Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan salah satu bahasa sumber arsip periode kolonial dan memahami konteks sosiologis bahasa berdasarkan fungsi dan waktu ketika bahasa tersebut digunakan. Berdasarkan studi kepustakaan diketahui bahwa sumber periode kolonial juga meliputi arsip berbahasa Melayu Rendah. Sumber arsip yang ditelaah adalah surat permohonan dari Kongsi Lanfong di Kalimantan Barat kepada Pemerintah Hindia Belanda. Kongsi Lanfong adalah sebuah kongsi Cina, entitas politik komunitas Cina yang bermula dari kelompok aktivitas ekonomi, dengan aktivitas utama berupa penambangan emas di Mandor. Aktivitas tersebut pulalah yang melatari penulisan surat yang ditelaah dalam artikel ini. Surat menunjukkan bahwa bahasa Melayu Rendah digunakan sebagai bahasa diplomatik bahkan oleh kelompok yang bukan penuturnya. Hal ini menarik karena berlaku di kala pemerintah kolonial belum resmi menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.
{"title":"BAHASA MELAYU RENDAH DALAM SURAT KONGSI CINA LANFONG DI KALIMANTAN BARAT PERIODE KOLONIAL","authors":"Dana Listiana","doi":"10.33652/HANDEP.V2I1.23","DOIUrl":"https://doi.org/10.33652/HANDEP.V2I1.23","url":null,"abstract":"Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan salah satu bahasa sumber arsip periode kolonial dan memahami konteks sosiologis bahasa berdasarkan fungsi dan waktu ketika bahasa tersebut digunakan. Berdasarkan studi kepustakaan diketahui bahwa sumber periode kolonial juga meliputi arsip berbahasa Melayu Rendah. Sumber arsip yang ditelaah adalah surat permohonan dari Kongsi Lanfong di Kalimantan Barat kepada Pemerintah Hindia Belanda. Kongsi Lanfong adalah sebuah kongsi Cina, entitas politik komunitas Cina yang bermula dari kelompok aktivitas ekonomi, dengan aktivitas utama berupa penambangan emas di Mandor. Aktivitas tersebut pulalah yang melatari penulisan surat yang ditelaah dalam artikel ini. Surat menunjukkan bahwa bahasa Melayu Rendah digunakan sebagai bahasa diplomatik bahkan oleh kelompok yang bukan penuturnya. Hal ini menarik karena berlaku di kala pemerintah kolonial belum resmi menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.","PeriodicalId":270485,"journal":{"name":"Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128889326","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Lirik lagu populer merupakan produk budaya populer yang dapat menyampaikan pesan dan gagasan dari penciptanya kepada para penyimak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan teknologi komunikasi dan bahasa yang terekam dalam lirik lagu populer. Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi tahap seleksi dan konfirmasi lagu-lagu yang liriknya akan dikaji, melakukan reading text untuk menemukan teks-teks yang terkait dengan penggunaan alat komunikasi dan bahasa, serta melakukan analisis intertekstual terhadap teks (lirik lagu) yang diambil dari lagu yang berbeda untuk mengamati adanya hubungan antarteks. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perkembangan teknologi komunikasi dapat ditelusuri melalui lirik-lirik lagu populer Indonesia, mulai dari radio amatir, telepon kabel, radio, pager, telepon seluler dengan pesan teks, jaringan internet hingga media sosial. Perkembangan bahasa sebagai implikasi dari penggunaan teknologi komunikasi ditunjukkan melalui penggunaan bahasa khusus dalam berkomunikasi yang muncul dalam bentuk istilah, kode, ungkapan, dan kosakata baru. Intertekstualitas yang terdapat dalam beberapa lagu-populer menggambarkan adanya kemiripan situasi, yakni proses perkenalan dan hubungan percintaan yang terbangun melalui penggunaan alat dan media komunikasi, serta perasaan yang disebabkan oleh gangguan bunyi alat komunikasi.
