-faktor di luar hukum tersebut dapat diajukan sebagai landasan pengajuan upaya hukum lanjutan dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi. Metode peneltian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan Teori Sistem Hukum. Hasil penelitian menyatakan bahwa faktor psikologis hakim memberi pengaruh pada ratio decidendi, yang menimbulkan adanya dicenting opinion. Kedua nya sah saja menurut proses penetapan putusan. Namun, faktor psikologis ini juga tidak luput dari intervensi politik yang memiliki energi lebih besar dibaliknya. Perilaku apriori sebagai faktor subjektif dan sikap perilaku emosional, adalah faktor internal yang berpengaruh pada hakim ditambah sikap kekuatan arogansi, yakni perihal kecongkakan akan kekuasaan hakim yang akan cenderung merasa dirinya berkuasa, yang merasa kepintarannya melebihi orang lain (jaksa, pengacara, apalagi terdakwa). Sikap moral hakim itu sebagai manusia pribadi yang berproses tidak jauh berbeda dengan manusia lainnya. Disparitas hakim yang terdistorsi justru berpotensi meningkatkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga ini. Riset ini dilakukan dengan harapan untuk menemukan solusi dalam upaya optimalisasi pemulihan integritas lembaga peradilan dan optimalisasi penegakkan dan pemberantasan korupsi di Indonesia sebagai suatu isu global. Solusi yang dapat ditawarkan dalam rangka membenahi public trust dan wibawa lembaga peradilan adalah memperketat protokol persidangan dan keamanannya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2020.","PeriodicalId":269797,"journal":{"name":"Jurnal Analisis Hukum","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127425559","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
This article aims to emphasize that food sovereignty policies require the support of knowledge that is not singular. Epistemological diversity is believed to produce richer and more contextual knowledge of the needs of local communities. In the process of formulating public policies, scientific knowledge needs to be paired with local knowledge developed through oral traditions. This approach is in accordance with the geographical conditions and natural resources of Indonesia, which has a rich biodiversity and diversity of foodstuffs in various regions. Indonesia's ethnic diversity and biodiversity are advantages that need to be maintained for sustainable food sovereignty. This philosophical study is useful as a basis for compiling a more comprehensive food sovereignty legal framework.
{"title":"Food Sovereignty For Indonesia: The Epistemological Dimension of Knowledge and Variety of Local Food","authors":"S. Sugeng, Annisa Fitria","doi":"10.38043/jah.v6i1.4179","DOIUrl":"https://doi.org/10.38043/jah.v6i1.4179","url":null,"abstract":"This article aims to emphasize that food sovereignty policies require the support of knowledge that is not singular. Epistemological diversity is believed to produce richer and more contextual knowledge of the needs of local communities. In the process of formulating public policies, scientific knowledge needs to be paired with local knowledge developed through oral traditions. This approach is in accordance with the geographical conditions and natural resources of Indonesia, which has a rich biodiversity and diversity of foodstuffs in various regions. Indonesia's ethnic diversity and biodiversity are advantages that need to be maintained for sustainable food sovereignty. This philosophical study is useful as a basis for compiling a more comprehensive food sovereignty legal framework.\u0000 ","PeriodicalId":269797,"journal":{"name":"Jurnal Analisis Hukum","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125639879","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini berfokus kepada hubungan hukum para pihak yang terlibat kedalam kepemilikan hak cipta, antara pengguna dan pemilik platfrom Roblox, serta mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam menentukan perlindungan aset dan kemanfaatan. Jenis penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Hasil penelitian menunjukkan hubungan hukum Kekayaan Intelektual mengenai pelanggaran merek dagang, hak atas layanan Roblox, hak untuk User Generated Content, hak dan model modifikasi, hak audiensi. Selain itu, ditemukan mengenai hubungan hukum antarai pengguna dengan pemilik platform dalam memberikan hak dan lisensi abadi, di seluruh dunia metaverse, bersifat non-eksklusif, dan bebas royalti untuk tujuan menghosting, menyimpan, mentransfer, menerjemahkan, melokalkan, menampilkan secara publik, publik, mereproduksi, memodifikasi, meningkatkan, mendistribusikan, dan diunggah pada Platform dan sehubungan dengan jasa dan sebaliknya.
{"title":"Tinjauan Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Pada Platform Roblox","authors":"Muhammad Asrul Maulana, Niken Nurcahyani","doi":"10.38043/jah.v6i1.4205","DOIUrl":"https://doi.org/10.38043/jah.v6i1.4205","url":null,"abstract":"Penelitian ini berfokus kepada hubungan hukum para pihak yang terlibat kedalam kepemilikan hak cipta, antara pengguna dan pemilik platfrom Roblox, serta mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam menentukan perlindungan aset dan kemanfaatan. Jenis penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Hasil penelitian menunjukkan hubungan hukum Kekayaan Intelektual mengenai pelanggaran merek dagang, hak atas layanan Roblox, hak untuk User Generated Content, hak dan model modifikasi, hak audiensi. Selain itu, ditemukan mengenai hubungan hukum antarai pengguna dengan pemilik platform dalam memberikan hak dan lisensi abadi, di seluruh dunia metaverse, bersifat non-eksklusif, dan bebas royalti untuk tujuan menghosting, menyimpan, mentransfer, menerjemahkan, melokalkan, menampilkan secara publik, publik, mereproduksi, memodifikasi, meningkatkan, mendistribusikan, dan diunggah pada Platform dan sehubungan dengan jasa dan sebaliknya.","PeriodicalId":269797,"journal":{"name":"Jurnal Analisis Hukum","volume":"50 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129449783","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}