{"title":"MEMBACA LIRIK LAGU POPULER INDONESIA: PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN BAHASA","authors":"Galuh Bayuardi","doi":"10.33652/HANDEP.V2I1.26","DOIUrl":"https://doi.org/10.33652/HANDEP.V2I1.26","url":null,"abstract":"Lirik lagu populer merupakan produk budaya populer yang dapat menyampaikan pesan dan gagasan dari penciptanya kepada para penyimak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan teknologi komunikasi dan bahasa yang terekam dalam lirik lagu populer. Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi tahap seleksi dan konfirmasi lagu-lagu yang liriknya akan dikaji, melakukan reading text untuk menemukan teks-teks yang terkait dengan penggunaan alat komunikasi dan bahasa, serta melakukan analisis intertekstual terhadap teks (lirik lagu) yang diambil dari lagu yang berbeda untuk mengamati adanya hubungan antarteks. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perkembangan teknologi komunikasi dapat ditelusuri melalui lirik-lirik lagu populer Indonesia, mulai dari radio amatir, telepon kabel, radio, pager, telepon seluler dengan pesan teks, jaringan internet hingga media sosial. Perkembangan bahasa sebagai implikasi dari penggunaan teknologi komunikasi ditunjukkan melalui penggunaan bahasa khusus dalam berkomunikasi yang muncul dalam bentuk istilah, kode, ungkapan, dan kosakata baru. Intertekstualitas yang terdapat dalam beberapa lagu-populer menggambarkan adanya kemiripan situasi, yakni proses perkenalan dan hubungan percintaan yang terbangun melalui penggunaan alat dan media komunikasi, serta perasaan yang disebabkan oleh gangguan bunyi alat komunikasi.","PeriodicalId":270485,"journal":{"name":"Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya","volume":"46 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133651084","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tulisan ini membicarakan masyarakat suku Laut yang tinggal di laut dengan menggunakan kajang di Desa Air Sena Kepulauan Anambas. Mereka hidup berdampingan dan berinteraksi “intim” dengan masyarakat Desa Air Sena walaupun tidak semua masyarakat sekitar bisa memahami bahasa Mesuku, bahasa yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat suku Laut. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi di antara sesama anggota (warga) kelompok suku Laut, serta di antara warga kelompok suku Laut dengan warga masyarakat lain di Desa Air Sena di tengah perbedaan bahasa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data primer diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dan observasi secara langsung ke lokasi penelitian. Penelitian ini bermaksud untuk menunjukkan interaksi asosiatif berupa kerja sama, akomodasi dan asimilasi yang diwujudkan dalam bentuk gotong royong, serta proses disosiatif adanya persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Wujud interaksi simbolik yang diobservasi berupa tanggapan seseorang terhadap orang lain melalui penggunaan simbol-simbol tubuh dan bahasa yang bermakna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerja sama masyarakat suku Laut dengan masyarakat Desa Air Sena. Mereka hidup tolong-menolong meskipun sebagian masyarakat menunjukkan sikap apatis dan tidak berpartisipasi dalam organisasi kemasyarakatan. Sikap apatis tersebut secara disosiatif tidak menimbulkan pertentangan dan konflik antara masyarakat suku Laut dengan masyarakat Desa Air Sena.
{"title":"POLA INTERAKSI SOSIAL SUKU LAUT DI DESA AIR SENA, KECAMATAN SIANTAN TENGAH, KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU","authors":"Miswanto Miswanto, Billy Jenawi, Afrizal Afrizal","doi":"10.33652/HANDEP.V2I1.25","DOIUrl":"https://doi.org/10.33652/HANDEP.V2I1.25","url":null,"abstract":"Tulisan ini membicarakan masyarakat suku Laut yang tinggal di laut dengan menggunakan kajang di Desa Air Sena Kepulauan Anambas. Mereka hidup berdampingan dan berinteraksi “intim” dengan masyarakat Desa Air Sena walaupun tidak semua masyarakat sekitar bisa memahami bahasa Mesuku, bahasa yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat suku Laut. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi di antara sesama anggota (warga) kelompok suku Laut, serta di antara warga kelompok suku Laut dengan warga masyarakat lain di Desa Air Sena di tengah perbedaan bahasa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data primer diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dan observasi secara langsung ke lokasi penelitian. Penelitian ini bermaksud untuk menunjukkan interaksi asosiatif berupa kerja sama, akomodasi dan asimilasi yang diwujudkan dalam bentuk gotong royong, serta proses disosiatif adanya persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Wujud interaksi simbolik yang diobservasi berupa tanggapan seseorang terhadap orang lain melalui penggunaan simbol-simbol tubuh dan bahasa yang bermakna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerja sama masyarakat suku Laut dengan masyarakat Desa Air Sena. Mereka hidup tolong-menolong meskipun sebagian masyarakat menunjukkan sikap apatis dan tidak berpartisipasi dalam organisasi kemasyarakatan. Sikap apatis tersebut secara disosiatif tidak menimbulkan pertentangan dan konflik antara masyarakat suku Laut dengan masyarakat Desa Air Sena.","PeriodicalId":270485,"journal":{"name":"Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya","volume":"4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116632327","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap salah satu wujud dari dualisme yang merupakan fakta dalam sistem sosial masyarakat Minangkabau. Dualisme yang mulanya diistilahkan Saanin pada 1989 sebagai gambaran upaya masyarakat Minangkabau untuk menyeimbangkan agama dan adat ternyata muncul dalam sikap dualitas masyarakat ketika menghadapi berbagai situasi dan kondisi. Pada tulisan ini, peneliti mencoba melihat sikap dualitas masyarakat Minangkabau melalui stigmatisasi terhadap janda. Pandangan dan sikap yang mendua ini nampak dari stigma-stigma yang dibangun terhadap janda. Contohnya, masyarakat menganggap bahwa janda indak pandai balaki, tetapi disisi lain ia dianggap kancang ka laki-laki. Alat yang digunakan untuk menganalisis data adalah konsep dualitas. Melalui analisis dualisme terhadap stigma mengenai janda, peneliti menemukan bahwa masyarakat Minangkabau menerapkan sistem dualitas dalam kehidupannya.
{"title":"DUALITAS STIGMATISASI JANDA: REALITAS MASYARAKAT MINANGKABAU YANG MENDUA","authors":"Jelly Jelly","doi":"10.33652/HANDEP.V2I1.24","DOIUrl":"https://doi.org/10.33652/HANDEP.V2I1.24","url":null,"abstract":"Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap salah satu wujud dari dualisme yang merupakan fakta dalam sistem sosial masyarakat Minangkabau. Dualisme yang mulanya diistilahkan Saanin pada 1989 sebagai gambaran upaya masyarakat Minangkabau untuk menyeimbangkan agama dan adat ternyata muncul dalam sikap dualitas masyarakat ketika menghadapi berbagai situasi dan kondisi. Pada tulisan ini, peneliti mencoba melihat sikap dualitas masyarakat Minangkabau melalui stigmatisasi terhadap janda. Pandangan dan sikap yang mendua ini nampak dari stigma-stigma yang dibangun terhadap janda. Contohnya, masyarakat menganggap bahwa janda indak pandai balaki, tetapi disisi lain ia dianggap kancang ka laki-laki. Alat yang digunakan untuk menganalisis data adalah konsep dualitas. Melalui analisis dualisme terhadap stigma mengenai janda, peneliti menemukan bahwa masyarakat Minangkabau menerapkan sistem dualitas dalam kehidupannya.","PeriodicalId":270485,"journal":{"name":"Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130918245","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Salah satu tujuan ideal dari perubahan tata guna lahan adalah pembangunan dan pemerataan wilayah. Tujuan tersebut diupayakan dalam program Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) Gerbangkertosusila di Jawa Timur. Program tersebut seharusnya dapat mengembangkan wilayah-wilayah di sekitar Kota Metropolitan Surabaya. Kenyataannya, program ini belum mencapai tujuan dan banyak menimbulkan permasalahan bagi daerah terdampak program, salah satunya Sidoarjo. Tulisan ini dimaksud untuk mengkaji perubahan penggunaan lahan dan dampak industrialisasi di Sidoarjo akibat implementasi program SWP Gerbangkertosusila. Dengan mengambil studi kasus SWP Gerbangkertosusila dan menggunakan metode penelitian sejarah (melalui pembacaan arsip, surat kabar, dan berbagai literatur), tulisan ini membuktikan bahwa SWP Gerbangkertosusila memang tidak memeratakan daerah sekitar Surabaya. Tulisan ini menunjukkan bahwa program tersebut malah membuka eksploitasi lahan di sekitar Kota Metropolitan Surabaya sebagai pusat perkembangan di Jawa Timur. Berdasarkan tulisan ini, pemangku kebijakan diharapkan mampu lebih menitikberatkan perencanaan penggunaan lahan bagi pembangunan wilayah Sidoarjo dan sekitarnya di masa yang akan datang.
{"title":"ANTARA PEMERATAAN DAN EKSPLOITASI LAHAN: SIDOARJO DALAM SWP GERBANGKERTOSUSILA, 1996-2011","authors":"Ronal Ridhoi","doi":"10.33652/HANDEP.V2I1.37","DOIUrl":"https://doi.org/10.33652/HANDEP.V2I1.37","url":null,"abstract":"Salah satu tujuan ideal dari perubahan tata guna lahan adalah pembangunan dan pemerataan wilayah. Tujuan tersebut diupayakan dalam program Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) Gerbangkertosusila di Jawa Timur. Program tersebut seharusnya dapat mengembangkan wilayah-wilayah di sekitar Kota Metropolitan Surabaya. Kenyataannya, program ini belum mencapai tujuan dan banyak menimbulkan permasalahan bagi daerah terdampak program, salah satunya Sidoarjo. Tulisan ini dimaksud untuk mengkaji perubahan penggunaan lahan dan dampak industrialisasi di Sidoarjo akibat implementasi program SWP Gerbangkertosusila. Dengan mengambil studi kasus SWP Gerbangkertosusila dan menggunakan metode penelitian sejarah (melalui pembacaan arsip, surat kabar, dan berbagai literatur), tulisan ini membuktikan bahwa SWP Gerbangkertosusila memang tidak memeratakan daerah sekitar Surabaya. Tulisan ini menunjukkan bahwa program tersebut malah membuka eksploitasi lahan di sekitar Kota Metropolitan Surabaya sebagai pusat perkembangan di Jawa Timur. Berdasarkan tulisan ini, pemangku kebijakan diharapkan mampu lebih menitikberatkan perencanaan penggunaan lahan bagi pembangunan wilayah Sidoarjo dan sekitarnya di masa yang akan datang.","PeriodicalId":270485,"journal":{"name":"Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131043217","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang kemiskinan pada masyarakat nelayan yang berada di Desa Aeng Batu-batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar tahun 2016. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara, pengamatan, dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan nelayan disebabkan oleh kurangnya keberpihakan dari pemerintah terhadap kehidupan nelayan di Desa Aeng Batu-batu. Program pemerintah belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat miskin karena kurangnya informasi tentang budaya masyarakatnya. Hal tersebut menyebabkan hanya segolongan masyarakat saja yang merasakan program pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan. Selain itu, masyarakat nelayan di Desa Aeng Batu-batu memiliki budaya perilaku di mana keadaan yang terjadi dalam kehidupan mereka dianggap sebagai sebuah takdir sehingga hanya bisa bersikap pasrah. Masyarakat nelayan beranggapan bahwa rezeki yang banyak diperoleh merupakan suatu kesempatan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tertunda tanpa menyisihkan pendapatan yang diperoleh untuk kebutuhan yang sifatnya mendadak.
{"title":"KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA AENG BATU-BATU KABUPATEN TAKALAR SULAWESI SELATAN","authors":"Tini Suryaningsi","doi":"10.33652/handep.v1i1.8","DOIUrl":"https://doi.org/10.33652/handep.v1i1.8","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang kemiskinan pada masyarakat nelayan yang berada di Desa Aeng Batu-batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar tahun 2016. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara, pengamatan, dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan nelayan disebabkan oleh kurangnya keberpihakan dari pemerintah terhadap kehidupan nelayan di Desa Aeng Batu-batu. Program pemerintah belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat miskin karena kurangnya informasi tentang budaya masyarakatnya. Hal tersebut menyebabkan hanya segolongan masyarakat saja yang merasakan program pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan. Selain itu, masyarakat nelayan di Desa Aeng Batu-batu memiliki budaya perilaku di mana keadaan yang terjadi dalam kehidupan mereka dianggap sebagai sebuah takdir sehingga hanya bisa bersikap pasrah. Masyarakat nelayan beranggapan bahwa rezeki yang banyak diperoleh merupakan suatu kesempatan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tertunda tanpa menyisihkan pendapatan yang diperoleh untuk kebutuhan yang sifatnya mendadak.","PeriodicalId":270485,"journal":{"name":"Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya","volume":"28 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125314017","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kajian ini bertujuan untuk melihat perkembangan dari Jemaat Ahmadiyah Qadiani di wilayah MedanAceh pada 1968-1998. Kajian ini menggunakan metode dan teknik pengumpulan data dengan studi pustaka dengan buku, artikel, dokumen, surat kabar, majalah dan situs website. Penulis juga melakukan penelitian lapangan. Penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa perkembangan Ahmadiyah Qadiani di wilayah Medan-Aceh selama periode Orde Baru berkembang relatif lamban, walaupun respon pemerintah netral. Ahmadiyah Qadiani di Medan Aceh tidak mampu melakukan banyak hal terhadap perkembangan komunitasnya. Hal ini berhubungan dengan isu dari Majelis Ulama Indonesia Sumatra Utara yang menyatakan bahwa jemaat Ahmadiyah Qadiani merupakan sebuah kelompok di luar Islam
{"title":"PERKEMBANGAN JEMAAT AHMADIYAH QADIANI DI WILAYAH MEDAN – ACEH, 1968-1998","authors":"Y. Rachmad","doi":"10.33652/HANDEP.V1I1.9","DOIUrl":"https://doi.org/10.33652/HANDEP.V1I1.9","url":null,"abstract":"Kajian ini bertujuan untuk melihat perkembangan dari Jemaat Ahmadiyah Qadiani di wilayah MedanAceh pada 1968-1998. Kajian ini menggunakan metode dan teknik pengumpulan data dengan studi pustaka dengan buku, artikel, dokumen, surat kabar, majalah dan situs website. Penulis juga melakukan penelitian lapangan. Penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa perkembangan Ahmadiyah Qadiani di wilayah Medan-Aceh selama periode Orde Baru berkembang relatif lamban, walaupun respon pemerintah netral. Ahmadiyah Qadiani di Medan Aceh tidak mampu melakukan banyak hal terhadap perkembangan komunitasnya. Hal ini berhubungan dengan isu dari Majelis Ulama Indonesia Sumatra Utara yang menyatakan bahwa jemaat Ahmadiyah Qadiani merupakan sebuah kelompok di luar Islam","PeriodicalId":270485,"journal":{"name":"Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132663791","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}